Daya Saing Internasional Siswa Indonesia di Antara Negara Jepang, Korea Selatan, dan Thailand dalam Mata Pelajaran Matematika

Oleh:
Muhammad Arif Tiro
Guru Besar Statistika FMIPA Universitas Negeri Makassar
Abstrak
Hasil survei internasional menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam matematika selalu berada di bawah rerata internasional, bahkan berada pada kelompok peringkat sepuluh terbawah. Hasil ini secara konsisten ditunjukkan oleh Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999, 2003, 2007 dan Programme for International Student Assessment (PISA) 2000, 2003, 2006. Studi ini memilih peubah literasi matematika untuk PISA 2003 sebagai peubah terikat, sedangkan aspek non-kognitif sikap belajar matematika dipilih sebagai peubah bebas. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Indonesia selalu unggul dalam sikap belajar matematika dibandingkan dengan Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Namun, setelah literasi matematika yang diperhatikan, Indonesia menjadi terkebelakang di antara negera tersebut. Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika adalah negatif untuk Indonesia, sedangkan tiga negara lainnya mempunyai hubungan positif. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki pola yang tidak sejalan dengan logika dan teori pembelajaran. Dengan demikian, perlu perhatian khusus terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi literasi matematika, terutama sikap belajar matematika  yang terdiri atas ketertarikan terhadap matematika, kemanjuran diri matematis, kecemasan matematis, konsep diri matematis, strategi hafalan, motivasi instrumental dalam matematika, strategi kontrol, dan strategi elaborasi.
Kata kunci: literasi matematika, sikap belajar matematika, PISA.
Abstract
International survey show that the ability of Indonesian students in mathematics is always lower than the internasional average, even at the 10% lowest position. This result is consistently shown by Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999, 2003, 2007 and Programme for International Student Assessment (PISA) 2000, 2003, 2006. This study focuses on mathematical literacy for PISA 2003 as dependent variable and non-cognitive aspect, attitude towards learning mathematics is chosen as independent variable. Data analysis show that Indonesian students attitude toward mathematics is superior than those in Japan, South Korea and Thailand. But, for mathematical literacy measure, Indonesian students become follower among the other countries. Relationship between students attitude and mathematical literacy is negative for Indonesian students, but the other way is true for other three countries. This shows that Indonesia has tended to have an opposite logic against theory of learning. Therefore, Indonesia need to pay special attention to many aspects that influnece mathematical literacy, especially for improving the attitude towards learning mathematics, which consists of interest in mathematics, mathematics self-efficacy, mathematics anxiety, mathematics self-concept, memorisation strategies, instrumental motivation in mathematics, control strategies, and elaboration strategies.
Key words: mathematical literacy, attitude towards learning mathematics, PISA.
PENDAHULUAN
            Sejak 1995, Indonesia telah berpartisipasi di beberapa survei internasional untuk mengetahui mutu siswa Indonesia dibandingkan dengan mutu siswa negara lainnya. Berdasarkan hasil survei internasional, Indonesia memperoleh informasi tentang tingkat kompetisi siswa di tingkat nasional, regional, dan internasional. Survei internasional yang sudah diikuti, antara lain Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS), Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), dan Programme for International Student Assessment (PISA). Hasil survei Internasional menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia selalu berada di bawah rerata internasional, bahkan berada pada kelompok peringkat sepuluh terbawah.
            Studi ini memfokuskan perhatian pada PISA yang diprakarsai oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di Paris, Perancis pada tahun 1997. Rancangan dan implementasi studi ini berada dalam tanggung jawab the Australian Council for Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement (Citogroup), the National Institute for Educational Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States. PISA merupakan suatu studi internasional tentang prestasi literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical literacy), dan literasi sains (scientific literacy) siswa sekolah yang berusia 15 tahun yang dilakukan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Tetapi, kita hanya memperhatikan literasi matematika dalam studi ini.
            Rerata prestasi matematika siswa Indonesia pada PISA 2000 adalah 367 berada pada peringkat 39 dari 41 negara peserta. Kemudian, rerata prestasi matematika siswa Indonesia pada PISA 2003 adalah 360 berada pada peringkat 38 dari 40 negara peserta. Selanjutnya, rerata prestasi matematika siswa Indonesia pada PISA 2006 adalah 391 berada pada peringkat 50 dari 57 negara peserta.
            Literasi matematika menjadi fokus penilaian PISA 2003, sedangkan fokus penilaian PISA 2000 adalah literasi membaca, PISA 2006 literasi sains, dan PISA 2009 literasi membaca lagi. Dengan demikian, data PISA 2003 yang digunakan dalam kajian ini. Literasi matematika didefinisikan oleh OECD sebagai "kapasitas individu untuk mengidentifikasi dan memahami peranan matematika di dunia nyata, untuk membuat penilaian yang baik, untuk menggunakan dan bekerja dengan matematika dalam cara yang memenuhi kebutuhan dari kehidupan individual sebagai warga negara yang konstruktif, peduli, dan reflektif.” (Mathematical literacy is an individual’s capacity to identify and understand the role that mathematics plays in the world, to make well-found judgments and to use and enggage with mathematics in ways that meet the needs of that individual’s life as a constructive, concerned and reflective citizen).
            Hal menarik dari Tiro, Hamra, & Sukarna (2009) yaitu ditemukannya koefisien korelasi yang negatif antara sikap belajar dan literasi matematika. Tentu hal ini tidak sejalan dengan teori dan logika. Selanjutnya, Tiro, & Sukarna (2009) serta Tiro (2011) merekomendasikan untuk memperbaiki sikap belajar matematika melalui beberapa hal sebagai berikut:
1.      meningkatkan ketertarikan dalam matematika (interest in mathematics);
2.      memperbaiki keyakinan diri dalam matematika (mathematics self efficacy);
3.      mengurangi kecemasan terhadap matematika (mathematics anxiety);
Rumusan Masalah
Literasi matematika siswa Indonesia secara signifikan berada di bawah rerata internasional, bahkan berada pada sepuluh persen terendah. Selain itu, hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika berkorelasi negatif yang tidak sesuai dengan teori dan logika.
Pertanayaan Penelitian
Berdasarkan rumusan maslah dan pembicaraan sebelumnya, kajian ini berupaya mendapatkan jawaban dari pertanyaan berikut:
1.      Bagaimana posisi Indonesia di antara tiga negara Asia (Jepang, Korea Selatan, dan Thailand) yang diperhatikan itu dilihat dari sikap belajar matematika (attitude towards learning mathematics).
2.      Bagaimana posisi Indonesia di antara tiga negara Asia (Jepang, Korea Selatan, dan Thailand) yang diperhatikan itu dilihat dari literasi matematika (mathematical literacy)?
3.      Bagaimana pola hubungan antara sikap belajar matematika  terhadap literasi matematika pada empat negara yang diperhatikan itu?
KAJIAN PUSTAKA
PISA yang diprakarsai oleh OECD adalah upaya kerjasama yang melibatkan seluruh negara OECD dan sejumlah negara parner untuk mengukur kesiapan siswa berumur 15 tahun untuk menghadapi tantangan pengetahuan masyarakat dewasa ini. Penilaian melihat ke masa depan, memusatkan perhatian pada kemampuan anak muda untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilannya menghadapi tantangan kehidupan nyata, dan bukan hanya penguasaan kurikulum sekolah. Orientasi ini merefleksikan perubahan dalam tujuan kurikulum sekolah, yang terus meningkatkan perhatian pada aplikasi dan bukan hanya pencapaian pengetahuan.
Literasi Matematika
Selanjutnya, PISA 2003 memberi perhatian utama pada literasi matematika, serta aspek non-kognitif siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa difokuskan pada aspek non-kognitif yang terkait dengan latar belakang keluarga, orang tua, guru, sekolah, dan sikap siswa terhadap mata pelajaran, pendidikan, dan sekolah. Selanjutnya, konsep-konsep utama yang mendapat perhatian dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan konsep literasi matematika yang didefinisikan oleh OECD, tiga kelompok kompetensi literasi matematika dikembangkan sebagai berikut:
a.       kelompok reproduksi (the reproduction cluster) yang meliputi representasi baku dan definisi, perhitungan rutin, prosedur rutin, dan penyelesaian masalah rutin;
b.      kelompok hubungan (the connection cluster) yang meliputi pemodelan, terjemahan dan interpretasi penyelesaian masalah baku, dan metode ganda yang terdefinisi dengan baik;
c.       kelompok refleksi (the reflection cluster) yang meliputi pengajuan dan penyelesaian masalah yang rumit, refleksi dan pemahaman mendalam terhadap pendekatan matematis yang asli, metode ganda yang kompleks, dan perampatan (generalization).

Ilustrasi secara diagram dari tiga kelompok kompetensi literasi matematika dapat dilihat dalam Gambar 1. Tiga kelompok kompetensi ini selanjutnya dilihat dalam empat topik yang menjadi indikator peubah literasi matematika. Keempat topik tersebut adalah (1) ruang dan bentuk (space and shape), (2) perubahan dan hubungan (change and relationship), (3) ketidakpastian (uncertainty), dan (4) besaran (quantity).
and relationship), (3) ketidakpastian (uncertainty), dan (4) besaran (quantity).
Gambar 1 Representasi diagram kelompok kompetensi matematika
Sikap Belajar Matematika
Tiro, Hamra, & Sukarna (2009) mendefinisikan sikap belajar matematika (attitude towards learning mathematics) dalam dua dimensi, yaitu (1) sikap belajar matematika internal dan (2) sikap belajar matematika eksternal. Sikap belajar matematika internal terdiri atas ketertarikan terhadap matematika (interest in mathematics), kemanjuran diri matematis (mathematics self-efficacy), kecemasan matematis (mathematics anxiety), konsep diri matematis (mathematics self-concept), dan strategi hafalan (memorisation strategies). Kemudian, sikap belajar matematika eksternal terdiri atas motivasi instrumental dalam matematika (instrumental motivation in mathematics), strategi control (control strategies), dan strategi elaborasi (elaboration strategies).
Leonard (2011) menunjukkan adanya hubungan negatif antara kecemasan dan hasil belajar matematika, tetapi konsep diri dan sikap siswa memberikan kontribusi positif terhadap hasil belajar matematika. Selanjutnya, dikatakan bahwa konsep diri yang baik dan sikap siswa pada matematika yang tinggi memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil belajar matematika, tetapi ternyata apabila seseorang dilanda dengan kecemasan, maka konsep diri dan sikap siswa pada matematika tersebut akan dikalahkan oleh kecemasan. Kemudian, Setiawan (2011) menyatakan bahwa sikap memiliki kecenderungan untuk bertahan, sehingga perubahan sikap bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Beberapa studi juga melihat hasil survei internasional, misalnya Hadi & Mulyatiningsih (2009) mempelajari kecederungan prestasi siswa berdasarkan data PISA 2000, 2003, dan 2006. Kemudian, Umar, Luthfi, & Miftahuddin (2009) mempelajari kecenderungan prestasi matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA) tahun 1999, 2003, dan 2007. Demikian juga Munger (2009) memaparkan perspektif prestasi siswa Indonesia dalam beberapa asessmen internasional, seperti PISA dan TIMSS. Santoso (2009) juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam tinjauan berdasar data TIMSS 2007.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
PISA menggunakan penarikan sampel strata dua tahap (two-stage stratified sampling). Satuan sampel tahap pertama adalah sekolah yang memiliki siswa yang berumur 15 tahun. Sekolah dipilih secara sistematis dari daftar lengkap secara nasional yang memenuhi syarat dengan peluang yang proporsional terhadap ukuran populasi sekolah setiap negara (probability proportional to size sampling). Tahap kedua dilakukan dengan memilih siswa secara acak (equal probability) dari sekolah terpilih yang memiliki siswa lebih dari 35 dan mengambil semua siswa dari sekolah yang siswanya kurang dari 35. Ukuran sampel Data PISA 2003 untuk empat negara yang datanya dianalisis ulang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sebaran ukuran sampel PISA 2003 menurut empat negara
Negara
Banyaknya siswa peserta
Indonesia
10761
Japan
4707
Korea
5444
Thailand
5236
Peubah Penelitian
            Peubah yang diperhatikan dalam studi ini adalah literasi matematika untuk PISA 2003. Peubah ini diperlakukan sebagai peubah terikat, sedangkan aspek non-kognitif yang terdiri atas beberapa peubah yang tersedia pada data PISA dipilih sebagai peubah bebas. Literasi matematika meliputi empat topik, yaitu (1) ruang dan bentuk (space and shape), (2) perubahan dan hubungan (change and relationship), (3) ketidakpastian (uncertainty), dan (4) besaran (quantity). Selanjutnya, aspek non-kognitif terdiri atas sikap belajar matematika (attitude towards learning mathematics) di antara faktor lainnya. Sikap belajar matematika dapat dilihat dalam dua dimensi, yaitu (1) sikap belajar matematika internal dan (2) sikap belajar matematika eksternal. Sikap belajar matematika internal terdiri atas ketertarikan terhadap matematika (interest in mathematics), kemanjuran diri matematis (mathematics self-efficacy), kecemasan matematis (mathematics anxiety), konsep diri matematis (mathematics self-concept), dan strategi hafalan (memorisation strategies). Kemudian, sikap belajar matematika eksternal terdiri atas motivasi instrumental dalam matematika (instrumental motivation in mathematics), strategi control (control strategies), dan strategi elaborasi (elaboration strategies).
Instrumen Pengumpul Data
            Studi ini tidak mengembangkan instrumen pengumpul data, karena menggunakan data PISA yang sudah tersedia dan dapat diakses melalui website http://pisa2003.acer.edu.au/. Instrumen yang digunakan untuk mengukur literasi matematika PISA 2003 memiliki bentuk soal terdiri atas (1) pilihan ganda (multiple choice), (2) jawaban terstruktur tertutup (closed constructed response), dan (3) jawaban terstruktur terbuka (open constructed response).
Kesahihan konstrak (construct validity) instrumen literasi matematika diuji dengan analisis faktor konfirmasi (confirmatory factor analysis). Keterangan yang diperoleh dari uji kesahihan konstrak literasi matematika menunjukkan bahwa keempat dimensi (space and shape, change and relationship, uncertainty, dan quantity) secara konsisten mendukung konsep literasi matematika. Dapat pula diketahui bahwa keandalan (reliability) instrumen literasi matematika yang dilaporkan dalam dokumen PISA 2003 adalah 0,845.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Posoisi Indonesia di antara empat negara dilhat dari sikap belajar matematika
a. Sikap belajar internal
Dalam hal ketertarikan dalam matematika dengan data skor rerata pada Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa Indonesia dan Thailand (Indonesia sedikit lebih tinggi daripada Thailand, 0,76>0,70) mendudukti posisi lebih tinggi daripada Jepang
(-0,34) dan Korea Selatan (-0,13). Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=3161,522 dengan nilai p<0 atas="" bawah="" bisa="" dalam="" dan="" demikian="" dua="" empat="" hal="" indonesia="" jadi="" jepang="" juga="" ke="" kelompok="" ketertarikan="" kita="" korea="" matematika.="" median="" mengelompokkan="" namun="" negara="" o:p="" pada="" pula="" sama="" selatan="" skor="" thailand="" untuk="" yakni="">
Tabel 2 Rerata skor ketertarikan dalam matematika menurut negara
Interest in mathematics (WLE)

Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis

Indonesia
.757999
.0064213
.973000
.416
-.088
.729

Japan
-.391469
.0148505
-.318600
1.030
.418
-.218

Korea
-.130227
.0136375
-.318600
1.009
.205
-.276

Thailand
.701313
.0094156
.973000
.459
-.286
.892

Tabel 3 Rerata skor kemanjuran diri matematika menurut negara
Mathematics self-efficacy (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
-.309842
.0060613
-.431700
.371
1.186
4.920
Japan
-.530307
.0155096
-.586500
1.124
-.230
2.347
Korea
-.431133
.0133696
-.586500
.970
.281
2.613
Thailand
-.490803
.0110495
-.586500
.632
.563
2.557

            Text Box: Gambar 2 Diagram rerata skor ketertarikan dalam matematika menurut Negara

   Text Box: Gambar 3 Diagram rerata skor kemanjuran diri matematika menurut negara
Dalam hal kemanjuran diri matematis dengan data skor rerata pada Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa Indonesia (-0,31) mendudukti posisi tertinggi di antara Jepang (-0,53), Korea Selatan (-0,43), dan Thailand (-0,49. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=116,271 dengan nilai p<0 -0="" atas="" bawah.="" dalam="" dan="" daripada="" diri="" hal="" indonesia="" jepang="" kelompok="" kelopok="" kemanjuran="" ketiga="" korea="" lainnya="" lebih="" matematika="" median="" mediannya="" membentuk="" namun="" negara="" o:p="" pada="" sama="" sedangkan="" selatan="" sendiri="" skor="" thailand="" tinggi="" untuk="" yaitu="" yang="">
Dalam hal kecemasan matematis dengan data skor rerata pada Tabel 4 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa Indonesia (0,34) mendudukti posisi terendah dan Thailand (0,49) menduduki posisi tertinggi, sehingga Jepang (0,44) dan  Korea Selatan (0,42) berada di antara Indonesia dan Thailand. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=48,714 dengan nilai p<0 0="" bisa="" dan="" demikian="" dengan="" indonesia="" jepang="" kecemasan="" kelompok="" kita="" korea="" lebih="" matematis="" median="" membentuk="" memiliki="" menengah="" namun="" negara="" o:p="" sama="" sebagai="" sedangkan="" selatan.="" selatan="" sendiri="" skor="" terendah="" tertinggi.="" thailand="" tiga="" tinggi="" untuk="" yaitu="" yakni="" yang="">
Tabel 4 Rerata skor kecemasan matematis menurut negara
Mathematics anxiety (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.335014
.0063678
.404000
.409
-.280
2.270
Japan
.443911
.0147497
.404000
1.016
.007
.560
Korea
.414919
.0112185
.404000
.683
-.095
1.516
Thailand
.494221
.0095629
.508600
.474
-.025
1.481
Tabel 5 Rerata skor konsep diri matematis menurut negara
Mathematics self-concept (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.117098
.0060403
-.032500
.368
.404
.692
Japan
-.527598
.0139527
-.511300
.909
.116
-.167
Korea
-.361467
.0122442
-.511300
.813
-.065
1.066
Thailand
-.089788
.0089852
-.032500
.418
-.065
1.066

Dalam hal konsep diri matematis dengan data skor rerata pada Tabel 5 dan Gambar 5 menunjukkan bahwa Indonesia (0,12) mendudukti posisi tertinggi, kemudian Thailand (-0,09), terendah Jepang (-0,53) di bawah  Korea Selatan (-0,36). Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=968,875 dengan nilai p<0 atas="" bawah="" bisa="" dan="" demikian="" dengan="" di="" diri="" dua="" indonesia="" jadi="" jepang="" juga="" kelompok="" kita="" konsep="" korea="" matematis="" median="" membuat="" namun="" negara="" negatif="" positif="" pula="" rerata="" sama="" sebagai="" sedangkan="" selatan="" sendiri="" skor="" span="" thailand="" untuk="" yakni="">
          Text Box: Gambar 4 Diagaram rerata skor kecemasan matematis menurut negara   Text Box: Gambar 5 Diagram rerata skor konsep diri matematis menurut negara
Dalam hal strategi hafalan dengan data skor rerata pada Tabel 6 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa Indonesia (0,53) dan Thailand (0,47) mendudukti posisi tertinggi, kemudian Korea Selatan (-0,35) dan Jepang (-0,57). Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=2524,562 dengan nilai p<0 atas="" bawah="" bisa="" dalam="" dan="" daripada="" dua="" empat="" hafalan.="" hal="" indonesia="" jadi="" jepang="" ke="" kelompok="" kita="" korea="" lebih="" median="" mengelompokkan="" namun="" negara="" o:p="" pada="" sama="" selatan="" skor="" strategi="" thailand="" tinggi="" untuk="" yakni="" yang="">
Tabel 6 Rerata skor strategi hafalan menurut negara
Memorisation strategies (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.532739
.0086810
.323400
.760
.715
1.646
Japan
-.565045
.0146078
-.557200
.997
-.468
2.241
Korea
-.353514
.0122070
-.120600
.808
-.835
2.787
Thailand
.466017
.0104056
.323400
.561
.259
2.912

Gambar 6 Diagram rerata skor strategi hafalan menurut negara
b. Sikap belajar matematika eksternal
Dalam hal motivasi instrumental dalam matematika dengan data skor rerata pada Tabel 7 dan Gambar 7 juga menunjukkan bahwa Indonesia dan Thailand (Thailand sedikit lebih tinggi daripada Indonesia, 0,49>0,48) mendudukti posisi lebih tinggi daripada Jepang dan Korea Selatan (Korea Selatan lebih tinggi daripada Jepang, -0,44>-0,66). Perbedaan rerata ini juga signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=3166,248 dengan nilai p<0 dalam="" dan="" daripada="" dengan="" dua="" indonesia="" instrumental="" jepang="" juga="" kelompok="" korea="" lebih="" matematika="" median="" motivasi="" namun="" negara="" o:p="" rendah.="" sama="" sebagai="" sedangkan="" selatan="" skor="" terbentuk="" thailand="" tinggi="" untuk="" yakni="" yang="">
Tabel 7 Rerata skor motivasi instrumental dalam matematika menurut negara
Instrumental motivation in mathematics (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.479010
.0070633
.097500
.503
.142
-.321
Japan
-.662111
.0151994
-.653300
1.079
.319
-.193
Korea
-.444786
.0131767
-.362300
.942
.224
-.014
Thailand
.493966
.0099167
.097500
.509
.179
-.246
Tabel 8 Rerata skor strategi kontrol menurut negara
Control strategies (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.420374
.0084232
.073200
.716
.877
.926
Japan
-.545576
.0150808
-.743300
1.062
.182
1.375
Korea
-.499218
.0132200
-.379200
.948
1.475
-.023499
Thailand
-.023499
.0103221
.073200
.552
.697
1.957

         Text Box: Gambar 7 Diagram rerata skor motivasi instrumental dalam matematika menurut negara

       Text Box: Gambar 8 Diagram rerata skor strategi kontrol menurut negara
Dalam hal strategi kontrol dengan data skor rerata pada Tabel 8 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa Indonesia mendudukti posisi tertinggi (0,42), kemudian urutan berikutnya Thailand (-0,02) dan terendah Jepang (-0,55) di bawah  Korea Selatan (-0,50). Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=1909,633 dengan nilai p<0 dan="" daripada="" dengan="" dua="" indonesia="" jepang="" juga="" kelompok="" kontrol="" korea="" lebih="" median="" namun="" negara="" o:p="" rendah.="" sama="" sebagai="" sedangkan="" selatan="" sendiri="" skor="" strategi="" terbentuk="" thailand="" tinggi="" untuk="" yakni="" yang="">
Dalam hal elaborasi strategi dengan data skor rerata pada Tabel 9 dan Gambar 9 menunjukkan bahwa Indonesia dan Thailand mendudukti posisi tertinggi (Thailand lebih tinggi daripada Indonesia, 0,62>0,54), kemudian Korea Selatan (-0,40) dan Jepang (-0,75). Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=3985,820 dengan nilai p<0 dan="" daripada="" dengan="" dua="" elaborasi="" indonesia="" jepang="" juga="" kelompok="" korea="" lebih="" median="" namun="" negara="" o:p="" rendah.="" sama="" sebagai="" sedangkan="" selatan="" skor="" strategi="" terbentuk="" thailand="" tinggi="" untuk="" yakni="" yang="">
Tabel 9 Rerata skor elaborasi strategi menurut negara
Elaboration strategies (WLE)
Country
Mean
Std. Error
Median
Variance
Skewness
Kurtosis
Indonesia
.538973
.0068670
.499800
.476
.735
2.636
Japan
-.752402
.0157036
-.852500
1.152
-.089
1.078
Korea
-.401697
.0126252
-.511300
.865
-.414
2.094
Thailand
.624314
.0097233
.499800
.490
.236
2.433
Gambar 9 Diagram rerata skor elaborasi strategi menurut negara
2. Posoisi Indonesia di antara empat negara dilhat dari literasi matematika
Dalam hal literasi matematika dengan data skor rerata pada Tabel 10 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa Indonesia (363) mendudukti posisi terendah, kemudian Thailand (423), Jepang (533), dan Korea Selatan (540) menduduki posisi tertinggi. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=7168,305 dengan nilai p<0 antara="" atas.="" atas="" belajar="" bisa="" dan="" di="" hubungan="" indonesia="" jadi="" jepang="" justeru="" kita="" korea="" literasi="" matematika.="" matematika="" melihat="" menduduki="" o:p="" pada="" posisi="" sedangkan="" selalu="" selatan="" sikap="" terbalik="" thailand="" yang="">
Tabel 10 Rerata skor literasi matematika menurut negara

Plausible value in math

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum





Lower Bound
Upper Bound


Indonesia
10761
361.599518
78.6118416
.7578123
360.114066
363.084969
64.7609
673.8900
Japan
4707
532.981522
99.8353524
1.4551651
530.128718
535.834327
140.3957
865.1192
Korea
5444
540.065957
92.1683152
1.2491730
537.617078
542.514835
197.5697
849.6183
Thailand
5236
422.987973
85.4746641
1.1812385
420.672253
425.303693
116.9497
754.8995
Total
26148
441.899974
117.4453350
.7263008
440.476385
443.323563
64.7609
865.1192
Gambar 10 Diagram rerata skor literasi matematika menurut negara
Dalam hal literasi ruang dan bentuk dengan data skor rerata pada Tabel 11 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa Indonesia (361) mendudukti posisi terendah, kemudian Thailand (429), Korea Selatan (550), dan Jepang (552) menduduki posisi tertinggi. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=64509,406 dengan nilai p<0 atas.="" bawah="" bentuk="" dan="" di="" indonesia="" jepang="" korea="" literasi="" menduduki="" o:p="" pada="" posisi="" ruang="" sedangkan="" selatan="" thailand="" yang="">
Tabel 11 Rerata skor literasi ruang dan bentuk menurut negara

Plausible value in math - Space and Shape

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum





Lower Bound
Upper Bound


Indonesia
10761
361.302883
86.9694330
.8383789
359.659505
362.946260
27.4498
702.9444
Japan
4707
551.996733
108.4399681
1.5805829
548.898050
555.095416
136.5010
934.8341
Korea
5444
550.832293
118.0656638
1.6001642
547.695332
553.969255
-43.9788
959.9938
Thailand
5236
429.298765
93.4212089
1.2910577
426.767753
431.829777
64.7609
776.3982
Total
26148
448.706145
131.1100183
.8108054
447.116923
450.295368
-43.9788
959.9938
Tabel 12 Rerata skor literasi perubahan dan hubungan menurut negara

Plausible value in math- Change and Relationships

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum





Lower Bound
Upper Bound


Indonesia
10761
336.263960
102.4706484
.9878094
334.327671
338.200249
-138.8534
740.4892
Japan
4707
535.155829
111.3678617
1.6232589
531.973482
538.338176
33.6813
890.4346
Korea
5444
545.951628
99.8294719
1.3530060
543.299195
548.604061
39.4454
867.3781
Thailand
5236
411.508165
97.3127781
1.3448382
408.871721
414.144609
52.2979
748.2785
Total
26148
430.791356
137.8325940
.8523789
429.120647
432.462065
-138.8534
890.4346

         Text Box: Gambar 11 Diagram rerata skor literasi ruang dan bentuk menurut negara

      Text Box: Gambar 12 Diagram rerata skor literasi perubahan dan hubungan menurut negara
Dalam hal literasi perubahan dan hubungan dengan data skor rerata pada Tabel 12 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa Indonesia (336) mendudukti posisi terendah, kemudian Thailand (411), Jepang (535), dan Korea Selatan (545) menduduki posisi tertinggi. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=7017,406 dengan nilai p<0 atas.="" bawah="" dan="" di="" hubungan="" indonesia="" jepang="" korea="" literasi="" menduduki="" o:p="" pada="" perubahan="" posisi="" sedangkan="" selatan="" thailand="" yang="">
Dalam hal literasi ketidakpastian dengan data skor rerata pada Tabel 13 dan Gambar 13 menunjukkan bahwa Indonesia (385) mendudukti posisi terendah, kemudian Thailand (428), Jepang (528), dan Korea Selatan (537) menduduki posisi tertinggi. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=6301,419 dengan nilai p<0 atas.="" bawah="" dan="" di="" indonesia="" jepang="" ketidakpastian="" korea="" literasi="" menduduki="" o:p="" pada="" posisi="" sedangkan="" selatan="" thailand="" yang="">
Tabel 13 Rerata skor literasi ketidakpastian menurut negara

Plausible value in math - Uncertainty

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum





Lower Bound
Upper Bound


Indonesia
10761
384.567643
65.3129587
.6296121
383.333487
385.801799
120.9223
690.0140
Japan
4707
527.572317
97.4410486
1.4202665
524.787929
530.356704
159.8691
853.8246
Korea
5444
537.129488
88.8189866
1.2037790
534.769600
539.489376
224.1315
808.8799
Thailand
5236
427.508518
75.9145539
1.0491201
425.451804
429.565231
140.3178
717.9779
Total
26148
450.672435
103.8612630
.6422947
449.413503
451.931367
120.9223
853.8246
Tabel 14 Rerata skor literasi besaran menurut negara

Plausible value in math - Quantity

N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum





Lower Bound
Upper Bound


Indonesia
10761
359.821663
89.0140296
.8580886
358.139651
361.503675
60.8662
721.6389
Japan
4707
526.168012
101.4499316
1.4786986
523.269071
529.066954
58.9188
897.8346
Korea
5444
535.810847
90.4276038
1.2255808
533.408218
538.213475
135.9558
799.2990
Thailand
5236
421.187015
96.7267853
1.3367400
418.566447
423.807583
98.2552
799.2990
Total
26148
438.695243
121.0427273
.7485477
437.228049
440.162437
58.9188
897.8346


           Text Box: Gambar 13 Diagram rerata skor literasi ketidakpastian menurut negara  Text Box: Gambar 14 Rerata skor literasi besaran menurut negara
Dalam hal literasi besaran dengan data skor rerata pada Tabel 14 dan Gambar 14 menunjukkan bahwa Indonesia mendudukti posisi terendah (356), kemudian Thailand (421), Jepang (526), dan Korea Selatan (536) menduduki posisi tertinggi. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistis, karena uji analisis variansi memberikan nilai F=5980,770 dengan nilai p<0 atas.="" bawah.="" bawah="" bentuk="" berada="" besaran="" dalam="" dan="" dengan="" di="" dibandingkan="" hal="" hubungan="" indonesia="" jadi="" jepang="" kelompok="" ketidakpastian="" korea="" literasi="" masing-masing="" matematika="" menduduki="" o:p="" pada="" perubahan="" posisi="" ruang="" sedangkan="" selalau="" selalu="" selatan="" termasuk="" thailand="" yang="">
3. Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika
a. Pola hubungan di Indonesia
Gambar 15 menunjukkan bahwa konstruksi teori sikap belajar matematika yang terdiri atas sikap belajar internal (koefisien jalur 0,80) dan sikap belajar eksternal (koefisien jalur 0,86) didukung oleh data empiris. Gambar 15 juga menunjukkan bahwa di Indonesia, sikap belajar matematika mempunyai koefisien jalur yang negatif (-0,04) terhadap literasi matematika.
Text Box: Gambar 15 Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika siswa di Indonesia   Text Box: Gambar 16 Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika siswa di Jepang

b. Pola hubungan di Jepang
Gambar 16 menunjukkan bahwa konstruksi teori sikap belajar matematika yang terdiri atas sikap belajar internal (koefisien jalur 0,48) dan sikap belajar eksternal (koefisien jalur 0,90) didukung oleh data empiris. Gambar 16 juga menunjukkan bahwa di Jepang sikap belajar matematika mempunyai koefisien jalur yang positif (0,30) terhadap literasi matematika.
c. Pola hubungan di Korea Selatan
Gambar 17 menunjukkan bahwa konstruksi teori sikap belajar matematika yang terdiri atas sikap belajar internal (koefisien jalur 0,47) dan sikap belajar eksternal (koefisien jalur 0,95) didukung oleh data empiris. Gambar 17 juga menunjukkan bahwa di Korea Selatan sikap belajar matematika mempunyai koefisien jalur yang positif (0,47) terhadap literasi matematika.
 Text Box: Gambar 17 Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika siswa di Korea Selatan

   Text Box: Gambar 18 Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika siswa di Thailand

d. Pola hubungan di Thailand
Gambar 18 menunjukkan bahwa konstruksi teori sikap belajar matematika yang terdiri atas sikap belajar internal (koefisien jalur 0,45) dan sikap belajar eksternal (koefisien jalur 1,04) didukung oleh data empiris. Gambar 18 juga menunjukkan bahwa di Thailand sikap belajar matematika mempunyai koefisien jalur yang positif (0,07) terhadap literasi matematika.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
1.      Dalam hal sikap belajar matematika, Indonesia dan Thailand pada umumnya memiliki posisi lebih tinggi daripada Jepang dan Korea Selatan.
2.      Dalam hal literasi matematika, Indonesia dan Thailand menduduki posisi lebih rendah daripada Jepang dan Korea Selatan.
3.      Pola hubungan antara sikap belajar matematika dan literasi matematika berkorelasi positif untuk tiga negara (Jepang, Korea Selatan, dan Thailand), kecuali Indonesia berkorelasi negatif. Hal ini patut diduga karena siswa Indonesia tidak menjawab sesuai keadaan yang sebenarnya, jadi guru-guru di Indonesia belum mampu mengembangkan sikap belajar matematika yang relevan, yaitu yang mampu mendorong motivasi untuk belajar matematika.
Rekomendasi
1.      Indonesia perlu memperbaiki konsep pembelajaran yang lebih menekankan pada pemahaman sikap belajar matematika yang tepat. Kejujuran dalam hal menjawab dan kegiatan lain perlu ditanamkan dan dicontohkan oleh guru. Jangan ada lagi guru yang membuat kesepakatan dengan siswanya untuk berbuat curang dalam ujian.
2.      Guru, kepala sekolah, orang tua, pejabat pemerintah, dan semua pemangku kepentingan pendidikan perlu membuat deklarasi untuk mengembangkan sikap belajar matematika yang relevan, yaitu yang mampu mendorong motivasi untuk belajar matematika, termasuk motivasi berprestasi dalam pelaksanaan ujian.
3.      Pembelajaran yang membangun sikap positif terhadap matematika yang tepat perlu diterapkan dengan meningkatkan ketertarikan siswa terhadap matematika (interest in mathematics), kemanjuran diri matematis (mathematics self-efficacy), konsep diri matematis (mathematics self-concept), strategi hafalan (memorisation strategies), motivasi instrumental dalam matematika (instrumental motivation in mathematics), strategi control (control strategies), strategi elaborasi (elaboration strategies), dan mengurangi kecemasan matematis (mathematics anxiety).

DAFTAR PUSTAKA
Biggs, J. 1999. Teaching for Quality Learning at University: What the Student Does. http://www.springerlink .com/index/M4P5408117187366.pdf, diakses 20 September 2009.
Hadi, S. & Mulyatiningsih, E. 2009. Model Trend Prestasi Siswa Berdasarkan Data PISA tahun 2000, 2003, dan 2006. Makalah Seminar Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Jakarta, 28-29 Oktober 2009 di Ruang Sidang Graha Utama, Gedung A Lantai 3 Depdiknas, Senayan.
Leonard, 2011. Konsep Diri, Sikap Siswa dan Kecemasan Terhadap Hasil Belajar Matematika. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1878487-konsep-diri-sikap-siswa-dan/ diunduh 3 Juni 2011.
Munger, F. 2009. Student Achievement on International Assessments: Perspective on Indonesian Student’s Performance. Makalah Seminar Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Jakarta, 28-29 Oktober 2009 di Ruang Sidang Graha Utama, Gedung A Lantai 3 Depdiknas, Senayan.
OECD, 1999. Measuring Student Knowledge and Skills: A New Framework for Assessment. Paris, OECD. http://www.oecd.org/dataoecd/45/32/ 33693997.pdf didownload tanggal 12 Agustus 2009.
OECD, 2000a. Item Classification for PISA 2000. Paris, OECD.
OECD, 2000b. Main Study Data Processing Steps. Paris, OECD.
OECD, 2002. Sample Task from the PISA 2000: Assessment – Reading, Mathematical and Scientific Literacy. Paris, OECD. http://www.oecd.org/dataoecd/44/62/ 33692744.pdf diakses tanggal 12 September 2009.
OECD, 2003a. Literacy Skills for the World Tomorrow – Further Results from PISA 2000 Paris, OECD. http://www.oecd.org/dataoecd/43/9/33690591.pdf didownload tanggal 12 September 2009
OECD, 2003b. Data Analysis Manual SPSS Users. Paris, OECD. http://www.oecd.org/ dataoecd/35/51/35004299.pdf didownload tanggal 12 September 2009.
OECD, 2003c. Assessment Framework – Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills. Paris, OECD. http://www.oecd.org/dataoecd/46/ 14/33694881.pdf didownload tanggal 12 September 2009
OECD, 2004a. Learning for Tomorrow’s World: First Result from PISA 2003. Paris, OECD. http://www.oecd.org/dataoecd/1/60/34002216.pdf didownload tanggal 12 September 2009
Santoso, A. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa: Tinjauan Berdasarkan Data TIMSS 2007. Makalah Seminar Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Jakarta, 28-29 Oktober 2009 di Ruang Sidang Graha Utama, Gedung A Lantai 3 Depdiknas, Senayan.
Setiawan, 2011. Sikap Belajar Siswa. http://setiawan-pendidikanmatematika.blogspot. com/2011/05/sikap-belajar-siswa.html diunduh 3 Juni 2011.
Tiro, M. A. 2011. Kemampuan Kompetisi Literasi Matematika Siswa Indonesia dalam Survei Internasional. Makalah dibawakan pada Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin, 11 Februari 2011.
Tiro, M. A. Hamra, A. & Sukarna, 2009. Analysis of the Determinants of Learning Outcomes Using Data from the Programme for International Student Assessment (PISA). Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Tiro, M. A. & Sukarna, 2010. Analysis of the Determinants of Matahematical Literacy Using Data from the Programme for International Student Assessment (PISA). Simposium Nasional Pendidikan, Puslitjaknov Balitbang di Hotel Bumi Karsa Jakarta, 3-5 Agustus 2010.
Umar, J., Luthfi, I. & Miftahuddin. 2009. Trend Prestasi Matematika dan IPA Tahun 1999, 2003, dan 2007. Makalah Seminar Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Jakarta, 28-29 Oktober 2009 di Ruang Sidang Graha Utama, Gedung A Lantai 3 Depdiknas, Senayan.
W

Biodata Penulis 

1. N a m a                    : Prof. Drs. H. Muhammad Arif Tiro, BA, M.Pd., M.Sc., Ph.D.
2. Jenis Kelamin          : Laki-laki
3. Alamat Pos Surat    : Jalan Sultan Alauddin III/Lr.5/No.45 Makassar, 90221 Sulawesi Selatan
4. No. Tlp/HP, Faks    : 0411-881132/0811469702, fax 0411-881132
5. Email;                      : arif_tiro@yahoo.com

MGMP SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEPROFESIONALAN GURU IPA SMP KOTA PEKANBARU



Oleh:
 Duwi Tri Lestari, S.Si, M.Pd
ABSTRAK
Jumlah guru yang banyak tidak memungkinkan para guru dapat mengikuti kegiatan keprofesionalan yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan tersebut, salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu wadah profesi untuk guru yaitu MGMP. Hasil wawancara dengan 72 orang guru IPA SMP Kota Pekanbaru, diperoleh data bahwa kegiatan MGMP memberikan pengaruh terhadap kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional mereka. Agar hasil yang didapat lebih maksimal, hendaknya instansi pemerintah yang terkait dengan pendidikan seperti LPMP dan dinas pendidikan perlu terus meningkatkan koordinasi mendorong kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan kompetensi guru melalui pembuatan kebijakan yang memudahkan penyelenggaraan MGMP dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung guru dalam melaksanakan pengembangan keprofesionalannya seperti menyediakan sarana prasarana, bantuan dana, tenaga instruktur serta melakukan evaluasi secara berkala.
Kata Kunci: MGMP, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional
A.       Pendahuluan
Seorang guru yang profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dalam layanan dan produknya. Layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasarkan potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu. Individu-individu tersebut diharapkan mampu bersaing dalam dunia akademisi dan dunia kerja yang tidak lain berfokus pada mutu setelah lulus dari sekolah.
Seorang guru yang profesional juga ditandai dengan adanya sertifikat pendidik yang didapat melalui program sertifikasi guru.  Seorang guru dapat mengikuti sertifikasi dengan dua jalur, yaitu jalur portofolio dan jalur Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Bagi guru yang akan mengikuti PLPG terlebih dahulu mereka mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA.) Pelaksanaan UKA ini dimulai dari Tahun 2012 hingga 2014. Materi yang diujikan adalah materi yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan profesional, karena kedua kompetensi inilah yang secara langsung bersentuhan dengan mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scales (2011) dalam bukunya “Continuing Professional Development in the Lifelong Learning Sector”,  bahwa ada dua bagian penting yang berkaitan dengan professional guru dan guru harus secara berkesinambungan meningkatkan kemampuannya yaitu terkait kemampuannya dalam mengajarkan bidang studi yang diampu (kompetensi professional) dan kemampuannya mengelola pembelajaran di kelas (kompetensi pedagogik).
Melalui pemberian dana sertifikasi ini, pemerintah memiliki harapan yang tinggi terhadap guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan dana sertifikasi diharapkan guru menyisihkan sebagian dananya untuk meningkatkan kompetensi mereka, seperti  mengikuti kegiatan pelatihan, seminar, workshop atau pemagangan baik yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga non pemerintah. Namun nyatanya upaya ini tidaklah berhasil, para guru tetap mengharapkan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah.
Jumlah guru yang banyak tidak memungkinkan para guru ini bisa mengikuti kegiatan keprofesionalan seperti di atas karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan tersebut, salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu wadah profesi untuk guru yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Menurut Pedoman Penyelenggaraan MGMP (1995), MGMP merupakan forum/wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis di sanggar yang terdiri dari dua unsur yaitu Musyawarah dan Guru Mata Pelajaran. Musyawarah mencerminkan kegiatan dari, oleh, dan untuk guru, sedangkan Guru Mata Pelajaran adalah guru SMP dan SMA Negeri maupun Swasta yang mengasuh dan bertanggung jawab mengelola mata pelajaran yang ditetapkan di dalam kurikulum.  Melalui wadah MGMP ini diharapkan guru dapat tetap mempertahankan kualitas profesionalismenya sesuai tuntutan zaman dan kebutuhan sekolah.

A.    Konsep MGMP
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu tujuan disusunnya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga untuk member kesempatan kepada guru untuk mengembangkan keprofesionalannya secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat agar mutu pelayanan dan hasil pendidikan meningkat sesuai dengan harapan.
Dian Mulyawati dalam Makalah Workshop TOT MGMP (2005) mengemukakan bahwa MGMP adalah salah satu bentuk bentuk penataran yang diselenggarakan oleh guru dan pesertanya juga guru-guru tersebut, yang memiliki manfaat sebagai berikut: a) MGMP merupakan wadah yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas, b) satu MGMP terdiri dari sejumlah guru yang memiliki gaya mengajar yang berbeda dan memiliki siswa dengan karakteristik berbeda pula, sehingga mereka dapat berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi di kelas, c) memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan guru, karena program MGMP ini dirancang sesuai dengan kebutuhan guru mata pelajaran.

B.     Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan guru dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:
1.      Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2.      Pemahaman terhadap peserta didik
3.      Pengembangan kurikulum/silabus
4.      Perancangan pembelajaran
5.      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6.      Evaluasi hasil belajar
7.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki
Kompetensi professional yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
1.      Konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang koheren dengan materi ajar
2.      Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
3.      Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait
4.      Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
5.      Kompetisi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional

C.    Temuan dan Pembahasan
Hasil wawancara terhadap 72 orang guru IPA SMP Negeri se-Kota Pekanbaru menggambarkan bahwa kegiatan MGMP  memberikan pengaruh yang positif terhadap kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru. Para guru menyebutkan bahwa melalui kegiatan MGMP guru-guru dalam satu mata pelajaran dapat mendiskusikan permasalahan-permasalahan serta alternatif pemecahannya yang berkaitan dengan proses pembelajaran maupun dengan tugas pokok guru, seperti merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasil belajar siswa.
Agar kegiatan MGMP bermanfaat dan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan para anggotanya, hendaknya para anggota dilibatkan pada setiap tahapan kegiatan organisasi seperti tahap perencanaan program, pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa  para guru pada dasarnya hanya dilibatkan dan terlibat secara optimal pada tahap pelaksanaan aktivitas MGMP saja. Guru tidak banyak  dilibatkan pada tahap perencanaan seperti dalam penyusunan program maupun  penetapan jadwal.  Terlihat bahwa peranan pengurus lebih dominan dan penyusunan program ini juga tidak dilakukan melalui analisis kebutuhan guru. Begitu juga halnya pada tahap evaluasi, di mana guru hanya sebagai objek evaluasi, yaitu orang yang dievaluasi.
Sementara kita tahu bahwa pada suatu organisasi, anggota merupakan inti suatu organisasi. Pelibatan penuh anggota memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk manfaat organisasi. Mereka harus dilibatkan pada setiap proses untuk menyusun arah dan tujuan serta peralatan yang dibutuhkan untuk mencapai mutu, sehingga setiap individu akan terlibat dan memiliki tanggung jawab untuk mencari perbaikan yang terus menerus terhadap proses yang berada pada lingkup tugasnya (Umiarso dan Gojali, 2010:153). Begitu pula halnya dengan MGMP yang merupakan organisasi non struktur, bersifat mandiri, dan berasaskan kekeluargaan.  Ketika guru diundang hanya untuk mengikuti pelaksanan saja, maka mereka merasa hanya sebagai tamu undangan, tetapi jika mereka dilibatkan pada setiap tahapan kegiatan MGMP seperti perencanaan dan pengendalian, mereka akan ikut merasa memiliki. Hal ini tercermin dari prinsip kerja MGMP yaitu dari guru, oleh guru, dan untuk guru (Zamroni, 2002).
Dari dua kompetensi yang ditanyakan, ternyata kegiatan MGMP memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap peningkatan kompetensi pedagogik guru dibandingkan dengan kompetensi professional guru. Hal ini terjadi dikarenakan materi-materi yang diberikan dan dibahas dalam kegiatan MGMP lebih banyak materi-materi yang menunjang  kompetensi pedagogik. Materi-materi yang menunjang kompetensi pedagogik seperti  penyusunan silabus, pembuatan RPP, dan penyusunan LKS selalu diberikan pada awal tahun ajaran baru, sedangkan pada waktu-waktu lain mereka lebih sering mendiskusikan mengenai metode dan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi-materi tertentu. Pembahasan mengenai materi sangat jarang dilakukan, kecuali jika ada acara lesson study.
Penguasaan guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswanya (kompetensi pedagogik) memanglah penting agar materi yang disampaikan akan mudah dipahami dan diinternalisasi oleh siswa. Namun penguasaan materi adalah hal yang paling penting, karena sepintar-pintarnya guru menyampaikan materi pembelajaran, akan terjadi salah konsep jika guru tersebut tidak menguasai materi yang diajarkannya secara mendetail.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menambah porsi untuk  materi-materi yang berkaitan dengan konten dalam kegiatan MGMP. Materi-materi IPA untuk tingkat SMP banyak, namun tidak mungkin dapat diberikan semua pada waktu satu tahun.
Masalah lain yang muncul adalah kurangnya tenaga nara sumber dalam forum tersebut. Biasanya yang menjadi nara sumber adalah para guru inti yang telah diberikan pelatihan, baik itu pelatihan yang diberikan oleh dinas pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) maupun oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) IPA. Namun jika tidak ada nara sumber yang memadai, maka mereka dapat mengundang nara sumber dari tempat lain seperti guru dari forum lain, dosen dari perguruan tinggi maupun widyaiswara dari LPMP/PPPTK IPA.

D.    Penutup
Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat jelas bahwa MGMP memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kompetensi guru. Untuk itu Instansi pemerintah yang terkait dengan pendidikan seperti Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan kabupaten/kota perlu terus meningkatkan koordinasi mendorong kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan kompetensi dan kinerja guru melalui pembuatan kebijakan yang memudahkan terselenggaranya kegiatan MGMP. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung guru dalam melaksanakan pengembangan keprofesionalannya seperti menyediakan infocus, memberikan bantuan dana operasional kegiatan, menyediakan tenaga instruktur yang kompeten dan melakukan evaluasi secara berkala.

Referensi:
Scales, P., Pickering, J., Senior, L. (2011). Continuing Professional Development in the Lifelong Learning Sector. England: Open University Press.
Umiarso dan Gojali, I. (2010). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan “Menjual” Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD
Zamroni. (2002). Konsepsi Revitalisasi MGMP dalam Konteks School Reform dengan Pendekatan MBS/MPMBS. Makalah disajikan pada Workshop dan TOT MKKS dan MGMP Program Pendidikan Menengah Umum di Jakarta Tahun 2002.