PENGEMBANGAN MODEL PENANGGULANGAN PERILAKU KEKERASAN BERBASIS OPTIMALISASI POTENSI SOFT SKILLS

Oleh:
Syamsul Bachri Thalib

ABSTRAK
 Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model penanggulangan perilaku kekerasan. Subjek/informan dalam penelitian adalah siswa-siswa SMAN, guru mata pelajaran/orangtua siswa, wali kelas, dan guru BK. Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan pedoman FGD, dan alat perekam pengambilan data di lapangan. Di samping itu, juga digunakan skala, yakni skala soft skills (kontrol diri dan kematangan emosional, konsep diri, komunikasi interpersonal, dan keterampilan sosial), dan skala perilaku kekerasan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan siswa adalah (a) ketidakpedulian orangtua berkaitan dgn faktor status sosial ekonomi, (b) kehidupan keluarga yang kurang harmonis, (c)  pengaruh pergaulan dengan teman sebaya, (d) tayangan peristiwa kekerasan di media massa, (e)  pengasuhan orangtua yang otoriter, (f) pengaruh faktor lingkungan sosial, (g) pembelajaran yang lebih berorientasi pada aspek kognitif, (h) kurangnya kontrol dari orangtua, (i) rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama di kalangan siswa, (j) kurangnya aktivitas pengembangan diri, (k) faktor kepribadian, temperamental, sulit mengontrol diri, dan emosional, (l) faktor personal, hubungan antar pribadi, dan (m) penggunaan minuman keras dan obat-obat terlarang. (2) Terdapat pengaruh negatif keterampilan soft skills terhadap kecenderungan perilaku kekerasan. (3) Terdapat pengaruh negatif kontrol diri terhadap perilaku kekerasan. (4) Terdapat pengaruh negatif konsep diri terhadap perilaku kekerasan. (5) Terdapat pengaruh negatif keterampilan komunikasi terhadap perilaku kekerasan. (6) Terdapat pengaruh negatif keterampilan sosial terhadap perilaku kekerasan.

Katakunci: Perilaku kekerasan, soft skuills.

Overcome Model for Violence Behavior based on Optimalization of Soft Skills Potential
By
Syamsul Bachri Thalib
Ahmad Razak
M. Ahkam
Abdullah Sinring
 
This study aimed at improving overcome model for violence behavior.            Subjects/informant of this study were senior high school students, teachers/student’s parents, and teacher of counseling and guidance. Instruments of this study were guidance interview, focus group discussion guidance and recorder for data collecting on field. In addition, soft skills scale (self control and emotional maturity, self concept, interpersonal communication, social skill) and violence behavior scale were also used.
The result of data analysis showed that (1) Causation factors of student’s behavior violence. Causation factors could be classified into 2 categories, i.e. internal factor and external factor. Those factors including family factor, school, social cultural, and student personality. Influenced factors to the violence behavior of student, i.e. (a) parents’ ignorance concerning social economy factor, (b) inharmonious family life, (c) affectation of peer group, (d) publication of violence behavior in mass media, (e) authoritative caring of parents, (f) influence of social factor, (g) less control from parents, (h) low level of understanding and application of religion values among students, (i) less self improvement activities, (j) personality factor, temperamental, less self control, and emotional, (k) personal factor, interpersonal relationship, and (l) addictive drugs and alcohol abuse. (2) Negative affectation of soft skill ability to violence behavior tendency was found. (3) Negative affectation of self control to violence behavior was found. (4) Negative affectation of self concept to violence behavior was found. (5) Negative affectation of communication skill to violence behavior was found. (6) Negative affectation of social skill to violence behavior was found.Key words: Violence, soft skills.

