Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar Melalui Studi Evaluasi Program Pembiayan Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Provinsi NTB

Sukardi
(Dosen FKIP Universitas Mataram)

ABSTRAK

Kajian ini berangkat dari permasalahan tidak diketahuinya efektivitas pembiayaan pendidikan dasar. Oleh karenanya, tujuan kajian ini untuk mengetahui tingkat efektivitas pembiayaan, faktor penghambat/pendorong pelaksanaannya, dan rekomendasi perbaikannya di KSB. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan dalam bentuk evaluasi kebijakan. Sampelnya adalah 32 SD/MI dan 12 SMP/MTs diambil secara area cluster random sampling  berdasarkan 3 kategori (kota, pinggiran, dan terpencil). Data diambil menggunakan kajian dokumen, kuesioner, wawancara, dan FGD yang selanjutnya dinalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian:  (1) Pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah pusat (BOS), Provinsi (BSM), dan KSB (Subsidi), namun baru mencapai kondisi minimal. (2) proses pembiayaan  sudah terlaksana, namun tidak optimal serta kurang menyentuh aspek PBM. (3) outputnya:(a) fasilitas pembelajaran tersedia namun terbatas dan kurang dimanfaatkan. (b) Kualitas PBM belum memadai.  (c) Kelulusan SD/MI sama namun kualitasnya berbeda antar ketiga wilayah, sedangkan kelulusan dan kualitas SMP/MTs berbeda. (4) teridentifikasi sejumlah faktor pendorong/penghambat pembiayaan yang sifatnya internal dan eksternal. (5) direkomendasikan alternatif perbaikan: (a) Peningkatan sinergi antar level pemerintahan, (b) Perlu pemahaman pembiayaan dari mikro hingga makro, (c) Perlu perubahan paradigma pembiayaan dari konsumsi menjadi investasi, (d) Pengalokasian khusus untuk  anak  terpencil, (e) Sumber pembiayaan berbeda tidak membiayai komponen sama, (f) Pembiayaan mesti  memperhatikan unit cost setiap anak per tahun, (g) Sekolah diberi keleluasan mencari terobosan sesuai prinsip MBS, (h) Sekolah melibatkan stakeholders dalam penyusunan RAPBS (i) Perlu pedoman pembiayaan tingkat sekolah, (j) Sekolah membuat peta pembiayaan, (k) Perlu pelatihan manajemen keuangan tingkat sekolah.  

Kata Kunci: Akselerasi Mutu Pendidikan Dasar, Evaluasi Pembiayaan
















Acceleration Through Basic Education Quality Improvement Program Evaluation Studies Education financing in the District of West Sumbawa (KSB) NTB Province

ABSTRACT

This study comes up from the problem of effectiveness of financing basic education. Therefore, the purpose of this study to determine the level of cost effectiveness, factors inhibiting / driving their implementation, and improvement recommendations at KSB. This research uses a policy-research method in form of study-evaluation program. The sample was 32 SD / MI and 12 SMP / MTs drawn at random cluster area sampling is based on three categories (urban, suburban, and remote). Data retrieved using the document review, questionnaires, interviews, and FGD hereinafter dinalisis quantitatively and qualitatively.
The results: (1) financing basic education was earned by the government (BOS), Province (BSM), and KSB (Subsidies), but it can not increase but. (2) the financing process has been implemented, but not optimal and less touching aspects of the PBM. (3) output: (a) The learning facilities are available but limited and underutilized. (b) The quality of the PBM has not been adequate. (c) Graduation SD / MI equal but the quality is different between the three regions, while the graduation and the quality of SMP / MTs differently. (4) identified a number of factors driving / inhibiting the financing of its internal and external. (5) the alternative recommended improvements: (a) Increased synergy among levels of government, (b) Keep in understanding the financing of micro to macro, (c) It should be a paradigm shift from consumption to investment financing, (d) a special allocation for isolated children, (e ) different financing sources do not cover the same components, (f) Funding must consider the unit cost per child per year, (g) Schools given the flexibility to find a breakthrough in conformity with SBM, (h) involving stakeholders in the preparation of school budgets (i) Please rate financing guidelines school, (j) School create maps of financing, (k) it should be a financial management training for the school.

Keywords: Acceleration Quality Basic Education, Evaluation Financing


 A.    PENDAHULUAN

Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat dihadapkan pada persoalan mutu yang belum memenuhi standar ideal secara nasional. Beberapa indikator yang menunjukkannya  antara lain: hasil Ujian Nasional (UN), kelayakan guru, angka mengulang kelas, angka putus sekolah, angka lulusan, persentase fasilitas sekolah dan sejumlah indikator mutu lainnya. Dilihat adari aspek UN misalnya, KSB masih berada pada urutan ke 7 dari 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTB (Diknas Prov. NTB, 2009). Jika permasalahan ini masih dibiarkan maka dikhawatirkan dapat menghambat percepatan pembangunan dan pembebasan kemiskinan serta kebodohan di Kabupaten Sumbawa Barat,  padahal pendidikan memiliki peran sentral untuk menguak kemajuan suatu masyarakat.
Banyak parameter yang menentukan atau mempengaruhi mutu pendidikan seperti faktor sarana prasarana, kompetensi guru, sistem pembiayaan atau ketersediaan dana pendidikan, kemampuan manajemen kepala sekolah, kontribusi masyarakat, kapasitas Dinas, dan sejumlah faktor lainnya (Arcaro, 2006; Slamet, 2008; Jalal & Supriadi, 2001). Namun demikian, tanpa faktor-faktor lainnya kiranya ketersediaan dan sistem pembiayaan pendidikan disinyalir memiliki peran strategis terhadap tinggi rendahnya mutu pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat (Slamet, 2008).  Upaya meningkatkan mutu pendidikan dalam konteks desentralisasi manajemen pendidikan, akan senantiasa berkaitan dengan memadai-tidaknya pembiayaannya. Hampir dipastikan bahwa keseluruhan aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di persekolahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan sistem pembiayaan pendidikan (Depdiknas, 2002).
Realita ini, nampaknya disadari oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat yang berupaya optimal menitikberatkan pembiayaan pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan pendidikan. Salah satu  program strategis yang menjadi beban pembiayaan pendidikan adalah pemberian dana subsidi pendidikan gratis yang diperuntukkan bagi pembiayaan keseluruhan komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selain subsidi tersebut, pembiayaan komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan juga mendapatkan sokongan dari dana dekonsentrasi seperti dana BOS, Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dari Provinsi, dan dana lainnya yang langsung ke sekolah.
Namun demikian, disinyalir bahwa besaran pembiayan pendidikan berbeda antar jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Margono (2008) dan Supriadi (2004) bahwa perhitungan biaya satuan pendidikan tersebut belum didasarkan pada kualifikasi, tingkat penghasilan orang tua, lokasi (perkotaan, pinggiran kota, dan pedesaan), wilayah topografi (pegunungan, pantai, dan dataran rendah bukan pantai), dan lainnya. Oleh karenanya, sistem pembiayaan perlu dihitung menurut jenjang pendidikan, jenis pendidikan, mutu sekolah, tingkat penghasilan orangtua dan lokasi sekolah. Demikian pula, seyogyanya perlu pula dihitung biaya satuan pendidikan menurut jenis pembiayaan pendidikan (investasi, personal, dan  operasional).
Disamping permasalahan tersebut, juga disinyalir ketepatan sistem pembiayaan dilihat dari sisi konteks kebijakan, proses, dan luaran kebijakan pendidikan di KSB. Konteks kebijakan misalnya, apakah program pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat atau visi misi KSB. Pada aspek proses teramati bahwa kualitas proses pembelajaran di sekolah masih perlu perhatian. Hasil penelitian terdahulu, terungkap bahwa sebagian besar guru masih menggunakan pola konvensional seperti ceramah sebagai metode utama dalam PBM. Pembelajaran di kelas miskin inovasi dan improvisasi, akibatnya anak menjadi pasif dalam PBM. Dilihat dari luaran juga menunjukkan bahwa sampai  saat ini mutu pendidikan di KSB masih tergolong rendah jika dilihat dari parameter hasil UN.
Atas dasar inilah, patut menjadi pertanyaan sejauh mana efektivitas pembiayaan pendidikan dalam menyokong penyelenggaraan pendidikan dasar di Kabupaten Sumbawa Barat. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah: (1) Bagaimanakah tingkat efektifitas pembiayaan pendidikan dalam penyelenggaran program pendidikan dasar di Kabupaten Sumbawa Barat ditinjau dari pemetaan input, proses dan outputnya?; (2) Faktor apa saja yang dirasakan menjadi penghambat/kelemahan dan pendorong/kekuatan pelaksanaan pembiayaan program pendidikan dasar di KSB?; dan (3) Bagaimana model  (rekomendasi) pengembangan pembiayaan pendidikan untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan dasar di Kabupaten Sumbawa Barat?.
Mengacu pada permasalahan di atas, maka ruang lingkup kajian ini meliputi: Input (Ketersediaan sumber pembiayaan dan jumlah anggaran), Proses (Sosialisasi pembiayaan pendidikan, pendataan sasaran, penyaluran, pengambilan, penggunaan, komponen, monev dan pelaporan), dan Output (Perubahan terhadap PBM, mutu lulusan, dan perubahan terhadap ketersediaan fasilitas belajar).
B.     KAJIAN TEORITIS
1.      Konsep dan Kompoenen Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan pada dasarnya mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan pendidikan, prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas penggunaan biaya pendidikan. Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal (Anonim, 2008, Supriadi, 2004; BSNP, 2009). Biaya investasi adalah biaya penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya lebih permanen dan jangka waktunya melebihi waktu satu tahun yang pada umumnya berupa sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.  Biaya investasi dapat berupa: (a) Bangunan sekolah, (b) Alat peraga, alat praktik, sumber belajar, buku-buku, media belajar, (c) Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan. Biaya personal. Biaya personal adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya ini meliputi: (a) Alat perlengkapan sekolah: sepatu, seragam sekolah, seragam olahraga, alat tulis dan buku catatan; (b) Transpor anak dari rumah ke sekolah; (c) Uang saku/uang jajan, dan Ekstrakurikuler terbatas. Biaya Operasi. Biaya operasi adalah biaya yang diperlukan sekolah untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga mampu menunjang proses dan hasil PBM sesuai yang diharapkan. Biaya operasional terdiri dari biaya personil dan biaya nonpersonil.  Dalam permen No 69 tahun 2009, disebutkan bahwa biaya personalia terdiri atas: (1) Gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan; (2) Tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan; (3) Tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan; (4) Tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen; (5) Tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; (6) Tunjangan profesi bagi guru dan dosen; (7) Tunjangan khusus bagi guru dan dosen; (8) Maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan (9) Tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan professor atau guru besar. Selanjutnya, biaya nonpersonalia merupakan  tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah dibiayai melalui belanja barang atau bantuan sosial sesuai peraturan perundang-undangan (Fatah, 2000). Pendanaan tambahan di atas biaya nonpersonalia yang diperlukan untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.  
2.      Sumber Dana Pembiayaan Pendidikan
Sumber dana sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama (BSNP, 2009; Supriadi, 2004; Fatah, 2000) yaitu: pemerintah (pusat dan daerah), orang tua peserta didik, dan kelompok-kelompok masyarakat. Pertama,  Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, antara lain mencakup yang berikut: (a) Hibah (grant) dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah; (b) Membayar gaji guru; (c) Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan, serta (d) ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah. Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah. Kedua, Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membangun sekolah, membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan APBN. Ketiga, Orang Tua Peserta didik. Kontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Cara orang tua berkontribusi kemungkinan mencakup yang berikut (Mulyasa, 2002; Permen No 69 tahun 2009): (a) Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi; (b) Memberi kontribusi kepada komite sekolah; (c) Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, seperti perumahan bagi guru; (d) Orang tua kemungkinan menyumbangkan tenaga dan keterampilan tertentu dalam berbagai kegiatan seperti pekerjaan bangunan atau membantu dalam pelatihan olah raga, atau bahkan mungkin dapat menggantikan guru yang tidak hadir. (e) Membayar guru atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah; (f) Membayar pembelian buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan seragam sekolah, meja dan kursi, perpustakaan, dan dana kegiatan olah raga; (g) Mendanai kesejahteraan anak-anak mereka, seperti uang transpor, uang makan, dan sebagainya. Asumsinya bahwa semua orang tua dapat memberikan kontribusi yang sama, apakah itu sifatnya finansial atau dalam bentuk-bentuk kontribusi lainnya.  Keempat, Kelompok Masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber penting pendanaan sekolah. Cara yang mengidentifikasi dalam memobilisasi dana kemungkinan mencakup yang berikut; (a) Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek pengembangan sekolah; (b) Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa untuk berpartisipasi secara efektif dalam proyek-proyek sekolah; (c) Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah; (d) Melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta didik dalam proyek swakarsa penggalangan dana; (e) Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat. Kelima,  Peserta didik. Para peserta didik kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yang baik, jika mereka tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah. Keenam, Yayasan. Ada sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan berdasarkan ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah. Masing-masing memiliki tujuan spesifik dalam mendirikan dan mengoperasikan sekolahnya yang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan beradab.


3.      Evaluasi Program
Menurut Tayibnafis (2000), evaluasi dapat dibedakan menjadi empat jenis  ditinjau dari kepentingan yaitu: (1) Evaluasi context digunakan sebagai bahan pertimbangan membuat keputusan perencanaan; (2) Evaluasi Input digunakan sebagai bahan pertimbangan membuat keputusan penentuan strategi; (3) Evaluasi proses digunakan sebagai bahan mengimplementasikan keputusan; (4) Evaluasi product digunakan sebagai bahan pertimbangan menolong keputusan selanjutnya. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam, H McKee, dan B McKee (2003) yang dikenal dengan model CIPP yang merupakan singkatan dari: context, input, proses dan product. Model ini sangat cocok untuk mengevaluasi program pembiayaan pendidikan secara keseluruhan.  
Pendekatan evaluasi dan monitoring selain secara horisontal, seperti konteks, input, proses, output, monitoring dan evaluasi dapat dilihat secara vertikal. Pembangunan pendidikan nasional, dalam hal ini kinerja Depdiknas, pada hakekatnya dicapai oleh unit terkecil dari suatu program pendidikan, atau satuan pendidikan . Pada jalur pendidikan formal, satuan pendidikan dikenal dengan sekolah. Evaluasi pada jenjang paling bawah harus dapat diagregat menjadi evaluasi pada jenjang berikutnya. Demikian halnya dengan kebijkan, kebijakan yang ada di atasnya menjadi input pada jenjang yang aada di bawahnya. Gambar berikut menunjukkan jenjang evaluai dan jenjang kebijakan, yang mempunyai tanda panah yang berlawanan.
Down Arrow: E  V A   L  U  A  S   IUp Arrow: K E B I J A K A N
 









C.    KERANGKA KERJA PENELITIAN
Kajian ini menggunakan metode penelitian kebijakan yang dikemas dalam bentuk evaluasi kebijakan. Skenarionya sebagai berikut: Skenario Pertama, Skenario evaluasi tingkat efektifitas pembiayaan program pendidikan di KSB, dilakukan dengan cara: (a) Studi dokumenter terhadap laporan hasil penggunaan pembiayaan pendidikan baik dari Dinas Dikpora KSB dan sekolah. (b) Kajian lapangan untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap kentuan yang berlaku, yang meliputi proses pengambilan, penyaluran, penggunaan, pemanfaatan dana serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporannya. Kajian lapangan juga dilakukan untuk mengetahui kemanfaatan dana pendidikan terhadap peningkatan kualitas PBM, ketersediaan sarana prasana, dan mutu lulusan. Sedangkan subyeknya adalah: unsur Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora), Kementerian Agama Kabupaten, SD dan SMP. Penentuan sekolah dilakukan secara area cluster random sampling.  Pertama, ditentukan berdasarkan wilayah dalam kota, pinggiran kota, dan wilayah terpencil. Kedua, ditentukan subyek berdasarkan kelompok sekolah SD/MI dan SMP/MTs. Ketiga, setiap sekolah diambil Kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan Siswa yang telah dilayani dalam pembiayaan pendidikan. Skenario Kedua, Skenario verifikasi terhadap evaluasi efektivitas pembiayaan pendidikan dan rekomendasi awal perbaikan. Verifikasi dan untuk memperoleh rekomendasi awal perbaikan dilaksanakan melalui studi mendalam (FGD dan Wawancara) terhadap Tim pelaksana pembiayaan program pendidikan tingkat Dinas Dikpora dan Kementerian Agama Kabupaten;  dan Sekolah.  Skenario Ketiga, Skenario pengembangan model (rekomendasi) sistem pembiayaan program pembiayaan pendidikan di KSB. Tahapannya meliputi: (a) Identifikasi permasalahan pembiayaan program pendidikan yang telah dilaksanakan selama ini, (b) Menganalisis dan menemukan faktor-faktor penyebab lemahnya penyelengaraan pembiayaan program pendidikan, (c) Memilih alternatif  untuk manangani permasalahan berkaitan dengan penyelenggaraan pembiayaan program pendidikan, (d) Menyusun rancangan rekomendasi pembiayaan berdasarkan pilihan alternatif pada poin c.
Berdasarkan skenario penelitian ini, maka beberapa metode yang terlibat dalam kajian ini melipuiti: kuesioner, FGD, wawancara mendalam, dan kajian dokumen. Data dalam penelitian dianalisis dengan duan cara yaitu: (a) Analisis Kuantitatif untuk uji efektivitas dengan uji perbedaan dengan menggunakan rumus ANOVA (Sugiyono, 2001). Keseluruhan proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 10 for windows. Untuk melihat kecenderungan posisi variabel penelitian, maka dilakukan kategorisasi berdasarkan letak sekolah (dalam kota, pinggiran kota, dan terpencil). (b) Analisis Secara Kualitatif. Untuk pemberian makna terhadap hasil kategorisasi data dan dianggap telah cukup diolah menggunakan analisis dekriptif-kualitatif dengan model flow, yakni peneliti melakukannya melalui tiga langkah analisis yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Miles & Huberman, 1984: 21-23).
D.    HASIL DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
HASIL

1.      Deskripsi Besaran Dana Subsidi Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat

Berdasarkan kajian dokumen terhadap APBD KSB diperoleh gambaran tentang pengalokasian anggaran untuk pendidikan khususnya yang menyentuh langsung di sekolah seperti Dana subsidi pendidikan gratis. Gambar 02 berikut menggambarkan secara komprehensif perkembangan anggaran pembiayaan pendidikan di KSB.

Gambar 2.  Perkembangan Besaran Dana Subsidi Pendidikan Gratis di KSB

Dari data Gambar 2 di atas, dapat dideskripsikan bahwa dana subsidi pendidikan gratis di KSB mengalami peningkatan secara nominal. Data ini mencerminkan bahwa pemda KSB memiliki komitmen cukup tinggi dalam pembiayaan pendidikan. Namun demikian jika dilihat dari persentase APBD, maka anggaran pembiayaan pendidikan mengalami penurunan tapi masih di atas standar minimal 20%. Meskipun masih di atas 20%, permasalahannya adalah anggaran pendidikan tersebut termasuk membiayai biaya operasional seperti gaji guru dan sejenisnya.
2.      Efektivitas  Pembiayaan Pendidikan Tingkat dasar di KSB

a.      Efektivitas Input Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/Mts
1)      Sumber Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Dari keseluruhan sampel, maka klasifikasi sumber pembiayaan pendidikan pada tingkat SD/MI dan SMP/MTs adalah dari pemerintah pusat, pemda provinsi, pemda kabupaten, dan pada beberapa sekolah juga bersumber dari orang tua murid dan komponen masyarakat seperti PT Newmont, dll.  Untuk dana yang bersumber dari pemerintah pusat dan pemda KSB  dialokasikan atau dipergunakan untuk ketiga komponen pembiayaan yaitu biaya personal, investasi, dan personal. Sedangkan dana yang bersumber dari pemprov, orang tua murid, dan masyarakat lebih banyak digunakan untuk biaya investasi dan personal, meskipun juga di beberapa sekolah sampel ditemukan untuk biaya personal secara tidak tertulis. Selengkapnya dapat dicermati pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sumber Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs di KSB

Level Sekolah
Sumber Pembiayaan
Pemerintah Pusat (BOS)
Pemda Provinsi (BSM)
Pemda KSB
Orang Tua Murid
Masyarakat
SD/MI
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
Biaya Personal dan Investasi
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
Biaya Personal dan Investasi
Biaya Personal dan Investasi
SMP/ MTs
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
Biaya Personal dan Investasi
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
Biaya Personal dan Investasi
Biaya Personal dan Investasi

2)      Besaran Biaya Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Besaran pembiayaan pendidikan di SD/MI dan SMP/MTs per siswa per tahun menurut responden orang tua siswa dapat di klasifikasikan berdasarkan biaya investasi, personal, dan operasional. Berdasarkan angket yang disebarkan kepada 64 wali murid SD/MI dan hasil wawancara diperoleh besaran biaya yang bervariasi antara sekolah yang berada dalam kota, pinggiran kota, dan terpencil. Tabel 2 menunjukkan besaran dan perbandingan antara besaran biaya yang ditanggung orang tua murid, pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), dengan standar ideal yang dikeluarkan beberapa lembaga pendidikan.
Tabel 2. Besaran dan Perbandingan besaran biaya yang dikeluarkan orang tua Murid dan Pemerintah per siswa per tahun untuk SD/MI dan SMP/MTs di KSB.

Jenis Biaya
SD/MI
SMP/MTs
Kota
Pinggiran
Terpencil
Kota
Pinggiran
Terpencil
Personal
1,107,125
839,583
672,750
1,475.050
1.156,583
870,545
Investasi
175,938
69,792
25,000
360,742
175,030
93,435
Operasional
-
-
-
-
-
-
Pemerintah (BOS, BSM Prov, Subsidi Kab.)
    636,996
1.015.000
Standar BSNP
1.300.000
2.700.000
Balitbang Kemendiknas
1.864.000
2.771.000
ICW
1.800.000
2.700.000

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa masih banyak biaya yang ditanggung oleh orang tua murid. Namun demikian, antara wilayah berbeda rata-rata nominalnya yang disebabkan oleh kebutuhan dan sumber ekonomi yang berbeda. Yang menarik adalah biaya investasi masih dibebankan kepada orang tua murid baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya tersebut juga menunjukkan masih dibawah standar ideal baik dari ICW, BSNP, maupun Balitbang Kemendiknas. Data ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan khususya terkait biaya personal maupun investasi belum mencerminkan kebermutuan pendidikan.

b.      Implementasi Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
1)      Realisasi Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Dari angket yang disebarkan kepada 32 SD/MI dan 12 SMP/MTs teridentifikasi beberapa kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dalam proses pelaksanaan pembiayaan pendidikan mulai persiapan, proses, dan pelaporan pembiayaan pendidikan. Selengkapnya dapat dicermati pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rangkuman Efektivitas Proses Implementasi Pembiayaan Pendidikan

