Pengaruh penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap pembentukan karakter siswa dan motivasi belajar

Oleh
Andriati Hasibuan, SPd

Abstrak
Pembelajaran PKn merupakan pembelajaran moral belum mampu membentuk karakter siswa yang memiliki sikap dan pola fikir yang kokoh dan benar. Untuk itu dalam penelitian ini dicoba memasukkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran Pkn melalui penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) yaitu merupakan metode pembelajaran yang konsep pembelajarannya membantu siswa untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah ada pengaruh penerapan metode pembelajaran CTL terhadap pembentukan karakter siswa. (2) Mengetahui apakah ada pengaruh penerapan metode pembelajaran CTL terhadap peningkatan motivasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu yang terdiri dari variable bebas yaitu penerapan metode pembelajaran CTL dan variable terikat yaitu pembentukan karakter siswa dan motivasi belajar. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Tebing Tinggi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel populasi secara acak (Cluster Random Sampling). Pengumpulan datanya dilakukan melalui instrument motivasi belajar dan instrument pembentukan karakter. Teknik analisis data yang dilakukan yaitu: uji keseimbangan rata-rata, dan Uji Hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t .
Hasil analisis data disimpulkan: (1) Pembelajaran menggunakan metode CTL memiliki pengaruh lebih baik dari pembelajaran menggunakan metode konvensional terhadap pembentukan karakter siswa. (2) Pembelajaran menggunakan metode CTL memiliki pengaruh lebih baik dari pembelajaran menggunakan metode konvensional terhadap motivasi belajar. Rekomendasi ditujukan khususnya kepada guru bidang studi PKn agar mengupayakan sedapat mungkin memasukkan nilai-nilai karakter melalui penerapan metode pembelajaran CTL dalam proses pembelajarannya sebagai bagian dari pendekatan pembelajaran kontekstual untuk membentuk karakter siswa agar tercipta siswa yang cerdas emosi juga cerdas intelektual. Kepada Pemko setempat agar membuat kebijakan penerapan pendidikan karakter di sekolah dan kepada pemerintah agar dapat memberikan pelatihan pendidikan karakter.


Kata kunci : CTL, Karakter siswa, dan Motivasi belajar.
           
Abstract
Civics education lesson identical to the moral teaching which hasn’t been able to form the character of students who have right attitude and good mind setting. Therefore, in this study attempted to put in the values of characters in Civics education lesson through the application of  Contextual Teaching Learning (CTL) method that is a method of learning that the concept can help the students to connect between teaching materials and students situation in real.
This study is aimed at (1) Finding out whether there is influence the application of CTL method on the formation of students’ character. (2) Finding out whether there is influence the application of CTL method to increase students' motivation. This study is a quasi-experimental study consisting of independent variables that is the application of learning CTL method and dependent variables that is the formation of character and motivation to study. The population was the second year students of SMK Negeri 1 Tebing Tinggi. As this number was too large, a sample needed to be randomly drawn based on a lottery system and it is the best single way to obtain a representative sample. The collection of data is done by the instrument of students’ character and students' motivation to study. The data analysis techniques were done by: the average balance tests and hypotheses tests using t-test.
The results of the data analysis indicate that (1) Learning in using the CTL method has a better influence than the conventional learning methods on the formation of students’ character. (2) Learning in using CTL method has a better influence than using the conventional methods of learning to motivation to study. These recommendations addressed to specially Civics education      teachers to provide as much as possible incorporate the values ​​of character through the application of learning CTL methods in the learning process as a part of the contextual learning approach to form the character of students in order to create students not only emotionally intelligent but also excellent intellectual. To the local government in order to make policy implementation character education at school and to the central government in order to provide character education training.