Pendahuluan
Secara faktual diakui bahwa perilaku kekerasan remaja tidak terbatas hanya di negara-negara berkembang. Data statistik tentang kekerasan berdasarkan laporan kepolisian internasional  mencatat hal penting keberadaan variasi mengenai tingkat kekerasan di dunia. Catatan tersebut mengungkapkan bahwa tingkat kekerasan di AS yang melibatkan remaja sebanyak 10 hingga 20 kali lebih tinggi daripada di negara-negara industri lainnya dan jauh lebih tinggi lagi dibandingkan negara-negara berkembang (Gilligan, 1997; Wimbarti, 1997). Menurut survei nasional AS, sekitar 3 juta peristiwa kekerasan terjadi di lingkungan persekolahan setiap tahun, 16.000 peristiwa kekerasan di sekolah  setiap hari, atau satu peristiwa setiap 6 menit (APA Public Communications, 1999).
Di Indonesia, seiring dengan peningkatan perilaku kekerasan di masyarakat pada umumnya, perilaku kekerasan  di kalangan siswa juga tampak semakin meningkat. Berbagai bentuk peristiwa kekerasan secara fisik dan verbal tidak hanya terjadi secara musiman, melainkan dapat terjadi setiap saat, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Di Sulawesi Selatan, sebagaimana halnya di wilayah-wilayah lainnya, fenomena perilaku kekerasan yang melibatkan siswa-siswa juga tampak semakin meningkat. Selama periode Nopember 1999-Juni 2000 terdapat 101 kasus kekerasan yang melibatkan remaja seperti tawuran siswa antar sekolah, pencurian dengan kekerasan, pembunuhan, perampokan, pelecehan seksual, dan berbagai tindak kekerasan lainnya (Tompo, dalam Thalib, 2007).
Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor dan model penanggulangan perilaku kekerasan berbasis optimalisasi potensi soft skills. Masalah rendahnya aktualisasi potensi soft skills siswa merupakan faktor utama dalam pengembangan secara utuh karakter kepribadian siswa, bahkan menjadi sumber berbagai permasalahan, termasuk perilaku kekerasan, gangguan psikologis lainnya seperti depresi, kecemasan, konflik dengan teman sebaya, guru, dan orangtua siswa. Soft skills merupakan keunggulan personal seseorang yang terkait dengan hal-hal non-teknis, termasuk di antaranya kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan kemampuan kontrol diri. 

Kajian Pustaka
a. Perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan sebagai perilaku yang dialami oleh anggota kelompok lain dalam budaya yang sama sebagai pelanggaran norma perilaku interpersonal yang dipolakan secara kultural, menggambarkan perilaku destruktif yang sulit dikontrol, perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang bervariasi mulai dari kekerasan yang tergolong ringan hingga yang tergolong serius seperti ancaman verbal, keinginan bunuh diri atau tindakan pembunuhan, perilaku kekerasan menggambarkan dorongan kekuasaan dan kekuatan untuk melukai dan menyakiti orang lain (Acher dan Brown, dalam Semin & Fiedler, 1996; Berkowitz (1993a; Naverson, 1980; Lore dan Schults, 1993; Whitaker,1993; Ursin & Olff, 1995; Mead, dalam Roark, 1993). 
Perilaku kekerasan sebagai perilaku yang bersifat mengancam atau secara aktual menimbulkan dampak negatif, baik secara fisik, psikis, sosial, integritas pribadi, objek atau lingkungan, perilaku kekerasan sebagai tindakan atau perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, kerusakan, mengandung bahaya, ataupun tindakan destruktif lainnya yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (Berkowitz, 1993a; Berkowitz, 1993b; Bushman & Baumeister,1998; Gilligan, 1997; Lystad, dalam Roark, 1993; Marshall, 1993; Bishop, 1992; Harris, 1992; Truscott, 1992; Wimbarti, 1997; Suryabrata, 2000).
Perilaku kekerasan menggambarkan fenomena yang multidimensional yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat kompleks. Secara umum Allan et al. (1997) menjelaskan faktor-faktor keluarga, sekolah, sosial budaya, dan kepribadian sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku kekerasan siswa. Selain itu, variabel demografis seperti jenis kelamin, urutan kelahiran, usia, pengalaman prasekolah, jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orangtua, status sosial ekonomi orangtua dan lingkungan fisik seperti iklim, cuaca, kepadatan penduduk berhubungan pula dengan perilaku kekerasan (Conger et al., 1999; Cohen, 1998; Rivinus & Larimer, 1993; Bishop, 1992; Kinoshita, 1999; Marzuki, 1995; Inomata, 1996; Grusec, 1997; Patterson & Stouthamer-Loeber, 1984; Murray, 2000; Beckham et al., 1997; Conger et al., 1999; Edleson, 2000; Thalib, 2000; Wimbarti, 1996).
Konsep diri berhubungan dengan perilaku kekerasan. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang memiliki konsep diri positif akan memandang dirinya secara positif, penuh percaya diri dan selalu ingin mencoba pengalaman baru yang berguna. Sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri negatif akan memandang dirinya secara negatif yang dapat menimbulkan kecenderungan perilaku antisosial termasuk perilaku kekerasan (Bridges, 2000; Partosuwido, 1993). Kontrol diri yang rendah secara bersama-sama dengan religiusitas dan harga diri yang rendah berkorelasi secara signifikan dengan perilaku kekerasan siswa. Siswa yang memiliki kontrol diri rendah tidak akan mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya secara positif serta mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi (Thompson, 1981; Augustin, 1998; Winfree & Frances, 1998; Bushman & Baumeister, 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan siswa SMU diklasifikasikan dalam dua kelompok utama, yaitu (a) faktor ekstrinsik atau faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa termasuk faktor demografis, seperti jenis kelamin, pendidikan orangtua, usia, status sosial ekonomi orangtua, faktor  sosial, seperti pengalaman perilaku kekerasan, pengasuhan orangtua, interaksi guru-siswa, dan pengaruh teman sebaya, (b) faktor intrinsik atau faktor-faktor yang bersumber pada diri siswa termasuk sifat-sifat kepribadian, temperamen, konsep diri, kontrol diri, dan harga diri. Aspek-aspek psikologis ini termasuk dalam ketegori soft skills.

b. Soft skills
Dewasa ini keunggulan sumber daya manusia menjadi fokus perhatian agar memiliki daya saing dan daya sanding yang kompetitif dan komparatif. Hal ini menuntut peningkatan kompetensi sumber daya manusia, termasuk dalam bidang pendidikan. Kompetensi merupakan serangkaian kemampuan seseorang yang memungkinkannya melakukan sesuatu yang membawa hasil seperti yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran. Hal ini berarti proses pembelajaran di sekolah diharapkan lebih berorientasi pada penguasaan kompetensi secara holistik yang tercakup dalam seluruh aspek pembelajaran, termasuk penguasaan atas pengetahuan intelektual yang bersifat kognitif, kemampuan afektif, sikap dan karakter pribadi yang dimilikinya. Aspek afektif, sikap, dan karakter pribadi dapat dikembangkan melalui layanan aktivitas non-intelektual. Salah satu layanan pengembangan aspek non-intelektual ini dapat dilakukan melalui kegiatan soft skills. Soft skills merupakan keunggulan personal seseorang yang terkait dengan hal-hal non-teknis, termasuk di antaranya kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan diri sendiri. Secara lebih rinci, Soelistyiyowati (2008) menjelaskan hakikat dan komponen, serta indikator soft skills. Soft skills adalah suatu kemampuan yang bersifat afektif yang dimiliki seseorang, selain kemampuannya atas penguasaan teknis formal intelektual suatu bidang ilmu, yang memudahkan seseorang untuk dapat diterima di lingkungan hidupnya dan lingkungan kerjanya, soft skills berpengaruh kuat terhadap kesuksesan seseorang dan memperkuat pembentukkan pribadi yang seimbang dari segi hard skill. Jadi, soft skills adalah kemampuan yang dimiliki seseorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan seseorang untuk mengerti kondisi psikologis diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran, dan sikap serta perbuatan yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Selanjutnya, Swiderski (dalam Soelistiyowati, 2008) menjelaskan bahwa soft skills terdiri atas 3 faktor utama, yaitu: (a) Kemampuan psikologis, yakni kemampuan yang dapat membuat seseorang bertindak atas pertimbangan pemikiran sehingga tercipta perilaku yang sesuai dengan apa yang ada di pikirannya, termasuk kemampuan kontrol diri dan konsep diri. Kemampuan psikologis lebih pada apa yang ada di dalam diri manusia, yang dapat membantu seseorang tersebut untuk mengerti diri sendiri dan orang lain dalam hubungannya dengan orang lain, dan lingkungannya. (b) Kemampuan sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk berinteraksi dan membawa diri dalam pergaulan dalam kelompoknya. (c) Kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan yang meliputi upaya penyampaian pesan dan informasi baik yang tertulis, tidak tertulis, verbal maupun non verbal; kemampuan seseorang dalam mengemukakan maksud dalam berkomunikasi sehingga dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada 4 klaster utama pembentuk soft skills siswa, yaitu interaksi, manajemen pribadi, kemampuan komunikasi, dan kemampuan mengorganisasikan sesuatu. Keempat klaster ini secara bersama-sama menambah kualitas lulusan terutama dalam hal-hal yang non ilmu di dalam dunia kerja. (a) Interaksi (interaction) yang meliputi kesadaran bersikap, kemampuan mengatasi konflik, kemampuan bekerja sama, kemampuan mentolerir perbedaan, etika, kemauan bekerja dalam tim. Kemampuan berinteraksi ini disebut sebagai kemampuan sosial karena lebih tentang kaitannya dalam berhubungan dengan lingkungannya. (b) manajemen pribadi (self-management), kemampuan membuat keputusan, kemauan untuk belajar, disiplin diri, kemampuan untuk introspeksi diri, kemampuan menanggulangi stres. Deskripsi ini disebut juga sebagai kemampuan psikologis, yang berusaha untuk mengerti diri sendiri dan orang lain dalam rangka menjalin hubungan dengan orang lain ddalam kehidupan dan dunia kerja. (c) kemampuan berkomunikasi (communication skills), termasuk kemampuan mendelegasikan tugas, kemampuan mendengarkan, dan kemampuan melakukan presentasi. (d) kemampuan mengorganisasi segala sesuatu (organization), termasuk kemampuan mengatasi masalah berdasarkan pertimbangan nilai dan kepentingan, proses berpikir yang sistematis, dan kemampuan untuk mengenali sumber permasalahan.

