SKRIPSI . . . OH . . .OH . . . SKRIPSI


Menyedihkan, dan tragis, pada hari pendidikan Nasional, seharusnya insan pendidikan bergembira merayakan dan memperingati hari pendidikan, namun dinodai dengan kejadian tragis, seorang dosen tewas tragis dibunuh oleh mahasiswanya. Persoalan, katanya masalah skripsi.
Skripsi, tugas yang paling tidak menyenangkan ketika kuliah S1. Dan rasanya sangat  tidak pantas, tugas yang  angka kreditnya  hanya 6 tapi menyelesaikannya bisa setahun, atau dua tahun, yang  lebih fatal lagi membuat mahasiswa gagal menyelesaikan kuliahnya, sehingga kredit semester yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun dengan susah payah dengan jerih payah orang tua yang membanting tulang untuk membiayainya menjadi sia-sia.
Saya masih ingat ketika S1 dulu. Proses penyelesaian skripsi sungguh menjengkelkan dan membuat frustasi. Bukan karena sukar menulisnya, tapi lebih  banyak masalah berhubungan dengan dosen. Kawan-kawan satu lighting dengan saya ketika itu lebih banyak yang mundur, dan memilih jalur SKS saja, dari pada mengambil jalur skripsi. Namun sebagai seorang mahasiswa dan sekaligus seorang guru, kurang sreg juga rasanya tamat S1 tanpa skripsi. Namun rupanya, tantangan yang dihadapi sungguh menyakitkan dan mengesalkan.
Waktu itu pemimbing skripsi 3 orang, pembimbing 1, pembimbing 2 dan pembimbing 3. Pembimbing 2 dan 3 saya tidak ada masalah semuanya lancar-lancar saja. Yang bermasalah saya pembimbing 1. Dan ia nampaknya sangat dominan. Tidak akan pernah saya lupakan, saya mengantar proposal malam hari kerumahnya dengan seorang teman yang juga guru. Kami masuk kepekarangan rumahnya dengan sambutan gegap gempita gonggongan anjing. Ngeri juga memarkir kenderaan roda dua sambil diiringi anjing yang selalu menyalak satu meter dari kita dengan mata. Menuju ke teras rumah sang dosen dengan terus diikuti gonggongan anjing dan rasa siap untuk menggigit. Dengan diterangi lampu teras rumahnya yang temaram mengetuk pintu. Sejenak dari dalam rumah sang dosen menyingkap gorden kemudian ditutup kembali, berarti ia telah mengetahui kedatangan kami. Menunggulah kami dalam temaram malam dalam sepi sambil mengusir nyamuk-nyamuk yang tidak ada pengertian. Anjing-anjing telah mengundurkan diri, mungkin sudah capek menggongong.
Hampir satu jam kemudian pintu rumah baru di buka, sang dosen menongolkan wajahnya sambil berkata ketus, “Saya tidak ada waktu terima tamu malam ini”. Kemudian  bergerak untuk kembali menutup pintu. Namun kawan saya yang kebetulan orang Sunda, pernah menjadi guru teladan nasional dan sangat terkenal sopannya, cepat membungkuk, sambil berkata” Maaf Pak, kami kemari bukan untuk bertamu, hanya mengantarkan proposal penelitian saja, itupun kalau Bapak berkenan untuk menerimanya”
Mungkin melihat begitu sopannya kawan ini, hatinya tergerak juga. Tanpa senyum ia berkata, “Mana?”
Segera kami serahkan proposal kami, kemudian pintu kembali tertutup. Mulailah penantian yang tidak menentu, sebulan, dua bulan hampir tiga bulan baru ada beritanya. Penuh coretan-coretan yang sangat sukar dimengerti maksudnya. Dan setiap diperbaiki memakan waktu berbulan-bulan baru diperiksa. Setelah diperiksa salah terus… salah terus.. tanpa tahu dimana salahnya. Akhirnya saya frustasi, dengan pembimbing 2 dan 3 sudah ACC sampai BAB V, sedangkan dosen yang satu itu BAB I saja belum clear. Kalau diteruskan mungkin bisa DO saya karena kehabisan waktu. Saya hanya bisa mengadu ke pada YANG DIATAS. Tiap malam saya sempatkan tahajut, memmohon bantuanNYA. Nekat saja Skripsi saya itu saya jilid rapi untuk didaftarkan ujian akhir. Tiga hari menjelang waktu ujian saya datangi dia dengan membawa 5 eksemplar skripsi yang sudah dijilid rapi dan sudah di OK kan oleh pembimbing 2 dan 3. Saya temui dia di rungannya. Menengok skripsi yang sudah terjilid rapi maka meledaklah ia,”Ini apa-apaan, ini sudah selesai dan saya belum ada ACC satu BAB pun”
Dengan gemetar dan suara yang saya usahakan sesopan mungkin saya jelaskan tenggang waktu perkuliahan saya hampir habis, dan jadwa ujian akhir 3 hari lagi. Dengan mengeram dia berkata marah” ITU TIDAK URUSAN SAYA”.  Ia segera berdiri dan meninggalkan ruangannya. Dan saya berdiri mematung dengan baju basah kuyup karena keringat. Bingung sedih putus asa…..
Ajaib, inilah mungkin hasil tahajut saya, tidak lama kemudian  ketika saya termenung putus asa di perpustakaan dia datang mencari saya. Kali ini sangat ramah dan memakai bahasa daerah, “ Ma skripsi tadi”
Sedikit heran saya serahkan semua, dengan cepat ditandatanganinya semua. Kemudian ia memandang tersenyum kepada saya,  “ALAH SANANG HATI ANG” (Sudah senang hati kamu) Oh betapa bahagianya saya saat itu, doa saya dijabah oleh yang maha kuasa.
Pengalaman pahit ini tidak hanya saya saja yng mengalaminya, ini juga dialami oleh teman-teman yang kebetulan waktu itu sudah menjadi dosen. Banyak dari mereka terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas. Namun sama dengan saya banyak yang hampir pingsan  menghadapi dosen yang satu ini. Dan bincang-bincang dengan teman guru lain, rupanya diperguruan tinggi lainnya banyak mahasiswa mengalami perlakuan tidak manusiawi ini.
Ketika menyusun Thesis untuk S2 tidak serumit menulis skripsi. Pembimbing ada 2. Pembimbing 1 Professor, Pembimbimbing 2 Doktor. Sistem mereka berbeda. Thesis tidak dibawanya pulang. Untuk konsultasi perjanjian dulu melalui telpon. Dan keduanya sangat ramah, sehingga untuk bertemu konsultasi tidak perlu stress.
Thesis kita di periksa sambil konsultasi dengan kita. Pembimbing 2 sangat ketat, setiap paragraph di diskusikan dengan serius, sehingga apa yang harus ada setiap BAB itu jelas. Dan ini nantinya menjadi modal bagi saya dalam melatih kawan-kawan guru dalam menulis KTI. Rinci sekali, bagaimana menemukan masalah, bagaimana dari masalah menjadi judul. BAB I latar belakang, apa yang harus ditulis pada paragraph pertama dan seterusnya. Setiap BAB itu jelas sekali apa yang harus ditulis. Sehingga dalam melatih kawan-kawan guru saya menjadi percaya diri.  Untuk membantu teman-teman saya menyediakan blog khusus tentang karya ilmiah “ Menulis bersama aswir. Blogspot.com”
Namun bukan semua mahasiswa S2 yang lancar seperti saya ceritakan itu.  Seorang teman yang tidak satu jurusan dengan; dan dia juga dikenal sebagai seorang ustad juga bermasalah dengan dosen pembimbingnya. Setiap datang, selalu dimarahi, tidak ada yang diperbuatnya yang betul, padahal menurut kawan tersebut sang pembimbing belum membacanya tapi sudah menyalahkan saja, sehingga sampai puncaknya teman ini meledak dan mengejar dosen itu dengan pecahan kaca. Untung banyak yang melerai.  Karena kasus ini ia kena skorsing, namun setelah masalah skorsingnya habis dia diizinkan untuk melanjutkan thesisnya dan pembimbing yang bermasalah dengannya itu diganti.
Sampai sekarang saya selalu terpikir kenapa ada dosen yang begitu gemar mempersulit masiswa seperti itu. Saya yakin kalau dosen pembimbing skripsi dan thesis seperti 2 orang pembimbing thesis saya, tidak aka nada mahasiswa yang gagal kuliahnya hanya karena tugas akhir itu. Tentu saja ini hanya berlaku untuk mahasiswa yang serius tidak yang memang pemalas.
Saya melihat, kadangkala yang ditulis mahasiswa S1 bukan lagi skripsi tapi sudah Thesis yang sebenarnya bukan lagi untuk mahasiswa S1.  Dan penjelasan apa yang harus ditulis  tidak pula jelas.


Saya berharap semoga tidak ada lagi mahasiswa mengalami nasib jelek  seperti yang saya alami ketika membuat skripsi itu. Semoga para dosen melaksanakan tugasnya dengan tulus membantu mahasiswa, dan memberi penjelasan apa yang seharusnya mereka buat, bukan hanya dengan kalimat standar, “Belajar…belajar, baca… baca! Semoga tidak ada lagi yang gagal karena hanya menulis skripsi yang dulu hanya 6 kredit SKS, apalagi sampai ada korban nyawa seperti di Sumut itu. Mudah-mudahan.

1 comment: