KINERJA GURU PASCA SERTIFIKASI (STUDI TERHADAP KINERJA GURU MADRASAH DAN GURU PAIS PADA SEKOLAH UMUM DI PROPINSI SUMATERA SELATAN)

Oleh: Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag, M.Si
(Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang)
Abstrak
Berbagai upaya peningkatan kualitas guru telah dilakukan pemerintah, salah satunya adalah melalui program sertifikasi guru. Namun kenyataan yang berkembang adalah bahwa program sertifikasi ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan kualitas yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam di sekolah umum setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif. Populasinya adalah guru-guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam di Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin yang telah mengikuti program sertifikasi dan menerima tunjangan profesi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multistage sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara, dan telaah dokumentasi, sedang analisis datanya dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja guru pasca sertifikasi, baik secara keseluruhan, maupun dilihat dari aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengembangan profesi, semuanya menunjukkan kinerja yang masih di bawah standar. Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja antara guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam, antara guru yang tinggal di perkotaan dan di pedesaan, dan antara guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan melalui jalur PLPG. Rekomendasi yang diajukan adalah hendaknya pelaksanaan program sertifikasi lebih ditujukan pada peningkatan kesadaran guru akan pentingnya peningkatan kinerja mereka dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah/madrasah.
Kata-kata Kunci: kinerja guru, program sertifikasi guru
Abstract
Various efforts to improve the quality of teachers have been done by the Government, and the program of teacher certification is one of them. But the reality show that the certification program was not as expected, teachers who have passed the certification did not demonstrate expected quality. This research aims to figure out the performance teachers after receiving the profession subsidy through the program of teacher certification. This research applies descriptive-comparative method. The population is a number of madrasah and PAIS teachers in Palembang City and Banyuasin Regency who have passed the certification program and received the profession subsidy. The sample is taken through the application of multistage sampling. Research data is collected through questioner, interview, and documentation analysis, and then analyzed quantitatively and qualitatively. Research results show that teachers’ performance after passed the program, either as a whole, and viewed from the aspect of lesson planning, implementation of learning, learning assessment, and professional development, all indicate that the performance is still below standard. Beside that, this research show that there is no difference after receiving profession subsidy between madrasah teachers’ performance and PAIS teachers’ performance, between teachers who live in urban and in rural areas, and between those who pass the certification program through portfolio and PLPG. The recommendation proposed is the implementation of the certification program should be aimed more at increasing teacher awareness of the importance of increasing their performance in improving the quality of education in schools/madrasah.
Keywords: teacher’s performance, teacher certification program
Pendahuluan
Sebagai figur sentral dalam proses pendidikan di sekolah/madrasah, guru merupakan komponen ataupun unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu pendidikan. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan itu sendiri. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah/madrasah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.
Begitu pentingnya peran guru dalam proses pendidkan, maka seorang guru dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya sebagai tenaga yang bermartabat dan profesional. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidkan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.
Berbagai upaya peningkatan kalitas guru telah dilakukan. Seperti peningkatan kemampuan/penguasaan tentang berbagai macam strategi ataupun metode pembelajaran melalui berbagai kegiatan (workshop, diklat, dsb), dan tidak kalah menariknya adalah peningkatan kualitas guru melalui program sertifikasi guru. Namun program sertifikasi tersebut yang sejatinya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan kompetensi yang signifikan (Kompas, 13 November 2009). Menurut Prof. Dr. Baedhowi, dalam pidato pengukuhan guru besar pada FKIP Universitas Sebelas Maret Solo, memaparkan kajiannya, bahwa motivasi para guru mengikuti sertifikasi umumnya terkait aspek finansial, yaitu segera mendapat tunjangan profesi (Kompas, 13 November 2009). Motivasi yang sama ditemukan oleh Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas ketika melakukan kajian serupa di Propinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat tahun 2008. Hasilnya menunjukkan, walaupun alasan mereka bervariasi, secara umum motivasi mereka mengikuti sertifikasi ialah finansial. Tujuan utama sertifikasi untuk mewujudkan kompetensi guru tampaknya masih disikapi sebagai wacana (Kompas, 13 November 2009).
Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa sertifikasi guru tidaklah cukup sebagai upaya mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru. Meski telah dinyatakan lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi, bukan berarti guru telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan undang-undang. Untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, pasca sertifikasi perlu adanya upaya sistematis dan sinergis dan berkesinambungan yang menjamin guru tetap profesional.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dikaji lebih lanjut tentang dampak sertifikasi. Salah satunya adalah mengkaji kinerja guru setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru madrasah dan guru PAIS di sekolah umum setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru. Mengingat diduga adanya perbedaan kinerja antara guru yang tinggal di kota dan yang tinggal di desa, antara yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG, dan antara guru madrasah dan guru PAIS di sekolah umum, maka penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru antara guru madrasah dan guru PAIS di sekolah umum, antara guru yang tinggal di kota dan yang tinggal di desa, dan antara guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG.
Kajian Pustaka
Guru adalah sebuah profesi. Profesionalisme guru mendapat pengakuan karena sejumlah alasan: (1) lapangan pekerjaan keguruan atau kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan-pengualangan atau pembiasaan. Lapangan pekerjaan inipun tidak dapat dilaksanakan berdasarkan amatirisme dan coba-coba (trial and errors) tetapi memerlukan perencanaan, manajemen yang mempertimbangkan komponen-komponen sistemnya (in-put, process, out-put, user); (2) lapangan pekerjaan ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya; dan (3) lapangan pekerjaan ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa pendidikan dasar (basic education) untuk taraf sarjana yang memiliki suatu pengetahuan dan ketrampilan tertentu kadang kala memerlukan tambahan pendidikan professional (Idi, 2006: 136).
Karena itu, untuk menjadi seorang guru seseorang dituntut memiliki keahlian sebagai guru yang disebut dengan kompetensi. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru “meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Guna melaksanakan profesinya tersebut, guru dihadapkan pada berbagai tugas dengan tuntutan kinerja yang optimal. Kinerja diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya (Simamora, 2000:423). Sejalan dengan ini Bernardin dan Russel dalam Rucky (2002: 15) memberikan definisi kinerja: Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job function or activity during a specific time period (kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja adalah prestasi kerja, yaitu hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.
Untuk mengetahui apakah kinerja seorang guru sudah cukup optimal atau belum dapat dilihat dari berbagai indikator. Menurut Simamora (2000: 423), indikator-indikator kinerja meliputi: 1) keputusan terhadap segala aturan yang ditetapkan organisasi; 2) dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah); dan 3) ketepatan dalam menjalankan tugas. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: 1) mutu kerja; 2) kuantitas kerja; 3) pengetahuan tentang pekerjaan; 4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; 5) keputusan yang diambil; 6) perencanaan kerja; dan 7) daerah organisasi kerja. Sedang kinerja untuk tenaga guru umumnya dapat diukur melalui: 1) kemampuan membuat perencanaan; 2) kemampuan melaksanakan rencana pembelajaran; 3) kemampuan melaksanakan evaluasi; dan 4) kemampuan menindaklanjuti hasil evaluasi.
Moh. Uzer Usman (2006: 10-19) mengemukakan beberapa indikator kinerja untuk dapat dilihat peran guru dalam meningkatkan kemampuan dalam proses belajar-mengajar. Indikator kinerja tersebut adalah: 1) Kemampuan merencanakan belajar mengajar, yang meliputi: a) menguasai garis-garis besar penyelenggaraan pendidikan, b) menyesuaikan analisa materi pelajaran, c) menyusun program semester, d) menyusun program atau pembelajaran; 2) Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang meliputi: a) tahap pra instruksional, b) tahap instruksional, c) tahap evaluasi dan tidak lanjut; dan 3) Kemampuan mengevaluasi, yang meliputi: a) evaluasi normatif, b) evaluasi formatif, c) laporan hasil evaluasi, dan d) pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan. Nana Sudjana (2004: 50) mengemukakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yaitu: 1) menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4) mengunakan media atau sumber belajar, 5) menguasai landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar-mengajar, 