Metode Penelitian
a.    Subjek/Informan penelitian

Subjek/informan dalam penelitian adalah siswa-siswa SMAN, guru mata pelajaran/orangtua siswa, wali kelas, dan guru BK. Pengambilan siswa sebagai subjek penelitian dilakukan dengan memilih salah satu kelas pada sekolah yang menjadi lokasi penelitian. Jumlah siswa seluruhnya yang terpilih sebagai sampel penelitian sebanyak 296 orang (laki-laki sebanyak 130 dan perempuan sebanyak 166). 
b. Definisi operasional
a. Perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah bentuk khusus perilaku agresi yang secara aktual menimbulkan dampak negatif, termasuk merusak, menyakiti, melukai dan atau merugikan orang lain atau obyek perilaku kekerasan secara fisik maupun verbal. Aspek-aspek kekerasan fisik termasuk menjambak rambut, melemparkan sesuatu, mendorong, menampar, menggigit, menghajar, meninju, dan serangan dengan benda tajam. Aspek kekerasan verbal termasuk merengut, menolak berbicara, berteriak, menjerit, mengutuk, menghina, mencaci-maki, dan memfitnah.   
b. Soft skills adalah kemampuan yang dimiliki seseorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan seseorang untuk mengerti kondisi psikologis diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran, dan sikap serta perbuatan yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Soft skills terdiri atas 4 faktor utama, yaitu, (a) kemampuan kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan; kontrol diri berkaitan pula dengan keterampilan emosional, yaitu kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan perasaan. Melalui keterampilan emosional, seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati; (b) konsep diri, yaitu konsep diri merupakan gambaran diri, penilaian diri, dan penerimaan diri yang berifat dinamis, terbentuk melalui persepsi dan interpretasi terhadap diri sendiri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum (general self-concept) dan konsep diri yang lebih spesifik (specific self-concep ) termasuk konsep diri akademis, sosial, dan fisik; (c) keterampilan sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk berinteraksi dalam pergaulan sosial; (d) keterampilan komunikasi, yaitu kemampuan yang meliputi upaya penyampaian pesan dan informasi baik yang tertulis, tidak tertulis, verbal maupun non verbal, kemampuan seseorang dalam mengemukakan maksud dalam berkomunikasi sehingga dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman
c. Teknik pengumpulan data dan analisis data
Berdasarkan tujuan penelitian, maka pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan FGD. Wawancara mendalam (in-dept interview) dilakukan secara individual dengan orangtua siswa, wali kelas, dan guru BK. Di samping itu juga dilakukan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion, disingkat FGD) terhadap siswa-siswa. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku responden mengenai perilaku kekerasan yang mencakup jenis dan bentuk-bentuk perilaku kekerasan, faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan, frekuensi terjadinya perilaku kekerasan, usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan, dampak perilaku kekerasan, dan model penanggulangan perilaku kekerasan. FGD digunakan untuk mengumpulkan data tentang faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan, usaha mengatasi perilaku kekerasan, dampak perilaku kekerasan, dan optimalisasi potensi soft skills siswa.  Selanjutnya, skala digunakan untuk mengumpulkan data tentang kecenderungan perilaku kekerasan dan potensi soft skills siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif interpretatif dan analisis kuantitatif. 


Hasil Penelitian

Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) Jenis-jenis dan bentuk perilaku kekerasan Berbagai jenis dan bentuk perilaku kekerasan  tersebut dapat pula dibedakan ke dalam empat jenis kekerasan, yaitu (a) kekerasan instrumental yaitu kekerasan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti siswa yang meninju dinding kelas hanya karena bermaksud memperlihatkan kehebatannya, (b) kekerasan ekspresif, yaitu kekerasan yang bertujuan menyakiti orang lain, seperti siswa yang meninju siswa lainnya sebagai tindakan balas dendam, (c) kekerasan secara kultural, yaitu kekerasan yang diterima secara kultural, seperti ucapan-ucapan yang bernada kekerasan tetapi sudah menjadi kelaziman dalam masyarakat tertentu, dan (d) kekerasan non-kultural, yaitu kekerasan yang tidak dilegitimasi sesuai dengan norma-norma kultural, seperti memukul, menendang, meninju, mencaci-maki, menggertak/ mengancam, dan bentuk-bentuk kekerasan fisik dan verbal lainnya, (e) kekerasan simbolik, seperti membawa badik, merokok di lingkungan persekolahan, minum minuman keras, mengkonsumsi obat-obat terlarang, dan (f) kekerasan seksual, baik secara fisik maupun verbal. (2) Faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan siswa. Faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yakni faktor internal atau faktor yang bersumber pada diri siswa dan faktor eksternal atau faktor yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut mencakup baik faktor keluarga, sekolah, sosial budaya, dan kepribadian siswa. Secara lebih rinci, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan siswa adalah (a) ketidakpedulian orangtua berkaitan dgn faktor status sosial ekonomi, (b) kehidupan keluarga yang kurang harmonis, (c)  pengaruh pergaulan dengan teman sebaya, (d) tayangan peristiwa kekerasan di media massa, (e)  pengasuhan orangtua yang otoriter, (f) pengaruh faktor lingkungan sosial, (g) pembelajaran yang lebih berorientasi pada aspek kognitif, (h) kurangnya kontrol dari orangtua, (i) rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama di kalangan siswa, (j) kurangnya aktivitas pengembangan pengembangan diri (soft skills), (k) faktor kepribadian, temperamental, sulit mengontrol diri, dan emosional, (l) faktor personal, hubungan antar pribadi, dan (m) penggunaan minuman keras dan obat-obat terlarang. (3) Pengetahuan, sikap, dan perilaku guru/orangtua terhadap perilaku kekerasan. Pengetahuan, sikap, dan perilaku guru dan orangtua terhadap perilaku kekerasan adalah (a) perilaku kekerasan termasuk di kalangan siswa sudah semakin memprihatinkan, (b) kekerasan mencakup kekerasan fisik dan non fisik, (c) perlu pencegahan dan tindakan korektif karena tindakan kekerasan ditinjau dari segi manapun itu tidak baik sangat tercela. (d) perilaku kekerasan merupakan tindakan tercela, dosa, amoral, (e) kemampuan yang harus dimiliki siswa sehingga tidak melakukan kekerasan adalah memperbaiki hubungan interpersonal dan antarpersonal, dan (f) perlunya pembelajaran yang berorientasi pengembangan ragam kemampuan dan keterampilan siswa. (4) Usaha-usaha untuk menanggulangi perilaku kekerasan siswa. Usaha-usaha untuk menanggulangi perilaku kekerasan siswa adalah (a) penerapan tata tertib dan aturan dengan tegas, (b) mengintensifkan layanan bimbingan pribadi dan keagamaan, (c) mengaktifkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler (kegiatan sosial, dan pelatihan pengembangan diri), (d) melakukan pendekatan personal dan persuasif kepada siswa yang cenderung melakukan perilaku kekerasan, (e) orangtua dan guru menjalankan fungsinya dengan baik (fungsi mengajar, mendidik, dan membimbing), (f) meningkatkan kompetensi guru, (g) meningkatkan kerja sama sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat, (h) meningkatkan kegiatan bimbingan, dan konseling psikologis bagi siswa-siswa bermasalah. (5)  Model penanggulangan perilaku kekerasan siswa. Model penanggulangan perilaku kekerasan siswa dapat dilakukan, baik secara preventif maupun korektif. Model preventif atau perncegahan secara konkrit dapat dilakukan melalui pengembangan potensi soft skills siswa oleh semua staf sekolah, baik guru mata pelajaran, guru BK, dan staf sekolah lainnya. Di samping itu, tindakan korektif melalui layanan konseling, baik secara individual maupun konseling kelompok juga dapat dilakukan, terutama oleh konselor sekolah dan psikolog. (6) Terdapat pengaruh negatif keterampilan soft skills terhadap kecenderungan perilaku kekerasan. (7) Terdapat pengaruh negatif kontrol diri terhadap perilaku kekerasan. (8) Terdapat pengaruh negatif konsep diri terhadap perilaku kekerasan. (9) Terdapat pengaruh negatif keterampilan komunikasi terhadap perilaku kekerasan. (10) Terdapat pengaruh negatif keterampilan sosial terhadap perilaku kekerasan.
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, dikemukakan kesimpulan, sebagai berikut:
1. Jenis-jenis dan bentuk perilaku kekerasan
Berbagai jenis dan bentuk perilaku kekerasan  tersebut dapat pula dibedakan ke dalam empat jenis kekerasan, yaitu (a) kekerasan instrumental yaitu kekerasan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti siswa yang meninju dinding kelas hanya karena bermaksud memperlihatkan kehebatannya, (b) kekerasan ekspresif, yaitu kekerasan yang bertujuan menyakiti orang lain, seperti siswa yang meninju siswa lainnya sebagai tindakan balas dendam, (c) kekerasan secara kultural, yaitu kekerasan yang diterima secara kultural, seperti ucapan-ucapan yang bernada kekerasan tetapi sudah menjadi kelaziman dalam masyarakat tertentu, dan (d) kekerasan non-kultural, yaitu kekerasan yang tidak dilegitimasi sesuai dengan norma-norma kultural, seperti memukul, menendang, meninju, mencaci-maki, menggertak/ mengancam, dan bentuk-bentuk kekerasan fisik dan verbal lainnya, (e) kekerasan simbolik, seperti membawa badik, merokok di lingkungan persekolahan, minum minuman keras, mengkonsumsi obat-obat terlarang, dan (f) kekerasan seksual, baik secara fisik maupun verbal.
2. Faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan siswa