SD/MI
SMP/MTs
Ya (%)
Tidak (%)
Ya (%)
Tidak (%)
Mengambil data sasaran pembiayaan oleh sekolah sendiri
93.75
6.25
100.0
0.00
Menerima data sasaran pembiayaan pendidikan dari Dikpora KSB
53.13
46.88
58.33
41.67
Menerima data sasaran pembiayaan pendidikan dari BPS Kab.
6.25
93.75
8.33
91.67
Tidak ada kriteria penentuan siswa sebagai sasaran pembiayaan
81.25
18.75
91.67
8.33
Memperhatikan kondisi sosekosiswa sebagai kriteria pembiayaan
68.75
31.25
66.67
33.33
Memperhatikan jumlah anak dalam sekolah sebagai kriteria
93.75
6.25
100.0
0.00
Memperhatikan letak geografis anak sebagai kriteria
31.25
68.75
25.00
75.00
Mendapatkan pembekalan dari Dinas Dikpora tentang pembiayaan
93.75
6.25
100.0
0.00
Dinas Dikpora dalam memfasilitasi Pengelolaan pembiayaan
75.00
25.00
58.33
41.67
Pelaksanaan pembiayaan sesuai ketentuan (pedoman)
84.38
15.63
75.00
25.00
Melakukan sosialisasi pembiayaan kepada warga sekolah
71.88
28.13
100.0
0.00
Siswa sebagai sasaran sosialiasi pembiayaan pendidikan
68.75
31.25
83.33
16.67
Guru sebagai sasaran sosialiasi pembiayaan pendidikan
81.25
18.75
100.0
0.00
Orang tua siswa dijadikan sasaran  sosialisasi
12.50
87.50
16.67
83.33
Masyarakat umum dijadikan  sasaran sosialisasi
6.25
93.75
0.00
100.0
Sosialisasi melalui pertemuan formal
93.75
6.25
83.33
16.67
Sosialisasi melalui pertemuan informal
37.50
62.50
16.67
83.33
Sosialisasi pembiayaan pendidikan melalui media massa
0.00
100
0.00
100
Tidak ada media sosialisasi pembiayaan pendidikan
28.13
71.88
25.00
75.00
Pembiayaan pendidikan ditungkan dalam RPS/RAPBS
90.63
9.38
100.0
0.00
Pembiayaan pendidikan teradministrasi dengan baik
84.38
15.63
91.67
8.33
Di monitoring oleh Dinas Dikpora provinsi NTB
6.25
93.75
8.33
91.67
Di monitoring oleh Inspektorat KSB dan atau Prov. NTB
6.25
93.75
8.33
91.67
Di monitoring oleh Dinas Dikpora KSB
34.38
65.63
41.67
58.33
Di monitoring oleh pengawas sekolah
62.50
37.50
83.33
16.67
Di monitoring oleh Orang Tua Siswa
9.38
90.63
0.00
100
Di monitoring oleh kelompok masyarakat
3.13
96.88
0.00
100
Sasaran monev adalah  kelengkapan dan keakuratan data
65.63
34.38
66.67
33.33
Sasaran Monev adalah konsistensi pelaksanaan
78.13
21.88
91.67
8.33
Dimonitoring terhadap ketersediaan sumber daya
9.38
90.63
25.00
75.00
Membuat laporan pelaksanaan pembiayaan pendidikan
90.63
9.38
100
0.00
Laporan mendapatkan feedback dari dinas Dikpora KSB
9.38
90.63
8.33
91.67
Sekolah mendapatkan sanksi jika tidak membuat laporan
87.50
12.50
25.00
75.00

Berdasarkan data Tabel 3 tersebut, menggambarkan beberapa hal yang masih perlu pembenahan antara lain intensitas kemitraan sekolah dengan instansi lain seperti BPS, sosialisasi yang melibatkan orang tua murid dan masyarakat, sosialisasi melalui media massa, kriteria penentuan pembiayaan pendidikan dengan memperhatikan letak geografis,kondisi sosial ekonomi, intensitas monitoring, dan pemberian feedback secara langsung dan cepat.  Jika dikategorikan berdasarkan letak sekolah, maka keseluruhan proses tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 4. Pengelompokan Skor Efektivitas Proses Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs di KSB

Level sekolah
Dalam kota
Pinggiran Kota
Terpencil
% capaian
Ideal
% capaian
Ideal
% capaian
ideal
SD/MI
81.25
75.00
66.67
75.00
50.00
75.00
SMP/MTs
75.00
75.00
25.00
75.00
25.00
75.00

Tabel 4 mencerminkan bahwa konsistensi pelaksanaan masih terfokus di dalam kota. Hal ini terjadi dikarenakan akses informasi lebih cepat dan mudah dijangkau oleh pengambil kebijakan.
2)      Realisasisi Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Berdasarkan kuesioner yang disebarkan, ditemukan bahwa komponen-komponen yang dibiayai sekolah dari subsidi pemerintah baik dari dana BOS, Beasiswa siswa miskin (BSM) pemprov provinsi NTB, dan subsidi pendidikan gratis Pemerintah KSB maupun lainnya meliputi biaya investasi dan personal.  Rincian realisasi pembiayaan pendidikan disajikan dalam Tabel 5 berikut. Sebagai pembanding, juga disajikan data pengeluaran orang tua murid terhadap komponen-komponen pembiayaan pendidikan tersebut.
Tabel 5. Komponen-Kompoenen Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs


No
Bentuk Pengeluaran
% untuk SD/MI
% untuk SMP/MTs
Sumber Pembiayaan (Rs= Kepala Sekolah)
Rs = ORT
Sumber Pembiayaan (Rs= Kepala Sekolah)
Rs = ORT
PPT
PRV
PKB
ORT
MSY
PPT
PRV
PKB
ORT
MSY
1
Uang saku/jajan
6
-
9
97
-
100
58
100
75
58
-
100
2
Pembelian sepatu sekolah
3
6
6
84
-
100
50
33
42
42
-
100
3
Pembelian tas sekolah
-
6
6
100
-
100
42
33
33
0
-
100
4
Uang pangkal
3
-
-
100
-
100
58
42
67
8
-
100
5
Les di sekolah oleh guru
100


94
-
44
100
42
50
17
-
44
6
Pakaian/ sepatu olah raga
-
-
44
84
-
100
67
33
42
0
-
100
7
Iuran rutin sekolah
97
-
69
-
-
25
100
33
50
8
-
25
8
Transportasi ke sekolah
56
-
47
91
-
100
83
50
42
8
-
100
9
Sumbangan incidental
19
-
22
38
-
59
75
0
50
17
-
59
10
Buku pelajaran/LKS
97
-
72
-
-
85
100
42
58
8
-
85
11
Biaya karyawisata
19
-
28
72
-
56
100
33
33
8
-
56
12
Kursus/ les luar sekolah
6
-
6
94
-
34
67
58
33
0
-
34
13
Kegiatan ekstra-kurikuler
88
-
69
-
-
53
100
50
67
0
-
53
14
Pembeel. buku/alat tulis
94
-
63
25
-
100
100
50
42
0
-
100
15
Pakaian seragam sekolah
3
-
9
97
-
100
0
67
58
0
-
100
16
Ulangan/ ujian/ TPB
81
-
78
-
-
22
100
50
50
0
-
22
17
Remedial/pengayaan
91
-
91
-
-
41
100
67
42
33
-
41
18
Peningkatan mutu guru
91
-
91
-
9
-
83
58
42
8
-
-
19
Untuk  guru honorer
91
-
78
-
13
-
100
33
50
25
-
-
20
Insentif tambahan guru
100
-
75
-
13
-
100
33
42
58
-
-
21
Biaya pemeliharaan
53
-
47
-
-
-
83
42
33
42
-
-
22
Perangkat pembelajaran
56
-
50
-
13
-
100
50
58
0
-
-
23
Jasa (telpon/ air/lainnya)
78
-
69
-
-
-
100
0
33
8
-
-
24
ATK sekolah
94
-
94
-
-
-
100
67
50
17
-
-
25
Penelitian untuk guru
13
-
9
-
-
-
33
50
42
0
-
-
26
Penyusunan RPS/RAPBS
88
-
94
-
-
-
42
58
42
8
-
-
27
Biaya guru berprestasi
72
-
31
-
-
-
33
42
67
8
-
-
28
Biaya siswa berprestasi
59
-
69
-
-
-
33
50
67
17
-
-
Ket: PPT: Pusat, PRV: Provinsi, PKB: Kabupaten, ORT: Orang Tua, MST: Masyarakat

