PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIF LEARNING)

Abstrak

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat bangsa dan negara (Sisdiknas tahun 2001). Kualitas pendidikan saat ini masih terlihat kurang memuaskan. Ukuran kualitas pendidikan dapat dilihat dari prestasi akademik siswanya, yaitu berupa nilai ujian dan dapat dilihat dari pengaruh hasil belajar terhadap kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari peningkatan prestasi akademik atau hasil belajar siswa di sekolah. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, antaranya adalah faktor guru, yaitu guru yang memiliki keterampilan dalam proses pembelajaran, yang berkait rapat dengan kemampuannya memilih model pembelajaran yang dapat memberikan keberhasilan pada siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Kata Kunci : Peningkatan mutu pendidikan, pembelajaran kooperatif

PENDAHULUAN

Pembelajaran pada hakikatnya adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa, yang berarti membuat atau menjadikan siswa dalam kondisi belajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamati dan dicermati melalui aktivitas yang dilakukan, yaitu perhatian fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba, menduga, atau menemukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru perlu merancang strategi yang tepat yaitu cara guru mengatur keseluruhan proses pembelajaran.

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan dan belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri, penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang optimal.

Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima pelajaran dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan pelajaran yang telah diberikan. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Siswa belajar hanya 10% dari apa yang di baca, 20% dari apa yang di dengar, 30% dari apa yang di lihat, 50% dari apa yang di lihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika mengajar dengan banyak ceramah, maka tingkat pemahaman siswa hanya 20%. Tetapi sebaliknya, jika siswa diminta untuk belajar secara aktif, tingkat pemahaman siswa dapat mencapai sekitar 90%. Orientasi pengajaran dalam konteks belajar mengajar diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar. Gambaran pengembangan aktivitas itu tercermin dari adanya usaha yang dilakukan guru. Belajar mengajar merupakan kegiatan siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, potensi, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar. Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memberikan pengertian, membimbing mereka untuk belajar sendiri. Guru dituntut untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik agar bisa melakukan tugas secara aktif sesuai dengan tingkat perkembangannya. Untuk itu diperlukan suatu kondisi belajar yang kondusif yang memungkinkan semua siswa merasa senang dan ditantang untuk melakukan kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Pada dasarnya semua anak memiliki potensi untuk mencapai kompetensi atau keberhasilan. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, jenuh, dan menegangkan. Oleh karena itu guru perlu mengupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran koopeartif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model pembelajaran ini memberi penekanan pada aspek sosial pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif menyangkut teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Kelompok kooperatif ini disusun sedemikian rupa berkarakteristik heterogen dilihat dari jenis kelamin, latar belakang social ekonomi, maupun kemampuan.

Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena mereka menganggap telah biasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak semua kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperati bersangkutan dengan teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama. Pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta belajar itu sendiri.

Ciri dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan yang berbeda dengan model konvensional. Struktur tugas mengacu kepada dua hal, yaitu cara pembelajaran itu dilakukan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas. Struktur tujuan ditandai dengan adanya saling ketergantungan positif antar siswa, artinya keberhasilan seorang siswa hanya dan hanya jika siswa yang lain di dalam kelompoknya juga berhasil.

Kebanyakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri sebagai berikut :

1. Siswa belajar dalam kelompoknya secara kooperatif untuk menguasai materi belajarnya. Tugas anggota kelompok adalah saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

2. Sistem penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru, yaitu :

a. Saling ketergantungan positif. Anak didik harus merasakan bahwa mereka saling membutuhkan. Perasan saling ketergantungan ini akan mendorong siswa untuk saling memotivasi untuk meraih hasil yang optimal. Kekompakan timbul karena merasa satu keasatuan yang terikat dalam satu tanggung jawab untuk kesuksesan kelompok.

b. Interaksi tatap muka. Pada kesempatan ini semua anggota kelompok dapat menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi beragam. Interaksi tatap muka dapat memperkaya wawasan siswa karena sumbangan pikiran dan saran tiap anggota kelompok akan mempengaruhi daya pikir anggota kelompok.

c. Akuntabilitas Individual. Disamping memiliki tanggung jawab terhadap teman-teman dalam kelompoknya, para siswa juga dituntut tanggung jawab lain terhadap dirinya sendiri. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu semua angota kelompok member sumangan untuk penilaian kelompok yang disebut akuntabilitas individual.

d. Kemampuan menjalin hubungan antar pribadi. Dalam pembelajaran kooperatif, tanggang rasa, saling menghargai, bersikap sopan, tidak mendominasi orang lain, mengkritik ide dan bukan mengkritik pribadi teman, harus dipupuk. Guru mengajarkan dan mendorong timbulnya keterampilan sosial tersebut agar kerja kelompok dalam pembelajaran kooperatif efektif.

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas lima tahap, yaitu :

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Sebagian pakar berpendapat bahwa memberitahu tujuan pada awal pembelajaran tidak harus dilakukan, namun demikian karena belajar adalah proses internal, maka jika siswa mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dilakukannya, mereka dapat mengarahkan proses internal sehingga memudahkan pencapaian tujuan. Menyampaikan tujuan dapat dilakukan secara terintegrasi saat melakukan kegiatan motivasi, dan dilakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi unsure motivasi seperti menarik, relevan dengan kebutuhan dan sebagainya.

2) Menyajikan informasi

Informasi yang disajikan pada tahap ini sebenarnya bukanlah materi pelajaran yang akan dipelajari siswa, sebab materi pelajaran akan dipelajari sendiri oleh siswa melalui kegiatan kooperatif. Informasi yang disajikan lebih mengarah kepada aturan main yang disepakati, prosedur kooperatif yang akan dilakukan serta konsekuensi yang akan diterima siswa bila melakukan aktivitas tertentu yang dianjurkan.

3) Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar

Pada tahap ini guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen 4-5 orang setiap kelompok.

4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Pada tahap ini guru berkeliling mendatangi kelompok untuk mengecek kemungkinan adanya permasalahan yang di alami siswa, melakukan balikan, member bimbingan, serta mengingatkan siswa agar selalu membangun keterampilan sosial.

5) Melakukan evaluasi dan memberi penghargaan

Evaluasi dilakukan dalam proses dengan strategi tes, kuis, atau melakukan pertandingan beregu, dan memberi penghargaan kepada kelompok yang memiliki skor perkembangan tertinggi. Skor perkembangan kelompok diperoleh dari kontribusi skor perkembangan setiap anggota kelompok.

Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Apabila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan, yakni :

a) Memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh melalui pengajaran dan pembelajaran secara bekerjasama dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok.

b) Dapat meraih kecermelangan dalam belajar.

c) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir dan keterampilan sosial.

d) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.

e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.

f) Peningkatan kemampuan akademik.

g) Terjalinnya hubungan persahabatan yang baik antara sesama siswa dan guru.

Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Hasil belajar diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis adalah aspek yang menyangkut kondisi fisik siswa dan aspek psikologis adalah aspek kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi siswa.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni ; faktor lingkungan sosial seperti orang tua, guru, dan teman-teman sekelas dan faktor non sosial seperti sarana dan prasarana.

Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi dalam pembelajaran kooperatif adalah keberadaan guru yang berfungsi sebagai pembimbing, dan teman-teman sekelas untuk berbagi pendapat dengan cara melakukan diskusi. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.

Adapun efektifitas dari pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar siswa adalah :

a. Otak bekerja secara aktif

Dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) siswa diajak belajar secara aktif baik di dalam maupun di luar kelas, mereka diberi kesempatan untuk memilih strategi apa yang mereka inginkan dan mereka juga mempunyai tanggung jawab menguasai pelajaran untuk dipresentasikan atau diajarkan kepada temannya. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.

b. Hasil belajar yang maksimal

Dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) peserta didik dapat belajar secara aktif, di dalam dan di luar kelas dan mereka mempunyai tanggung jawab untuk mendiskusikan dan mengajarkan materi pelajaran kepada teman yang lain, sehingga mendorong mereka untuk lebih giat belajar baik secara mandiri maupun kelompok. Dengan demikian hasil belajar akan lebih maksimal.
Penelitian menunjukkan bahwa memberi pertanyaan kepada peserta didik atau menyuruh mereka untuk mendiskusikan materi yang baru saja diberikan mampu meningkatkan nilai evaluasi dengan kenaikan yang signifikan.

c. Tidak mudah melupakan materi pelajaran

Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Dan dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning) ini siswa diajak serta untuk aktif dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian akan membuahkan hasil belajar yang langgeng.

