PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENGHUBUNGKAN MULTIPLE LEVEL REPRESENTASI KIMIA MAHASISWA CALON GURU PADA TOPIK HIDROLISIS GARAM MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS WEB

Ida Farida
1 Dosen Prodi Pendidikan Kimia, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Liliasari
Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini dilandasi pemikiran pentingnya pengembangan kompetensi pedagogi  mahasiswa calon guru pada area kemampuan representasi kimia, agar kelak menjadi guru yang handal di lapangan.  Kemampuan representasi merupakan aspek penting agar dapat berhasil memecahkan masalah kimia. Pemahaman seseorang terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya  mentransfer dan menghubungkan multiple representasi kimia, yaitu makroskopik,  submiskroskopik dan simbolik dengan berbagai mode representasi atau disebut juga interkoneksi multiple level representasi kimia (IMLR).  Mahasiswa calon guru harus mampu menghubungan ketiga level representasi kimia secara internal dan  dapat menyajikannya kembali dalam pembelajaran. Untuk itu, solusi peningkatan kualitas calon guru kimia diupayakan dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan kemampuan IMLR,  melalui model perkuliahan menggunakan pembelajaran berbasis web.  Adapun desain pembelajaran dikembangkan dengan memanfaatkan fitur-fitur; lesson page, forum diskusi, penugasan (assignment) dan pengintegrasian  animasi, simulasi dan tools representasi Chemsense yang memfasilitasi  pengembangan kemampuan representasi mahasiswa. Penelitian yang menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain one group pre test-postest ini melibatkan 31 orang mahasiswa calon guru kimia di salah satu LPTK di Bandung. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa setelah implementasi pembelajaran berbasis web terjadi peningkatan  kemampuan IMLR mahasiswa calon guru secara signifikan  pada topik hidrolisis garam. Mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran dan mengharapkan pembelajaran serupa dilanjutkan untuk topik kimia yang lainHasil penelitian menyarankan perlunya dikembangkan lebih luas desain belajar  interkoneksi multiple level representasi berbasis web untuk meningkatkan mutu program pendidikan calon guru ataupun program peningkatan kompetensi professional guru kimia di lapangan.
Kata kunci : Pembelajaran berbasis web, interkoneksi multiple level representasi, mahasiswa calon guru kimia, hidrolisis garam/



DEVELOPMENT OF INTERCONNECTION OF MULTIPLE LEVELS OF REPRESENTATION COMPETENCE PRESERVICE CHEMISTRY TEACHERS USING WEB-BASED LEARNING MANAGEMENT SYSTEM *)
Ida Farida
Program of Chemistry Education,  Sunan Gunung Djati Islamic State University 
Liliasari
Program of Science Education, Graduate School of Indonesia University of Education 
ABSTRACT
Based on consideration that the effectiveness of teaching and learning in school depend on teachers’ pedagogy competence, so the institution  of higher education of teaching have a task to improve quailty of their graduated teachers. Representational competence is an important aspect of successful problem solving in chemistry.  Students can use representations to solve problems if they are able to make deep connections between the three levels of chemical representation or also called the interconnection of multiple levels of representation (IMLR) competence.  The teacher or preservice chemistry teachers must achieve to internal connection of three levels of representations, as well as re-representing of three levels of representations in their teaching.    Effort to improve the quality of preservice chemistry teachers carried out by development of web-based learning management system that support the IMLR competence. Web-based learning with Moodle 2.0 was utilizing features; lesson page, discussion forums, assignment and integration of animations, simulations and tool of Chemsense representationThe  implementation of web-based learning using quasi experiment method with one group pretest-postest design. Involvement of  31 preservice chemistry teachers at teacher education program in Bandung. Results showed that after implementation web-based learning, IMLR competence preservice chemistry teachers increase significantly in topic of hydrolysis of salt. Most of students gave positive feedback and expected to continue web-based learning on other topics of chemistry. It is suggested to applied web-based learning design to enhance IMLR competence preservice chemistry teachers more widely at teacher education programs as well as to enhance professional competence of inservice chemistry teachers.

Key words: Web-based learning, interconnection of multiple levels of representation, preservice chemistry teachers, hydrolysis of salt

PENDAHULUAN

Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun bidang ilmu pengetahuan alam yang memfokuskan mempelajari materi dan energi ditinjau dari segi sifat-sifat, reaksi, struktur, komposisi dan perubahan energi yang menyertai reaksi. Karakteristik kimia diperlihatkan oleh tiga  level representasi kimia (multiple level representasi) yaitu makroskopik, sub mikroskopik dan simbolik (Johnstone dalam Tasker & Dalton, 2006). Pemahaman seseorang terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya  mentransfer dan menghubungkan antar representasi fenomena makroskopik,  dunia submiskroskopik dan simbolik atau disebut juga interkoneksi multiple level representasi kimia (IMLR).
Realitas di lapangan, umumnya  pembelajaran  kimia  belum  mengembangkan secara utuh ketiga  level tersebut, sehingga menghambat kemampuan pebelajar dalam memecahkan masalah. Umumnya guru dalam pembelajaran membatasi pada level  representasi makroskopik dan simbolik, sedangkan kaitannya dengan level submikroskopik diabaikan.  Siswa diharapkan dapat mengintegrasikan sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku tanpa pengarahan dari guru.  Selain itu,  siswa juga lebih  banyak belajar memecahkan soal matematis  tanpa memaknai maksudnya.  Keberhasilan siswa dalam memecahkan soal matematis, cenderung menjadi ukuran bahwa siswa telah memahami konsep kimia. Terjadi kecenderung siswa menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik dalam bentuk deskripsi kata-kata, akibatnya mereka tidak mampu untuk membayangkan dan merepresentasikan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi.  Masalah tersebut diindikasikan akibat kurangnya kemampuan guru menggunakan dan menghubungkan tiga level  representasi dalam pembelajaran (Sopandi & Murniati, 2002 ; Farida, 2008).
Hasil studi pendahuluan di salah satu LPTK di Bandung menunjukan sebagian besar mahasiswa calon guru kimia mengalami kesulitan dalam  memberikan eksplanasi mengenai representasi submikroskopik yang diberikan berdasarkan representasi makroskopik dan simbolik. Mahasiswa calon guru kimia cenderung memecahkan masalah hanya menggunakan level transformasi makroskopik ke simbolik atau sebaliknya. Mereka belum sepenuhnya memahami peranan model/gambar (representasi submikroskopik) untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada level makroskopik dan mentransformasikannya ke representasi simbolik.  Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru kimia, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi proses pembelajaran yang mereka alami di sekolah menengah atas (Farida, et.al,  2010). Berdasarkan hasil studi tersebut, dipandang sangat penting pengembangan kemampuan IMLR bagi mahasiswa calon guru kimia , agar kelak mereka menjadi guru yang handal di lapangan.  
Selama ini sistem perkuliahan yang relevan dengan pengembangan kompetensi pedagogi  mahasiswa calon guru kimia, yaitu mata kuliah Kapita Selekta Kimia Sekolah dipandang belum mampu memfasilitasi mahasiswa untuk memiliki kemampuan IMLR.  Beberapa kendala yang dihadapi antara lain; 1) Keluasan cakupan materi tak berimbang dengan waktu tatap muka yang tersedia; 2) Terbatasnya pengeksplorasian tools pembelajaran oleh mahasiswa, seperti animasi, simulasi dan software pendukung; 3) Kesulitan mahasiswa mengkomunikasikan permasalahan secara individual dan men’sharing’ pengetahuannya secara kolaboratif serta ; 4) Adanya perbedaan kecepatan dan gaya belajar antar mahasiswa (Farida,et.al,  2010).
Untuk itu, solusi peningkatan kualitas calon guru kimia harus diupayakan dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan kemampuan IMLR, yaitu melalui pembelajaran   berbasis web (e-learning).  Perangkat lunak yang sesuai untuk kebutuhan tersebut,  adalah sistem manajemen belajar berbasis Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Moodle mengaplikasikan prinsip dan strategi pembelajaran  berdasarkan  pedagogi kontrustruktivisme sosial (social constructionist pedagogy). Web berbasis Moodle memiliki keunggulan dalam; 1) pengelolaan unit bahan pembelajaran yang interaktif ; 2) pengaturan upload konten secara periodik; 3) pengintegrasian multimedia yang dapat memfasilitasi multiple level representasi; 4) pengaturan fitur-fitur   manajemen belajar  melalui menu-menu dinamis; 5) Pengaturan forum komunikasi dan asesmen yang dapat memfasilitasi desain belajar yang sesuai dengan kebutuhan (Gudimetla & Mahalinga, 2006 ;  Stocker, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini difokuskan untuk membahas hasil penelitian yang ditujukan untuk mengetahui: bagaimanakah efektivitas  pembelajaran berbasis web pada Mata Kuliah Kapita Selekta Kimia Sekolah yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan IMLR  mahasiswa calon guru kimia di salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK)  di Bandung. Pada makalah ini pembahasan dibatasi pada topik Hidrolisis Garam




KAJIAN PUSTAKA
Pada masa kini, terjadi pertumbuhan kesepakatan dalam penelitian  pendidikan sains bahwa belajar sains memerlukan praktik representasional dari materi subyek sains. Literasi sains dipahami sebagai mengetahui bagaimana cara menginterpretasikan dan mengkonstruksikan literasi sainsnya.  Dari perspektif ini,  belajar konsep dan metode ilmiah menuntut terjadinya pemahaman dan konseptualisasi yang menghubungkan  konstruksi multiple representasi. Waldrip (2006) menyatakan pengertian multiple representasi adalah praktik merepresentasikan kembali (re-representing) konsep yang sama melalui berbagai bentuk atau mode representasi. Dengan menggunakan mode representasi yang berbeda dapat membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah dipahami dan menyenangkan (intelligible, plausible dan fruitful) bagi pebelajar. Karenanya multiple representasi berfungsi untuk  memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar bermakna  dan/atau belajar mendalam (deep learning) serta meningkatkan motivasi belajar sains (Treagust, 2008).  Kategori mode-mode dalam multiple representasi untuk belajar konsep sains adalah analogi, pemodelan, diagram dan multimedia.
Berdasarkan karakteristik ilmu kimia, mode-mode representasi kimia diklasifikasikan dalam bentuk level-level representasi, yaitu representasi makroskopik, representasi submikroskopik dan representasi simbolik (Chandrasegaran, et.al, 2007).   Representasi makroskopik yaitu  representasi kimia yang diperoleh melalui    pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat (visible) dan dipersepsi oleh panca indra  (sensory level) atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pebelajar. Representasi submikroskopik  yaitu representasi kimia yang  menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekul) terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Representasi submikroskopik sangat terkait erat dengan model teoretik yang melandasinya, agar pebelajar dapat mengeksplanasi dinamika yang  terjadi pada level partikel. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata, gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi, baik diam maupun bergerak (animasi) atau simulasi.  Representasi simbolik  yaitu representasi kimia secara kualitatif   dan kuantitatif, yaitu  rumus kimia,  diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri  dan  perhitungan matematik (Treagust,et.al, 2003)
Walaupun pengamatan fenomena kimia secara makroskopik merupakan basis kimia, eksplanasi fenomena tersebut sebenarnya dilandasi representasi level submikroskopik dan simbolik.  Konsekuensinya, aspek penting untuk menurunkan eksplanasi tergantung pada kemampuan pebelajar untuk memahami peranan setiap level representasi dan kemampuan untuk mentransfer satu level ke level lain. Perolehan pengetahuan tanpa pemahaman yang jelas akan menyebabkan pebelajar mengalami kebingungan, karena secara  bersamaan mereka harus berurusan dengan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
Ada dua kategori pemahaman pebelajar berkaitan dengan kedalaman pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yaitu ; instrumental understanding (knowing how) dan  relational understanding (knowing why).  Level pemahaman instrumental (instrumental understanding) mencerminkan  belajar hafalan (rote-learning), yaitu pebelajar memiliki pengetahuan mengenai suatu konsep  dan menggunakannya. Sebaliknya  pemahaman relasional (relational understanding) mencerminkan belajar bermakna, yaitu pebelajar mengetahui apa yang harus dilakukan dan mengapa mereka harus melakukannya demikian (knows what to do and why they are doing it) (Skemp dalam Treagust,et.al, 2003).  
Berkaitan dengan kemampuan representasi, unit-unit level representasi (discrete representation) menunjukkan kemampuan pebelajar mengembangkan level pemahaman instrumental (instrumental understanding), sedangkan pada level relasional (relational understanding) skema pengetahuan pebelajar  akan saling berkaitan  dan berinterkoneksi (interconnected chemical representations). Skema konseptual itu digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.  Hubungan kemampuan representasi dengan pemahaman relasional (dikutip dari Treagust, et.al  2003)
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara kedua jenis pemahaman tersebut; para pebelajar dapat saja mengetahui fakta yang sama dari suatu subjek, tetapi cara mengetahuinya masing-masing berbeda. Perspektif epistemologis inilah  yang menjadi landasan  pentingnya belajar dengan  menyajikan keterhubungan  tiga level representasi kimia - makroskopik, submikroskopik, dan simbolik sebagai bagian dari struktur konseptual atau skema.  Derajat  menghubungkan ketiga level dapat menyediakan  insight untuk terbentuknya ontological knowledge network pebelajar. Semakin besar level menghubungkan antara tiga representasi kimia, pemahaman pebelajar semakin meningkat (Treagust,et.al., 2003).
Dengan demikian, interkoneksi multiple level representasi dapat mendukung pemahaman kimia  secara lengkap, bila  pebelajar mampu memformulasikan gambaran mentalnya terhadap obyek atau proses pada level submikroskopik yang secara fisik tidak dapat diobservasi. Kemudian mampu menghubungkan level submikroskopik  dengan fenomena makroskopik serta mengekspresikannya ke dalam representasi simbolik atau sebaliknya. Oleh karena itu, sangatlah penting pembelajaran kimia diarahkan untuk memberikan bimbingan kepada pebelajar untuk menggunakan multiple level representasi, baik secara verbal maupun visual.  Seorang guru atau calon guru tidak hanya dituntut untuk memahami hubungan ketiga level representasi (internal representasi), namun juga mereka dituntut untuk menyajikannya kembali ketiga representasi tersebut dalam pembelajaran (eksternal representasi). Jadi ada dua dimensi representasi yang harus mereka kembangkan yaitu internal representasi dan eksternal representasi.
Dalam  konteks  pemecahan masalah,  internal representasi merupakan cara  seseorang yang memecahkan masalah menyimpan komponen-komponen  internal dari masalah dalam  pikirannya (model mental), sedangkan eksternal  representasi berkaitan dengan simbolisasi atau merepresentasikan obyek  atau dan/atau proses. Dalam hal ini, representasi digunakan untuk memanggil kembali pikiran melalui deskripsi, penggambaran atau imajinasi (Bodner dan Domin dalam Rosengrant, Van Heuleven, & Etkina, 2006; Chittleborough & Treagust,2006)
Pengembangan kemampuan interkoneksi multiple level representasi dapat optimal bila  lingkungan belajar dapat memfasilitasi saling keterhubungan (interkoneksi) secara konseptual antara ketiga level representasi. Hasil penelitian terdahulu, umumnya menyatakan keunggulan dukungan tools multimedia interaktif yang diintegrasikan dengan pembelajaran berbasis web melalui display simultan dan instruksi yang dapat menyediakan dukungan untuk pengembangan  kemampuan tesebut. Kozma & Rusell (2005) dan Venkataraman (2009) secara terpisah menyatakan  visualisasi molekular berbasis computer, animasi dan simulasi  yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat membantu pebelajar memahami konsep-konsep yang sulit yang berhubungan dengan dinamika sistim kimia yang kompleks termasuk molekul-molekul dan reaksi.  Rancangan animasi dan simulasi interaktif  yang tepat sesuai prinsip-prinsip belajar dapat efektif memperbaiki  proses belajar mengajar maupun untuk belajar mandiri. Pengintegrasian multimedia interaktif (simulasi dan animasi) dengan pembelajaran berbasis web sebagai medium untuk proses belajar mengajar akan lebih efektif karena menyediakan lebih banyak penugasan dan mengatasi perbedaan gaya dan kecepatan belajar para pebelajar (Yeung, Schmid & Tasker, 2008).
Linn, Davis & Bell, (2004)  berdasarkan studinya menyatakan, bahwa lingkungan belajar berbasis web dapat meningkatkan pemahaman sains melalui pembuatan material pendukung dan tools yang tersedia di kelas sains dan penyediaan pengalaman untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Pengajaran dalam kelas on-line memerlukan materi pembelajaran yang dikembangkan dalam bentuk format elektronik, sehingga dapat didistribusikan dari satu komputer ke komputer lain. Hal ini membuka kemungkinan untuk mengintegrasikan konten pembelajaran secara dinamik yang mencakup animasi, simulasi, audio, video dan komponen interaktif lain yang dengan mudah didukung oleh komputer (Snelson,  2005).
Namun demikian efektifitas pembelajaran berbasis web berkaitan erat dengan model pedagogi (strategi pembelajaran) yang melingkupi aktifitas pembelajaran melalui teknologi. Tanpa keterampilan dan dukungan yang memadai, pebelajar seringkali mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mendiskusikan pengaturan tugas,  daripada untuk memahami fenomenanya. Selain itu, kelemahan yang umum terjadi pada pembelajaran berbasis web atau on-line  learning, antara lain: lingkungan belajar seringkali kurang terstuktur, sehingga pembelajar  mengalami masalah terlalu banyaknya arus informasi (overload) dan  tugas-tugasnya sebagai pembelajar menjadi tidak jelas (Gudimetla & Mahalinga, 2006).
Howard, et.al (2006) menyatakan: menempatkan materi pelajaran secara online tidak secara otomatis akan terjadi proses pembelajaran, apalagi pada proses tersebut terjadi kehilangan kontak langsung manusia secara interaksi fisik  (face-to-face).  Mode pengajaran dengan pengantaran tunggal seperti itu tidak memberikan pilihan  cukup untuk  meningkatkan kontak social dan relevansi dengan  konteks  yang dibutuhkan untuk memfasilitasi keberhasilan kinerja pembelajaran.  Suatu tantangan yang sangat besar untuk menciptakan bahan pembelajaran e-Learning yang baik dan mengembangkan kultur dan keterampilan belajar yang relevan.
Oleh karena itu,   pembelajaran berbasis web disarankan menggunakan generasi kedua e-learning yang mengkombinasikan berbagai mode pengantaran (multiple delivery media) untuk mempromosikan belajar dan perilaku aplikasi pebelajar (Singh,2003).  Salah satu bentuk dari program e-learning yang berkembang pesat adalah Learning Management System berbasis Moodle.  LMS ini  menggunakan  pendekatan pedagogi yang mengkombinasikan keefektifan dan pengalaman bersosialisasi kelas dengan teknologi yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan belajar online yang dapat meningkatkan aktifitas belajar. Moodle didesain untuk mendukung gaya belajar dan pembelajaran berdasarkan prinsip konstruktivisme sosial menurut Vygostky.  dan memiliki karakteristik : 1) Perpindahan dari pengajaran  menjadi pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga siswa menjadi pembelajar aktif dan interaktif; 2) Pertukaran  informasi antara pebelajar dengan pengajar sesuai waktu yang ditentukan, baik secara synchronous maupun  asynchronous  yang dilandasi metodologi learning object.; 3) Mengintegrasikan mekanisme asesmen formatif dan sumatif; 4) Dapat menyertakan berbagai bentuk alat belajar , antara lain : real-time virtual/ collaboration software,  perkuliahan berdasarkan tujuan mandiri melalui web, sistem dukungan performans elektronik yang disertai lingkungan tugas-kerja, sistem manajemen pengetahuan melalui fitur-fitur   manajemen dan  menu-menu dinamis (Oliver &Trigwell, 2005).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian  quasi eksperimen dengan desain one group pre test-postest.  Subyek penelitian adalah  31 orang mahasiswa pada salah satu LPTK di Bandung. Sebelum dilakukan penelitian, draft model dan perangkat instrumen yang digunakan telah diuji kelayakannya melalui judgement ahli.
Model perkuliahan berbasis web dikembangkan menggunakan software Moodle 2.0 yang menggunakan format topik. Ada empat topik yang dikembangkan, yaitu  : 1) Kesetimbangan asam-basa ; 2) Hidrolisis garam ; 3) Larutan penyangga dan 4) Kesetimbangan kelarutan. Setiap topik memiliki pengaturan alur pembelajaran (learning path), agar mahasiswa dapat secara terstruktur dengan tenggang waktu tertentu mengakses modul-modul belajar dalam setiap topik.  Secara keseluruhan progress belajar setiap mahasiswa dapat ditelusuri dengan memanfaatkan setting block completion tracking sebagaimana disarankan Stocker (2010) dan Cooch (2010). Pada setiap topik dilakukan uji kemampuan awal IMLR (pretes) dan uji kemampuan IMLR setelah  melakukan aktifitas belajar (postes). 
Adapun modul  yang dikembangkan pada web berbasis Moodle 2.0 adalah :  
1)      Lesson activity, modul ini berupa  halaman web yang menyajikan materi pembelajaran secara interaktif dalam bentuk  format halaman kartu pertanyaan. Halaman lesson diintegrasikan dengan animasi, slideshow dan gambar-gambar yang berkaitan dengan topik tersebut. Adapun animasi yang digunakan, adalah ; animasi mengenai proses reaksi transfer proton pada autoionisasi air, pelarutan asam kuat, asam lemah, basa lemah dan hidrolisis garam.  Animasi-animasi tersebut diadaptasi dari The Vischem Project (http://www.vea.com.au dan http://bcs.whfreeman.com/chemicalprinciples4e/). Adaptasi yang dilakukan berupa pengalihbahasaan, reduksi  frame  rate,  penyisipan teks, suara, gambar, dan penyisispan animasi tambahan yang mengakomodasi  kebutuhan untuk  pengembangan kemampuan IMLR.
2)      Pemberian tugas (modul tipe advanced uploading of file); pada tugas hidrolisis garam, mahasiswa diminta memprediksi terjadinya hidrolisis garam berdasarkan harga Ka dan Kb, kemudian merepresentasikan secara submikroskopik dan simbolik  dengan bantuan tools representasi Chemsense (www.chemsense.org ).
3)      Forum diskusi digunakan untuk merefleksi dan men’sharing’ pengetahuan antar mahasiswa serta mendiskusikan  masalah-masalah yang mereka hadapi mengenai materi belajar. Setiap mahasiswa diwajibkan minimal memposting satu permasalahan dan minimal memberikan satu komentar terhadap posting mahasiswa yang lain.  Dalam proses diskusi, terjadi interaksi, komunikasi dan pertukaran informasi.
4)      Kuis ; uji kemampuan IMLR ditujukan untuk mengetahui bagaimana kemampuan IMLR mahasiswa sebelum dan sesudah menjalani aktifitas belajar. Tipe soal kuis  berupa tes pilihan ganda dengan alasan pemilihan jawaban  beroption pilihan ganda (two-tier multiple choice) Berdasarkan ujicoba, diperoleh reliabilitas perangkat kuis (alfa Cronbach) sebesar 0,83. Perolehan data hasil pretes dan postes mahasiswa dikelompokkan sesuai kelompok prestasi. Pengelompokan didasarkan pada perolehan skor keseluruhan dari seluruh topik perkuliahan melalui web.
5)      Feedback ; modul ini berupa kuesioner online yang disediakan untuk menjaring tanggapan mahasiswa mengenai model. Ada dua kuesioner yang diberikan; kuesioner pertama untuk menjaring tanggapan mahasiswa antara lain mengenai tampilan halaman web, navigasi, kemudahan akses dari setiap fitur.  Kuesioner kedua untuk menjaring tanggapan, kesan dan saran mengenai aktifitas belajar yang mereka lakukan melalui web.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrolisis garam merupakan topik kimia yang berkaitan dengan penggunaan  prinsip-prinsip kesetimbangan kimia dalam menjelaskan sifat garam dalam pelarut air. Pengembangan kemampuan IMLR pada topik asam basa tergantung pada  pemahaman mahasiswa terhadap konsep asam-basa Bronsted-Lowry, reaksi transfer proton, kekuatan asam-basa dan pH larutan.
Pada tahap awal konsep-konsep prasyarat tersebut dipelajari melalui modul lesson activity.  Pada modul yang bersifat adaptif  ini bertindak sebagai trigering event (pemberian wacana untuk  pemicu) : pemberian wacana untuk pemicu agar timbul keingin-tahuan mahasiswa dan mendefinisikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab mahasiswa. Pada modul lesson terdapat pengaturan pemilihan konten dan sekuens belajar berdasarkan urutan tertentu dan display pembelajaran digital  (digital learning  obyect) berupa  animasi, simulasi dan powerpoint.  Adanya fasilitas pengontrolan alur belajar (flow control) pada modul ini memungkinkan feedback secara langsung dan segera pada setiap usaha menjawab, sehingga mahasiswa dapat mengases dan mereviu pengetahuannya sendiri (self assessment) dan mengulang kembali hingga benar-benar memahami konten pembelajaran. Sebagian besar mahasiswa (70%) mengulang aktifitas ini hingga tiga kali. Dengan pengaktifan block navigasi, mereka dapat mengeksplorasi aktifitas itu sesuai kebutuhannya, apakah mengulang dari awal ataukah pada sub bagian tertentu yang belum mereka pahami. Berdasarkan hasil rekaman akses terhadap aktifitas ini, rata-rata waktu yang dipergunakan mahasiswa adalah 1 jam 24 menit untuk 38 kartu pertanyaan/halaman.
Tahap berikutnya mahasiswa diberi tugas untuk membuat animasi proses pelarutan beberapa garam yang mengalami hidrolisis sebagian, hidrolisis total dan tidak terhidrolisis dengan menggunakan software Chemsense. Software Chemsense merupakan tools animasi yang sederhana dan mudah digunakan untuk membuat animasi dalam format file berekstensi gif dan mov (quicktime mov).  Mahasiswa mendapatkan kemudahan untuk menggunakan tools ini, karena sudah tersedia model-model atom dan sistem periodik. Animasi yang dibuat harus mengkoneksikan tiga level representasi kimia, mulai dari proses pelarutan garam, terjadinya hidrasi, proses transfer proton pada saat reaksi hidrolisis dan simbolisasi reaksi dengan menggunakan persamaan reaksi. Modul penugasan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa (secara berkelompok – perkelompok 2-3 orang) untuk menunjukan pengalaman belajarnya dan mengukur kinerjanya berkaitan dengan kemampuan IMLR.   Dari hasil analisis tugas yang dikerjakan mahasiswa (15 kelompok). Hampir seluruh kelompok dapat mendeskripsikan bagaimana terjadinya hidrasi kation dan anion dengan arah orientasi molekul air terhadap kation dan anion dengan benar. Namun dari lima macam garam yang diberikan, hampir semua kelompok tidak dapat membuat animasi transfer proton pada reaksi hidrolisis garam AlCl3 dengan benar, meskipun secara simbolik dapat menuliskannya. 
Adanya forum diskusi on-line untuk setiap topik ditujukan agar mahasiswa terlibat aktif membangun makna dalam wacana kritis dan reflektif serta   mengkonfirmasikan pemahamannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan representasi. Pada forum diskusi ini dapat terungkap berbagai kesalahan pemahaman mahasiswa, terutama yang berkaitan dengan cara mengeksplanasi mengapa suatu garam dapat terhidrolisis ataukah tidak. Pada forum diskusi ini juga, kesulitan yang berkaitan dengan tugas diperbaiki dengan mendisplaykan animasi dan gambar-gambar yang relevan. Namun demikian hasil tracking forum menunjukkan tidak semua mahasiswa aktif menanggapi atau mengemukakan permasalahannya. Sebanyak 40 % mahasiswa terlihat hanya sebagai  pengamat forum (viewing forum) tidak ikut berpartisipasi dalam diskusi (hanya membaca, tidak mempost ataupun memberi komentar) .Bahkan ada seorang mahasiswa tercatat sama sekali tak memasuki forum.  Aktifitas mahasiswa dalam forum ternyata sangat berpengaruh terhadap perolehan nilai postes, mahasiswa yang tidak atau kurang aktif, kurang meningkat kemampuan IMLRnya. Mahasiswa yang aktif cenderung dapat meningkatkan kemampuan IMLRnya dengan lebih baik.  Ini menunjukkan bahwa kebergunaan forum diskusi sebagai ajang sharing konsisten dengan pedagogi kontrustruktivisme sosial (social constructionist pedagogy) sebagaimana dinyatakan oleh Cooch (2010).
Modul kuis digunakan untuk mengukur kemampuan IMLR mahasiswa. Bagi mahasiswa, kuis merupakan alat evaluasi diri (self assesment) untuk menguji kemampuan awal (pretes) dan kinerja hasil belajar mereka untuk meningkatkan kemampuan IMLR (postes). Pencapaian nilai yang diperoleh pada setiap kuis dapat langsung diketahui mahasiswa. Kuis tersebut dilaksanakan bukan untuk menentukan kelulusan mata kuliah, namun  untuk mendapatkan feedback dari progress kinerja belajar mahasiswa secara individual. Oleh karena itu,   mahasiswa dapat mengakses kuis tanpa pengawasan dosen (tidak seperti halnya pada ujian offline) pada tenggang waktu yang telah ditentukan.  Untuk menyadarkan pentingnya mengerjakan kuis secara mandiri, sebelumnya mereka telah diberikan pengarahan mengenai tujuan kuis, sehingga tak ada gunanya bagi mereka ber’kolaborasi’ dengan rekannya dalam mengerjakan kuis-kuis tersebut.
Berikut ini dideskripsikan hasil analisis data mengenai pencapaian kemampuan IMLR mahasiswa sebelum dan sesudah aktifitas belajar melalui web. Kuis hidrolisis garam terdiri dari delapan soal yang mengukur delapan indikator. Di halaman web, kuis tipe ini dianggap sebagai nomor soal tersendiri, sehingga perhitungan total untuk soal-soal tersebut menjadi dua kali lipat, yaitu menjadi 16 butir soal. Adapun indikator-indikator IMLR yang diukur pada topik hidrolisis garam, adalah sebagai berikut :
1)      Menjelaskan terjadinya hidrolisis anion dengan memberikan alasan representasi submikroskopik yang tepat.
2)      Memprediksi kation logam yang terhidrolisis berdasarkan   representasi  submikroskopik kation terhidrasi dengan  didukung  data rasio muatan dan jari-jari kation.
3)      Memprediksi reaksi transfer proton yang lebih dominan berlangsung berdasarkan representasi submikroskopik dari larutan garam yang terhidrolisis total.
4)      Menuliskan terjadinya reaksi hidrolisis  dari kation terhidrasi berdasarkan representasi submikroskopik.  
5)      Menjelaskan terjadinya reaksi hidrolisis kation dengan memberikan representasi submikroskopik yang tepat.
6)      Membandingkan kekuatan anion yang terhidrolisis berdasarkan representasi  submikroskopik kesetimbangan larutan garam
7)      Menjelaskan terjadinya hidrolisis total dari suatu garam berdasarkan pertimbangan harga Ka dan Kb dengan memberikan representasi submikroskopik yang tepat.
8)      Menentukan pH dan Kdari larutan garam yang anionnya mengalami hidrolisis berdasarkan representasi  submikroskopik
Topik hidrolisis garam  merupakan topik yang telah dipelajari oleh mahasiswa sejak mereka di SMA dan kemudian di tahun pertama pada mata kuliah kimia dasar.  Mereka telah memiliki konsepsi awal yang berpengaruh terhadap kemampuan representasinya. Namun demikian, tantangan yang diberikan pada model pembelajaran berbasis web berbeda dengan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hasil uji kemampuan IMLR awal (pretes) reratanya rendah (25 %). Ini menunjukkan mereka belum dapat memecahkan masalah yang diberikan dengan menghubungkan antara ketiga level representasi. Namun setelah mahasiswa melakukan aktifitas belajar web, dari hasil analisis data untuk setiap kelompok prestasi secara keseluruhan terjadi peningkatan kemampuan IMLR  yang ditunjukkan  rerata gain sebesar 23 % (lihat tabel 1). Kecenderungan peningkatan kemampuan IMLR  diuji lebih lanjut dengan uji statistik inferensial, yaitu menggunakan uji t.  Berdasarkan hasil  uji t pada taraf signifikasi (α) = 0,05 diperoleh nilai  t hitung = 9,9157 lebih besar dari nilai t tabel, yaitu   t 0,95(30)  = 2,04227.  Dengan demikian, secara signifikan dapat diambil kesimpulan, bahwa terjadi peningkatan  kemampuan IMLR mahasiswa pada topik hidrolisis garam setelah melakukan aktifitas belajar melalui web.
Berikut ini disajikan data hasil pretes-postes untuk topik Hidrolisis garam  :
Tabel 1. Rerata skor kemampuan IMLR setiap kelompok prestasi
Kelompok
Rerata Skor (%) Kemampuan IMLR
Pretes
Postes
Gain
Tinggi
32
64
32
Sedang
21
43
22
Rendah
21
38
16
Rerata
25
48
23
Sdev
6
14
8
Visualisasi peningkatan kemampuan IMLR untuk seluruh indikator  dengan grafik adalah sebagai berikut :
Grafik. 1 . Peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa seluruh indikator
Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan IMLR untuk setiap indikator, berikut ini disajikan tabel data hasil pretes-postes untuk kedelapan indikator yang dikembangkan pada topik Hidrolisis garam. 

Tabel 2. Rerata skor kemampuan IMLR untuk indikator (1-4)
Kelompok
Rerata Skor Tiap Indikator (%)
1

2

3

4

Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Tinggi
25
44
19
25
50
25
25
75
50
31
75
44
Sedang
17
40
23
40
40
0
20
17
-3
0
43
43
Rendah
6
25
19
25
44
19
19
13
-6
6
44
38
Tabel 3. Rerata skor kemampuan IMLR untuk indikator (4-8)
Kelompok
Rerata Skor Tiap Indikator (%)
5

6

7

8

Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Pre
Pos
Gain
Tinggi
31
50
19
19
19
0
19
81
62
31
38
7
Sedang
37
53
16
20
3
-17
3
57
54
10
27
17
Rendah
31
31
0
6
25
19
25
56
31
13
38
25
Berikut ini grafik visualisasi peningkatan kemampuan IMLR untuk setiap indikator  :
Grafik. 2 . Peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa pada setiap indikator
Berdasarkan grafik   di atas,  dapat dilihat bahwa  indikator IMLR yang mengalami peningkatan tinggi adalah pada indikator 3, 4 dan 7, sedangkan peningkatan yang terendah pada indikator 6, yaitu : membandingkan kekuatan anion yang terhidrolisis berdasarkan representasi  submikroskopik kesetimbangan larutan garam.
Dari hasil penelusuran kuesioner, mahasiswa menyatakan merasa senang dengan pembelajaran melalui web dan menyarankan model perkuliahan dengan web diaplikasikan juga untuk topik kimia yang lain atau pada perkuliahan lain.  Berikut ini, diringkaskan pendapat mahasiswa mengenai proses belajar melalui web (nilai % = persentase mahasiswa yang menyatakan persetujuaanya terhadap pernyataan tersebut) :
1)      Alur pembelajaran berdasarkan batas waktu tertentu membuat mahasiswa ; lebih terstruktur belajar  (87%) dan lebih bertanggung jawab untuk  menyelesaikan tugas-tugas (96%).
2)      Mahasiswa makin menyadari potensi dan kemampuan  untuk belajar mandiri (89%). mengelola waktu belajar (97%) dan lebih bebas menentukan waktu dan kecepatan belajar (79%).
3)      Proses pembelajaran E-learning : memberikan tantangan untuk belajar aktif (96%),  meningkatkan semangat  mencari informasi yang berkaitan dengan topik perkuliahan  (98%), termotivasi untuk meningkatkan kemampuan interkoneksi multiple level  representasi (100%), meningkatkan kolaborasi di antara mahasiswa (86%) dan meningkatkan kualitas komunikasi antar dosen dan mahasiswa (93%).
4)      Simulasi-simulasi yang digunakan membantu meningkatkan kemampuan IMLR (100%). Animasi-animasi  membantu meningkatkan kemampuan IMLR  (98%).
5)      Tugas-tugas yang diberikan mendukung peningkatan kemampuanIMLR (92%)
6)      Petunjuk kegiatan web dan   tugas-tugas mudah dipahami (86%)
7)      Forum diskusi bermanfaat menshare pengetahuan dan memperbaiki kemampuan IMLR (76%)
8)      Resume materi bermanfaat  membantu  peningkatan kemampuan IMLR (86%)
9)      Kuiz on-line bermanfaat mengukur kemampuan sendiri  (97%)
10)  Mahasiswa menyukai perkuliahan melalui  e-learning (92%) dan setuju bila  perkuliahan  melalui e-learning  dilakukan lagi untuk materi-materi  kimia yang lain (68%)
 Adapun tanggapan mahasiswa mengenai kualitas tampilan web diringkaskan sebagai berikut :
1)      Penamaan website mudah diingat (83%)
2)      Pengaksesan website mudah (95%)
3)      Penyajian teks dapat dibaca dan mudah dipahami (64%)
4)      Penggunaan jenis dan ukuran huruf ; proposional (93%)
5)      Warna teks dengan latar belakang kontras : baik (99%)
6)      Kemudahan web menggunakan browser Internet Explorer (68%)
7)      Kemudahan web menggunakan browser Mozilla Firefox (99)
8)      Kemudahan web menggunakan browser Google Chrome (72%)
9)      Kemudahan pengaksesan link (79)
10)  Petunjuk penggunaan aplikasi mudah dipahami (86%)
11)  Keterbacaan teks/tulisan pada web (79%)
12)  Kualitas tampilan gambar : Baik (88%)
13)  Animasi yang ditampilkan dapat diakses dengan baik (88%)
14)  Simulasi mudah diakses (90%)
15)  Kejelasan outline perkuliahan (65%)
16)  Kejelasan petunjuk penggunaan aplikasi (97%)
17)  Kejelasan umpan balik/respon (75%)
18)  Kemudahan navigasi untuk akses setiap halaman web (86%)
19)  Terdapat bantuan  yang dapat diakses setiap saat (85%)
20)  Program menyajikan hasil/skor pencapaian hasil belajar dengan akurat : (85%)
Respon terbuka yang diberikan mahasiswa, sebagian besar menyatakan seringkali mengalami hambatan  teknis dengan akses ke jaringan internet, karena mahasiswa tidak memiliki komputer pribadi yang terhubung langsung ke internet. Mereka menggunakan warnet untuk melaksanakan aktifitas belajar web.  Hambatan teknis dapat berupa aliran listrik yang mati ketika tengah mengerjakan kuis, kecepatan akses internet yang menyebabkan tampilan animasi menjadi lambat atau gambar yang terpotong-potong/tidak tampil penuh. Jadwal pelaksanaan pembelajaran berbasis web ini juga dirasakan terlalu singkat untuk empat topik dan bentrokan dengan persiapan ujian ahir semester/penyelesaian tugas-tugas ahir pada perkuliahan yang lain. Dampak dari hambatan teknis itu, beberapa mahasiswa merasa kekurangan waktu untuk mengakses modul dalam web, sehingga menganggap hambatan inilah yang menyebabkan mereka kurang dapat maksimal meningkatkan kemampuan IMLRnya.
SIMPULAN DAN   SARAN
 Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1)      Kemampuan interkoneksi multiple level representasi mahasiswa calon guru pada topik hidrolisis garam dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berbasis web
2)      Sebagian besar mahasiswa memberikan tanggapan positif, karena membuat mahasiswa lebih terstruktur, interaktif, dan termotivasi untuk belajar. Mereka mengharapkan pembelajaran berbasis web dapat dilanjutkan untuk topik kimia yang lain.
Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)      Pembelajaran berbasis web disarankan untuk dikembangkan dan diterapkan untuk meningkatkan kemampuan Interkoneksi multiple level representasi mahasiswa calon guru kimia pada topik kimia lain yang berhubungan topik kimia di Sekolah Menengah.
2)      Penerapan pembelajaran berbasis web seperti yang dirancang dalam penelitian ini dapat berjalan efektif, apabila didukung oleh perangkat keras pendukung yang memadai. Karenanya disarankan institusi terkait memfasilitasi pengadaan perangkat pendukung yang dibutuhkan tersebut, agar mahasiswa calon guru dapat optimal mengembangkan kemampuan interkoneksi multiple level representasinya.
3)      Diharapkan kemampuan interkoneksi multiple level representasi dapat dikembangkan lebih luas sebagai upaya peningkatan  kualitas mutu program pendidikan calon guru kimia atau program peningkatan kompetensi  professional  guru di lapangan, baik melalui model perkuliahan/pelatihan tatap muka, melalui model e-learning ataupun kombinasi keduanya (blended learning)
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Dikti, Kemendiknas yang telah memberikan dukungan dana penelitian  sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Disertasi Doktor Nomor: 496/SP2H/PP/DP2M/VI/2010
DAFTAR PUSTAKA
Chandrasegaran, Treagust & Mocerino. (2007).  The development of a two tier multiple choice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels representation. Chem. Educ. Res. Pract., 8 (3): 293-307.
Chittleborough, & Treagust, (2006). The Descriptive And Explanatory Nature Of Chemical Diagrams Does Not Guarantee Understanding. Paper presented at the National Association for Research in Science
Cooch, Mary. (2010). Moodle 2.0 First Look. Brimingham : Packt Pub. Ltd (www.packtpub.com)
Farida, Ida. (2008). Kemampuan Mahasiswa Merepresentasikan Tingkat Makroskopik, Mikroskopik Dan Simbolik Pada Topik Sintesis Amonia (Skala Lab). Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Farida, Ida, Liliasari, Widyantoro & Wahyu  Sopandi (2010). Representational competence’s profile of pre-service chemistry teachers in chemical problem solving.  Proceeding The 4th International Seminar on Science Education. SPS UPI Bandung
Gudimetla, P. and Iyers, R. Mahalinga (2006). The Role for E-learning in Engineering Education: Creating Quality Support Structures to Complement Traditional Learning. In Proceedings 17th Annual Conference of the Australasian Association for Engineering Education, Auckland, New Zealand.
Howard, Larry, Zsolt Remenyi, Gabor Pap (2006). Adaptive Blended Learning Environments.  9th International Conference on Engineering Education : July 23 – 28.
Kozma, R., & Russell, J. (2005). Students Becoming Chemists: Developing Representational Competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in science education. Volume 7. Dordrecht: Springer. pp. 121-145
Linn, M. C., Davis, E. A. and Bell, P. (2004). Inquiry and Technology. In: Linn, M. C., Davis, E. A. and Bell, P. (Eds.), Internet Environments for Science Education. Mahwah, New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates: 3 – 27
Michalchik, V., Rosenquist, A., Kozma, R., Schank, P., & Kreikemeier, P. (2008). Representational Resources for Constructing Shared Understandings In The High School Chemistry Classroom. In : Gilbert, J.K, Reiner and Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice In Science Education. Models and Modelling In Science Education . Vol :.3. Dordrecht: Springer. 233-282
Oliver,  Martin & Keith Trigwell. (2005). Can ‘Blended Learning’ Be Redeemed?. E–Learning, Volume 2, Number 1,
Singh,  Harvey. (2003).  Building Effective Blended Learning Programs. Issue of Educational Technology, Vol: 43 (6),pp:  51-54.
Snelson, Chareen. (2005). Designing Dynamic Online Leesons with Multimedia Representations. The Journal of Educator Online. Vol.2 No. 1, January.
Sopandi, W. dan Murniati. (2007). Microscopic Level Misconceptions on Topic Acid Base, Salt, Buffer, and Hydrolysis: A Case Study at a State Senior High School, Proceeding The 1st International Seminar on Science Education. SPS UPI Bandung.
Stocker, Vincent Lee (2010). Science Teaching With Moodle 2.0.  Brimingham : Packt Pub. Ltd (www.packtpub.com).
Rosengrant, D., Van Heuleven, A., and Etkina, E. (2006). Students’  use of multiple representations in problem solving. In P. Heron, L. McCullough & J. Marx, Physics Education Research Conference (2005 AIP Conference Proceedings) (pp. 49-52).
Tasker, Roy & Rebecca Dalton. (2006). Research Into Practice: Visualization Of The Molecular World Using Animations.  Chem.  Educ. Res. Prac. 7, 141-159.
Treagust, David F.,  Chittleborough, G., and Mamiala,  T (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations in chemical explanations. International Journal of Science Education, 25 (11), 1353-1368.
Treagust, David F. (2008). The Role Of Multiple Representations In Learning Science: Enhancing Students’ Conceptual Understanding And Motivation. In  Yew-Jin And Aik-Ling (Eds).  : Science Education At The Nexus Of Theory And Practice.  Rotterdam  -Taipei : Sense Publishers.
Waldrip, Bruce.,et.al. (2008). Learning Junior Secondary Science through Multi-Modal Representations. Electronic Journal of Science Education, 11(1):89-107.  
Yeung, Schmid and Tasker (2008). Can one version of online learning materials benefit all students ?. Symposium Presentation : UniServe Science Proceedings Visualization.


No comments:

Post a Comment