DOSEN TERBODOH DI DUNIA




Pernah saya mengikuti pelatihan dengan Bapak Prof.Dr. Abdorahman Ginting. Orang yang meledak-ledak, semangat,emosional, serius namun suka melucu. Dari pengalamanya kuliah ia menceritakan bahwa ia pernah mengikuti kuliah dengan dosen yang paling bodoh di dunia di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Ia menyebutkan nama dosennya. Ketika seorang peserta menanyakan kenapa dia mengatakan dosennya itu terbodoh didunia, dengan logat bataknya yang khas ia mengatakan. “Empat puluh orang kami mengikuti kuliah kalkulus dengan dia, tidak satu orangpun kami yang lulus”


Saya kembali teringat cerita Pak Abdor  ketika dalam suatu pelatihan, seorang  guru bahasa Inggris SMK mengatakan pada setiap ulangan hanya sekitar 5 persen anak yang bisa melewati KKM. Namun saya tidak mengatkan guru ini guru yang bodoh. Karena sebenarnya ia lebih baik dari dosennya Pak Abdor yang nol persen mahasiswa yang lulus, kalau guru ini masih ada 5 persen.


Dari pengamatan selama puluhan tahun menjadi guru ditambah dengan beberapa bacaan, didapat bahwa di setiap kelas itu ada 3 katogori siswa, yaitu: Fast students, average students dan slow students. Fast students adalah siswa-siswa yang cerdas dan cepat berpikir, sebaliknya slow students adalah siswa-siswa yang  lemah. Sedangkan  average students adalah siswa yang berada diantara 2 kelompok itu.


Pada kelas yang normal, komposisi kelompok itu sebagai berikut: Fast students 10 persen dari jumlah siswa, slow students 20 persen, sedangkan average students 70 persen. Logikanya siswa yang tidak mencapai KKM setelah mengikuti ulangan adalah siswa yang masuk katagori slow students ini, atau sekitar 20 persen dari jumlah siswa. Dan seharusnya KKM adalah nilai tertinggi yang bisa diraih oleh siswa yang slow.


Namun kalau hampir seluruh siswa tidak mencapai KKM, berarti ada beberapa kemungkinan penyebabnya. Pertama, bisa saja KKM nya yang ketinggian dan tidak sesuai dengan kondisi siswa. Kemungkinan ke-dua, level of difficulty dari materi terlalu sulit bagi siswa. Kemungkinan ketiga guru sendiri yang tidak kompeten dalam mengampu pelajaran.


Sebenarnya perbedaan individu siswa sudah harus  dipertimbangkan guru ketika  menyusun Indikator pencapaian pembelajaran(IPK). Dari kata kerja pada KD sudah bisa dilihat tingkat kesulitannya menurut taksonomi. Nah disini guru sudah mulai mempertimbangkan perbedaan kemampuan siswanya. Pada batas tertinggi guru mempertimbangkan kemampuan siswanya yang cerdas-cerdas atau fast students. Apakah sampai pada Metakognitif, atau hanya sampai procedural. Sebaliknya untuk batas terendah IPK guru mempertimbangkan Slow students, apakah di mulai dari factual atau konseptual. Kalau ini dilakukan sungguh-sungguh tidak akan ada siswa yang cerdas-cerdas dan kelompok menengah yang tidak mencapai KKM. Yang tidak mencapai KKM hanya siswa yang katagori  slow students dan kelompok bawah yang menengah. Namun di usahakan dengan beberapa kali remedial mereka akan mencapai KKM. Sekali lagi KKM adalah nilai tertinggi yang bisa dicapai oleh siswa yang katagori lambat ini.


Dengan mempertimbangkan perbendaan individu ini ketika menyususn Indikator Pencapai Kompetensi dan bahan ajar, bisa diharapkan semua siswa akan melewati KKM, sehingga tidak ada siswa yang tinggal kelas atau tidak lulus nantinya. Guru yang professional adalah guru yang bisa mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

No comments:

Post a Comment