Key words: Contextual Teaching Learning, character of students and motivation to study.
Simak
Baca secara fonetik
Listen
Read phonetically


PENDAHULUAN
Fenomena merosotnya karakter bangsa di tanah air ini disebabkan lemahnya pendidikan karakter dalam pembelajaran di sekolah. Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Undang-Undang No.20 tahun 2003 Bab II pasal 2 dan 3 tentang system Pendidikan Nasional telah merumuskan secara tegas mengenai dasar, fungsi, dan tujuan Pendidikan nasional, yaitu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sedang fungsinya adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sayangnya pembelajaran Pkn selama ini hanya memperhatikan pengembangan kognitif (logika) sehingga pola ajar yang diberikan bersifat hafalan yang dogmatis dan tidak mengarah pada pemahaman dan pembentukan karakter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Minarni (2009), yang menyatakan bahwa” Selama ini pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PKn siswa di sekolah”.  Metode konvensional yang dipergunakan menyebabkan siswa terpaku mendengarkan cerita dan betul-betul membosankan, situasi pembelajaran diarahkan pada learning to know, dan permasalahan yang disampaikan cenderung bersifat akademik (book oriented) tidak mengacu pada masalah-masalah kontekstual yang dekat dengan kehidupan siswa sehingga pembelajaran PKn menjadi kurang bermakna bagi siswa. 
Hal ini mengakibatkan siswa mengalami kemerosotan karakter akibat rendahnya motivasi belajar PKn. Siswa pada umumnya tidak lagi hormat pada gurunya, hilangnya kesungguhan dalam belajar, merokok, terlambat datang ke sekolah, tidak mengerjakan PR (tidak disiplin), tidak jujur, tidak menghargai pendapat orang lain, dan yang lebih menyedihkan pada saat ujian banyak sekali siswa yang kedapatan menyontek, baik melaui buku maupun HP. Dari permasalahan tersebut, perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi yang harus berpusat pada siswa (focus on learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning terhadap pembentukan karakter siswa. Juga ingin mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning terhadap peningkatan motivasi belajar . Maksud  penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti sebagai guru Pendidikan dan Kewarganegaraan (PKn), menjadi bahan masukan bagi sekolah, khususnya bagi guru Pendidikan  Kewarganegaraan (PKn) dalam usaha membentuk karakter siswa, dan juga untuk membuktikan penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning dapat mempengaruhi pembentukan karakter siswa sehingga meningkatkan  motivasi  belajar  Pendidikan  Kewarganegaraan (PKn).

KAJIAN PUSTAKA
  1. METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya (Bandono, 2008). Selanjutnya menurut Sardiman A.M (2010 : 223), untuk penerapannya ada tujuh komponen utama dalam pembelajaran CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat delapan komponen yang harus terpenuhi sebagai berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna (making meaningful connections), (2) melakukan pekerjaan yang berarti (doing significant work), (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri (self regulated learning), (4) melakukan kerja sama (collaborating), (5) berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (nurturing the individual), (7) mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), dan (8) menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment).
Banyak cara efektif untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran dengan konteks situasi sehari-hari siswa. Setidaknya enam metode berikut ini dapat ditempuh: (1) menghubungkan pembahasan konsep nilai-nilai inti etika sebagai landasan karakter dengan keseharian siswa, (2) memasukan materi dari bidang lain di dalam kelas, (3) dalam mata pelajaran yang tetap terpisah terdapat topik-topik yang saling berhubungan, (4) mata pelajaran gabungan yang menyatukan isu-isu moral, (5) menggabungkan sekolah dan pekerjaan, (6) penerapan nilai-nilai moral yang dipelajari di sekolah ke masyarakat. Implementasi dari langkah keenam ini  menunjukkan bahwa para siswa mempunyai kemampuan luar biasa untuk mencapai standar pendidikan dan standar etika yang tinggi jika mereka melihat mengapa hal yang mereka lakukan itu penting.
Metode pembelajaran merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam mengadakan komunikasi dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Menurut Akhmad Sudrajat (2008) metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peranan metode pembelajaran sebagai alat untuk menciptakan proses pembelajaran sangatlah penting. Dengan metode pembelajaran diharapkan terciptalah interaksi edukatif. Dalam upaya itu maka penerapan metode pembelajaran CTL dalam pendidikan karakter menghendaki adanya pembelajaran mandiri dan kerja sama. Pada tahap ini yang dikondisikan untuk dilakukan siswa adalah siswa belajar langsung dengan mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari masyarakat maupun ruang kelas. Selanjutnya siswa dirangsang untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan menarik seputar karakter. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu siswa untuk menemukan kaitan antara pelajaran di kelas dan situasi yang mereka alami baik di sekolah, di rumah, maupun sebagai anggota masyarakat. Kemudian siswa diberi kesempatan membuat pilihan sendiri dalam menentukan keterlibatan mereka dalam permasalahan karakter yang dipelajari. Dan pada akhirnya siswa mampu membentuk kesadaran diri, yaitu kemampuan merasakan perasaan pada saat perasaan itu muncul. Siswa dilatih untuk bersikap kritis terhadap isu-isu moral yang terjadi dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut: prinsip-prinsip apa yang dijadikan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari?,  kewajiban apa yang timbul dari hubungan-hubungan siswa dengan yang lain?, apa konsekuensi yang didapatkan dari keputusan dan tindakan yang diambil?. Pertanyaan-pertanyaan ini mengajarkan siswa untuk menunjukkan tanggung jawab moral sebagai anggota masyarakat.
Selain itu berfikir kritis seperti ini juga merupakan penjernihan nilai dalam menghadapi berbagai pandangan hidup yang berkembang di masyarakat. Dalam menguatkan kesadaran berkarakter positif siswa perlu dibawa ke dalam pengalaman hidup bersama orang lain dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung seperti ini anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidup. Membantu dan melayani anggota panti asuhan misalnya akan memberikan kesan berharga dan kesadaran pentingnya karakter peduli kepada orang lain.

