Oleh
: Setiyana,S.Pd.,M.Eng.
Abstract
Learning about science
is essentially to teach students in order to make them possess science literacy,
meaning the awareness of science and technology. In fact, there are many students who can
master and comprehend the lesson, but can’t apply their knowledge. The objective
of this research is to obtain chemistry
learning strategy based on local potential through the application approach
science technology literacy and to find out teachers’ and students’
response towards the application of
science technology literacy approach.
The design of this research refers to Chemie im
Kontext (Nentwig, et.al., 2002) which
has been modified. The study is
conducted in SMA Negeri 1 Bandongan, Magelang, in
school year 2010/2011. The subject
of the research is grade X involving 31 students in try out phase and 220 students in implementation
phase. Research data are obtained
through observation, questionnaires,
documentation and test.
In this research it
is found that science technology literacy based on local potentials
can make the students close to their daily life integrated with their surroundings.
Moreover, they are still equipped with knowledge, values of
life and skill. The choice of experiment using simple instruments which
can be obtained from the surrounding has given a new horizon of thinking that
chemistry is something interesting and inexpensive. Base on the research it is
suggested that : 1) There should be more emphasis in the curriculum about the
importance of science literacy development of the students. 2) The result of the research should be socialized
so that it can be a model of chemistry learning which further can develop
simple technology based on local potentials. 3) It is expected that chemistry
teachers can design learning program similarly in other material using local
potential in their own area.
Keywords : science
technology literacy, local potential
A.
Pendahuluan
Pembelajaran sains pada hakekatnya membelajarkan peserta
didik agar mereka mempunyai literasi
sains, yaitu sadar terhadap sains dan teknologi. Menurut PISA (2006) literasi
sains dan teknologi adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains dan
penerapannya, mengidentifikasi masalah dan menarik kesimpulan berdasarkan
bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan
perubahan yang terjadi pada alam sebagai akibat aktivitas manusia. Hal ini
berarti melalui pendidikan sains diharapkan peserta didik mampu menguasai
konsep-konsep sains dan mengaplikasikannya dalam kehidupan (Holbrook, 2005).
Kata menguasai artinya bahwa dengan adanya pendidikan sains peserta didik tidak
sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing) terhadap konsep-konsep
sains, tetapi peserta didik harus mengerti dan memahami (understand) konsep-konsep sains dan kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.
Namun demikian, fakta dilapangan menunjukan hal-hal yang
tidak mendukung tuntutan diatas. Hasil pembelajaran sains disinyalir oleh para
pakar pendidikan masih belum menggembirakan. Menurut Sumarna (2004) kebanyakan peserta
didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan
nyata (real world). Zamroni (2000)
menyatakan, hal di atas disebabkan adanya kecenderungan pembelajaran di kelas
yang tidak berusaha mengaitkan konten pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan learning
log guru dalam pembelajaran hidrokarbon pada peserta didik kelas X SMA 1
Bandongan, Magelang tahun pelajaran 2010/2011 diketahui bahwa sebanyak 90,17 % peserta
didik hafal rumus gas metana adalah CH4 dan hafal uji hidrokarbon dapat
dilakukan melalui reaksi pembakaran. Namun, sebanyak 60,71 % peserta didik belum
mengetahui bahwa limbah organik dapat digunakan untuk sintesis biogas (CH4)
dan hanya 16,96 % peserta didik mengetahui bahwa sampah organik dapat dikonversi
menjadi biobriket melalui reaksi pembakaran. Data tersebut menunjukan bahwa terdapat
kesenjangan yang cukup besar antara pengetahuan yang dimiliki peserta didik
dengan aplikasinya, banyak peserta didik yang tahu dan hafal materi pelajaran,
tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya. Menurut Conny Semiawan
(2000) hal ini terjadi karena pembelajaran lebih banyak memaparkan fakta,
pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan
pengalaman empiris dalam kehidupan nyata.
Menurut Holbrook (2005) pembelajaran kimia masa depan
harus relevan dengan penyelesaian isu-isu sosial masyarakat. Pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan adalah Sains
Technology Literacy. Pendekatan ini mengembangkan pengetahuan sains
diberbagai sendi kehidupan, mencari solusi, berbasis keunggulan lokal dan
pengambilan keputusan sosial-ilmiah.
Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
” Apakah pendekatan sains technology
literacy berbasis keunggulan lokal dapat digunakan sebagai model
pembelajaran kimia masa depan ?. Berdasarkan rumusan masalah ini dapat
diidentifikasi permasalahannya dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1.
Bagaimanakah strategi penerapan pendekatan sains technology literacy berbasis
keunggulan lokal dalam pembelajaran kimia ?
2.
Apakah pendekatan sains technology literacy berbasis keunggulan lokal dapat
meningkatkan literasi sains peserta didik ?
3.
Apakah pendekatan sains technology literacy berbasis keunggulan lokal dapat
meningkatkan penguasaan konsep kimia peserta didik ?
4.
Bagaimanakah tanggapan guru dan peserta didik
terhadap penerapan pendekatan sains
technology literacy berbasis keunggulan lokal ?
Tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian adalah :
1.
Mendapatkan strategi pembelajaran kimia masa
depan melalui penerapan pendekatan sains
technology literacy berbasis keunggulan lokal.
2.
Mengetahui peningkatan keterampilan literasi
sains peserta didik melalui pendekatan sains
technology literacy berbasis keunggulan lokal
3.
Mengetahui peningkatan penguasaan konsep kimia
peserta didik
4.
Mengetahui tanggapan guru dan peserta didik
terhadap penerapan pendekatan sains
technology literacy berbasis keunggulan lokal.
Secara teoritis, hasil
penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu kimia dalam
mengembangkan kimia terapan berbasis lokal material. Secara praktis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat :
1.
Menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan
dalam bidang pendidikan dalam rangka pengembangan kurikulum SMA dimasa
mendatang.
2.
Memberikan masukan bagi guru untuk mengembangkan
teknologi sederhana melalui kimia terapan agar siswa mempunyai literasi sains.
3.
Mendorong peneliti lain untuk melakukan
penelitian lanjutan tentang upaya mengembangkan kimia terapan dalam
pembelajaran kimia.
Ruang lingkup penelitian ini sesuai dengan silabus kimia
kelas X kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SMA Negeri 1 Bandongan tahun
pelajaran 2010/2011 yang telah dikembangkan pendidikan berbasis keunggulan
lokal pada materi senyawa hidrokarbon. Pembahasan materi mencakup kemampuan
membuat teknologi sederhana dalam mengolah limbah menjadi sumber energi
terbarukan. Kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah kemampuan merancang dan
membuat sumber energi terbarukan dari sampah/limbah yang dihasilkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sumber energi terbarukan yang akan dibuat dalam
penelitian ini adalah biogas dan briket arang. Alat eksperimen dibuat dari
bahan lokal material, yaitu bahan-bahan yang terdapat di lingkungan setempat
yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang kegiatan eksperimen. Briket dibuat dari arang pelepah salak sebagai
sumbangan pemikiran untuk mengatasi rusaknya perkebunan salak di Magelang, Jawa
Tengah karena dampak abu vulkanik letusan gunung merapi 2010.
B. Kajian
Teori
1. Literasi
Sains
Menurut National
Sceince Education Standards (2006) litrasi sains adalah pengetahuan dan
pemahaman tentang konsep dan proses sains yang memungkinkan seseorang membuat
keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, berperan dimasyarakat dan budaya
serta pertumbuhan ekonomi. Termasuk
juga kemampuan khusus yang dimilkinya.
” Sceince
literacy is the knowledge and understanding of sceintific concepts and
processes required for personal decision making participation in civic and
cultural affair, and economic productivity. It also includes specific of
abilities ”
Menurut Colette dan Chiapete dalam Poedjiadi (2005)
peserta didik dikatakan literat sains apabila
memiliki : a) pengetahuan yang cukup tentang fakta dan konsep, teori
sains dan kemampuan mengaplikasikannya, b) apresiasi terhadap nilai sains dan
teknologi dalam masyarakat dan pengetahuan tentang bagaimana sains, teknologi
dan masyarakat saling mempengaruhi, c) kemampuan untuk menggunakan proses sains
untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan sehari-hari dan d)
kemampuan membuat keputusan berdasarkan nilai tentang isu-isu lingkungan di
masyarakat.
Menurut Graber dalam Nentwiq, et.al. (2002) dalam
literasi sains berbagai kompetensi dalam setiap domain pengetahuan,
keterampilan serta sikap dan nilai saling berhubungan dan saling mendukung
seperti terlihat pada Gambar 1.
Nilai dan Sikap
|
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
LITERASI SAINS
|
Kompetensi etika
|
Kompetensi mata pelajaran, epistimologi
|
Kompetensi belajar, social, komunikasi, prosedural
|
Gambar 1. Model bagan pembagian kompetensi dalam literasi
sains
Relevansi pembelajaran kimia dengan kehidupan sehari-hari
menurut Holbrook (2005) dapat dilakukan dengan langkah-langkah : a) cara
mengajar harus dipertimbangkan kembali, b) relevansi materi subjek yang nyata
dengan kehidupan masyarakat secara langsung melibatkan peserta didik, d) struktur
pengajaran menunjukan kepedulian terhadap kehidupan masyarakat sehingga
diharapkan pembelajaran akan berdampak lebih baik terhadap para peserta didik dan
e) struktur materi kimia yang tidak hanya teori saja.
Menurut Nentwig et.al. (2002) implementasi pembelajaran
berbasis literasi sains dan teknologi harus mengacu pada tiga aspek, yaitu : a)
Berorientasi pada konteks dan menanamkan proses belajar pada masalah yang
otentik. Pengetahuan, kompetensi dan isu-isu yang diberikan kepada peserta
didik relevan dengan kehidupan nyata. b)
Mengembangkan metode pembelajaran mandiri dan cooperative learning. Bermula dari situasi nyata, aktivitas peserta
didik dirangsang pada tujuan perluasan pengetahuan dan kompetensi, guru berperan
sebagai penyedia sumber pengetahuan dan penentu langkah-langkah proses
pembelajaran. c) Bertujuan pada pengembangan yang sistematis dari sejumlah
konsep dasar kimia. Agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan
bermakna maka diperlukan dekontekstutualisasi.
2. Konteks
Sains
a.
Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba secara anaerobik pada
bahan-bahan organik
meliputi kotoran hewan, limbah domestik/rumah tangga dan limbah biodegradable
(http://id.wikipedia.org/wiki/
Biogas). Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4)
dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya
kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3)
serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil (Pambudi,
2008).
Tabel 1. Komposisi
biogas
Keterangan
|
Unit
|
CH4
|
CO2
|
H2
|
H2S
|
Campuran biogas dari 60% CH4 ; 40% CO2
|
Volume
Net calorific value (n.c.v.)
Limit of inflamability
Inflamation point
Density (normal)
Density ratio to air
|
%
kJ/Nm3
Vol.%
°C
g/l
-
|
55-70
35800
5-15
650-750
0,72
0,55
|
27-44
-
-
-
1,98
2,5
|
1
10800
4-80
585
0,09
0,07
|
3
22800
4-4,5
-
1,54
1,2
|
100
21500
6-12
650-750
1,2
0,83
|
(Sumber : Nijugana, 2006)
Menurut Hansen dalam Widodo (2008) proses
pembentukan biogas dengan Anaerobic digestion yaitu suatu proses
dimana mikro-organisme merombak bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen.
Phase I
|
Phase II
|
|||||
|
Acid production (Hydrolysis)
|
|
Acid reduction
|
|
Methane formation
|
|
Protein
Carbohidrate
Fats
|
|
Acetic acid
Acids
Alcohol
|
|
Acetic
Acids
|
3.
|
Biogas
CH4, CO2
|
|
|
|
||||
|
1. Fermentation
Bacteria
|
|
2. Acetogenic
Bacteria
|
|
3. Methanogenic
Bacteria
|
|
Gambar 2. Diagram tahapan produksi biogas
(Sumber : Nijaguna, 2006)
(Sumber : Nijaguna, 2006)
b.
Briket
Pelapah Salak
Pengembangan salak pondoh
di Magelang mempunyai dampak positif
terhadap usaha agribisnis diwilayah ini.
Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Magelang tahun 2010 luas lahan
perkebunan salak di kabupaten Magelang mencapai 4.098 Ha, dengan jumlah rumpun
produktif kurang lebih sebanyak 8.196.426 pohon. Seiring dengan semakin luasnya
lahan salak maka timbul permasalahan terhadap sampah pelapah salak yang
dihasilkan. Jika diasumsikan petani memangkas 3 pelepah salak tiap pohon untuk
mengupayakan perbaikan mutu buah salak maka potensi sampah pelepah salak
yang dihasilkan sebesar 24.589.278
pelepah setiap kali pangkas. Jumlah sampah ini menjadi lebih besar lagi karena
hampir semua perkebunan salak rusak terkena dampak debu vulkanik letusan gunung
merapai tahun 2010.
Tabel
2. Hasil analisis proksimat pelepah salak
No
|
Jenis analisis
|
Kadar
|
1
|
Nilai kalor rata-rata
|
4069,807 kal/g
|
2
|
Kadar air rata-rata
|
12,080 %
|
3
|
Kadar abu rata-rata
|
6,245 %
|
(Sumber : Lab. Pusat Study Pangan dan Gizi, UGM)
Pelepah salak tersebut umumnya hanya ditumpuk begitu saja
dilahan perkebunan sehingga menjadi sampah. Cara yang paling sering dilakukan
petani untuk mengatasi sampah pelepah salak adalah dengan cara membakarnya,
sehingga menjadi masalah baru bagi lingkungan yaitu menimbulkan polusi udara. Besarnya
jumlah sampah pelapah salak di Kabupaten Magelang dapat dikembangkan menjadi
usaha kerakyatan yang berbasis problem lokalitas dan potensi lokal kawasan. Pelapah salak mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi
sehingga berpotensi sebagai bahan baku briket arang.
C. Metode
Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Bandongan, Magelang,
pada tahun pelajaran 2010/2011. Subjek penelitian adalah kelas X yang
melibatkan 31 peserta didik saat uji coba dan 220 peserta didik pada saat
implementasi. Data penelitian diperoleh melalui
observasi, angket, dokumentasi dan test.
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen pengukuran kinerja
dan lembar observasi. Angket digunakan untuk memperoleh data respon peserta
didik terhadap pelaksanaan kegiatan eksperimen. Tes dilaksanakan dengan
menggunakan tes tertulis dan tes unjuk kerja untuk mengukur kemampuan dan
ketrampilan literasi sains peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran.
Desain
penelitian ini mengacu pada Chemie im
Kontext (Nentwig, et.al., 2002) yang sudah mengalami modifikasi. Langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut :
1.
Contact phase : pada tahap ini dikemukakan isu-isu atau masalah lingkungan dan
mengaitkannya dengan materi hidrokarbon sehingga peserta didik menyadari
pentingnya memahami materi tersebut. Contohnya fenomena sampah/limbah
dilingkungan peserta didik.
2.
Curiosity phase : pada tahap ini dikemukakan pertanyaan-pertanyaan dimana
jawabannya membutuhkan pengetahuan kimia yang dapat mengundang rasa penasaran dan
keingintahuaan peserta didik. Contohnya Bagaimanakah cara mengolah
sampah/limbah menjadi sumber energi kimia ?
3.
Elaborasi phase : pada tahap ini dilakukan eksplorasi, eksperimen dan
pembentukan konsep hidrokarbon. Kegiatan
ilmiah yang dilakukan adalah merancang alat peraga dari bahan-bahan lokal dan
eksperimen pembentukan gas metana menggunakan alat biodigester menggunakan
limbah/sampah sehari-hari dan eksperimen pembuatan briket pelepah salak.
4.
Decision making phase : pada tahap ini dilakukan pengambilan keputusan oleh
peserta didik dengan dibantu guru sebagai fasilitator. Contohnya Berapakah
komposisi bahan pengisi biodigester agar gas yang dihasilkan maksimal ?
Bagaimanakah cara membuat briket pelepah salak yang mudah menyala ?
5.
Nexus phase : pada tahap ini dilakukan proses pengambilan konsep dasar dari materi yang
dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks lain. Contohnya mengaplikasikan
hasil eksperimen di laboratorium untuk membuat biodigester skala rumah tangga.
6.
Evaluation phase : pada tahap ini dilakukan evaluasi pembelajaran secara
keseluruhan untuk menilai keberhasilan belajar peserta didik, meliputi aspek
koqnitif, keterampilan literasi sains, sikap dan nilai.
D.