Data pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa biaya yang banyak mendominasi adalah biaya untuk keperluan keseharian guru dan pegawai seperti minum, dan sejenisnya. Namun demikian, di beberapa sekolah juga mengalokasikan dana untuk keperluan penunjang pembelajaran lainnya seperti untuk les siswa, pembelian atribut sekolah, pembelian perlengkapan olah raga, dan sejenisnya. Meskipun komponen-kompoenen tersebut sudah dibebankan melalui dana dari pemerintah namun dalam kenyataan masih menjadi beban orang tua murid khususnya yang berkenanan dengan biaya personal dan investasi. Di samping itu, biaya investasi juga masih dibebankan kepada orang tua murid baik secara langsung maupun tidak langsung seperti biaya les, biaya remedial, ulangan, dan lainnya. Yang menarik dari temuan ini adalah terjadinya tumpang tindih pembiayaan pendidikan baik yang bersumber dari BOS, BSM Pemprov, maupun dari subsidi pendidikan gratis pemda KSB. Dana-dana personal dan investasi dialokasikan untuk membiayai komponen biaya yang sama didanai oleh pemerintah pusat maupun pemda. Kondisi ini jika dicermati dari sistem perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas menjadi kurang baik.


c.       Efektivitas Output Pembiayaan Pendidikan SD/MI
Pada bagian ini akan disajikan kondisi output pembiayaan pendidikan yang dilihat dari tiga aspek yaitu keberadaan dan pendayagunaan fasilitas PBM, kualitas PBM, dan hasil UASBN SD serta UN SMP.
1)      Ketersediaan, Kebermanfaatan, dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran SD/MI dan SMP/MTs

Keberadaan kelengkapan pembelajaran ditampilkan sebagai output pembiayaan pendidikan, karena keberadaan unsur tersebut disebabkan oleh adanya pengeluaran untuk mendatangkannya. Dalam konteks lain seperti keseluruhan proses pembelajaran, keberadaan fasilitas ditempatkan sebagai input PBM. Tabel 6 kelengkapan pembelajaran untuk SD/MI dan Tabel 7 untuk SMP/MTs
Berdasarakan data Tabel 6, menunjukkan bahwa unsur-unsur yang dirasakan belum banyak tersedia dan jumlahnya kurang khususnya pada wilayah pinggiran kota dan terpencil adalah panduan pengembangan mulok, panduan pembelajaran, panduan manajemen, modul, panduan supervisi klinis, mobile untuk perpustakaan dan ruang kepala sekolah, generator, dan kelengkapan lainnya.
Tabel 7. Ketersedian, Kebermanfaatan, dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran pada Sekolah Dasar di Kabupaten Sumbawa Barat

No
Jenis perlengkapan
Telah tersedia
Dimanfaatkan
Jumlah Mencukupi
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Buku kurikulum
0
100
0
100
6
94
2.
Panduan kurikulum  Mulok
88
13
88
13
100
0
3.
Contoh Bank Soal
6
94
13
88
38
63
4.
Panduan supervise klinis
6
94
3
97
3
97
5.
Buku paket siswa
0
100
0
100
25
75
6.
Buku pedoman untuk guru
0
100
53
47
38
63
7.
Buku pedoman mengajar
16
84
22
78
25
75
8.
Buku-buku perpustakaan
31
63
38
56
16
84
9.
Panduan manajemen
44
56
63
38
56
44
10.
Audio Visual
44
56
38
63
63
38
11.
Mobile untuk perpustakaan
88
13
94
6
94
6
12.
Mobile untuk ruang KS
88
13
88
13
88
13
13.
Generator
75
25
88
13
88
13
14.
Radio kaset
13
88
25
75
44
56
15.
Slide projector
25
75
25
75
44
56
16.
Modul: Petunjuk untuk guru
25
75
25
75
88
13
17.
Ruang perpustakaan/rehab
44
56
44
56
63
38

Di samping SD/MI, nampaknya kondisi yang sama juga dialami pada tingkat SMP/MTs (lihat Tabel 7).Kelengkapan-kelengkapan tersebut disamping tidak tersedia tapi juga kurang dari sisi jumlah dan banyak yang tidak dimanfaatkan oleh sekolah.  Hal ini banyak disebabkan oleh komitmen, kompetensi, dan kinerja pelaku pendidikan di tingkat pelaksana (sekolah).
Tabel 7. Ketersedian, Kebermanfaatan, dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran pada SMP/MTs di Kabupaten Sumbawa Barat

No
Jenis perlengkapan
Telah tersedia
Dimanfaatkan
Jumlah Mencukupi
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
1.
Buku kurikulum
-
100
-
100
17
83
2.
Panduan kurikulum  Mulok
100
-
100
-
100
-
3.
Contoh tes bank data
50
50
50
50
50
50
4.
Panduan supervise klinis
67
33
58
42
67
33
5.
Buku paket siswa
25
75
58
42
25
75
6.
Buku pedoman untuk guru
75
25
67
33
75
25
7.
Buku pedoman mengajar
92
8
75
25
92
8
8.
Buku-buku perpustakaan
17
83
67
33
67
33
9.
Panduan manajemen
92
8
67
33
92
8
10.
Audio Visual
33
67
25
75
67
33
11.
Mobile untuk perpustakaan
25
75
58
42
67
33
12.
Mobile untuk ruang KS
33
67
33
67
33
67
13.
Generator
67
33
67
33
67
33
14.
Radio kaset
50
50
50
50
50
50
15.
Slide projector
-
100
-
100
17
83
16.
Modul: Petunjuk untuk guru
17
83
17
83
83
17
17.
Ruang perpustakaan/rehab
17
83
17
83
50
50

2)      Kualitas Proses Pembelajaran di SD/MI dan SMP/MTs
Disamping keberadaan fasilitas penunjang PBM sebagai output pembiayaan pendidikan, kajian ini juga berupaya mengungkapkan kualitas PBM di sekolah.  Selengkapnya dapat dicermati pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Pengalaman Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran di SD/MI dan SMP/MTs

No
Pengalaman
SD/MI
SMP/MTs
BP
KK
SR
SL
BP
KK
SR
SL
1.
Guru menyusun silabus dan RPP
0
6
22
72
0
8
33
58
2.
Guru mengajar dengan disiplin dan komitmen tinggi
0
6
47
47
0
17
42
42
3.
Tukar informasi sesama guru/KS/Pengawas ttng pembelaj.
19
56
19
6
42
42
17
0
4.
Pembelajaran memperhatikan kemampuan individu siswa
13
56
25
6
25
50
17
8
5.
Pembelajaran dilakukan secara interaktif
9
63
25
3
17
50
17
17
6.
Pembelajaran menggunakan alat dan media pembelajaran.
9
72
19
0
17
58
25
0
7.
Penilaian berbasis kelas
9
75
16
0
33
42
17
8
8.
Pembelajaran dengan menggunakan handout/diktat
9
69
19
3
31
46
15
8
9.
Pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa
3
81
16
0
17
50
17
17
10.
Pendekatan Pembelajaran terpadu
38
63
0
0
17
67
8
8
11.
Pembelajaran berbasis kebutuhan siswa/lingkungan
34
63
3
0
25
50
17
8
12.
Pembelajaran berbasis masalah
28
69
3
0
50
50
0
0
13.
Pembelajaran menggunakan model portofolio
44
53
3
0
58
42
0
0
14.
Pembelajaran dengan mengelompokkan secara heterogen
9
50
34
6
17
50
33
0
15.
Melakukan pembaharuan pembelajaran (misalnya PTK)
47
53
0
0
50
50
0
0
16.
Memberikan pengayaan untuk siswa yang cepat belajar
50
47
3
0
33
58
8
0
17.
Memberikan remedial untuk siswa yang lambat belajar
3
44
41
13
0
33
33
33
18.
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
25
56
19
0
33
42
17
8
19.
Memanfaatkan siswa yang lebih pandai sebagai tutor
19
63
13
6
8
33
33
25
Ket: BP: Belum Pernah, KK: Kadang-Kadang, SR: Sering, dan SL: Selalu

Beberapa komponen pembelajaran yang belum banyak dilakukan adalah pengembangan model pembelajaran portofolio, pembelajaran dengan menggunakan handout/diktat, penilaian berbasis kelas, pembelajaran menggunakan pendekatan terpadu, dan pembelajaran berbasis masalah, pengembangan diri melalui PTK. Hal ini disinyalir disebabkan oleh kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki guru sebagai akibat dari pola pikir dan sikap mental yang cenderung menunggu (pasif).

3)      Tingkat Kelulusan dan Rata-Rata Nilai UASBN SD/MI dan UN SMP/MTs
Tingkat kelulusan dan nilai Ujian Akhir Sekolah Berbasis Nasional (UASBN) untuk SD/MI dan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs merupakan indikator yang menjadi parameter mutu pendidikan dewasa ini . Berdasarkan hasil kajian, secara kuantitatif jumlah peserta lulus mencapai 100 persen baik pada wilayah yang dikategorikan dalam kota, pinggiran kota maupun daerah terpencil. Namun demikian jika dilihat dari nilai rata-rata UASBN menunjukkan hasil berbeda (lihat tabel 9). Semakin lokasi sekolah berada di pinggiran dan terpencil, hasilnya menunjukkan penurunan.
Tabel 9. Nilai Rata-rata UASBN SD/MI  dan UN SMP/MTs di KSB tahun 2009/2010

Level Sekolah
Mata Pelajaran
Kategori Wilayah
Dalam Kota
Pinggiran Kota
Terpencil
SD/MI
Bahasa Indonesia
7.06
6.47
6.41
Matematika
6.96
5.63
4.69
IPA
7.28
6.76
5.86
Rata-Rata
7.12
6.28
5.65
SMP/MTs
Bahasa Inggris
6.48
6.95
6.96
Bahasa Indonesia
6.55
7.34
6.86
Matematika
6.79
7.48
7.36
IPA
6.67
7.77
7.13
Rata-Rata
6.62
6.62
7.38

Kondisi yang berbeda terjadi pada jenjang SMP/MTs. Secara persentase di daerah perkotaan menunjukkan kecenderungan menurun jika dibandingkan dengan daerah pinggiran atau bahkan terpencil (72.77% dalam kota, 97.41% pinggiran kota, dan  92.83% terpencil). Sedangkan dilihat dari rata-rata UN menunjukkan hasil yang sama dengan persentase kelulusan. Hal ini bukan semata-mata karena faktor pembiayaan pendidikan menjadi penyebabnya melainkan karena faktor lain yang terkait dengan pelaksanaan UN itu sendiri.

3.      Uji Efektivitas Pembiayaan Pendidikan

a.      Perbedaaan Mutu SD/MI
Untuk menguji efektivitas pembiayaan pendidikan dilihat dari indikator rata UASBN, maka kajian ini dilanjutkan dengan uji ANOVA. Dengan bantuan komputer program SPSS diperoleh simpulan bahwa  rata-rata hasil UASBN di SD/MI baik pada wilayah kategori dalam kota, pinggiran kota, dan terpencil terdapat perbedaan yang signifikan. Harga F hitung diperoleh nilai sebesar 11. 716 dengan nilai uji signifikansi 0.00%. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing, maka dapat ditelusuri dengan menggunakan uji Tukey.
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Tukey Rata-Rata UASBN SD/MI

Tukey HSD



             









Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
 
(I) Kategori Wilayah
(J) Kategori Wilayah



Lower Bound
Upper Bound
Dalam kota
Pinggiran Kota
.8345
.2373
.004
.2461
1.4230
 
Terpencil
1.5667
.3812
.001
.6215
2.5119
Pinggiran Kota
Dalam kota
-.8345
.2373
.004
-1.4230
-.2461
 
Terpencil
.7321
.3947
.171
-.2464
1.7107
Terpencil
Dalam kota
-1.5667
.3812
.001
-2.5119
-.6215
 
Pinggiran Kota
-.7321
.3947
.171
-1.7107
.2464

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.004 lebih kecil dari 0.05. Ini artinya terdapat perbedaan antara nilai rata-rata UASBN antara wilayah dalam kota dengan pinggiran kota. (b) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.001 lebih kecil dari 0.05. Ini artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata UASBN antara wilayah dalam kota dengan terpencil. (c) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.171 lebih besar dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang sifnifikan nilai rata-rata UASBN antara wilayah pinggiran kota dengan terpencil.
b.      Perbedaan Mutu SMP/MTs
Seperti halnya dengan di SD/MI, untuk menguji efektivitas pembiayaan pendidikan dilihat dari indikator hasil UN juga dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA, diperoleh hasil bahwa rata-rata hasil UASBN di SD/MI baik pada wilayah kategori dalam kota, pinggiran kota, dan terpencil tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Harga F hitung diperoleh nilai sebesar 1.253 dengan nilai uji signifikansi 0.331%. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing, maka dapat ditelusuri dengan menggunakan uji Tukey.
Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Tukey Rata-Rata UN SMP/MTs

Tukey HSD















Mean Difference (I-J)
Std. Error

Sig.

95% Confidence Interval
 
(I) Kategori wilayah
(J) Kategori wilayah



Lower Bound
Upper Bound
Dalam kota
Pinggiran kota
-.7625
.4845
.305
-2.1153
.5903
 
Terpencil
-.4525
.4845
.634
-1.8053
.9003
Pinggiran kota
Dalam kota
.7625
.4845
.305
-.5903
2.1153
 
Terpencil
.3100
.4845
.803
-1.0428
1.6628
Terpencil
Dalam kota
.4525
.4845
.634
-.9003
1.8053
 
Pinggiran kota
-.3100
.4845
.803
-1.6628
1.0428
 
Berdasarkan data tersebut, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (a) Terdapat perbedaan rata-rata (mean deference) sebesar 0.762. Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.305 lebih besar dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan antara nilai rata-rata UN antara dalam kota dengan pinggiran kota. (b) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.634 lebih besar dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata UN antara wilayah dalam kota dengan terpencil.(c) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.803 lebih besar dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata UN antara wilayah pinggiran kota dengan terpencil.
4.      Faktor Pendorong dan Penghambat Pembiayaan Pendidikan

Hasil kajian baik melalui angket maupun FGD terungkap juga beberapa kondisi baik yang bersifat internal maupun eksternal sebagai penghambat dan sekaligus menjadi pendukung sistem pembiayaan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat.
Tabel 12. Faktor penghambat dan Pendorong Pembiayaan Pendidikan di KSB

No
Sumber dan jenis
SD/MI
(N = 32)
SMP/MTs
(N = 12)
Pdr
Pht
Pdr
Pht
A
Sumber: Internal Sekolah




1
Jumlah anggaran pembiayaan pendidikan
0
100
0
100
2
Sumber pembiayaan pendidikan
6
94
17
83
3
Ketersediaan pengelola keuangan dan kualifikasinya
0
100
0
100
4
Kompetensi dan komitmen pengelola keuangan
0
100
0
100
5
Ketersediaan sarana prasarana pengelolaan keungan
13
88
17
83
6
Penyusunan RPS/RAPBS
56
44
67
33
7
Manajemen pelaksanaan pengelolaan keuangan
25
75
17
83
8
Transfaransi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
50
50
17
83
9
Internal monitoring yang tidak ada dan berfungsi
0
100
25
75
10
Administrasi dan pelaporan keuangan sekolah
56
44
100
0
11
Kreativitas dalam mencari terobosan
6
94
25
75
12
Lainnya
38
63
50
50
B
Sumber: Eksternal Sekolah




1
Kebijakan pembiayaan oleh pemerintah Pusat
100
0
100
0
2
Kebijakan pembiayaan pendidikan oleh Pemprov
94
6
83
17
3
Kebijakan Pembiayaan pendidikan KSB
81
19
67
33
4
Kondisi geografis
88
13
33
67
5
Faktor sosial ekonomi masyarakat
41
59
33
67
6
Faktor sosial budaya masyarakat
41
59
25
75
7
Dukungan sarana prasarana dari luar
100
0
92
8
8
Dana luar seperti blok grant atau hibah internasional
84
16
100
0
9
Dunia usaha/industry
59
41
67
33
10
Lainnya
56
44
92
8
Ket: Pdr: Pendorong, Pht: Penghambat

Berdasarkan Tabel 13 di atas, dapat dijelaskan bahwa baik pada tingkat SD/MI maupun SMP/MTs ditemukan banyak hal yang bersifat internal dirasakan sebagai permasalahan dalam pembiayaan pendidikan di sekolah. Kondisi yang menjadi perhatian berdasarkan hasil kajian ini adalah masih minimnya jumlah anggaran, sumber pembiayaan yang terbatas, pengelolaan yang belum dilaksanakan dengan baik, manajemen pengelolaan yang masih rendah, ketersediaan sarana prasarana manajemen pengelolaan keuangan, tidak ada dan berfungsinya sistem monitoring termasuk pelaporan keuangan secara internal. Selain itu tidak dibolehkannya sekolah untuk memungut biaya menyebabkan sekolah merasa tidak mampu menyediakan pelayanan yang bermutu. Demikian juga terkait dengan ketersediaan tenaga pengelola keuangan, hampir di semua sekolah tidak memiliki tenaga tersebut dengan kualifikasi yang memadai. Dalam hal pengelolaan keuangan, sekolah juga masih dihadapkan pada sistem manajemen yang pengelolaan keuangan yang masih tertutup.
Secara eksternal meliputi sosiokultural masyarakat yang cenderung bersifat apriori terhadap sekolah. Kebijakan pemerintah khususnya pemda KSB di satu sisi menjadi faktor kekuatan namun pada dimensi lain menjadi permasalahan yang dihadapi sekolah ketika berhadapan dengan masyarakat. Pemahaman sebagian besar orang tua atau masyarakat bahwa dengan pendidikan gratis maka semua terbebas dari pembiayaan pendidikan. Akibatnya sekolah tidak memiliki peluang untuk memungut biaya pendidikan meskipun mengalami kekurangan. Temuan yang cukup menarik adalah subsidi pendidikan baik dari pemrov maupun pemda Kabupaten bagi beberapa sekolah justru menghambat kreativitas dalam mengembangkan sekolah. Alasannya karena dengan bantuan subsidi mengakibatkan sekolah tidak berani mencari terobosan namun disisi lain masih dihadapkan pada kekurangan pembiayaan pendidikan.
Meskipun ditemukan banyak permasalahan dalam pembiayaan pendidikan, namun juga diperoleh sejumlah faktor sebagai pendorong atau pendukung pelaksanaan pembiayaan pendidikan baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Kebijakan atau komitmen pemda merupakan faktor kekuatan dalam pembiayaan pendidikan di sekolah, kemampuan dalam penyusunan RPS atau RAPBS. Di beberapa sekolah juga mendapatkan dukungan dari dunia usaha dan industri menjadi faktor kekuatan. Untuk daerah perkotaan dan sebagian pinggiran kota juga dianggap sebagai faktor kekuatan karena lebih dekat dengan sumber pembiayaan meskipun tidak memungut biaya.
5.      Alternatif Perbaikan Kebijakan

Menawarkan solusi mengharuskan peneliti menengok kondisi dan permasalahan sehinga tawaran solusi menyentuh akar persoalan bukan karena keinginan. Oleh karena itu, berdasarkan kajian efektivitas pembiayaan pendidikan di KSB sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan alternatif untuk memperbaiki dan mengoptimalkannya, antara lain:
a.       Dalam penyusunan anggaran pendidikan seyogyanya ada sinergi antara pemerintahan Kabupaten Sumbawa Barat dan Provinsi serta Pusat untuk penyusunan program-program dalam penyelenggaraan pendidikan beserta biaya yang menyertainya;
b.      Temuan penelitian menunjukkan bahwa berbagai hal yang berkaitan dengan besar kecilnya biaya pendidikan, terutama pada tingkat satuan pendidikan, berhubungan dengan berbagai indikator mutu pendidikan seperti mutu PBM, ketersediaan sarana prasarana, nilai UN, dan lainnya. Oleh sebab itu, dalam konteks perencanaan pembiayaan pendidikan, pemahaman tentang berbagai aspek pembiayaan pendidikan sangatlah penting. Pemahaman dimaksud merentang dari hal-hal yang sifatnya mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), antara lain meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, dan akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif yang terjadi pada semua tataran, khususnya di tingkat sekolah;
c.       Langkah penting juga yang mesti dibenahi adalah melakukan perubahan paradigma pembiayaan pendidikan baik yang bersifat  mikro maupun makro dari paradigma konsumsi menjadi investasi;
d.      Untuk mendapatkan keadilan, khususnya bagi masyarakat terpencil dan atau miskin, maka pemda KSB secara khusus mengalokasikan beasiswa bagi anak dari dari daerah terpencil dana atau keluarga miskin. Atau juga meringankan beban biaya pendidikan bagi sebagian siswa (dari keluarga miskin) melalui subsidi silang pembiayaan pendidikan dari siswa yang berstatus sosial ekonomi lebih tinggi.
e.       Untuk kelancaran perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas dana subsidi pendidikan gratis dan BSM Pemprov, seyogyanya dana-dana personal dan investasi tidak dialokasikan untuk membiayai komponen biaya yang sama didanai oleh pemerintah pusat melalui dana bos atau program lainnya;
f.       Besarnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua murid untuk membiayai pendidikan dasar di KSB, seyogyanya pemda KSB memenuhi standar ideal pembiayaan pendidikan dengan memperhatikan unit cost setiap anak per tahun, khususnya yang terkait dengan biaya personal dan investasi. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih leluasa dalam memenuhi kebutuhan peyelenggaraan pendidikan yang lebih bermutu;
g.      Mengingat besarnya biaya yang harus ditanggung oleh sekolah sementara jumlah anggaran secara keseluruhan sangat terbatas, maka seyogyanya pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat memberikan keleluasan kepada sekolah untuk mencari terobosan sendiri  sesuai dengan prinsip MBS (misalnya dengan menjalin hubungan kerjasama dengan dunia industri atau stakeholders lainnya untuk turut membiayai pendidikan). Pembiayaan dari dunia industri atau stakeholders lainnya dapat dialokasikan secara khusus untuk membiaya komponen atau item tertentu dalam biaya personal atau biaya investasi. Hal ini berarti bahwa kebijakan pemberian subsisdi pendidikan sedapat mungkin ditempatkan sebagai upaya pemberdayaan, memotivasi, tidak represif sehingga sekolah dapat mandiri sesuai dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
h.      Untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pembiayaan pendidikan, sekolah di KSB seyogyanya menyusun rencana pembiayaan pendidikan dengan melibatkan stakeholder pendidikan, menggunakan biaya dengan prinsip transparan, dan melakukan akuntabilitas pendidikan bersama dengan stakeholder khususnya orang tua murid.
i.        Untuk kelancaran pengelolaan pembiayaan pendidikan pada level sekolah (mikro), seyogyanya pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai pihak yang memiliki kewenangan pokok dalam penyelengaraan pendidikan dasar membuat pedoman perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas biaya di tingkat sekolah.
j.        Untuk kepentingan perencanaan, penggunaan dan akuntabilitas pembiayaan pendidikan yang lebih baik di sekolah, sebaiknya sekolah menggunakan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sehingga setiap dana yang dimiliki dapat dikelola dengan lebih baik;
k.      Untuk mendapatkan manfaat biaya yang lebih baik, sekolah sebaiknya membuat peta pembiayaan dengan alokasi utama pada dukungan penyelenggaran KBM yang efektif. Penggunaan anggaran pendidikan perlu direncanakan berdasarkan prioritas yang langsung bersentuhan dengan peningkatan mutu pendidikan, seperti  pengembangan pembelajaran Inovatif, pengembangan ABP berbasis potensi lingkungan, pengembangan bahan ajar, remedial dan pengayaan, penulisan karya ilmiah remaja, ekstrakurikuler dan sejenisnya.
l.        Untuk kelancaran pengelolaan keuangan sekolah, pihak sekolah perlu mengupdate kemampuannya dalam mengelola keuangan, khususnya dalam kemampuan wirausaha dan berbagai informasi kebijakan pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, propinsi, maupun pemda KSB.
E.     SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Pemenuhan biaya pendidikan SD/MI dan SMP/MTs di kabupaten Sumbawa Barat ditanggung oleh pemerintah baik pusat (BOS), pemprov (BSM), maupun Pemda Kabupaten Sumbawa Barat (Subsidi pendidikan gratis).  Namun demikian, dukungan ini baru mencapai kondisi minimal, belum untuk mendukung penyelenggaraan sekolah yang bermutu.  (2) Proses pembiayaan pendidikan tingkat sekolah di KSB mulai dari persiapan sampai pelaporan sudah dilaksanakan, namun pada beberapa tahapan tidak terlaksana dengan optimal. Komponen-komponen pembiayaan pendidikan di sekolah masih berkisar pada biaya investasi, personal, dan operasional. (3) Output pembiayaan pendidikan di KSB menunjukkan bahwa (a) dilihat dari ketersediaan sarana prasarana, pada beberapa sekolah sudah tersedia namun jumlahnya terbatas, kondisi kurang baik, dan kurang dimanfaatkan. (b). Dilihat dari kualitas PBM, pembelajaran yang berkualitas sudah diupayakan namun belum optimal.  (c) dilihat dari hasi UASBN untuk SD/MI menunjukkan bahwa tingkat kelulusan relatif sama antara tiga kategori wilayah namun dari nilai rata-rata UASBN terdapat perbedaan yang signifikan.  Untuk hasil UN SMP/MTs menunjukkan kondisi terbalik dimana persentase kelulusan justru pinggiran lebih baik dibandingkan dengan dalam kota dan wilayah terpencil. (4) Teridentifikasi sejumlah faktor sebagai pendorong namun dalam sisi lain menjadi penghambat pembiayaan pendidikan di SD/MI dan SMP/MTs (dapat dicermati pada deskripsi hasil di atas).   (5) Terhadap hasil temuan penelitian, maka direkomendasikan alternatif perbaikan sebagaimana yang direkomendasikan dalam kajian ini.
Dari temuan-temuan penelitian ini, maka ada beberapa implikasi terhadap kebijakan penganggaran pendidikan di KSB, antara lain: (1) Informasi tentang besaran dan komponen pembiayaan pendidikan dasar sangat penting untuk merumuskan bentuk kebijakan yang akan diambil (baik pemerintah pusat, Provinsi NTB, maupun KSB). Rumusan kebijakan yang direkomendasikan di atas dapat dijadikan sebagai pegangan dalam rangka efesiensi dan  efektivitas pembiayaan pendidikan dasar.  Fokus pembiayaan yang ditawarkan dapat dilakukan dan disesuaikan dengan karakteristik  setiap sekolah  berdasarkan permasalahan yang dihadapinya.  (2) Pemerintah (Pusat, Provinsi, dan KSB) perlu membangun sistem kerjasama yang terpadu antara pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan pembiayaan pendidikan  (bersinergi) secara terprogram dan kontinyu, seperti dunia industri, kelompok orang tua murid, LSM, kelompok masyarakat dan stakeholders lainnya. 

Daftar Pustaka
Anonim, (2008). Pembiayaan Pendidikan. Diambil pada tanggal 12 oktober 2008 dari http//www.mbs-sd.org.
Arcaro, J.S. (2006). Pendidikan berbasis mutu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
BPPS NTB. (2009). Nusa Tenggara Barat dalam angka. Mataram: BPPS NTB
BSNP. (2009). Standar pembiayaan pendidikan. Diambil dari http://bsnp-indonesia.org/id/  pada tanggal 15 Juni 2011.
Depdiknas. (2002). Data dan indikator untuk penyusunan program pembangunan. Jakarta: Pusat data dan Informasi Pendidikan
Dinas Dikpora NTB. (2008). Profil pendidikan Provinsi NTB. Mataram: Dinas Dikpora NTB
Fatah, N. (2000). Ekonomi dan pembiayaan pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Yogyakarta: Adi Cita.
Margono. (2008). Hubungan antara alokasi anggaran pendidikan dengan mutu pendidikan jenjang SMP (Studi Kasus di SMP Kabupaten Purworejo). Yogyakarta: FE UGM
Miles, M.S., & Huberman, A.M. (1984). Qualitative data analysis: A sourcebook of mew methode. Baverly Hills: Sage Publications.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permen No 69 tahun 2009 tentang Standar biaya pendidikan.
Slamet, PH. (2008) Desentralisasi pendidikan di Indonesia. Jakarta: Proyek DBEP-ADB Pendidikan Dasar Depdiknas.
Slamet. PH. (2008). Pengembangan kapasitas pendidikan kabupaten (makalah). Sumbawa: DBEP-ADB Sumbawa
Stufflebeam, D.L., H McKee, dan B McKee. (2003). The CIPP Model for evaluation. Portland: Oregon.
Sugiyono. (2001). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Supriadi, D. (2004). Satuan biaya pendidikan dasar dan menengah. Bandung:  Rosdakarya
Tayibnafis. (2000). Evaluasi program. Jakarta: Rineka Cipta


BIODATA PENULIS

NAMA                                               : Sukardi, S.Pd., M.Pd
            (lengkap dengan Gelar*)

JENIS KELAMIN                             :  Laki

JUDUL MAKALAH                         :  Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar
                                                               Melalui Studi Evaluasi Program Pembiayan
                                                               Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
                                                               Provinsi NTB
            
            INSTANSI                                         :  FKIP Universitas Mataram

            JABATAN                                          :  Dosen

            ALAMAT PERSURATAN               :  JL. Halmahera Gang VI A No. 6 Kelurahan
                                                                           Rembige Utara Kecamatan Selaparang Kota
                                                                           Mataram NTB. 83124

            e-mail                                                  :   kardi_unram@yahoo.co.id
    

            No. Telp./Fax.                                     :   -

HP                                                       :   081237251111


No comments:

Post a Comment