PERJALANAN KE MANILA PHILIPINA (1)



Saya masih di Solo, ketika dapat sms dari kantor, agar saya mempersiapkan paspor untuk berangkat ke Philipina, saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa Philipina. Selama ini, menurut pengetahuan saya Philipina bukan Negara maju, malah termasuk Negara miskin, indikatornya sama dengan Indonesia, Philipina adalah Negara di asia tenggara pengekspor TKW. Di Malaysia dan Negara-negara timur tengah yang tegolong makmur, pembantu rumah tangganya banyak yang berasal dari Philipina, disamping dari Indonesia tentunya.
Di bidang pendidikan dan bidang lainnya, Philipina juga tidak ada yang menonjol. Jadi apa alasan kantor untuk Study visit Philipina, Inilah yang terbersit di pikiran saya ketika menerima SMS dari kantor tersebut. Namun bagaimanapun juga saya kirimkan juga paspor saya ke petugas yang ditunjuk kantor. Saya serahkan ke duanya, paspor pribadi dan paspor dinas. Hitung-hitung perjalanan gratis dari kantor, bodoh Amat kalau saya tolak.
Perjalanan ke Philipina dimulai dari Bandara Sukarno Hatta.Dari Pekanbaru Riau kami sampai ke Bandara Internasional kebanggaan Jakarta itu pukul 09 WIB pagi hari tanggal 29 Juli 2011. Kami segera menuju ke kantor Philipina Airlines yang berkantor di bagaian penerbangan international di Bandara Sukarno Hatta. Maksud kedatangan kami sebenarnya ingin titip barang bawaan kami disana, karena kami tahu pesawat berangkatnya lewat tengah malam. Jadi semntara itu kami akan menikmati dulu kota Jakarta. Namun di kantor itu tidak ada tempat untuk menitip barang, dan kepada kami disarankan untuk pergi ketempat penitipan khusus yang disediakan tak jauh dari sana. Setelah itu kamipun segera berkeliaran di kota Jakarta. Saya dan beberapa orang teman memilih untuk berburu buku murah di Blok M .
Ketika kami ingin ke4mbali ke Bandar sore harinya, kami mencari temmpat penukaran mata uang di Blok M. Kami ingin menukarkan rupiah ke Peso uang Philipina. Namun dari beberapa counter penukaran uang yang kami datangi tidak satupun yang menyediakan uang peso. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli Peso di bandara saja. Namun ternyata di Bandara juga tidak ada couter penukaran uang yang menyediakan Peso. Sudahlah kata teman-teman nanti di Philipina saja.
Pukul 1.30 tengah malam Tanggal 30 Juni 2011 Kami sudah berada dalam pesawat pesawat Philipina Air Line. Pesawatnya cukup besar. Perjalanan ke Philipina berlansung sekitar 6 jam. Pelayanan dalam pesawat hampir sama dengan pelayanan perjalanan ke luar negeri lainnya. Kita ditawari makanan dan minuman.
Subuh pesawat sudah mulai bersiap untuk mendarat. Udara di luar nampak terang. Dari udara nampak pemandangan yang cukup indah. Perumahan dilereng-lereng gunung dan jalan-jalan yang melingkar-lingkar di puncak gunung atau bukit. Ini mengingatkan saya dengan Banda Aceh, di mana diatas pesawat nampak jalan menuju gunung dan bukit- bukit. Namun di Aceh perguungan masih didominasi oleh hutan namun di manila nampak banyak perumahan. Dan menonjol nampak jalan yang kelihatan putih dari udara melingkara menambah indahnya pemandangan. Berdasarkan pemandangan dari atas pesawat ini, kota Manila nampak seperti sebuah lembah yang dikelilingi oleh perbukitan.

Imigrasi di bandara tidak setegang dan mencemaskan seperti di Australia. Petugas nampaknya ramah. Pemeriksaan dokumen berlansung cepat. Memang ada juga beberapa teman kopernya harus dibuka, namun sikap mereka ramah tidak menakutkan, sekali lagi tidak seperti Australia yang sangat menjenkelkan. Malah petugas pabean yang memeriksa saya bertanya dengan sopan alasan kami berkunjung ke philipina. Sungguh menyenangkan sama dengan bandara Thailand yang tidak banyak tetek bengek yang menjengkelkan.
Secara fisik penampilan orang philipina sama dengan orang Indonesia. Sehingga kita susah membedakan antara orang Philipina dengan orang Indonesia. Jika dilihat secara lebih spesifik prototype orang philipina kebanyakan cendrung pada prototype orang batak. Demikian juga irama bahasa tagalog yang mereka gunakan mendekati dialek Batak, tapi tidak kata-katanya atau kosakatanya.
Sepanjang perjalanan dari bandara ke Manila yang b erjarak hanya 2 km, kami juga melihat rumah-rumah reot dari seng seperti yang banyak kita jumpai di Indonesia. Ketika kenderaan berhenti pada lampu merah, beberpa pengemis ada yang menggendong anak, datang meminta sedekah. Pedagan asongan banyak juga dijalanan. Rata-rata prempuan philipina yang melintas di jalanan, baik tua maupun muda suka berpakaian minim, ini yang nampak kontras dengan pemandangan di jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia maupun Jakarta.

No comments:

Post a Comment