Hasil
dan Pembahasan
Pembelajaran kimia masa depan
adalah suatu proses yang dapat membelajarkan
peserta didik agar mereka mempunyai literasi sains. Program pembelajaran
sains tecnology literacy ini
bertujuan : 1) mendapatkan strategi
pembelajaran kimia yang dapat mengembangkan keterampilan proses, konteks dan
sikap sains; 2) mengetahui kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan
keterampilan literasi sains; 3) menstimulasi peserta didik agar senang dan
tertarik belajar kimia; 4) memahami konsep-konsep kimia dan saling
keterkaitannya serta penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan
desain penelitian dapat diketahui bahwa program pembelajaran kimia yang
dikembangkan terdiri dari kegiatan peningkatan kepedulian terhadap lingkungan,
tatap muka, searching, merancang alat
biodigester skala laboratorium, pembuatan alat eksperimen, kegiatan eksperimen,
presentasi dan aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian
yang digunakan dalam penelitian adalah penilaian diri sendiri (self assessment), teman (peer assessment) dan guru (teacher assessment).
1. Kepedulian
pada lingkungan
Pada tahap ini peserta didik bertugas
mengumpulkan dan memilah sampah/limbah yang terdapat dilingkungan sekolah
berdasarkan jenisnya (organik/anorganik) kemudian membuat usulan
pemanfaatannya. Setiap siswa menilai diri sendiri dan dua teman sekelompoknya pada
awal pembelajaran dan akhir pembelajaran menggunakan angket yang disediakan. Rata-rata
hasil penilaian seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Peningkatan kepedulian peserta didik pada
sampah
Berdasarkan
grafik diketahui bahwa ada peningkatan kepedulian peserta didik terhadap masalah
lingkungan pada saat awal dan akhir pembelajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa
kegiatan pengumpulan dan pemilahan sampah/limbah yang terdapat dilingkungan
sekolah pada tahap contact phase
dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang masalah-masalah persampahan.
Sedangkan tugas untuk mencari alternatif pemanfaatan sampah sebagai energi
terbarukan pada tahap curiosity phase dapat mengundang rasa penasaran dan keingintahuaan
peserta didik sehingga mereka
harus melakukan searching di
internet. Hal ini terlihat pada
grafik rasa keingintahuan peserta didik
untuk mencari solusi masalah sampah pada awal kegiatan sebesar 80,5 % dan
menjadi 85,1 % diakhir pembelajaran.
Dapat
disimpulkan bahwa proses pembelajaran telah membawa peserta didik dekat dengan
kehidupan keseharian dan terpadu dalam lingkungan mereka. Kegiatan pembelajaran
dapat meningkatkan kesadaran peserta didik untuk peduli terhadap masalah
sampah, memanfaatkan ICT untuk searching
dan menstimulus kemampuan untuk membuat
rencana pemecahan masalah sampah dilingkungannya.
2. Peningkatan
keterampilan literasi sains
Pada elaborasi
phase dan decision making phase
dilakukan pengembangan pembelajaran
kimia berbasis keunggulan lokal pada konsep hidrokarbon melalui aplikasi
teknologi sederhana, yaitu merancang dan
membuat alat biodigester dari bahan-bahan lokal material, merancang dan membuat
alat pirolisis untuk pengarangan sampah pelepah salak dan eksperimen menggunakan
alat-alat yang sudah dibuat. Bahan
yang digunakan adalah bahan lokal material, diutamakan barang bekas atau barang
yang nilai ekonominya rendah. Awalnya disusun model rangkaian untuk biodigester, kemudian
dilakukan duplikasi untuk alat eksperimen, hasilnya seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Desain biodigester, penyusunan rangkaian dan duplikasinya
Penilaian
keterampilan literasi sains peserta didik dilakukan oleh guru (teacher assessment) menggunakan lembar
observasi. Proses penilaian dilakukan pada saat awal kegiatan pembelajaran, proses
pembelajaran dan akhir pembelajaran. Rata-rata hasil
penilaian seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Peningkatan keterampilan literasi sains peserta
didik
Berdasarkan
grafik diketahui bahwa selama kegiatan pembelajaran terjadi kenaikan
keterampilan literasi sains siswa baik pada kemampuan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep sains, mengenal tekhnologi serta dampaknya, mampu menggunakan produk tekhnologi, memelihara dan
kreatif membuat hasil tekhnologi yang disederhanakan dan mengambil keputusan
berdasarkan nilai.