d. Proses pembelajaran yang menyenangkan

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Dengan belajar aktif ini peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana menyenangkan.

e. Otak dapat memproses informasi dengan baik

Otak tidak akan dapat memproses informasi yang masuk kalau otak itu tidak dalam kondisi on, maka otak memerlukan sesuatu yang dapat dipakai untuk menghubungkan antara informasi yang baru diajarkan dengan informasi yang telah dimiliki. Jika belajar itu pasif, otak tidak akan dapat menghubungkan antara informasi yang baru dengan informasi yang lama. Selanjutnya otak perlu beberapa langkah untuk dapat menyimpan informasi. Langkah-langkah itu bisa berupa pengulangan informasi, mempertanyakan informasi atau mengajarkannya kepada orang. Untuk dapat meningkatkan hasil belajar, pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan satu strategi yang dapat digunakan guru/pengajar dalam proses belajar mengajar. Dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) siswa akan belajar dengan aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif mereka akan merasakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

KESIMPULAN

Upaya peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan menggerakkan seluruh komponen yang menjadi subsistem dalam suatu sistem mutu pendidikan. Subsistem yang pertama dan utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah faktor guru. Di tangan gurulah hasil pembelajaran yang merupakan salah satu indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan, yakni pembelajaran yang bermutu sekaligus bermakna sebagai pemberdayaan kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didik, yaitu guru yang memiliki keterampilan dalam proses pembelajaran, yang berkait rapat dengan kemampuannya dalam memilih model pembelajaran yang dapat memberikan keberhasilan kepada siswa dan dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.

Oleh karena itu, guru harus sadar dan menggunakan model pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa dan mengarah kepada aktivitas siswa yang dikenal sebagai cooperative learning (pembelajaran kooperatif). Dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa dapat meraih kecermelangan dalam belajar, melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dari orang lain, bekerja sama, dan rasa setia kawan. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun dapat juga berperan sebgai tutor bagi rekan sebayanya.

Saran

Dalam pembelajaran kooperatif guru harus mampu menciptakan di kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya siswa terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Seorang guru harus mampu menciptakan suasana di kelas nyaman dan menyenangkan, membantu dan mendorong siswa untuk menjelaskan keinginan dan perbincangan baik secara individu maupun kelompok, serta mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

Guru harus berperan sebagai penengah dalam mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dijalankan melalui pembelajaran kooperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Guru juga harus membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya.

Seorang guru harus mampu memberi semangat kepada siswa untuk aktif bekerja sama dan memunculkan motivasi dan keberanian siswa agar mampu mengembangkan kemampuan belajarnya secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Dkk. 2009. Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangk. Zanafa Publishing. Pekanbaru

Isjoni dan Mohd. Arif. 2008. Model-model Pembelajaran Mutakhir, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Marno dan M. Idris. 2008. Strategi dan Metode Pengajaran. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta

Melvin L. Siberman. 2006. Active Learning, Terjemahan Raisul Muttaqien, Nusamedia Nuansa. Bandung

Robert E Slavin. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Terjemahan Moh.Nur. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Surabaya.

Sumadi Suryabrata. 2006. Psikologi Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Tarmizi Ramadhan. 2008, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. http://tarmizi.wordpress.com/

PERANAN LPMP DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI PROPINSI RIAU

Latar belakang

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009, ditegaskan bahwa Pendidikan nasional menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dan oleh karena itu penjaminan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama ketiga unsur tersebut. penjaminan mutu pendidikan perlu terus didorong dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan arah dalam pelaksanaannya.

Dalam pelaksanaannya, kementrian pendidikan nasional membentuk beberapa institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan antara lain:

1. Badan Standar Nasional Pendidikan

2. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah

3. Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal

4. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar

5. Direktorat Jendral Pendidikan Menengah

6. Direktorat Jendral Pendidikan tnggi

7. Badan Penelitian dan Pengembangan

8. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Semua institusi diatas berada di bawah Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama yang memiliki fungsi:

1. mengatur dan mengkoordinasikan pengembangan kebijakan, regulasi, dan strategi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;

2. melakukan sosialisasi penjaminan mutu pendidikan ke seluruh komponen yang terlibat;

3. mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan di tingkat nasional;

4. melaksanakan dan memantau Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan; dan

5. melakukan tindak lanjut hasil pengukuran penjaminan mutu pendidikan.

Dari uraian tugas fungsi Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sasaran adalah mutu pendidikan. Mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut SPMP adalah subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang fungsi utamanya meningkatkan mutu pendidikan.

Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan yang selanjutnya disebut SPM adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP.

Tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa mengacu pada mutu kehidupan manusia dan bangsa Indonesia yang komprehensif dan seimbang yang mencakup sekurang-kurangnya:

a. mutu keimanan, ketakwaan, akhlak, budi pekerti, dan kepribadian;

b. kompetensi intelektual, estetik, psikomotorik, kinestetik, vokasional, serta kompetensi kemanusiaan lainnya.

Untuk tingkat Propinsi yang berhubungan lansung dengan penangan Pendidikan ini adalah Dinas Pendidikan Provinsi dan Kantor Kemenag Propinsi dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan disamping Dinas pendidikan kabupaten Kota yang bertanggungjawab di Kabupaten Kota.

Dalam makalah singkat ini khusus dikupas peranan LPMP Riau yang berfungsi sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikian di provinsi Riau

Tugas dan Fungsi LPMP

Dalam Permendiknas No.7 Tahun 2008, LPMP diamanatkan untuk melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah, termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat di provinsi berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan Nasional. Fungsi LPMP adalah melakukan:

1. pemetaan mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat;

2. pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan dasar dan menengah, termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat;

3. supervisi satuan pendidikan dasar dan menengah, termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dalam pencapaian standar mutu pendidikan nasional;

4. fasilitasi sumber daya pendidikan terhadap satuan pendidikan dasar dan menengah, termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dalam penjaminan mutu pendidikan; dan

5. pelaksanaan urusan administrasi LPMP.

Untuk memperjelas arah yang akan dicapai LPMP, LPMP Riau merumuskan visinya sebagai berikut “Menuju pencapaian standar nasional pendidikan di Provinsi Riau melalui penjaminan mutu pendidikan”.

Sedangkan penyataan misi LPMP Riau adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan system Penjaminan mutu pendidikan Secara bersinambungan.

2. Mendorong adanya peraturan daerah mengenai penjaminan mutu pendidikan pada tingkat Provinsi dan kabupaten/ kota.

3. Mengembangkan indikator-indikator pencapaian dalam memperkuat sistim penjaminan mutu pendidikan, termasuk melalui tim pengujian LPMP Riau

4. Melaksanakan pemetaan, supervisi, dan fasilitasi mutu pendidikan tingkat provinsi/ kabupaten/ kota.

5. Membangun partisipasi masyarakat, serta pemangku kepentingan, dalam pencapaian mutu pendidikan.

Program LPMP dalam Peningkatan Mutu

Untuk mewujukan tugas dan fungsi serta mencapai misi yang diemban, LPMP secara teratur melaksanakan kegiatan dan program yang bertujuan membantu satuan pendidikan untuk memenuhi 8 Standar Nasional pendidikan yang kegiatannya antara lain :

1. Pemetaan Mutu Pendidikan

Untuk dapat melaksanakan program dengan baik dan bermanfaat, LPMP melasanakan kegiatannya berbasiskan data dan informasi. Berdasarkan data ini dibuatlah pemetaan pendidikan. Beragam data yang dikumpulkan oleh LPMP, mulai dari jumlah guru disetiap kabupaten/Kota; data kualifikasi guru yang nantinya berguna untuk dasar dari sertifikasi guru. Demikian juga data tentang pelatihan yang dibutuhkan guru dan pelatihan yang pernah mereka ikuti

2. Pemberdayaan KKG/ MGMP

LPMP sebagai lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan tidak mungkin dapat menjangkau semua guru yang ada diseluruh kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau dan kepulauan Riau. Dengan alasan itu LPMP mengucurkan blockgrant untuk pelaksanaan KKG di SD dan MGMP untuk tingkat SMP, SMA dan SMK. KKG/ MGMP adalah wadah tempat guru belajar bersama, memecahkan masalah yang mereka hadapi selama proses belajar mengajar berlansung. KKG/MGMP ini dibimbing oleh instruktur lokal yang sebelumnya telah diberikan Pembekalan oleh widyaiswara di LPMP agar mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan.

Pada tahun 2010 ini LPMP Riau mengucurkan blockgrant untuk 174 KKG/MGMP di Propinsi Riau dan Kepulauan Riau. Diharapkan KKG/MGMP ini merupakan perpanjangan tangan LPMP untuki menjangkau guru yang jauh dari pusat kota.

3. Bimbingan teknis KTSP

KTSP adalah kurikulum operasional yang merupakan acuan bagi setiap satuan pendidikan. Namun setelah berjalan sekian tahun, masih banyak kepala sekolah dan guru bahkan pengawas yang belum memahami hakikat dari KTSP ini. Memang hampir seluruh sekolah sudah menyatakan melaksanakan KTSP, tapi KTSP belum menjadi kurikulum operasional. Dokumen yang ada hanya sekedar untuk memenuhi syarat administrasi saja tanpa difungsikan sebagai kurikulum yang merupakan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Karena alasan itu LPMP Riau mendatangi sekolah untuk memberikan bantuan teknis dan memberi pemahaman yang lebih konkrit tentang kurikulum operasional ini.

4. Pembelajaran PAKEM/CTL

Pakem yang merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan menyenangkan, dilatihkan kepada guru-guru agar mereka dapat mengelola proses pembelajaran menjadi lebih dinamis, tidak monoton dan membangkitkan potensi siswa menjadi lebih maksimal. Sehingga belajar tidak menjadi beban yang menakutkan bagi siswa, tapi bagaimana mereka menikmati proses belajar mengajar yang harus mereka ikuti.

5. Tematik

Tematik sebenarnya adalah rangkaian dari PAKEM. Tematik ini dilatihkan khusus untuk guru kelas awal SD. Dalam pelatihan tematik, guru kelas awal dilatih untuk merancang materi dan kegiatan pembelajaran dengan tidak menonjolkan matapelajaran, tapi menonjolkan tema. Pembelajaran tematik ini sesuai dengan perkembangan kecerdasan siswa kelas 1, 2 dan 3 SD yang masih berpikir secara global.

Meskipun Tematik ini sebenarnya merupakan keharusan bagi sekolah SD untuk melaksanakan, namun sejauh ini menurut pantauan LPMP, beloum banyak sekolah yang melaksanakan sehimngga pembelajaran pada kelas awal SD masih menonjolkian mata pelajaran.

6. Strategy Persiapan menghadapi UN

Ujian nasional merupakan kegiatan rutin seetiap tahun, namun menimbulkan permasalahan dan kecemasan bagi berbagai pihak. Dibeberapa daerah Ujian nasional merupakan pertaruhan jabatan bagi kepala sekolah. Sebenarnya semua kecemasan ini tidak perlu terjadi, karena sudah merupakan prosedur dari suatu proses belajar mengajar bahwa untuk mengukur pencapaian hasil belajar diperlukan evaluasi atau ujian.

LPMP sebagai lembaga penjaminan mutu bersama-sama dengan guru merancang persiapan menghadapi ujian nasional ini. LPMP menawarkan program yang kalau di99laiksanakan dengan konsisten oleh guru di sekolah memungkinkan suatu sekolah lulus seratus persen. Program ini bukan trik atau strategi mengakali ujian nasional, tapi merupakan kegiatan yang dapat mengemjbangkan potensi siswa dalam menjawab soal ujian sesuai dengan kompetensinya.

7. Pelatihan Karya tulis ilmiah

Pekerjaan menulis adalah pekerjaan yang paling berat bagi hampir semua guru. Oleh karena itu menulis karya ilomiah yang merupakan salah satu persyarata untuk naik pangkat, merupakan persyaratan yang menghambat kenaikan pangkat guru. LPMP berusaha membantu kesulitan ini dengan mengadakan latihan penulisan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan sekolah. Widyaiswara LPMP menuujukkan kepada guru, kepala sekolah dan pengawas bahwa menulis karya ilmia tidak sesulit yang mereka bayangkan. Secara praktis dilihatkan pada mereka bagaimana menemukan masalah dalam penelitian, dan dari masalah muncul judul.

Program LPM, dengan pelatihan satu hari, peserta sudah selesai Bab I, outlined Bab II dan tuntas Bab III. Sehingga selesai mengikuti pelatihan satu hari mereka sudah punya proposal penelitian. Mereka tinggal menindaklanjuti dengan melaksanakan penelitian untuk memproleh data agar bisa melanjutkan Bab IV dan V.

8. Lesson Study

Mulai tahun 2010 ini LPMP Riau secara intens menyebar luaskan Lesson Study di seluruh kabupaten kota di provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Lesson study adalah suatu kegian pembinaan profesi guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar secara terus menerus.

9. Pelatihan ICT

Kemajuan tekhnologi yang pesat memberi berbagai kemudahan bagi kalangan pendidik dalam melaksanakan tugasnya. O)leh karena itu LPMP juga memfasilitasi guru dengan pelatihan bagaimana pemanfaatan Kemajuan teknology informasi itu untuk memudahkan merancang proses belajar mengajar. LPMP juga membagikan laptop dan modem internet untuk guru-guru sekolah terpencil setelah mereka mengikuti pelatihan di LPMP.

10. Model Pembelajaran

Banyak guru yang sudah mengikuti pembelajaran PAKEM dan CTL, namun pelaksanaan yang ril didalam kelas masih banyak kelemahan. Dan LPMP berusaha membantu dengan program model pembelajaran untuk mencontohkan pembelajaran PAKEM dan Contextual Teaching and Learning di dalam kelas.

11. Classroom Language

Classroom Language adalah penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas. Ini berlaku untuk sekolah-sekolah berstandar Internasional. Di kota Pekanbaru saja ada 8 sekolah RSBI. Seyogianya sekolah ini menggunakan juga bahasa Inggris untuk pembelajaran science. Karena tidak semua guru yang bisa berbahasa Inggris maka perlu diberi pelatihan classroom language ini.

Peutup

Program-program yang disebutkan diatas berlansung sepanjang tahun. Dan ini berjalan berkat kerja sama yang baik antara LPMP dengan dinas pendidikanh Provinsi dan dinas pendidikan Kabupaten Kota. Untuk tingkat propinsi LPMP juga selalu terlibat dengan pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh dinas Pendidikan Propinsi dan BPG Riau. Dengan kegiatan ini LPMP berusaha untuk meujutkan Visi dan Misinya di Propinsi Riau dan Kepulauan Riau.

PERGULATAN KEHIDUPAN DI DAERAH TERTINDAS




Judul Buku : Son of Hamas
Penulis : Mohab Hassan Yousef
Diterjemahkan oleh : Adadeh- FFI
Penerbit : http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum
Tebal : 195 halaman
Buku merupakan penuturan Mohab Hassan Yousef anak salah seorang pendiri Hamas di Tepi Barat yang merupakan daerah pendudukan israil.. dari penuturan ini pembaca mendapat gambaran jang jelas tentang begitu keras dan beratnya pergulatan kehidupan demi mempertahankan kehidupan di daerah yang tertindas.
Ada dua hal penting yang dituturkan oleh Mohab dalam buku ini. Yang pertama kisah hidupnya yang mengantarkan dia sebagai seorang penghianat yang tega menghianati bangsanya yang sedang berjuang mempertaruhkan nyawa melawan israil. Yang kedua bagaimana sampai dia berpindah keyakinan dari islam menjadi Kristen.
Untuk hal yang pertama, asal usul ia menjadi seorang penghianat bagi bangsanya, mohab memulai dengan kejadian dia ditangkap oleh serdadu israil dengan sangat kasar di kota tepi barat Ramalah. Tentara israil memperlakukannya dengan biadab yang sangat tidak berperikemanusiaan. Binatang pun menurut dia tidak pantas diperlakukan seperti itu, padahal saat itu dia baru berusia mendekati 18 tahun. Saat itu dia membatin, Mengapa kalian lakukan ini padaku?Apa yang telah aku lakukan padamu? Aku bukan teroris! Aku hanya pemuda biasa saja. Mengapa kau memukuliku seperti ini.
Kemudian dia dibawa pusat Tahanan Maskobiyeh, pusat rumah jagal tempat menyiksa pejuang Palestina. Ditempat penjagalan ini terbukti bahwa sebenar putra pendiri Hamas itu tidak berjiwa pejuang. Sama dengan cerita para pejuang dimana saja di belahan dunia ini. Ketika menghadapi tekanan nampaklah kualitas seorang itu sebagai pejuang. Sebab pilihannya hanya ada dua, bertekat terus menjadi pejuang dan menanggung segala resikonya, atau menjadi  penghianat dengan segala kemudahan dan kenikmatan yang ditawarkan. Dan ternyata Mosab Hasan putra dari Syeik Hasan Yousef salah seorang pendidri Hamas di tepi barat memilih yang enaknya saja yaitu menjadi penghianat bagi perjuangan bangsanya yang terjajah dan tetindas.
Berikutnya Mosab berusaha meyakinkan pembaca dan memberi pembenaran terhadap penghianatannya dengan alasan :
1. Orang yahudi itu tidak sejahat yang ia bayangkan sebelumnya. Mereka adalah orang-orang baik yang sangat toleran dan berjiwa sosial, humanis, ramah, tidak munafik serta kata-kata pujiannya lainnya. Terbukti baru saja dia bersedia menjadi agen shien bet, perlakuan padanya sangat menyenangkan. Berbulan-bulan dia tidak diberi tugas apa-apa tapi diberi uang yang tidak terbatas sehingga dia dapat hidup senang membantu keluarganya yang selalu kesusahan.
2. Pemimpin Palestina baik dari fatah maupun Hamas tidak benar-benar tulus berjuang. Menurut Mosab, Yaser Arafat adalah seorang pembohong besar raja korupsi yang memanfaatka rakyat Palestina untuk popularitasnya. Israil sudah banyak memberi tawaran yang menguntungkan Palestina, namun selalu ditolak oleh Yaser Arafat, karena ia ingin masalah Palstina menjadi masalah internasional dengan demikian mengalirkan uang dari berbagai dunia ke kantong pribadinya. Demikian juga pemimpin Hamas, merekalah sebenarnya yang mendatangkan penderitaan bagi rakyat Palestina. Israil sudah begitu baik, tapi pemimpin Hamas tetap mengasut rakyat untuk melakukan teror mengganggu rakyat Israil yang baik penuh toleran.
3. Dengan menjadi kaki tangan Israil, Mosab berhasil mencegah berbagai pertumpahan darah. Banyak para pembom bunuh diri sebelum beraksi melapor dulu pada ayahnya. Dengan demikian ia bisa lansung melaporkannya pada pihak Israil sehingga pejuang tersebut bisa lansung ditangkap. Dengan demikian terhindar korban jiwa. Mosab sebenar ingin menyatakan pada kita bahwa ia sepantasnya dicap sebagai pahlawan kemanusian ketimbang penghianat. Seandainya ia tidak menjadi kaki tangan Israil, ia memastikan Bapaknya telah tewas dihantam peluru tentara negara zionis itu, seperti yang dialami pemimpin-pemimpin Hamas lainnya.
4. Perjuangan Palestina untuk mengenyahkan bangsa Israil dari permukaan bumi, bagaimanapun tidak akan berhasil, karena Israil didukung oleh negara-negara kuat dan kaya seperti Amerika dan hammpir semua negara Eropa. Oleh karena itu lebih baik menerima tawaran untuki hidup berdampingan secara damai dengan israil.
Secara garis besar itulah alasan Mosab bekerjasama dengan Israil. Sedangkan alasan dia pindah agama dari islam ke nasrani adalah sebagai berikut.
Waktu dia dalam tahanan Israil ada seorang pendeta memberi dia sebuah alkitab. Dia membaca alkitab tersebut dan sangat tersentuh salah satu yang kalimat yang dibacanya dalam alkitab, janganlah menghakimi orang lain, supaya kalian juga jangan dihakimi (Matius 7:1) Berdasarkan firman Yesus ini dia membandingkan tuhan Islam dengan Kristen. Orang Islam, dalam hal ini Hamas selalu menghakimi orang lain dan menghukumnya. Di penjara, orang Hamas menghakimi dan menyiksa anggota-anggotanya yang dicurigainya. Orang islam, dalam kacamata Mosab, adalah orang yang munafik, licik dan merasa benar sendiri. Secara ringkas disimpulkan, Mosab menilai islam dari prilaku masyarakat lingkungannya, sebaliknya dia menilai kristen dari bacaan alkitab. Dengan pertimbangan ini akhirnya ia memutuskan untuk pindah agama.