7) menilai prestasi belajar-mengajar, 8) mengenal fungsi bimbingan dan penyuluhan, 9) mengenal dan meyelenggarakan admistrasi sekolah, dan 10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Depdiknas (2000: 89) mengemukakan tujuh unsur yang merupakan indikator kinerja guru, yaitu: 1) penguasaan landasan kependidikan, 2) penguasaan bahan pembelajaran, 3) pengelolaan proses belajar mengajar, 4) penggunaan alat pelajaran, 5) pemahaman metode penelitian untuk peningkatan pembelajaran, dan 6) pemahaman administrasi sekolah. Schacter (2000: 14) membagi indikator kinerja guru dalam tiga bagian, yaitu: 1) keterampilan, pengetahuan, dan tanggung jawab guru, 2) pencapaian prestasi siswa pada level kelas, dan 3) pencapaian prestasi sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa kinerja guru adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam pelaksanaan tugas mengajar yang bermutu. Dalam penelitian ini, kinerja guru dimaksudkan sebagai unjuk kerja oleh guru dalam pelaksanaan tugas mengajar setelah lulus dan memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru yang dilihat dari empat indikator, yaitu: 1) kinerja dalam perencanaan pembelajaran, yang meliputi: a) menguasai garis-garis besar penyelenggaraan pendidikan, b) menyesuaikan analisa materi pelajaran, c) menyusun program tahunan dan program semester, dan d) menyusun program atau pembelajaran mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; 2) kinerja dalam pelaksanaan pembelajaran, yang meliputi: a) tahap pra instruksional, b) tahap instruksional, c) tahap evaluasi dan tidak lanjut; 3) kinerja dalam penilaian pembelajaran, yang meliputi: a) evaluasi normatif, b) evaluasi formatif, c) laporan hasil evaluasi, dan d) pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan; serta 4) kinerja dalam pengembangan profesi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods (Creswell & Clark, dalam Creswell, 2008: 552), yaitu penggunaan pendekatan baik kuantitatif maupun kualitatif dalam satu penelitian guna memahami masalah penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dekriptif komparatif, yaitu menggambarkan fenomena yang ada disertai dengan upaya untuk membandingkan berdasarkan keadaan yang mungkin mempengaruhi perbedaannya.
Lokasi penelitian adalah Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin. Populasi adalah guru yang mengajar di madrasah (MI, MTs, maupun di MA), dan guru PAIS di sekolah (SD, SMP, maupun SMA) di lokasi penelitian yang sudah lulus sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi. Artinya, mereka yang mengikuti program sertifikasi pada tahun 2007 dan 2008 dan mendapatkan tunjangan setahun setelahnya. Berdasarkan yang diperoleh dari Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang sebagai penyelenggara kegiatan sertifikasi guru di propinsi Sumatera Selatan, jumlah guru madrasah dan guru PAIS yang sudah lulus sertifikasi pada tahun 2007 dan 2008 dan mendapatkan tunjangan profesi di Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin adalah sebanyak 330 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage sampling dengan cara proportional probability. Pengambilan sampel dilakukan 2 (dua) tahapan sebagai berikut: Pertama, pemilihan sampel kota/kabupaten, dilakukan secara purposive dan dipilih kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin dengan pertimbangan mewakili kondisi perkotaan dan pedesaan. Kedua, pemilihan sampel responden, baik responden guru madrasah dan guru PAIS. Dalam hal ini digunakan teknik random sampling sebesar ±12,5% dari total populasi. Sehingga jumlah total sampel responden penelitian ini adalah 41 orang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: kuesioner, wawancara, dan telaah dokumentasi. Kuesioner untuk menggali data tentang kinerja guru setelah lulus sertifikasi dan memperoleh tunjangan. Dalam hal ini, yang dijadikan indikator kinerja guru meliputi; kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran, kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran, kinerja guru dalam penilaian pembelajaran, serta kinerja guru dalam pengembangan profesi. Untuk memastikan validitas dari instrumen yang digunakan, maka sebelum dianalisis dengan analisis deskriptif terlebih dahulu dianalisis validitasnya.
Wawancara untuk mengali data tentang penilaian kepala madrasah/sekolah terhadap kinerja guru setelah lulus dan memperoleh tunjangan profesi melalui program sertifikasi, serta faktor-faktor penghambat dan pendukungnya.
Telaah dokumen untuk menggali data pendukung penelitian berkaitan dengan kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini, telaah dokumen dilakukan berdasarkan penilaian kepala madrasah/sekolah.
Sedang analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan. Data kuantitatif yang dikumpulkan melalui kuesioner dianalisis secara kuantitatif dengan teknik statistik distribusi frekuensi dan persentase, sedang data hasil wawancara dan telaah dokumentasi dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dari Miles dan Huberman.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Kuesioner
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap data kinerja guru yang dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh 41 orang responden, diketahui bahwa kinerja guru secara keseluruhan, baik guru madrasah maupun guru PAIS di sekolah umum mencapai rata-rata 95,02, median 99, modus 99, dengan rentangan skor terletak antara 66 - 111 dalam rentang teoritik 0 – 117. Data kinerja guru selengkapnya tergambar pada tabel dan histogram berikut ini.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Skor Kinerja Guru
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Skor Kinerja Guru
Gambar 1. Histogram Skor Kinerja Guru
Berdasarkan skor persentil dari masing-masing responden, dilakukan kategorisasi kinerja guru dengan perhitungan: skor maksimal = 117, skor minimal = 0, mean = 95,02, deviasi standar = 13,07. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka batasan kategori tinggi adalah: Mean + 1 Deviasi Standar = 95,02 + 13,07 = 108,09, sedang batasan kategori rendah adalah: Mean - 1 Deviasi Standar = 95,02 – 13,07 = 81,95. Dengan demikian, batasan kategori kinerja guru adalah:
Tinggi
Sedang
Rendah
:
:
:
108, 10 – 117
81,96 – 108,09
0 – 81,95
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru (95,02) berada pada kategori Sedang.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik persentase untuk masing-masing kategori. Hasilnya, dari 41 guru yang menjadi responden, hanya 3 orang (7,32%) menunjukkan kinerja yang mendekati standar kinerja yang berlaku, sedang sisanya 38 orang (92,68%) menunjukkan kinerja yang masih jauh di bawah standar kinerja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagian besar guru pasca sertifikasi masih di bawah standar kinerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Kinerja Guru Pasca Sertifikasi
No.
Kinerja Guru
Frekuensi
Persentase
1.
2.
Mendekati standar kinerja
Jauh di bawah standar kinerja
3
38
7,32
92,68
Jumlah
41
100
Secara khusus, dilihat dari masing-masing indikator, hasil analisis data kinerja guru menunjukkan sebagai berikut:
1. Kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran
Berdasarkan standar kinerja yang berlaku, diketahui bahwa mean (rata-rata) kinerja guru dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran adalah 25,39, median 27, modus 28, dengan rentangan skor terletak antara 16 – 30, dalam rentang teoritik 0 – 30. Histogramnya tergambar berikut ini.
Gambar 2. Histogram Skor Kinerja Guru
dalam Perencanaan Pembelajaran
Selanjutnya dilakukan kategorisasi kinerja guru dengan perhitungan: skor maksimal = 30, skor minimal = 0, mean = 25,39, dan deviasi standar = 3,67. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka batasan kategori tinggi adalah: Mean + 1 Deviasi Standar = 25,39 + 3,67 = 29,06, sedang batasan kategori rendah adalah: Mean - 1 Deviasi Standar = 25,39 - 3,67 = 21,72. Dengan demikian, batasan kategori kinerja guru adalah:
Tinggi
Sedang
Rendah
:
:
:
29,07 - 30
21,73 - 29,06
0 - 21,72
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran (25,39) berada pada kategori Sedang.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik persentase untuk masing-masing kategori. Hasilnya, 33 orang (80,49%) menunjukkan kinerja yang sedang, 7 orang (17,07%) menunjukkan kinerja yang rendah, dan hanya 1 orang (2,44%) menunjukkan kinerja yang tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagian besar guru pasca sertifikasi tergolong kategori sedang.
2. Kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran
Berdasarkan standar kinerja yang berlaku, diketahui bahwa mean (rata-rata) kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah 43,20, median 44, modus 49, dengan rentangan skor terletak antara 33 – 50, dalam rentang teoritik 0 – 51. Histogramnya tergambar berikut ini.
Gambar 3. Histogram Skor Kinerja Guru
dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Selanjutnya dilakukan kategorisasi kinerja guru dengan perhitungan: skor maksimal = 51, skor minimal = 0, mean = 43,20, dan deviasi standar = 5,49. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka batasan kategori tinggi adalah: Mean + 1 Deviasi Standar = 43,20 + 5,49 = 48,69, sedang batasan kategori rendah adalah: Mean - 1 Deviasi Standar = 43,20 - 5,49 = 37,71. Dengan demikian, batasan kategori kinerja guru adalah:
Tinggi
Sedang
Rendah
:
:
:
48,70 - 51
37,72 – 48,69
0 – 37,71
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran (43,20) berada pada kategori Sedang.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik persentase untuk masing-masing kategori. Hasilnya, 23 orang (56,10%) menunjukkan kinerja yang sedang, 10 orang (24,39%) menunjukkan kinerja yang tinggi, dan 8 orang (19,51%) menunjukkan kinerja yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagian besar guru pasca sertifikasi tergolong kategori sedang, meskipun yang kinerjanya tinggi dan rendah jumlahnya juga cukup signifikan.
3. Kinerja guru dalam penilaian pembelajaran
Berdasarkan standar kinerja yang berlaku, diketahui bahwa mean (rata-rata) kinerja guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran adalah 23,12, median 23, modus 28, dengan rentangan skor terletak antara 15 – 30, dalam rentang teoritik 0 – 30. Histogramnya tergambar berikut ini.
Gambar 4. Histogram Skor Kinerja Guru
dalam Penilaian Pembelajaran
Selanjutnya dilakukan kategorisasi kinerja guru dengan perhitungan: skor maksimal = 30, skor minimal = 0, mean = 23,12, dan deviasi standar = 4,44. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka batasan kategori tinggi adalah: Mean + 1 Deviasi Standar = 23,12 + 4,44 = 27,56, sedang batasan kategori rendah adalah: Mean - 1 Deviasi Standar = 23,12 - 4,44 = 18,68. Dengan demikian, batasan kategori kinerja guru adalah:
Tinggi
Sedang
Rendah
:
:
:
27,57 - 30
18,69 – 27,56
0 – 18,68
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru dalam penilaian pembelajaran (23,12) berada pada kategori Sedang.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik persentase untuk masing-masing kategori. Hasilnya, 23 orang (56,10%) menunjukkan kinerja yang sedang, 12 orang (29,27%) menunjukkan kinerja yang tinggi, dan 6 orang (14,63%) menunjukkan kinerja yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagian besar guru pasca sertifikasi tergolong kategori sedang, meskipun yang kinerjanya tinggi dan rendah jumlahnya juga cukup signifikan.
4. Kinerja guru dalam pengembangan profesi
Berdasarkan standar kinerja yang berlaku, diketahui bahwa mean (rata-rata) kinerja guru dalam pengembangan profesi adalah 3,32, median 3, modus 3, dengan rentangan skor terletak antara 0 - 6, dalam rentang teoritik 0 – 6. Histogramnya tergambar berikut ini.
Gambar 5. Histogram Skor Kinerja Guru
dalam Pengembangan Profesi
Selanjutnya dilakukan kategorisasi kinerja guru dengan perhitungan: skor maksimal = 6, skor minimal = 0, mean = 3,32, dan deviasi standar = 1,439. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka batasan kategori tinggi adalah: Mean + 1 Deviasi Standar = 3,32 + 1,44 = 4,76, sedang batasan kategori rendah adalah: Mean - 1 Deviasi Standar = 3,32 - 1,44 = 1,88. Dengan demikian, batasan kategori kinerja guru adalah:
Tinggi
Sedang
Rendah
:
:
:
4,77 - 6
1,89 – 4,76
0 – 1,88
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru dalam pengembangan profesi (3,32) berada pada kategori Sedang.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik persentase untuk masing-masing kategori. Hasilnya, 31 orang (75,61%) menunjukkan kinerja yang sedang, 6 orang (14,63%) menunjukkan kinerja yang tinggi, dan 4 orang (9,76%) menunjukkan kinerja yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagian besar guru pasca sertifikasi tergolong kategori sedang, meskipun yang kinerjanya tinggi dan rendah jumlahnya juga cukup signifikan.
Selanjutnya, dilihat dari perbedaan kinerja berdasarkan perbedaan tempat tugas (madrasah atau guru PAIS di sekolah umum), perbedaan lingkungan sosial budaya (di lingkungan perkotaan atau pedesaan), dan perbedaan jalur sertifikasi (jalur portofolio atau PLPG), maka diperoleh hasil penelitian berikut.
1. Perbedaan kinerja guru madrasah dan kinerja guru PAIS
Hasil uji-t terhadap perbedaan skor kinerja guru madrasah dan guru PAIS diperoleh harga t = -0,967 dengan taraf signifikansi = 0,339. Dengan demikian, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kinerja antara guru yang bertugas di madrasah dengan guru PAIS yang bertugas di sekolah umum. Dengan kata lain, perbedaan tempat tugas guru tidak menyebabkan perbedaan kinerja mereka pasca sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi. Namun jika dilihat dari mean (rata-rata) skor kinerja guru, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru PAIS (97,60) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kinerja guru madrasah (93,50).
2. Perbedaan kinerja guru yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan
Hasil uji-t terhadap perbedaan skor kinerja guru yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan diperoleh harga t = 1,276 dengan taraf signifikansi = 0,209. Dengan demikian, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kinerja antara guru yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan. Dengan kata lain, perbedaan lingkungan sosial budaya guru tidak menyebabkan perbedaan kinerja mereka pasca sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi. Namun jika dilihat dari mean (rata-rata) skor kinerja guru, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru yang tinggal di perkotaan (96,96) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kinerja guru yang tinggal di pedesaan (91,60).
3. Perbedaan kinerja guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG
Hasil uji-t terhadap perbedaan skor kinerja guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG diperoleh harga t = 0,716 dengan taraf signifikansi = 0,479. Dengan demikian, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kinerja antara guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG. Kinerja guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio tidak lebih baik dibandingkan dengan kinerja guru yang lulus melalui jalur PLPG, demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain, perbedaan jalur kelulusan dalam sertifikasi tidak menyebabkan perbedaan kinerja guru pasca sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi. Namun jika dilihat dari mean (rata-rata) skor kinerja guru, diketahui bahwa rata-rata kinerja guru yang lulus melalui jalur PLPG (96,93) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kinerja guru yang lulus melalui jalur portofolio (93,88).
Hasil Wawancara
1. Penilaian Kepala Madrasah/Sekolah terhadap Kinerja Guru Pasca Sertifikasi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala madrasah/sekolah, diketahui bahwa sebagian besar kepala madrasah/sekolah menilai kinerja guru yang sudah lulus sertifikasi sudah mendekati standar kinerja yang berlaku. Peningkatan yang dinilai telah dialami diantaranya adalah: a) pada aspek perencanaan pembelajaran, guru telah mampu menyusun program tahunan, program semester, silabus dan RPP, dan hasilnya sudah cukup lebih baik serta disusun lebih awal dari sebelumnya (Wawancara, 20 September 2010). Selain itu, RPP yang sebelumnya disusun untuk satu semester sekaligus, sekarang sudah dibuat pada setiap tatap muka (disesuaikan dengan kebutuhan) (Wawancara, 26 Agustus 2010), serta b) pada aspek pelaksanaan pembelajaran, guru sudah menggunakan berbagai media/alat peraga (Wawancara, 20 September 2010).
Meski demikian, tidak satupun dari responden kepala madrasah/sekolah menyatakan kinerja guru sudah mencapai kinerja yang optimal atau mencapai standar kinerja yang berlaku, bahkan masih ada yang menilainya hanya mendekati standar kinerja.
2. Faktor Penghambat Peningkatan Kinerja Guru
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala madrasah/sekolah, diketahui bahwa ada berbagai faktor penghambat peningkatan kinerja guru.
Dalam perencanaan pembelajaran, beberapa faktor penghambat yang dirasakan adalah: 1) kurangnya sarana prasarana pendukung, seperti media pembelajaran (Wawancara, 20 September 2010), 2) untuk guru kelas terlalu banyak materi yg akan disiapkan (Wawancara, 20 September 2010), dan 3) sebagian guru masih kurang berkeinginan melakukan perubahan positif (Wawancara, 1 September 2010).
Dalam pelaksanaan pembelajaran, faktor penghambat yang dirasakan antara lain adalah: 1) masih rendahnya kemampuan guru dalam menyusun RPP (Wawancara, 20 September 2010), 2) perbedaan karakteristik siswa yang menyulitkan guru (Wawancara, 1 September 2010), dan 3) kurangnya alokasi waktu yang tersedia (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Dalam penilaian pembelajaran, faktor penghambat yang antara lain dirasakan adalah: 1) masih rendahnya kemampuan guru dalam melakukan penilaian (Wawancara, 25 Agustus 2010), terutama penilaian proses (Wawancara, 20 September 2010), dan 2) perbedaan karakteristik siswa yang menyulitkan guru (Wawancara, 1 September 2010).
