Beberapa minggu
terakhir ini muncul isu-isu tentang
referendum untuk Irian Jaya yang sekarang ini lebih sering disebut dengan
papua. Referendum untuk menentukan
apakah Irian masih tetap bergabung
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau memisahkan diri. Saya kurang
tahu pasti dari mana pula ide ini muncul. Memang selama ini ada segelintir
penduduk yang tidak senang Irian bergabung dengan Indonesia. Dan ini wajar
saja, di riau yang sudah mapan saja masih terdengar ada yang menyuarakan Riau
Merdeka. Namun dalam catatan singkat ini saya ingin menekankan siapa saja yang
berpikir untuk referendum di Irian adalah mereka yang tidak mengerti dan tidak
mengetahui sejarah. Irian resmi masuk ke NKRI sudah melalui referendum yang difasilitasi PBB, dan
seratus persen yang memberikan suara pada referendum(Dulu istilahnya Pepera,
singkatan dari penentuan pendapat rakyat) menyatakan bergabung dengan NKRI.
Ketika pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda 27
Desember 1949, Belanda tidak mau menyerahkan Papua ke Indonesia. Dua tahun
setelah itu Belanda masih tetap mengangkangi Papua dan ini menyebabkan
President Sukarno meradang dan ingin merebutnya melalui pertempuran. Maka pada
tanggal 11 desember 1961 presiden pertama RI itu membentuk Trikora tiga komnado
rakyat. Maka mulailah perang merebut Irian barat.
Disamping
berperang, diplomat Indonesia berhasil menggalang kekuatan negara asia di PBB.
Ketika itu sekjen PBB berasal dari Burma, (Myanmar) U Thant. Disebabkan oleh
kepiawaian diplomat kita ketika itu Amerika Serikat bersedia menjadi mediator
perundingan antara Indonesia dan Belanda pada 15 Agustus 9162 di New York.
Indonesia diwakili oleh Adam Malik dan Belanda oleh Jan Herman Van Royen dan
C.W.A. Schurmann.
Perundingan ini
menghasilkan kesepakatan New York
agreement 1962. Dalam
kesepakatan ini Belanda bersedia menyerahkan Papua ke Indonesia. Namun agar
supaya belanda tidak kehilangan muka maka salah satu syaratnya adalah melalui
referendum. Karena kondisi geografis Papua penetuan Pepera dilaksanakan selama
3 tahap yang dimulai 24 Maret 1969. Pilihan dalam Pepera itu hanya 2 yaitu
bergabung dengan Indonesia atau berdiri sendiri. Pepera diikuti oleh 1.026
orang yang mewakili 800.000 rakyat Papua. Hasilnya seratus persen memilih
bergabung dengan Indonesia. Maka keluarlah resolusi PBB N0. 2504, 19 Oktober
1969 yang mengakui hasil Pepera itu.
Dari awal
dimulai merebut Papua pertempuran dan bidang diplomatik, Presiden Sukarno
mengganti sebuatan Papua dengan Irian kependekan dari Ikut Republik Indonesia Anti Nederland.
Dan sekarang
mereka yang ingin diadakan referendum kembali, berarti tidak mengakui resolusi
PBB No. 2504, 1969.dan mengabaikan kepiawaian diplomat kita di PBB serta
prajurit kita yang menyabung nyawa untuk menjadikan Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke. Demikian juga
mereka yang sekarang kembali menyebut Irian dengan Papua adalah orang yang tidak menghargai jerih payah
presiden pertama RI Sukarno dan prajurit TNI yang gugur dalam pertempuran
merebut Irian. Oleh karena itu mereka yang mengaku berjiwa nasionalis
menyadarkan mereka-mereka yang tersesat dengan menghasut rakyat Irian untuk
memisahkan diri dari NKRI
No comments:
Post a Comment