Kenaikan keterampilan
literasi sains tertinggi terdapat pada aspek kemampuan peserta didik dalam
menggunakan produk teknologi yaitu sebesar 85,6 %. Keterampilan untuk memelihara
dan kreatif membuat hasil tekhnologi yang disederhanakan dapat dilihat dari
kemampuan peserta didik dalam membuat briket dari sampah pelepah salak
menggunakan perekat resin pinus. Briket yang dihasilkan mempunyai kualitas yang
baik yaitu mempunyai kadar air dan nilai kalor yang memenuhi syarat SNI.
Tabel 3. Kualitas briket pelepah salak
Kadar resin
pinus |
Kadar abu
(%)
|
Kadar
air
(%)
|
Volatile matter
(%)
|
Fixed carbon
(%)
|
Nilai
kalor
(kal/g)
|
0%
|
16.2617
|
11.4861
|
27.1036
|
45.1486
|
4069,80
|
2%
|
19.5933
|
6.7727
|
28.3816
|
45.2525
|
5637.01
|
4%
|
18.3145
|
6.5291
|
29.0399
|
46.1165
|
5710.25
|
6%
|
16.0724
|
6.3180
|
30.1044
|
47.5052
|
5761.42
|
8%
|
15.5448
|
4.9702
|
30.6501
|
48.8349
|
5787.43
|
10%
|
17.4226
|
3.7019
|
30.9538
|
47.9218
|
5858.21
|
(Sumber
: Lab. Pusat Study Pangan dan Gizi, UGM)
Gambar 6. Bahan
baku, proses pirolisis dan briket pelepah salak
Sedangkan
keterampilan dalam mengambil keputusan berdasarkan nilai dapat dilihat dari
kemampuan menganalisis hasil pengamatan volume biogas
pada eksperimen pendahuluan menggunakan substrat kotoran sapi, air lindi dan air
sumur seperti grafik Gambar 7. Dengan mengacu pada hasil percobaan peserta
didik mampu merancang eksperimen untuk menentukan optimasi penambahan air lindi
yaitu menggunakan variasi konsentrasi sebesar
0% sebagai kontrol, 15%, 20%, dan 25% (dalam % volume).
Gambar 7. Grafik akumulasi biogas
eksperimen pendahuluan
Pada
penelitian ini diketahui bahwa melalui kegiatan merancang alat biodigester
skala laboratorium dan pembuatan alat eksperimen menggunakan local material
dapat meningkatkan pemahaman peserta didik bahwa hanya limbah tertentu yang
cocok untuk dibuat biogas. Pemilihan eksperimen dengan menggunakan alat-alat
sederhana yang diperoleh di lingkungan telah memberikan cakrawala berpikir
bahwa kimia itu sangat menarik dan tidak mahal. Sedangkan kegiatan presentasi
menggunakan power point telah dapat
melatih peserta didik untuk menggunakan teknologi komputer dan meningkatkan
komunikasi lisannya. Kegiatan-kegiatan
ini dapat menjadi sarana untuk melatih berfikir tingkat tinggi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mavropoulos dalam Nancy (2007) yang menemukan
bahwa pembelajaran interdisiplin dapat meningkatkan keterampilan berfikir
kritis, pemecahan masalah dan membuat keputusan.
3. Penguasaan
konsep kimia
Data yang
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan konsep peserta didik
adalah nilai tes. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah essay, karena tes essay dapat
mengungkap proses berpikir pada peserta didik dan untuk menghindari peserta
didik menebak jawaban. Peserta didik harus mengerti konsep tentang hidrokarbon
dihubungkan dengan teknologi sederhana dalam mengolah limbah menjadi sumber
energi terbarukan. Tes dilakukan pada awal pembelajaran, setelah perancangan
alat, setelah presentasi hasil eksperimen dan di akhir pembelajaran. Nilai
rata-rata tes penguasaan konsep peserta didik seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Nilai rata-rata penguasaan konsep peserta didik
Hasil
penilaian yang diperoleh pada evaluation
phase menunjukkan peningkatan
pemahaman konsep peserta didik dalam seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran.
Setiap butir soal tes selalu mengaitkan antara konsep kimia dengan teknologi
sederhana berbasis keunggulan lokal sehingga pembelajaran kimia menjadi nyata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik ditemukan bahwa mereka
lebih termotivasi belajar kimia karena kimia dekat dengan lingkungannya.
Berdasarkan hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa program pembelajaran
kimia menggunakan pendekatan sains technology literacy berbasis keunggulan
lokal dapat meningkatkan penguasaan konsep peserta didik.