Dalam pengembangan profesi, faktor penghambat yang antara lain dirasakan adalah: 1) kurangnya akses informasi terbaru (Wawancara, 1 September 2010), karena berada di daerah terpencil (Wawancara, 20 September 2010), dan 2) kesibukan lain di luar kegiatan madrasah/sekolah (Wawancara, 1 September 2010).
3. Faktor Pendukung Peningkatan Kinerja Guru
Sebagaimana faktor-faktor penghambat, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala madrasah/sekolah juga ditemukan berbagai faktor pendukung peningkatan kinerja guru.
Dalam perencanaan pembelajaran, faktor-faktor pendukungnya adalah: 1) adanya kemauan untuk maju sehingga mendorong guru tsb berbuat lebih baik (Wawancara, 20 September 2010), 2) kerjasama yang baik antara guru dan kepala (Wawancara, 25 Agustus 2010), dan 3) adanya supervisi yang dilakukan baik oleh kepala maupun pengawas (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Dalam pelaksanaan pembelajaran, faktor pendukungnya antara lain adalah: 1) pengalaman mengajar yang dimiliki oleh guru telah cukup lama (Wawancara, 20 September 2010), dan 2) kerjasama yang baik antara guru dan kepala madrasah/sekolah (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Dalam penilaian pembelajaran, faktor pendukungnya adalah: kerjasama yang baik antara guru & kepala (Wawancara, 20 September 2010).
Dalam pengembangan profesi, faktor pendukungnya antara lain adalah: 1) adanya kegiatan KKG, penataran, dan lain-lain yang diadakan oleh Diknas maupun Depag (Wawancara, 20 September 2010), 2) adanya tunjangan profesi (Wawancara, 20 September 2010) yang berarti peningkatan kesejahteraan guru (Wawancara, 25 Agustus 2010), dan 3) kerjasama yang baik antara guru dan kepala madrasah/sekolah (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Hasil Telaah Dokumen
Telaah dokumen dilakukan untuk menilai kualitas perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, khususnya dalam penyusunan RPP. Dalam hal ini, telaah dokumen dilakukan berdasarkan penilaian kepala madrasah/sekolah, sedang standar yang digunakan adalah lembar penilaian RPP yang digunakan oleh para asesor sertifikasi guru dalam penilaian portofolio. Skor standar kualitas RPP adalah skor teoritik tertinggi, yaitu 40.
Dari hasil penilaian 13 orang kepala madrasah/sekolah terhadap dokumen RPP yang disusun oleh guru yang telah lulus sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi, diketahui bahwa rata-rata skor kualitas RPP adalah 35,08. Dibandingkan dengan skor standar, terdapat selisih sebesar 40 – 35,08 = 4,92, atau baru mencapai 87,7% kualitas yang diharapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kulitas RPP yang disusun oleh para guru yang sudah sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi masih belum optimal.
Pembahasan
Berdasarkan data yang dipaparkan di atas, diketahui bahwa kinerja guru pasca sertifikasi, baik secara keseluruhan, maupun dilihat dari aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengembangan profesi, semuanya menunjukkan kategori Sedang. Artinya, kinerja guru setelah lulus sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi tidak terlalu baik tapi juga tidak terlalu buruk. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program sertifikasi yang digelontorkan pemerintah dengan dana yang tidak sedikit tidak membuat kinerja para guru semakin baik.
Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara dan hasil telaah dokumen. Hasil wawancara dengan kepala madrasah/sekolah menunjukkan bahwa sebagian besar kepala madrasah/sekolah menilai kinerja guru yang sudah lulus sertifikasi sudah lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, namun tidak satupun dari mereka yang menilai kinerja guru sudah mencapai kinerja yang optimal atau sangat baik, bahkan masih ada yang menilainya hanya cukup baik. Hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa kualitas RPP yang disusun oleh guru baru mencapai 87,7% dari kualitas yang diharapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kulitas RPP yang disusun oleh para guru yang sudah sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi masih belum optimal.