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yakni faktor internal atau faktor yang bersumber pada diri siswa dan faktor eksternal atau faktor yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut mencakup baik faktor keluarga, sekolah, sosial budaya, dan kepribadian siswa. Secara lebih rinci, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan siswa adalah (a) ketidakpedulian orangtua berkaitan dgn faktor status sosial ekonomi, (b) kehidupan keluarga yang kurang harmonis, (c)  pengaruh pergaulan dengan teman sebaya, (d) tayangan peristiwa kekerasan di media massa, (e)  pengasuhan orangtua yang otoriter, (f) pengaruh faktor lingkungan sosial, (g) pembelajaran yang lebih berorientasi pada aspek kognitif, (h) kurangnya kontrol dari orangtua, (i) rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama di kalangan siswa, (j) kurangnya aktivitas pengembangan pengembangan diri (soft skills), (k) faktor kepribadian, temperamental, sulit mengontrol diri, dan emosional, (l) faktor personal, hubungan antar pribadi, dan (m) penggunaan minuman keras dan obat-obat terlarang.
b. Usaha-usaha untuk menanggulangi perilaku kekerasan siswa
Usaha-usaha untuk menanggulangi perilaku kekerasan siswa adalah (a) penerapan tata tertib dan aturan dengan tegas, (b) mengintensifkan layanan bimbingan pribadi dan keagamaan, (c) mengaktifkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler (kegiatan sosial, dan pelatihan pengembangan diri), (d) melakukan pendekatan personal dan persuasif kepada siswa yang cenderung melakukan perilaku kekerasan, (e) orangtua dan guru menjalankan fungsinya dengan baik (fungsi mengajar, mendidik, dan membimbing), (f) meningkatkan kompetensi guru, (g) meningkatkan kerja sama sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat, (h) meningkatkan kegiatan bimbingan, dan konseling psikologis bagi siswa-siswa bermasalah.
5. Model penanggulangan perilaku kekerasan siswa
Model penanggulangan perilaku kekerasan siswa dapat dilakukan, baik secara preventif maupun korektif. Model preventif atau perncegahan secara konkrit dapat dilakukan melalui pengembangan potensi soft skills siswa oleh semua staf sekolah, baik guru mata pelajaran, guru BK, dan staf sekolah lainnya. Di samping itu, tindakan korektif melalui layanan konseling, baik secara individual maupun konseling kelompok juga dapat dilakukan, terutama oleh konselor sekolah dan psikolog.
6.  Terdapat pengaruh negatif keterampilan soft skills terhadap kecenderungan perilaku kekerasan.
7.  Terdapat pengaruh negatif kontrol diri terhadap perilaku kekerasan.
8.  Terdapat pengaruh negatif konsep diri terhadap perilaku kekerasan.
9.  Terdapat pengaruh negatif keterampilan komunikasi terhadap perilaku kekerasan.
10. Terdapat pengaruh negatif keterampilan sosial terhadap perilaku kekerasan.
B. Saran-saran
1. Adanya berbagai jenis/bentuk perilaku kekerasan yang terjadi di kalangan siswa-siswa, baik kekerasan fisik maupun verbal, kiranya diperlukan upaya intensif untuk mengatasi dan atau mencegah terjadinya perilaku kekerasan tersebut. Perilaku kekerasan siswa berdampak negatif negatif, baik bagi siswa itu sendiri (prestasi belajar dan masa depannya), sekolah, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.
2. Upaya mengatasi dan mencegah perilaku kekerasan siswa kiranya disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku kekerasan yang cukup beragam, termasuk  (a) ketidakpedulian orangtua, (b) kehidupan keluarga yang kurang harmonis, (c)  pengaruh pergaulan dengan teman sebaya, (d) tayangan peristiwa kekerasan di media massa, (e) pengaruh faktor lingkungan sosial, (f) pembelajaran yang lebih berorientasi pada aspek kognitif, (g) kurangnya kontrol dari orangtua, (h) rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama di kalangan siswa, (i) kurangnya aktivitas pengembangan pengembangan diri (soft skills), (j) faktor kepribadian, temperamental, sulit mengontrol diri, dan emosional, (k) faktor personal, hubungan antar pribadi, dan (l) penggunaan minuman keras dan obat-obat terlarang.
3. Perlunya peningkatan kerja sama pihak sekolah dan orangtua siswa/masyarakat dalam mengatasi dan mencegah perilaku kekerasan. Kerja sama dapat diwujudkan melalui kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan/bimbingan bagi para orangtua, keterampilan soft skills bagi siswa dan guru di sekolah.
4. Perlunya peningkatan aktivitas bimbingan dan konseling psikologis di sekolah, termasuk bimbingan sosial, pribadi, dan keagamaan, dan pengembangan potensi soft skills siswa.
5. Adanya pengaruh secara signifikan soft skills terhadap perilaku kekerasan,  kiranya tidaklah berlebihan jika faktor-faktor tersebut perlu dicermati dan menjadi fokus perhatian dalam upaya mencegah dan mengatasi perilaku kekerasan dengan segala risiko yang ditimbulkannya bagi semua pihak termasuk pihak keluarga, sekolah, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan unsur pemerintah dalam upaya pengembangan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
6. Ditemukannya pengaruh kontrol diri, konsep diri, keterampilan komunikasi dan keterampilan sosial terhadap perilaku kekerasan, kiranya faktor-faktor tersebut mendapat perhatian dalam upaya menetapkan strategi belajar mengajar dan kepembimbingan siswa. Peran aktif berbagai pihak termasuk orangtua, guru bidang studi, konselor sekolah, dan tenaga profesional lainnya untuk mendorong peningkatan kualitas temperamen, konsep diri dan ciri-ciri pribadi lainnya ke arah yang lebih positif. Kecenderungan perilaku kekerasan merupakan implementasi temperamen dan konsep diri dan faktor-faktor psikologis lainnya sehingga pembinaan dan pengembangan ciri-ciri pribadi merupakan faktor penting. Jadi, kehadiran dan peran psikolog sebagai tenaga profesional di sekolah amat diperlukan dalam upaya mencegah dan atau mengatasi kecenderungan perilaku kekerasan siswa. Sejauh ini peran psikolog sebagai tenaga profesional di sekolah, khususnya di tingkat SMTA tampaknya masih sangat terbatas.
5. Mengintensifkan keefektifan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa dan orangtua siswa, khususnya bagi orangtua yang menunjukkan hambatan dalam pengasuhan dan pembinaan kepribadian siswa.


Daftar Pustaka
Allan, J., Nairne, J., and Majcher, J. (1997). Violence and violence prevention: A review of the literature. APA Public Communications. Retrieved September 13, 2000, from the World Wide Web: http: //www. fmhi. usf. edu/ intitute/ pubs/rudo-powel-violence.html.
American Psychological Association (1996). Violence and the family: Report of the American Psychological Association presidential task force on violence and the family. Washington: APA
Augustin, B. (1998). Self-control, social-control and evolutionary psychology: Towards an integrated perspective on crime. Canadian Journal of Criminology, 34, 403-431. (From Psychological Abstracts, 1998, Abstrak 4, No. 7958).
Baumeister, R.F., Smart, L., and Boden, J.M. (1996). Relation of threaned egotism to violence and aggression: The dark side of high self-esteem. Psychological Review, 103, 5-33.
Beckham, J.C., Felman, M.E., Kirby, A.C., Herzberg, M.A., and Moore, S.D. (1997). Interpersonal violence and its correlates in Vietnam veterans with chronic posttraumatic stress disorder. Journal of Clinical Psychology, 58, 859-869.
Bishop, J.B. (1992). The changing student culture: Implications for counselors and administrators. Journal of College Student Psychotherapy,6, 37-57.
Conger, R.D., Rueter, M.A. & Elder, G.H. (1999). Couple resilience to economic pressure. Journal of Personality and Social Psychology, 76(1), 54-71.
Edleson, J.L. (2001). Should childhood exposure to adult domestic violence be defined as child maltreatment under the law? Manuscript submitted for editorial review at Child & Youth Services Review. Minneapolis: The Minnesota Center Against Violence & Abuse.
Elkin, D. dan Weiner, I.B. (1978). Development of the child. New York: John Wiley & Sonc. Inc.
Farver, J.A., Welles-Nystrom, B., Frosch, D.L., Wimbarti, S., and Hoppe-Graff, S. (1997). Toy stories: Aggression in children's narratives in the United States, Sweden, Germany, and Indonesia. Journal of Cross-Cultural Psychology, 28, 393-420.
Feldman, R. S. (1985). Social psychology. New York: McGraw-Hill Book Company.
Gilligan, J. (1997). Violence. New York: Vintage Books
Harris, J.A., Rushton, J.P., Hampson, E., and Jackson, D.N. (1996). Salivary testosterone and self-report aggressive and pro-social personality characteristics in men and women. Aggressive Behavior, 22, 321-331.
Harris, M.B. (1992). Sex, race, and experiences of aggression. Aggressive Behavior, 18, 201-217.
Inomata, J. (1996). School violence and juvenile delinquency. Asian Medical Journal, 39, 14-21.

Murray, B. (2000). Mix of sibling and parental conflict help explain aggression in boys. Monitor on Psychology, 31. 1-12.
Myers-Walls, J.A., Hinkley, K.R., and Reid, W.H. (2000). Encouraging positive self-concept in children. Paper. West Lafayette: Purdue University.
NewComb, T. M., Turner, R.H., & Converse, P.E. (1965). Social pschohology. The studi of human interaction. New York: Holt, Rinehart and Wiston, Inc.
Partosuwido, S.R. (1993). Penyesuaian diri mahasiswa dalam kaitannya dengan konsep diri, pusat kendali, dan status perguruan tinggi. Jurnal Psikologi, 1, 32-47.
Raven, J. (1977). Education, Values, and Society : The Objectives of Education and the Nature and Development of Competence. London : HK Lewis & Co. Ltd.
Roark, M.L. (1993). Conceptualizing campus violence: Definitions, underlying factors, and effects. In Leighton C. Whitaker and Jeffrey W. Pollard (Eds.) Campus violence: Kinds, causes, and cures (pp. 1-28). New York: The Haworth Press.
Soelistiyowati, E. 2008. Model evaluasi soft skills mahasiswa Bahasa Inggris. Makalah. Jakarta: Panitia Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI.
Thalib, S. (2000). Atribusi personal dan pengalaman agresif sebagai prediktor perilaku agresif siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7, 251-262.
Thalib, SB. (2007). Pengenalan diri. Makalah (tidak dipublikasikan). Fakulktas Ilmu Pendidikan: Ujung Pandang.
Thompson, S.C. (1981). Will it hurt less if I can control it? A complex answer to a simple question. Psychological Bulletin, 90, 89-101.
Ursin, H., and Olff, M. (1995). Aggression, defense, and coping in humans. Aggressive Behavior, 21, 13-19.
Whitaker, L.C. (1993). Violence is golden: Commercially motivated training in impulsive cognitive style and mindless violence. In L. C. Whitaker and J. W. Pollard (Eds.) Campus violence: Kinds, causes, and cures (pp. 45-69). New York: The Haworth Press.
Wimbarti, S. (1996). Children's aggression in Indonesia: The effect of culture, familial factors, peers, TV violence viewing, and temperament.   Dissertation. California: University of Southern California. 
Wimbarti, S. (1997). Child-rearing practices and temperament of children: Are they really determinants of children’s aggression? Psikologika: Jurnal KPemikiran dan Penelitian Psikologi,  2, 5-18.
 

No comments:

Post a Comment