4.
Peluang pemanfaatan
dimasyarakat
Dalam
penelitian ini diketahui bahwa pada tahap nexus
phase peserta didik dapat membuat alat biodigester untuk mengolah
sampah/limbah rumah tangga. Pada decision making phase peserta didik dapat memperkirakan komposisi substrat
pengisi reactor gas. Aplikasi biodiogester dalam skala rumah tangga dapat
mengembangkan pola pikir siswa tentang bagaimana membangun suatu konsep
berdasarkan pengalaman dan menyelesaikan masalah sampah/limbah dengan konsep
sains. Alat biodigester yang dikembangkan peserta
didik seperti Gambar 9.
Gambar 9. (a)
Biodigester (b) detail sambungan, (c) inlet (d) outlet, (e) detail
pengaduk (f) botol penampung uap air (g) gas holder (h) biogas
pengaduk (f) botol penampung uap air (g) gas holder (h) biogas
Keberhasilan membuat teknologi sederhana sesuai dengan
konsep yang sedang dipelajari menunjukkan pemahaman yang mendalam dari peserta
didik tentang konsep kimia dalam
kehidupan nyata, peserta didik mampu menggunakan keterampilan-keterampilan yang
diperoleh di laboratorium. Hal ini sesuai dengan penelitian Furger dalam
Duffrin (2003) yang menemukan bahwa kegiatan berbasis proyek membantu peserta
didik untuk menggunakan semua keterampilan yang diperoleh di dalam kelas
kedalam situasi yang mirip dengan situasi yang akan mereka hadapi dalam
kehidupan nyata.
5. Tanggapan
guru dan peserta didik
Guru kimia kelas XI yang juga rekan kerja sekantor
peneliti sebagai pengamat dalam penelitian ini. Beberapa tanggapan positif yang
diberikan oleh guru tersebut terhadap penerapan sains technology literacy berbasis keunggulan local adalah sebagai berikut : a) kegiatan
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran kimia masa
depan; b) kegiatan pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang mengembangkan
kemampuan bernalar, merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan
pengetahuan yang sudah dipelajari untuk memahami gejala alam yang terjadi di
sekitarnya; c) perancangan dan pembuatan alat biodigester dari local material
untuk pengolahan limbah/sampah dapat menunjukan bahwa membelajarkan sains tidak
hanya membelajarkan konsep-konsepnya saja, namun juga disertai dengan
pengembangan sikap dan keterampilan; d) kegiatan presentasi kelas dapat
membangun rasa percaya diri peserta didik sehingga kualitas dan kuantitas tanya
jawab presentasi semakin bermutu; e) program pembelajaran ini dapat
diimplementasikan pada konsep bahasan yang lain dan f) pendekatan pembelajaran yang dikembangkan
dapat merevitalisasi ”keterampilan proses sains” bagi peserta didik, guru, dan
calon guru sebagai misi utama pembelajaran sains di sekolah untuk mengembangkan
kemampuan observasi, merencanakan penyelidikan,
menafsirkan data dan informasi serta menarik kesimpulan.
Peserta didik merasa bahwa pendekatan sains technology literacy dalam
pembelajaran ini menyenangkan. Menyenangkan menurut Meir
(2002) adalah pembelajaran yang
dapat membangkitkan minat peserta didik, adanya keterlibatan penuh, terciptanya
makna atas pemahaman konsep yang
dipelajari dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik. Pembelajaran
membawa peserta didik dekat dengan kehidupan keseharian dan terpadu dalam
lingkungan mereka sekaligus membekalinya dengan pengetahuan, kecakapan,
kepekaan dan daya kritis.
Berdasarkan angket dan hasil wawancara dengan beberapa
siswa ditemukan bahwa dengan adanya berbagai kegiatan dalam program
pembelajaran ini menyebabkan pembelajaran ini tidak monoton sehingga menumbuhkan minat siswa
terhadap sains dan seluruh siswa terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada
dalam pembelajaran ini.
Keberhasilan
peserta didik merancang dan membuat teknologi sederhana dalam mengolah
limbah/sampah dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik. Menurut
Suryana (dalam Nancy, 2003) seorang yang memiliki rasa percaya diri adalah
orang yang cenderung optimis dan memiliki keyakinan yang kuat terhadap
kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil. Program pembelajaran ini diakhiri
dengan tes tertulis untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan konsep telah
dikuasi siswa. Pada kegiatan ini siswa kembali dituntut untuk belajar dengan
tekun agar memperoleh hasil maksimal.
Dalam konteks literasi sains sebagian peserta didik dapat
membuat aplikasi teknologi sederhana dengan membuat biodigester skala rumah
tangga. Kegiatan ini dapat mengembangkan pola pikir peserta didik tentang
bagaimana membangun suatu konsep berdasarkan pengalaman dan menyelesaikan
masalah sampah/limbah dengan konsep sains. Diharapkan peserta didik dapat lebih
peduli terhadap pelestarian lingkungan dan dapat mengagumi dan mensyukuri alam
ciptaan Allah SWT yang penuh keagungan, keindahan dan manfaat yang begitu
banyak untuk kehidupan.
E.
Simpulan
dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: 1) Pendekatan sains technology literacy
berbasis keunggulan lokal dapat membawa peserta didik dekat dengan kehidupan
keseharian dan terpadu dalam lingkungan mereka. 2) Kegiatan pembelajaran dapat
meningkatkan keterampilan literasi sains peserta didik dan pemilihan eksperimen
menggunakan alat-alat sederhana yang diperoleh di lingkungan telah memberikan
cakrawala berpikir bahwa kimia itu sangat menarik dan tidak mahal. 3) Pendekatan pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep peserta didik. 4) Pendekatan sains technology literacy mendapat tanggapan positif dari guru dan peserta didik
dan menurut mereka pendekatan ini dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran
kimia masa depan.
Berdasarkan tanggapan guru dan peserta didik terhadap
hasil pembelajaram, maka saran-saran yang dapat
dikemukakan adalah : (1) perlu adanya penekanan pada kurikulum tentang
pentingnya pengembangan literasi sains peserta didik (2) mensosialisasikan
hasil penelitian ini agar dapat menjadi salah satu contoh pembelajaran kimia yang dapat mengembangkan
teknologi sederhana berbasis keunggulan lokal. (3) guru kimia diharapkan dapat merancang
program pembelajaran sejenis pada materi yang lain, menggunakan potensi lokal
di daerah masing-masing.
F.
Kepustakaan
Badan Standarisasi Nasional,
2000, ”SNI.01-6235-2000”, Jakarta.
Conny Semiawan, 2000. ‘‘Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan’’
dalam Sindhunata (ed) Membuka Masa Depan Anak-anak Kita. Jogjakarta : Penerbit Kanisius,
hlm. 19 - 31.
Holbrook, J. (2005). ”Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical
Education International. 6(1). 1-12.
Meir, Alih Bahasa : Rahmani Astuti,
(2002), “The Accelerated Learning
Handbook”, Bandung : Kaifa
Nancy Susianna, 2007, “ Program Pembelajaran Kimia Untuk Menumbuhkan
Sikap Wirausaha Siswa SMA” ., Tersedia www.puslitjaknov.org
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel,
C. dan Ralle, B. (2002), “Chemie im
Context – From situated learning in relevant contexts to a systematic
development of basic chemical concepts”, Makalah pada Simposium
Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Nijaguna, B.T, 2002, “ Biogas Technology”, New Age International Publisher, New Delhi.
Pambudi, N.A., 2008, “Pemanfaatan Biogas
Sebagai Energi Alternatif”, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Sertifikasi Dosen
Ditjen Pendidikan Tinggi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
PISA, 2006, “Programme for International Student Assessment”. Jakarta : Pusat
Pengujian Balitbang Depdiknas.
Poedjiadi, A. (2005), ”Sains
Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai”, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sumarna. S. 2004, ‘‘Peningkatan Pendidikan MIPA dalam Master
Plan Pendidikan Indonesia 2005-2009’’, Makalah disampaikan dalam Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, kerjasama FMIPA UNY,
Ditjen Dikti Depdiknas, dan IMSTEP-JICA.
Widodo S., 2008, “Penentuan Potensial Biogas Dari
Sampah Organik Kota Melalui Proses Anaerobic Digestion Sistem Batch”, Tesis, Jurusan TP2SLP, Program Studi Magister Sistem Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Zamroni, 2000, ”Paradigma Pendidikan Masa Depan”, Yogyakarta: Bigraf Publisi.