Penilaian terhadap tidak adanya peningkatan kinerja guru pasca sertifikasi jelas terlihat dari hasil wawancara dengan salah seorang kepala MAN di Kota Palembang berikut ini:
“Saya tidak melihat adanya perbedaan kinerja yang jelas antara guru yang sudah lulus sertifikasi dengan yang belum. Bisa dikatakan, tidak adanya jaminan bahwa yang lulus sertifikasi itu kinerjanya lebih baik, apalagi jika lulus melalui jalur portofolio” (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Ada berbagai faktor yang menyebabkan belum optimalnya kinerja guru pasca sertifikasi. Dari hasil wawancara diketahui bahwa faktor utamanya adalah rendahnya kemampuan atau kompetensi guru, terutama guru yang lulus melalui jalur portofolio. Karenanya, salah seorang responden kepala madrasah/sekolah menyarankan agar diadakan pelatihan juga bagi yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio (Wawancara, 25 Agustus 2010).
Selanjutnya, dilihat dari perbedaan kinerja antara guru madrasah dan guru PAIS di sekolah umum, antara guru di lingkungan perkotaan dan guru di pedesaan, dan antara guru yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur PLPG, semuanya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, meskipun perbedaan yang nampak dari skor rata-rata kinerja mereka tetap ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berbagai faktor luar, baik tempat tugas, lingkungan sosial budaya, maupun pelatihan yang diperoleh guru tidak cukup dapat mempengaruhi peningkatan kinerja guru. Akan tetapi faktor keinginan untuk berkembang dari guru sendiri, itulah yang terpenting. Menurut salah seorang kepala SDN di Kota Palembang, peningkatan kinerja guru yang sudah sertifikasi lebih karena guru yang bersangkutan sendirilah yang selalu berusaha untuk berbuat lebih baik dalam mengajar (Wawancara, 4 September 2010). Dengan demikian, jika guru kurang berupaya meningkatkan kinerjanya sendiri, maka peningkatan kinerja tidak mungkin dicapai (Wawancara, 2 September 2010).
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan: 1) Kinerja guru pasca sertifikasi, baik secara keseluruhan, maupun dilihat dari aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengembangan profesi, semuanya menunjukkan yang masih di bawah standar. 2) Tidak terdapat perbedaan kinerja antara guru madrasah dan guru PAIS di sekolah umum setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru, 3) Tidak terdapat perbedaan kinerja antara guru yang tinggal di lingkungan perkotaan dan guru yang tinggal di pedesaan setelah memperoleh tunjangan profesional melalui program sertifikasi guru, dan 4) Tidak terdapat perbedaan kinerja antara guru yang yang lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan guru yang lulus melalui jalur PLPG.
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran kebijakan dari penelitian ini adalah agar pemerintah, khususnya Kementerian Agama RI, disarankan hendaknya pelaksanaan program sertifikasi lebih ditujukan pada peningkatan kesadaran guru akan pentingnya peningkatan kinerja mereka dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah/madrasah. Selain itu, karena tidak adanya perubahan kinerja guru pasca sertifikasi diduga lebih disebabkan tuntutan tugas mengajar 24 jam yang tidak sesuai, maka hendaknya tuntutan jumlah jam mengajar ini juga memperhitungkan jumlah jam yang dipergunakan untuk mempersiapkan pembelajaran dan memeriksa hasil pekerjaan siswa.
Bagi Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Sumatera Selatan, hendaknya dilakukan pembinaan terus-menerus dalam bentuk pendidikan dan pelatihan secara merata, berkesinambungan, dan berjenjang guna peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional, baik melalui jalur formal (pendidikan S2) maupun non formal, sehingga kinerja guru dapat meningkat.


Daftar Pustaka Acuan
Creswell, John W. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, USA: Prentice Hall, 2008
Depdikbud, Pembinaan Profesionalisme Guru. Jakarta: Depdiknas, 2000
Idi, Abdullah. ″UU No. 14/2005 Tentang Guru/Dosen: Antara Cita dan Fakta″ Intizar: Jurnal Kajian Agama Islam dan Masyarakat, Vol. 12/No.2/Desember 2006, hlm. 136
Nugroho Susanto. 2000. Pelaksanaan Penilaian Jabatan Fungsional Guru. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Rucky, Ahmad S. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002
Schacter, John. Teacher Performance-Based Accountability: Why What and How, http://www.mff.org/pubs/performance_assessment.pdf. diakses tanggal 12 Februari 2010
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandor Maju, 2001
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 2000
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Rosda, 2004
Toto Toharuddin. Kinerja Profesional Guru. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2002.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

1 comment: