PEMBELAJARAN MEMBACA BAHASA INGGRIS DI KELAS X SMA LABSCHOOL JAKARTA

Oleh:
Dr. La Uhudu

                                         SMAN 1 Baubau (Dinas Pendidikan, Pemuda  dan           

                                                             Olah Raga Kota Baubau)                    
 


Abstract

This ethnographic-research of English reading instruction was conducted at the 10th year-students of Labschool Senior High School of Jakarta.
The research questions is (1)What is the objective of reading instruction, (2) how is the process of the instruction of pre-reading activities,(3) of whilst reading activities and (4) of post raeding activities, and (5) what is the handicap in gaining the objective of  reading instruction?
The research was done  by using the techniques of observation, interview, and documents-analysis.
The result of the observation, interview, and document-analysis from the fith components of the research questions were analyzed by using domain, taxonomy, and theme analysis.
The result of the analysis showed that (1) the objective of reading instruction is developing reading competence in accademic needs, (2) in pre-reading - arouse the students’ background knowledge, 3) in whilst reading – get special information, but sometimes by using read aloud instead of silent reading, 4) post reading -  develop information in whilst reading activities, and 5) the handicap is the students often wait to be asked without self-initiative.
The conclusion of the analysis is that most of the components in reading instruction foster the development of reading competence that suit to the needs of academic atmosphere. Some activities were still done machanically and less incourage students’ innate-consciousness reading. Few  other activities did less support the students’ reading competence, namely the activity of aloud reading and students waiting orders. .


Kata Kunci: instruction, conducted, dominant, foster, support, and competence. 

A.      PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Dunia yang global memerlukan adanya kesamaan bahasa, dan selama ini yang diakui sebagai bahasa dunia adalah bahasa Inggris.Penguasaan bahasa Inggris menjadi hal penting untuk dapat mengakses informasi yang selalu berganti cepat. Agar masyarakat dapat survive maka perlu menerapkan/menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa Inggris yang efektif.
            Pembelajaran bahasa Inggris mencakup empat aspek keterampilan (skills) yakni: mendengar (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Keempat aspek keterampilan ini perlu dikuasai oleh siswa agar siswa dapat memiliki kompetensi berbahasa Inggris baik lisan maupun tulisan.
Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat diperlukan dalam megakses ilmu pengetahuan melalui media cetak adalah membaca.Tapi kemampuan terhadap keterampilan ini di Indonesia khususnya bagi pelajar masih sangat memprihatinkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh IAEA (International Association for the Education Achievemen) pada tahun 1992 tentang kemampuan membaca siswa menengah di Indonesia dari 30 negara, Indonesia menempati rangking ke 28, setingkat di bawah kemampuan membaca siswa-siswa negara Nigeria yang terletak di tengah padang pasir.
Hal ini sejalan dengan hasil temuan Badan Penelitian Depdiknas (1993) bahwa 76,94 persent siswa sekolah dasar belum dapat menggunakan kamus. Demikian juga hasil temuan Ardiana (1990) bahwa siswa pendidikan menengah masih memiliki kemampuan memprihatinkan terhadap basasa tulis.
Sekolah-sekolah di luar Jawa masih ditemukan nilai berkisar  di bawah 6.  Kecuali ada beberapa sekolah unggulan di Jakarta yang memperoleh nilai di atas 6.Misalnya sekolah SMA Labschool yang tamatannya telah memperoleh nilai Ujian Akhir Nasional Bahasa Inggris rata-rata menengah ke atas. Program IPA dari tahun 2000 sampai tahun 2003 berturut-turut 8,7, 7,45, 8,09, dan 6,87. Program IPS adalah 7,69,  7,13, 8,25, dan 6,49. Program Bahasa tahun 2002 memperoleh 7,42 dan tahun 2004 adalah 6,89.  
Sekolah Labschool termasuk sekolah unggulan di Jakarta. Indikator keberhasilan tersebut terlihat dari banyak tamatannya diterima di perguruan tinggi nasional, negeri maupun swasta bahkan sampai di perguruan tinggi luar negeri. Indikator keberhasilan lain adalah kelulusan yang rata-rata mencapai 100 persen dengan NEM rata-rata di atas minimal tiap mata pelajaran yang diujikan secara nasional.
            Keberhasilan sekolah ini sesuai data yang dikumpulkan oleh Tono Setiadarma, telah  menjadikan sekolah ini masuk kriteria unggulan. Untuk wilayah se-Jabotabek, Labschool berada dalam lingkaran 40 besar, dan untuk wilayah Jakarata Timur, Labschool termasuk sekolah yang berada dalam kelompok 5 besar (Setiadarma: 2003: 340-352).
Keberhasilan sekolah tersebut, membuat semakin banyak siswa berhasrat ingin belajar di SMA Labschool. Keinginan terlihat misalnya pada tahun 2003 siswa yang mendaftar untuk semua tingkatan sebanyak 1121 dan yang diterima hanya 260 siswa.
Berdasarkan keadaan yang dideskripsikan di atas, maka perlu adanya suatu usaha melihat lebih dekat tentang bagaimana penerapan pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah ini kepada siswa-siswanya.  Inilah yang melatarbelakangi peneliti ingin mengadakan penelitianpada satu jenis kegiatan pembelajaran di sekolah ini secara latar alamiah dengan metode etnogragfi, yakni “Bagaimana Kegiatan Pembelajaran Membaca Bahasa Inggris di Kelas 1 SMA Labschool.”

2.     Rumusan Masalah

            Beradasarkan identifikasi masalah ditetapkan rumusan masalah yakni  Bagaimanakah Proses Pembelajaran Pembaca Bahasa Inggris di SMA Labschool yang meliputi:
a.       Apakah tujuan pembelajaran membaca bahasa Inggris di SMA Labschool?
b.      Bagaimana proses pembelajaran pada waktu pre-reading?
c.       Bagaimana proses pembelajaran pada waktu membaca?
d.      Bagaimana proses pembelajaran pada pasca-membaca?
e.       Apakah hambatan-hambatan yang ada dalam memperoleh kompetensi membaca?
3.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara komprehensif/mendalam tentang proses pembelajaran membaca bahasa Inggris yang meningkatkan kompetensi membaca siswa. Dengan demikian akan diperoleh analisis proses pembelajaran membaca bahasa Inggris yang dapat mendukung dan atau tidak terhadap peningkatan membaca siswa pada kelas 1 SMA Labschool.
4.     Pentingnya Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada proses pembelajaran membaca bahasa Inggris  khususnya dan kepada pembelajaran bahasa asing umumnya dalam upaya meningkatkan kompetensi membaca siswa. Temuan penelitian ini juga diharapkan akan memberikan sumbangan berharga terhadap proses pembelajaran membaca bahasa Inggris di SMA khususnya dan sekolah menengah pada umumnya.
Secara teoretis, temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap peningkatan metode/teknik pembelajaran membaca bahasa Inggris untuk meningkatkan kompetens membaca siswa.  Juga, diharapkan menjadi sumbangan yang berharga pagi penelit-peneliti pembelajaran membaca di masa yang akan datang baik bahasa Inggris maupun bahasa asing.


 

B.     KAJIAN PUSTAKA

Membaca

Menurut David (1995: 1) membaca adalah suatu proses yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis tanpa batas dan ruang. Sejalan dengan pendapat ini, Hardjono (1988: 45) mengemukakan bahwa membaca bukan sekedar menyuarakan lambang-lambang bunyi atau mentransfer teks-teks tertulis ke dalam bahasa lisan melainkan juga melibatkan pengingatan kembali, penalaran, penerapan dan pemecahan masalah.Membaca merupakan suatu aktivitas komunikatif dimana ada hubungan timbal-balik antara si pembaca dan isi teks.Dengan demikian maka makna suatu teks dimunculkan oleh pembaca dalam interaksinya dengan teks. Jadi pemahaman yang diperoleh oleh pembaca adalah merupakan hasil dari proses interaksi antara pembaca, strategi yang digunakan, materi yang dibaca, dan kenteks bacaan (Widowson  dalam Knuth & Jones, 1991: 2-3).
Sehubungan dengan cara bagaimana si pembaca melakukan aktivitas membaca, Grellet (dalam Hardley, 1993: 197) mengemukakan empat cara membaca, yakni 1) membaca untuk mencari landasan pokok dari suatu teks (skimming), 2) mencari informasi khusus dari suatu teks (scanning), 3) membaca intensif, dan 4) membaca ekstensif.
Shihab dalam Hernowo (2001: 64) menafsirkan pengertian membaca(iqra’) sebagai proses kegiatan menghimpun makna. Pada waktu membaca sebuah teks seorang pembaca mencoba mengumpulkan makna antarkata, kemudian antarkalimat, berlanjut antaralinea, dan seterusnya hingga tiba pada proses menghimpun gagasan yang terdapat  dalam teks. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian membaca di atas, maka dapat diperoleh bahwa tujuan membaca adalah (1) untuk memperoleh pesan/informasi, (2) berkomunikasi dengan penulis, (3) mengerti, memahami teks, (4) membentuk makna teks, dan (5) menghimpun makna.
1.      Pembelajaran Membaca Bahasa Inggris
Dalam pembelajaran membaca, seorang guru harus dapat mengajarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemahaman atau bagaimana mengkonstruksi makna teks kepada siswa. Misalnya, bagaimana membelajarkan siswa memahami teks melalui proses bottom-up, bagaimana memahami teks melalui top-down, atau dengan perpaduan kedua pendekatan tersebut (interaktif).
Smith (1994: 41-42) mengemukakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan kedua hal tersebut yakni dengan cara mengkonstruksi tes. Skemata bentuk tercipta waktu siswa membuat format tes dari suatu teks dan pada waktu mereka mendiskusikan cara-cara membuanya.  Cara seperti ini menurut Nevo dalam Smith (1994:41-42) juga merupakan cara mentransfer strategi-strategi membaca pemahaman dari bahasa pertama ke bahasa kedua. Walaupun cara seperti ini ditujukan kepada mahasiswa perguruan tinggi, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah yang lebih rendah di bawahnya misalnya sekolah lanjutan atas, asalkan tingkat kesulitan teks dan soal yang akan dibuat disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Strategi kedua yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa adalah dengan memperkenalkan segmen-segmen hubungan makna (kohesi) dalam teks.  Menurut Halliday dan Hasan dalam Yun (1993:12) pendengar atau pembaca harus memahami kohesi supaya dapat menginterpretasi apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
Menurut Yun (1992: 12-13) kohesi bagaikan adonan semen yang mengikat susunan batu bata dalam suatu bangunan. Dalam teks kohesi sebagai rantai atau pengikat makna dari satu bagian kebagian lain. Inilah sebabnya pengetahuan pembaca tentang kohesi sangat bermanfaat dalam memahami teks.
Berdasarkan manfaat pengetahuan kohesi yang begitu penting bagi pembaca dalam hal memahami teks sebagaimana disebutkan di atas, maka perlu guru mengajarkan kohesi kepada siswa-siswa. Ada empat rantai (skemata) kohesi yang perlu diajarkan kepada siswa supaya dapat memahami teks berdasarkan kemampuan mengidentifikasi pola-pola  organisasi yang berbeda dalam teks. Keempat rantai kohesi tersebut adalah 1) rantai referensi ( the referential chain), 2) rantai elips dan substitusi (the chain of ellipsis and substitutions), 3) rantai penghubung (the conjunctive chain), dan 4) rantai leksikal (the lexical chain) (Yun,1992:12-13).
Pett (1982:18) mengemukakan dua teknik penting yang digunakan siswa dalam membaca yakni 1) teknik prediksi, dan 2) teknik mengenal penanda hubungan.
2.      Teks Pembelajaran Membaca Bahasa Inggris
            Menurut Hayon (2001: 46-47) secara garis besar, makna teks dipengaruhi oleh dua unsur yakni unsur bahasa dan non-bahasa.Unsur bahasa adalah unsur yang secara lahiriah kelihatan dalam sebuah teks, misalnya kalimat, kata, paragraf, dan tanda-tanda baca.Sebuah teks yang berbentuk buku seberapapun banyak halamannya pasti tersusun dari paragraf-paragraf.Sebuah paragraf tersusun dari sejumlah kalimat yang memiliki satu ide pokok.Ide pokok dijelaskan oleh ide penjelas.Setiap ide penjelas dituangkan dalam satu kalimat.Kesemuanya membentuk satu kesatuan.Pembentukan sebuah paragraf misalnya harus memenuhi syarat kohenrensi atau kepaduan, yakni hubungan timbal balik yang baik antara unsur-unsur pembentuk kalimat maupun antara kalimat dan kalimat.  Untuk memperoleh kepaduan dibutuhkan alat-alat bahasa, seperti pengulangan kata, penggantian kata seperti kata ganti diri maupun dengan kata lain yang bersinonim, penambahan kata “itu,”  “tersebut,” dan penggunaan kata transisi. Semua itu disebut alat-alat kohesif.
Penggunaan alat kohesif dengan kata ganti diri meminta pembaca menginterpretasikan siapakah yang dimaksud?Untuk mendapatkan kepastian pembaca harus melihat kembali kata ganti diri tersebut mengacu kepada benda, hal, atau siapa yang telah ditulis pada bagian sebelumnya.
3.      Proses Kegiatan Pembelajaran Membaca Bahasa Inggris    
            Dalam pembelajaran membaca, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pembelajaran bahasa, mengusulkan prosedur kegiatan pembelajaran membaca dengan tiga tahapan.  Misalnya Feuerstein dan Schcolnik (1995: 16), Williams (1983: 11) dan Fachrurrazy (2000: 103) mengemukakan tiga tahapan pembelajaran membaca yakni 1) kegiatan pra-membaca, 2) kegiatan waktu membaca, dan 3) kegiatan pasca-membaca.
            Masing-masing tahapan akan diuraikan di bawah ini serta pentingnya masing-masing tahapan dalam mengembangkan kompetensi membaca.
Kegiatan Pra-membaca
            Pengaruh pengaktivan pengetahuan awal terhadap pemahaman bacaan telah dibuktikan oleh beberapa peneliti misalnya Stevens dan Crafton dalam Dutta (1994:39). Stevens melakukan penelitian untuk mengetahui efek latar belakang informasi siswa-siswa terhadap pemahaman bacaan yang berjudul Battle of the Alamo. Kelompok pertama diberikan informasi dengan hal-hal yang berhubungan dengan bacaan sebelum membaca.Sedangkan kelompok kedua diberikan informasi yang tidak berhubungan dengan bacaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dari kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan.Kelompok pertama lebih tinggi pemahamannya daripada kelompok kedua.
            Pengaktivan pengetahuan awal siswa sebelum membaca, juga dapat membangkitkan minat baca siswa terhadap topik yang akan dibaca. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian Belloni dan Jongsma dalam Dutta (1994:39) bahwa siswa memperoleh pemahaman bacaan lebih tinggi pada bacaan yang menarik dibandingkan dengan membaca bacaan yang tidak diminati.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pra-membaca yang berkualitas yakni dapat mengaktifkan latar belakang pengalaman/pengetahuan, membuat minat, menimbulakn alasan perlunya membaca teks sangat penting dilakukan dalam pembelajaran membaca kepada siswa.
Kegiatan Waktu Membaca
Kegiatan tahap membaca (whilst reading) adalah kegiatan membaca untuk mengembangkan keterampilan membaca. Intinya ialah agar siswa memiliki kompetensi membaca baik memahami atau menangkap/membangun informasi dalam teks (Readence, Bean , dan Baldwin, 1985:21).
Memperhatikan pernyataan di atas, tahap waktu membaca adalah kegiatan yang mempersoalkan bagaimana siswa memahami teks yang sedang dibaca.Bagaimana siswa mendapatkan informasi baik bersifat umum maupun khusus.Bagaimana siswa mendapatkan informasi tersurat dan tersirat. Bagaimana siswa medapatkan informasi dengan cepat dan lain sebagainya.     
Secara umum ada dua aspek penting dalam membaca. Kedua aspek tersebut adalah keterampilan yang bersifat mekanik dan keterampilan yang besifat pemahaman.
Kegiatan Pasca-membaca   
Pasca-membaca (post reading) merupakan kegiatan tahap akhir pembelajaran membaca. Kegiatan ini dapat diisi dengan menghubungkan apa yang telah dibaca dengan pengalaman riil siswa. Dapat juga dimasukkan bagaimana pendapat siswa tentang isi bacaan apakah mereka setuju, tidak setuju, senang atau tidak senang dan apa alasannya. Yang pokok adalah bagaimana menghubungngkan antara isi bacaan dengan kehidupan sehari-hari siswa.Sehubungan dengan pasca-membaca Williams (1983: 11) menyatakan bahwa kegiatan ini ditujukkan untuk menambah kualitas pemahaman dan minat siswa pada pelajaran membaca.
Kegiatan pembelajaran pasca-membaca menurut Feuerstein dan Schcolnik (1995: 19-20) bertujuan untuk mengembangkan keterampilan lain dalam membaca. Untuk mengembangkan keterampilan tersebut kegiatan dapat diarahkan kembali ke teks dan di luar teks atau kombinasi keduanya.
Memperhatikan jenis-jenis kegiatan yang dikemukakan oleh Feuersten dan Schcolnik di atas, kegiatan pasca-membaca dapat dibagi menjadi dua tujuan yakni menguatkan pengetahuan atau informasi yang diperoleh pada waktu membaca teks dengan membaca kembali teks dan mentransfer pengetahuan atau informasi yang diperoleh waktu membaca ke dalam konteks lain misalnya ke dalam konteks lingkup kehidupan siswa.  Kegiatan ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan keterampilan lain misalnya berbicara (diskusi) dan menulis.
Jika kita memperhatikan apa yang dikemukakan di atas, yakni tentang tujuan kegiatan pada pasca-membaca, maka kita dapatkan bahwa fungsi kegiatan ini benar-benar sangat bermanfaat bagi perkembangan pembelajaran membaca siswa. Bila kita pahami keterampilan membaca sebagai suatu keterampilan yang kompleks tentu keterampilan ini tidak akan mungkin diperoleh secara sekejap. Siswa perlu belajar dan berlatih secara terus-menerus supaya mencapai kemampuan yang diinginkan. Dalam proses belajar dan berlatih maka kegiatan membaca tidak mengenal ujung termasuk juga di dalamnya prosedur membaca tidak mengenal pasca-membaca. Kegiatan pasca-membaca pada suatu kegiatan membaca akan menjadi bagian pra-membaca pada bagian membaca berikutnya. Atau dengan kata lain, pengetahuan, informasi atau strategi yang diperoleh pada tahap pasca-membaca akan menjadi bagian pengetahuan awal (prior knowledge) yang bermanfaat pada kegiatan membaca berikutnya. Ini sebabnya maka kegiatan pasca-membaca tidak boleh dijadikan sebagai kegiatan tambahan yang kurang mendapat perhatian yang memadai.


B.      
C.    METODOLOGI  PENELITIAN

1.      Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi.
Istilah etnografi telah digunakan dalam penelitian pendidikan dengan tujuan untuk mengamati prilaku manusia sebagaimana apa adanya. Misalnya siswa di suatu kelas, bagaimana mereka mempersiapkan diri belajar, berinteraksi sesama teman dalam kelas, merespon pernyataan guru, mengerjakan tugas-tugas belajar, dan lain-lain (ibid).
Sehubungan dengan penelitian ini, pendekatakan etnografi digunakan untuk mengkaji dokumen, ucapan dan prilaku manusia dalam kelas (siswa dan guru) dalam latar alamiah.Yang [MC1] dimaksud dengan dokumen ialah pedoman dan materi yang dilbuat/digunakan guru dan siswa. Yang dimaksud  ucapan  dan perbuatan ialah apa yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca bahasa Inggris. Sedangkan latar alamiah yang dimaksud adalah kelas tempat terjadinya kegiatan pembelajaran sebagaimana adanya tanpa perubahan atau rekayasa dari peneliti.
2.      Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kelas X SMA Labschool, yakni kelas-kelas yang dipimpin oleh guru NA dan guru SY.Lokasi kelas yang diteliti berada di lantai satu dan dua gedung SMA Labschool.Tempat tersebut merupakan lokasi utama penelitian. Sedangkan tempat lain yang dijadikan sebagai tempat kegiatan tambahan yang berhubungan dengan pembelajaran di kelas juga diamati. Tempat tambahan kegiatan tersebut adalah ruangan dewan guru dan ruangan MRC (Media Resource Centre).
3.      Waktu Penelitian           
            Penelitian dilakukan pada semester ganjil dan genap tahun ajaran 2006/2007. Waktu penelitian secara keseluruhan mulai dari peninjauan lokasi sampai selesai pengumpulan data adalah tanggal 2 Agustus 2006 sampai 10 Mei 2008.
4.      Latar Penelitian

Deskripsi Latar

            Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Labschool Jakarta, yang terletak di Jalan Pemuda, Kompleks Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur.
Entri
            Sebelum melakukan penelitian pada fokus-fokus penelitian yang telah ditetapkan, peneliti terlebih dahulu mengamati keadaan lapangan penelitian secara umum.Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang tempat penelitian dan mengenali serta membina keakraban dengan staf sekolah baik kepala sekolah, guru, tata usaha, dan petugas-petugas sekolah lainnya.Di samping membina keakraban dengan staf sekolah secara umum, peneliti juga membina keakraban dengan subyek penelitian yang berhubungan langsung dengan fokus-fokus penetian yakni dua orang guru bahasa Inggris kelas X serta mengenali dan mengamati tingkah laku siswa-siswa.
Kehadiran Peneliti
            Peneliti hadir di tempat peneltian dua minggu sebelum melakukan penelitian pada proses pembelajaran di kelas. Seperti disebutkan di atas, tujuan kehadiran peneliti lebih awal, adalah untuk mendapatkan gambaran umum tempat penelitian, memperoleh data, dan  untuk membina keakraban dengan staf sekolah terutama yang berhubungan langsung dengan subyek penelitian yakni guru dan siswa (Moleong, 2000: 96-97). Penelitian tentang proses pembelajaran membaca bahasa Inggris dimulai pada tanggal 20 Agustus 2006 sampai 10 Mei 2008
5.      Prosedur Pengumpulan Data dan Perekaman data
Pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Pengumpulan data penelitian difokuskan kepkada tiga sumber, yakni dokumen (kurikulum dan rancangan/persiapan pembelajaran yang ditulis oleh guru), informan (guru, dan siswa), dan peristiwa (proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas).
Pengumulan data dilakukan oleh peneliti sebgai instrumen utama penelitian. Sebagaimana yang dipersyaratkan dalam penelitian etnografibahwa yang menjadi instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sendiri. Disamping peneliti, proses pengumpulan data juga dibantu oleh guru kelas serta instrumen pendukung yakni camera, tape recorder, dan alat tulis menulis.
Selama pengumpulan data, peneliti menggunakan pedoman/panduan pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen.Pedoman berfungsi sebagai pengontrol peneliti dalam pengumpulkan data supaya data yang terkumpul sesuai dengan fokus penelitian.Pedoman tersebut digunakan secara terpadu pada tiga teknik pengumpulan data, yakni sebagai pedoman pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen.
6.      Analisis Data
Penelitian ini menggunakan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Spradley (1980: 86)  yakni: (1) memilih sebuah situasi sosial; (2) mengadakan pengamatan terlibat; (3) membuat catatan lapangan; (4) melaksanakan pengamatan deskriptif; (5) membuat analisis domain; (6) melakukan pengamatan terfokus; (7) membuat analisis taksonomi; (8) melakukan pengamatan selektif; (9) membuat analisis komponen; (10) membuat analisis tema; (11) membuat catatan teori; (12) membuat teori kualitatif.
Dari 12 langkah yang dikemukakan di atas, digunakan tiga jenis analisis yakni analisis domain, analisis taksonomi, dan analisis tema.
7.      Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data dilakukan melaluicarakonfrontatif, kredibilitas, dependebilitas, dan konfirmabilitas.Diuraikan lagi bagaimana caranya
D.    HASIL PENELITIAN
1.      Deskripsi
Profil SMA Labschool Jakarta
            Sistem pembelajaran di SMA Labschool menggunakan lima hari sekolah dengan waktu belajar mulai pukul 07.00 – 17.30.
            Kelompok belajar terdiri dari tiga tingkatan yakni kelas X memiliki 6 ruangan reguler dan 1 ruangan akselerasi, kelas XI memiliki 6 ruangan reguler dan 1 ruangan akselerasi.  Kelas XII memiliki 3 ruangan IPA, 3 ruangan IPS,  dan 1 ruangan Bahasa.
Siswa berjumlah 772 orang yang tersebar di kelas X, XI, dan kelas XII dengan komposisi siswa setiap jenjang kelas: kelas X 260 siswa yang terdiri dari enam kelas reguler dan satu kelas akselerasi, kelas XI 256 siswa terdiri dari enam kelas reguler dan satu kelas akselerasi, dan kelas XII 256 siswa yang terdiri dari tujuh kelas.  
SMA Labschool dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran yakni laboratotium IPA yang meliputi lapboratorium fisika, kimia, dan biologi, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, ruangan Media Resource Centre (MRC), ruangan serbaguna, ruang sidang, koperasi, lapangan indoor, ruang musik, ruang seni rupa, sarana gamelan, perpustakaan, lapangan olahraga, poliklinik, masjid, green house, kantin sekolah, lapngan parkir, dan keamanan.
a.      Prosedur Pembelajaran Membaca
            Tahap pembelajaran membaca terdiri dari tiga tahap yakni tahap pra-membaca (pre-reading), tahap kegiatan membaca (whilst reading), dan tahap pasca-membaca (post reading).(NA.CL. W. 07: 03).
Fungsi setiap tahapan pembelajaran membaca adalah sebagai berikut.
Tahap Pra-Membaca
Kegiatan pra-membaca dilakukan sebagai apersepsi yang bermanfaat membuat minat, perhatian, dan konsentrasi siswa terpusat pada judul bacaan yang akan dipelajari.
Menurut guru NA kegiatan pre-reading adalah untuk menfokuskan perhatian siswa pada hal yang akan dipelajari (NA. Cl. W. 06: 03).
            Atau sebagai kegiatan mengumpulkan informasi awal dari siswa tentang topik yang akan dibahas.  Dengan demikian siswa setelah melakukan kegiatan membaca mereka sudah memiliki pengetahuan dasar tentang suatu persoalan yang dibahas.Semacam warming-up dalam kegaiatan olah raga (SYA.Cl. W. 08: 11).
Tahap Kegiatan Membaca
            Kegiatan membaca teks ditujukan untuk belajar bagaimana membaca yang baik, yakni memahami teks.yang dilakukan dengan membaca nyaring dan membaca diam. Kegiatan membaca nyaring seperti yang dipimpin oleh guru NA  dilakukan agar siswa dapat membaca nyaring dengan baik. Disamping tujuan tersebut membaca nyaring juga untuk pengembangan membaca pemahaman atau dengan kata lain, kegiatan membaca nyaring juga untuk memahami teks. Setelah peneliti konfirmasi dengan guru NA dia menyatakan bahwa tujuan membaca pada whilst reading adalah untuk mendapatkan sesuatu informasi dalam teks yang dilakukan dengan membaca nyaring dan diam (NA.CL. W. 07: 04). Pada pernyataan lain guru NA mengatakan bahwa membaca nyaring juga bertujuan untuk memhami teks. Bahkan kadang lebih paham membaca dengan bersuara daripada membaca diam (NA.Cl. W. 03: 01).
            Dengan demikian kegiatan membaca nyaring juga bertujuan untuk memahami teks.Atau untuk kegiatan pemahaman juga dilakukan dengan membaca nyaring.
            Disamping pemahaman teks dilakukan dengan kegiatan membaca nyaring juga dilakukan kegiatan membaca diam seperti yang terjadi pada pembelajaran membaca yang dipimpin oleh guru SY pada teks yang berjudul “Anti Globalizaion: Problem and Solution.” Dia terlebih dahulu membentuk kelompok-kelompok pada siswa sebelum mereka melakukan kegiatan membaca diam untuk mencari informasi umum (main idea)/ide pokok paragraf pertama dari teks tersebut(SYA. CL. P.07:  02).
            Setelah peneliti menanyakan hal tersebut kepada guru SY, dia menyatakan bahwa pada kegiatan tersebut dia menyuruh siswa berkelompok dalam empat atau lima orang untuk membaca diam mencari ide pokok paragraf pertama dan mendiskusikan hasilnya sesama temannya (SYA. CL. W. 08: 11).
            Jadi, walaupun bervariasi cara yang dilakukan dalam kegiatan whilst reading tetapi tujuannya sama yakni untuk memahami teks atau mendapatkan informasi dari teks. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diberikan oleh guru NA dan guru SYA tentang sasaran utama kegiatan whilst reading kepada siswa  yakni supaya mereka memahami teks mendapatkan sesuatu informasi dari teks (NA. CL. W. 07: 04)/(SYA. CL. W. 08: 11).
Tahap Kegiatan Pasca-membaca
            Pokok kegiatan pada tahap pasca-membaca adalah sebagai aplikasi atau penggunaan pengetahuan/informasi yang diperoleh dari teks yang telah dibaca kedalam lingkup kehidupan mereka.Sehubungan dengan ini guru NA mengatakan sebagai berikut.
Whilst reading adalah kegiatan inti membaca itu sendiri, dan selanjutnya  diberikan kegiatan post reading yakni aplikasi kegiatan membaca itu sendiri. Ini biasanya diberikan dalam bentuk kegiatan lain misalnya menulis atau berbicara (NA. CL. W. 07: 04).
            Setelah peneliti konfirmasi dengan guru SY tentang tujuan kegiatan pasca-membaca yang baru selesai dilakukan tersebut, dia mengatakan sebagai berikut.
 “kegiatanpost-reading merupakan kreativitas siswa yang berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya ( SYA. CL. W. 08: 12).
Jadi kegiatan pasca-membaca yang dilakukan dalam pembelajaran membaca adalah  1) sebagai aplikasi pengetahuan siswa yang  diperoleh dari teks yang telah dibaca, dan 2) sebagai pengembangan materi yang diperoleh dari teks. Keduanya juga merupakan cara menyimpan informasi dalam otak siswa dengan mengaitkan informasi yang telah diperoleh siswa dengan pengetahuan mereka sebelumnya. Ini berguna supaya informasi dapat tersimpan dalam memori siswa dengan baik.
b.      Menunggu Disuruh
            Temuan budaya yang menarik dicatat dalam proses pembelajaran membaca berbasis kompetensi adalah kurangnya semangat siswa mengerjakan tugas-tugas belajar yang telah diberikan oleh guru. Tujuan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran sebenarnya merupakan latihan kepada siswa supaya siswa memperoleh pengalaman sekaligus pengetahuan bagaimana membaca dengan baik.Dipandang dari sudut siswa, seolah-olah tugas yang diberikan oleh guru bukan untuk kepentingan siswa.Mereka bekerja bila diawasi atau diperhatikan oleh guru.Hal ini kelihatan, jika guru belum berada di dalam ruangan kelas belajar, siswa belum mengerjakan tugas yang diberikan.Bahkan walaupun sementara bekerja bila guru keluar kelas, misalnya ada sesuatu yang diperlukan di luar kelas, siswa juga berhenti bekerja.Mereka mulai bekerja kembali bila guru sudah berada di dalam kelas.
            Kebiasaan menunggu atau berhenti bekerja seperti yang diungkapkan di atas terjadi misalnya pada kegiatan pembelajaran membaca sebagai berikut.
            Sewaktu guru NA masuk ruangan belajar kelas X E, siswa kelihatan belum siap belajar membaca bahasa Inggris. Guru masih menggunakan waktu 5 menit menyiapkan siswa belajar. Semestinya siswa telah mempersiapkan segala kebutuhan belajar karena mereka telah memiliki jadwal belajar.Dengan demikian setelah guru berada di dalam ruangan belajar, langsung mengarahkan kegiatan belajar (NA. Cl. P. 01:01).
            Temuan budaya kebiasaan siswa menunggu disuruh dapat menghalangi proses kecepatan peningkatan kemampuan membaca siswa. Di kelas pembelajaran kebiasan ini juga ditemukan pada waktu mengerjakan tugas misalnya pada waktu mengerjakan kesimpulan isi bacaan yang mereka telah baca.Siswa hanya duduk-duduk saja di dalam kelas sambil ngobrol dengan teman-temannya.Mereka mulai bekerja setelah guru berada di dalam kelas (NA. Cl. P. 02: 01 – 02).
            Kebiasaan siswa menunggu disuruh tersebut menyebabkan penguluran waktu kerja.Ini dapat disebabkan pertama, kurangnya disiplin waktu yang ditetapkan oleh guru dari setiap tahapan kegiatan.Kedua, dapat disebabkan oleh kurangnya ketegasan guru pada setiap peralihan tahapan kegiatan.Bila kedua hal ini dilakukan dengan bijak oleh guru maka kebiasaan mengulur waktu dapat dikurangi. Misalnya pada kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas X C oleh guru SY.  Sebelum jam istirahat, guru menetapkan waktu bahwa 10 menit setelah masuk kembali pada jam belajar berikutnya semua tugas akan dikumpul dan bersiap untuk melakukan presentase di depan kelas.  Penegasan waktu tersebut sangat efektif. Siswa-siswa sudah memulai mengerjakan tugas sewaktu guru memasuki ruangan belajar (SY. Cl. P. 07: 02).
1.    Pembahasan
a.    Prosedur dan Fungsi Tahapan Kegiatan Pembelajaran Membaca
Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada pemerolehan kompetensi tertentu kepada siswa (Abdul Majid, 2005: 24). Pendekatan ini bersifat alamiah(kontekstual) karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensi siswa. Siswa sebagai subyek belajar dalam proses pembelajaran mereka harus bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu (Mulyasa, 2002: 69).  Berdasarkan prinsip ini maka siswa sebagai subyek belajar harus mengerjakan dan mengalami setiap tahapan pembelajaran dari awal sampai akhir. Guru sebagai pembimbing atau fasilitator dalam pembelajaran harus menjalankan fungsinya sebaik-baiknya agar siswa sebagai subyek pembelajaran benar-benar menjalankan fungsinya, yakni bekerja dan mengalami setiap tahapan kegiatan pembelajaran. Supaya proses kegiatan setiap tahapan dan perpindahan dari tahap ke tahap kegiatan berikutnya dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka guru perlu mengkondisikan situasi pembelajaran, misalnya dengan memberikan atau menyiapkan pengetahuan atau keterampilan pra-kondisi yang dapat membantu siswa dalam menjalankan pekerjaan atau tugas pembelajaran.
Pembelajaran membaca bahasa Inggris berbasis kompetesni yang dilaksanakan di kelas I SMA Labschool, kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga tahap, yakni tahap kegiatan pra-membaca, tahap kegiatan waktu membaca, dan tahap kegiatan pasca-membaca. Walaupun masing-masing tahapan kegiatan memiliki fungsi masing-masing yang berbeda satu sama lain, tetapi semua tahapan kegiatan mengarah pada pencapaian kompetensi yang telah ditentukan. Proses dan fungsi masing-masing tahapan  kegiatan membaca dipaparkan sebagai berikut.

Tahap Kegiatan Pra-Membaca

Kegiatan ini dilaksanakan untuk membangun pengetahuan awal siswa terhadap suatu topik teks atau pokok bahasan yang akan dipelajari siswa pada tahap kegiatan waktu membaca. Kegiatan ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran membaca sebagaimana pendapat-pendapat berikut.
            Sehubungan dengan kegiatan  membangun pengetahuan awal, Muhammad Nur (2000: 11) menyatakan bahwa  apa yang telah diketahui siswa sedikit banyak mempeharuhi apa yang mereka pelajari. Pendapat ini telah dipertajam oleh para ahli psikologi kognitif modern bahwa pembelajaran yang dimulai dengan menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah tersimpan di dalam memori siswa dapat memperkaya pembelajaran.
Berkaitan dengan fungsi kegiatan persiapan awal siswa pada waktu belajar, Kardi dan Mohamad Nur (2000: 29-30) menyatakan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali hasil belajar yang telah dimilikinya yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari. Kegiatan ini, disamping menyiapkan siswa juga dapat memotivasi siswa berperanserta penuh pada proses pembelajaran. Untuk menjalankan kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pelajaran yang telah dipelajari siswa atau menghubungkan informasi-informasi yang berkaitan dengan pokok pembicaraan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa.
Tahap Kegiatan Waktu Membaca 
Semua kegiatan dalam tahap ini, baik dilakukan dengan membaca nyaring maupun dengan membaca diam bertujuan agar dapat memahami teks dengan baik.Sebagaimana hasil temuan penelitian bahwa kegiatan membaca dilakukan dengan membaca nyaring dan diam. Dalam membaca diam usaha kegiatan pemahaman telah nampak.Kegiatan membaca disertai dengan usaha pemahaman tentang isi teks, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan pemahaman isi bacaan.Dalam membaca nyaring ada yang diikuti oleh kegiatan yang mengarah pada pemahaman dan ada yang tidak atau kurang pada usaha pemahaman.Sebenarnya kegiatan membaca nyaring, walaupun diikuti dengan pertanyaan pemahaman apalagi tidak, diragukan keampuhannya dilakukan di kelas dengan tujuan membangun pemahaman siswa terhadap teks yang dibaca.Keraguan kegiatan membaca nyaring tersebut seperti yang dikemukakan oleh Feuerstein dan Schrolnik (1995: 20) bahwa kegiatan membaca nyaring yang dilakukan di kelas justru dapat menghambat pemahaman. Alasannya adalah siswa hanya berkonsentrasi pada perhatian tentang bagaimana mengucapkan teks dengan baik pada waktu membaca di depan guru dan teman-temannya. Sebagian siswa hanya memperhatikan pada bagian teks tertentu saja yakni pada bagian teks yang kena pada gilirannya.Sebagai akibatnya perhatian terhadap makna terabaikan.
Tahap Kegiatan Pasca-Membaca
Pasca-membaca merupakan kegiatan pengembangan. Kegiatan ini diisi dengan menghubungkan apa yang telah dibaca dengan pengalaman riil siswa. Dapat juga dimasukkan bagaimana pendapat siswa tentang isi bacaan apakah mereka setuju, tidak setuju, senang atau tidak senang dan apa alasannya. Yang pokok adalah bagaimana menghubungkan antara isi bacaan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Kegiatan pembelajaran membaca Kelas 1 SMA Labschool telah nampak kegiatan pasca-membaca, yakni telah melakukan kegiatan pembelajaran dengan memberikan kegiatan siswa mengembangkan informasi atau pengetahuan yang diperoleh dari teks yang telah dibaca ke dalam pengetahuan siswa di luar teks. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh akan lebih bermanfaat karena dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sesuai dengan gaya bahasa, pengalaman serta kepentingan siswa. Juga dengan kegiatan pengembangan isi teks, siswa akan terbimbing kearah kreativitas yang tidak hanya mengikuti apa adanya yang diperoleh dalam teks. Kegiatan mengaplikasikan informasi atau pengetahuan sesuai dengan cara, kemampuan  dan gaya siswa  juga dapat berkesan pada diri siswa yang implikasi proses penyimpanan dalam memori siswa lebih awet atau bertahan lama. Inilah yang disebutkan oleh Dryden dan Vos (2001: 125) bahwa sistem penyimpanan dalam memori jangka panjang berhubungan erat dengan pusat emosi otak.Artinya semakin bersentuhan dengan emosi seseorang tentang kegiatan yang dilakukan semakin bertahan lama kesan kegiatan tersebut dalam ingatan kita.Disamping itu, juga hal-hal yang tersimpan lebih mudah diingat atau diakses kembali.
b.      Menunggu Disuruh
Prinsip kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi menitikberatkan pada pemerolehan kompetensi tertentu kepada siswa (Majid, 2005: 24). Pendekatan ini bersifat alamiah(kontekstual) karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensi siswa. Siswa sebagai subyek belajar dalam proses pembelajaran mereka harus bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu (Mulyasa, 2002: 69).  Berdasarkan prinsip ini maka siswa sebagai subyek belajar harus mengerjakan dan mengalami setiap tahapan pembelajaran dari awal sampai akhir.Kedua, pengembangan kompetensi bertolak dari niat, kemauan dan keikhlasan dari siswa untuk mengerjakan tugas-tugas pembelajaran untuk memperoleh sesuatu kemampuan yang bermafaat bagi dirinya sendiri. Tanpa niat, kemauan dan keikhlasan yang muncul dari diri siswa maka akan terjadi proses kegiatan yang asal-asalan.
Temuan budaya menunggu diperintah dalam pembelajaran membaca berbasis kompetensi di kelas 1 SMA Labschool merupakan salah satu hambatan terhadap pemerolehan kompetensi membaca yang diharapkan.Siswa menunggu disuruh untuk belajar atau mengerjakan tugas.Ini merupakan kasus dalam pembelajaran yang harus mendapat perhatian serius.Apa penyebabnya? Menurut Rebecca ini disinyalir disebabkan oleh kondisi budaya dan sistem pendidikan yang masih didominasi oleh guru/pengajar.Sebagai akibatnya banyak siswa termasuk mahasiswa perguruan tinggi masih bersifat pasif dan terbiasa bekerja kecuali diperintah (Oxford, 1990: 10).Disamping ini juga dapat disebabkan kurangnya ketegasan dan disiplin waktu yang diberlakukan oleh guru dalam mengerjakan setiap tugas pembelajaran.Akibatnya timbullah kebiasaan siswa mengulur waktu dan menunggu perintah baru bekerja.
Hasil pembelajaran kepada siswa yang bekerja atau berlatih kecuali disuruh, tidak dapat memunculkan kemampuan memenej diri sendiri secara maksimal. Menejmen diri sebagaimana yang dikemukakan oleh Ever, Rush, dan Berdrow adalah  merupakan satu dari empat komponen dasar kompetensi. Kompetensi ini merupakan tenaga yang muncul dari diri yang mengarahkan segala potensi diri untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kompetensi menejmen diri dapat diperoleh jika siswa berlatih terus-menerus dan menginternalisasikan latihan tersebut ke dalam kegiatan rutin untuk memaksimalkan kemampuan diri untuk mencapai tujuan tertentu (Evers, Rush, and Berdrow, 1998: 53).
Tampaknya tugas-tugas pembelajaran yang dikerjakan atas dasar disuruh tanpa ada keikhlasan dalam diri siswa tidak akan dapat diharapkan hasilnya membentuk siswa-siswa yang memiliki  kompetensi membaca yang baik. Dengan dasar menunggu disuruh, maka sulit diharapkan siswa akan mau melakukan kegiatan banyak membaca dengan inisiatif sendiri.  Melakukan kegiatan banyak membaca merupakan salah satu kemampuan dasar untuk memperoleh kompetensi membaca.Sedangkan pemerolehan kompetensi membaca menurut Eskey (1983: 3) harus dilakukan dengan kegiatan banyak membaca (Mc kay, 1996: 18).
E. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Simpulan
            Berdasarkan analisis sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa simpulan berikut.
1.      Tujuan pembelajaran membaca bahasa Inggris berbasis kompetensi adalah pengembangan kemampuan membaca pemahaman bahasa Inggris yang berorientasi pada kebutuhan siswa pada tingkat akademik.
2.      Prosedur pembelajaran menggunakan tiga tahap yakni tahap pra-membaca, tahap membaca, dan tahap pasca-membaca.
3.      Tahap pra-membaca berorientasi pada kesiapan siswa sebelum membaca teks.
4.      Tahap membaca merupakan tahap inti pengembangan kemampuan membaca yang langsung berhubungan dengan materi teks.  
5.      Tahap pasca-membaca adalah tahap aplikasi pengetahuan yang diperoleh dari tahap membaca.
6.      Beberapa hambatan tercapainya tujuan membaca disebabkan oleh siswa yang belum menyadari fungsinya sebagai subjek pembelajaran. Sebagai akibatnya mereka masih menunggu disuruh untuk melakukan segala kegiatan pembelajaran. Beberapa penyebab hal ini berasal dari guru yang tidak menjelaskan tujuan pembelajaran dengan baik, fungsi setiap kegiatan yang dikerjakan siswa serta penilaian yang tidak dipahami oleh siswa.

Rekomendasi

      Berdasarkan hasil temuan penelitian maka diberikan rekomendasin sebagai berikut.
1.      Guru pembelajaran membaca bahasa Inggris perlu memberikan penjelasan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai, termasuk manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan memberikan/ memberitahukan daftar buku-buku yang perlu dibaca.
  1. Buku-buku yang perlu dibaca siswa sebaiknya terlebih dahulu disajikan di kelas, misalnya dengan memberikan satu judul dari setiap buku untuk dibaca di dalam kelas yang berfungsi sebagai contoh sekaligus sebagai daya tarik agar siswa memiliki minat untuk membaca judul-judul lainnya di luar kelas.
  2. Kunci keberhasilan pembelajaran membaca adalah siswa harus banyak membaca. Dengan demikian, guru seharusnya dapat meyakinkan siswa perlunyan banyak membaca. Untuk kepentingan ini maka guru seharusnya memberikan tugas-tugas tambahan membaca di luar kelas dengan pengontrolan yang baik.
  3. Perpustakan sekolah seharusnya dapat menyiapkan buku-buku bacaan yang diperlukan siswa.  Sehubungan dengan membaca, maka guru harus dapat memberikan informasi, misalnya daftar buku-buku bahasa Inggris yang diperlukan siswa kepada petugas perpustakan supaya dapat menyediakan buku-buku bacaan bahasa Inggris tersebut kepada siswa-siswa.
  4. Untuk mengurangi hambatan kemajuan siswa, guru seharusnya bekerjasama dengan orang tua siswa tentang tugas-tugas membaca yang seharusnya dikerjakan siswa di rumah.
  5. Supaya orang tua siswa dapat lebih bertanggung jawab, maka guru membaca memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang buku-buku yang perlu dibaca anak-anak mereka serta menjelaskan manfaatnya untuk kelanjutan pendidikan mereka. Dengan demikian orang tua dapat turut menyiapkan buku-buku yang diperlukan serta dapat memberikan pengawasan yang perlu kepada anak-anak mereka.

DAFTAR PUSTAKA

David, Florence. 1995. Introducing Reading. England: Penguin Books Ltd.
Dutta, Sujit K. Predicting as a Pre-reading Activity; English Teaching Forum, Vol. 32, Number 1, January 1994.
Eskey, David E. Learning to Read Versus Reading to Learn: Resolving the Instructional Paradox, English Teaching Forum, Vol. XXI, Number3 July 1983.
Evers, Frederick T., James C. Rush & Iris Berdrow. 1998. The Bases of Competence Skill for Lifelong Learning and Employability. USA: Waltham.
Fachrurazzy dan Harsono Tjokrosujuno. 2000.Pengembangan Materi Bahasa Inggris dan Kurikulum SMU.Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Feuerstein, Tamar dan Miriam Schcolnik. 1995. Enhancing Reading Comprehension: In the Language Learning Classroom. Calfornia USA: Alta Book Centre.
Dryden, Gordon, dan Vos, Jeannetie. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bandung: Kaifa.
Hardjono, Sartinah. 1988. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Depdikbud.
Hayon, Yosep. 2001. Membaca dan Menulis Wacana; Sebuah Petunjuk bagi Mahasiswa dan Penulis lainnya. Jakarta: Storia Grafika.
Hernowo. 2001.Mengikat Makna: Mengubah Paradigma Membaca dan Menulis Cara Radikal.  Jakarta: Kaifa.
Kardi, Soeparman dan Mohamad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya University Press.
Knuth, R.A. and B.F. Jones. 1991. File: //A\ What does Reseach Say About Reading? htm 24/04/04, NCRL, Oak Brook.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Rosda Karya, 2005.
Mc Kay, Sandra Lee, Hornberger, Nancy H. 1996. Sociolinguistics and Language Teaching, USA: Cambridge University Press.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Oxford, Rebecca L. 1990. Language Learning Strategies. New York: New Bury House.
Pett, James, Reading an ESL Skill at the Universoty; English Teaching Forum, Volume XX,  Number 3,  July 1982. 
Readence, John E., Bean, Thomas W., & Baldwin, E. Scott. 1985. Content Area reading: An Integrated Approach. California: Kendal/Hunt publishing Company. 
Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Sudiadarma, Tono. 2003. Panduan SMU Pilihan di Jakarta dan Sekitarnya. Jakarta: PT. Jakarta Books. 
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Smith. Patrick. 1994. Leaner self Assessment in Reading comprehension: The Case for Sturdents Constructed Tests, “English Teaching Forum,” Vol. 32 (4 Oktober 1994).
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
­­­­Walsh, Vincent. Reading Scientific Texts in English; English Teaching Forum, Vol. XX, Number 3, July 1982.
Williams,  David. Developing Reading Comprehension Skills at the Post Primary Level; English Teacing Forum, vol. XXI Number 3 July 1983.
Yun, Yue Mei. Cohesion and the Teaching of EFL Reading, English Teaching Forum, Vol. 31, Number 1, January 1993.




 [MC1]Kata sambung, tdk layak di awal paragraf

No comments:

Post a Comment