2.      KARAKTER
Menurut Kemendiknas (2010 : 3) Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan itu terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Karakter (kamus poerwodaminta dalam Subagio, 2010) diartikan sebagai tabiat, watak sifat kejiwaan ataupun budi pekerti yang membedakan seseorang daripada orang lain. Sedangkan menurut Imam Ghazali (Subagio, 2010) karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah memberi instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama. Untuk mengembangkan karakter, diperlukan pendidikan karakter. Karakter yang baik tidak tumbuh dengan sendirinya, perlu seorang pembina, coach, mentor yang mengarahkan dan memberitahukan kekeliruan dan kelemahan-kelemahan karakter kita. Menurut Akhmad sudrajat (2010) Pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Berdasarkan pengertian karakter yang telah dikemukan diatas maka pendidikan karakter dimaklumi sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada para peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat dan warga Negara yang religius, cerdas produktif dan kreatif. Karakter yang akan diungkapkan dalam penelitian ini mencakup tanggung jawab moral dari konsekuensi tindakan, disiplin diri, menghormati harkat dan martabat orang lain, melakukan tugas kepemimpinan, diskusi yang santun, berfikir kritis, memenuhi kepentingan publik, aktif dalam kebijakan publik, berkeadaban,taat pada hukum yang berlaku,mau bekerjasama dengan orang lain.
Menurut Riyanto (2010) Untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah terdapat empat tawaran model penerapan, yaitu:  (1) model otonomi dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri, (2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata pelajaran, (3) model ekstrakurikuler melalui sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan karakter siswa, dan (4) model kolaborasi dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah. Dalam penelitian ini penulis menerapkan model penerapan integrasi yaitu menyatukan nilai-nilai karakter yang akan dibentuk pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), diharapkan setelah selesai pembelajaran PKn setiap siswa terbentuk karakternya sehingga akan menimbulkan kesadaran sendiri dalam diri siswa untuk lebih termotivasi belajar.

  1. MOTIVASI BELAJAR
            Menurut MC. Donald, yang dikutip oleh Sardiman A.M, (2010:73) Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan. M. Ngalim Purwanto dalam Sutisna (2010) mengemukakan bahwa motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mecapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: (1) Motivasi instrinsik adalah dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. (2) Motivasi ekstrinsik  dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (2002:108), menyatakan bahwa “Kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita disebut motivasi belajar. Komponen utama motivasi tersebut adalah kebutuhan, dorongan dan tujuan si pembelajar”. Ada beberapa faktor  yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu: 1)Cita-cita atau aspirasi siswa, 2) Kemampuan Belajar, 3) Kondisi Jasmani dan Rohani Siswa, 4) Kondisi Lingkungan Kelas, 5) Unsur-unsur Dinamis Belajar, 6) Upaya Guru Membelajarkan Siswa. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.
Dengan demikian yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sutisna, 2010). Berdasarkan pengertian motivasi diatas maka motivasi yang diharapkan dalam penelitian ini adalah keinginan dalam diri peserta didik untuk secara aktif melakukan kegiatan pembelajaran PKn sehingga mencapai hasil belajar yang lebih baik, proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku yang memiliki perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.

METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 1 Tebing Tinggi Tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak  11 kelas dengan masing masing kelas kurang lebih berjumlah 35 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak. Dari 11 kelas yang ada,  sebanyak 2 kelas yaitu satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas lagi untuk kelompok control. Semua siswa yang termasuk pada kelas eksperimen dan control merupakan sampel dari populasi. Dari hasil acak diperoleh kelas XI Akuntansi 4 (XI AK 4) sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI Desain Komunikasi Visual (DKV) sebagai kelompok kontrol sebagai sampel.
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Variable bebas : pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional (kelompok kontrol), dan Pembelajaran menggunakan metode CTL  (kelompok eksperimen). 2) Variabel terikat: pembentukan karakter siswa (kelompok eksperimen dan kontrol) dan motivasi belajar PKn  pada kompetensi dasar menghargai kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia kelas XI (kelompok eksperimen dan kontrol).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis eksperimental semu dengan Pretest-Posttest  Design.
Adapun desain penelitiannya digambarkan sebagai berikut:
            Intact classes                Pretest              Experimental variable                           Posttest
G1        XI AK 4                       O1                    Approach 1(metode CTL)                          O2
G2       XI DKV                       O3                    Approach 2 (metode konvensional)           O4
Metode koesioner digunakan untuk melihat pembentukan karakter dan motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran baik itu pada kelompok eksperimen maupun kelompok control. Instrument yang digunakan adalah koesioner tertutup dengan bentuk rating-scale ( skala bertingkat), yaitu sebuah penyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan. Tingkatannya adalah dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju dan untuk instrument karakter dengan tingkatan selalu sampai sangat tidak pernah. Prosedur penelitian ini dimulai dari merumuskan masalah,  Pengembangan dan pengkajian teori yang mencakup teori-teori tentang metode pembelajaran Contextual Teaching Learning, karakter dan motivasi, penyusunan instrument pengumpulan data sesuai dengan variable yang telah dirumuskan serta landasan teoritik, pemilihan unit analisis penelitian, kemudian melakukan pree-test dan post-test, pengumpulan data melalui kuesioner, pengolahan data dan perumusan temuan penelitian dan perumusan simpulan hasil penelitian.
Untuk mengukur besarnya motivasi belajar siswa digunakan instrument angket dengan  indikator sebagai berikut: (1) Faktor motivasi belajar Intrinsik (dari dalam indivdu) yaitu (1.1) Cita-cita/aspirasi siswa, (1.2) Kemampuan siswa, (1.3) Kondisi jasmani dan rohani siswa. (2) Faktor motivasi Ekstrinsik (dari luar individu) yaitu (2.1) Kondisi lingkungan, (2.2) Unsur-unsur dinamis belajar, (2.3) Upaya-upaya guru membelajarkan siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 2008).                                                  
Untuk mengukur pembentukan karakter siswa , digunakan instrument test dengan indikator sebagai berikut: (1) Religius yaitu : Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan dengan pemeluk agama lain, (2) Toleransi yaitu : Sikap dan tindakan yang  menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya, (3) Kerja keras yaitu : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya, (3) Jujur yaitu : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadika dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, (4) Kreatif yaitu : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadika dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan melakukan sesuatu, (5) Demokratis yaitu : Cara berfikir , bersikap, danbertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain, (6) Tanggung Jawab yaitu : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan  (alam, social, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).
Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan  skala liket dari 1 sampai 4. Untuk mengukur keberhasilan penelitian dengan pengukuran masing-masing variable, pada variable motivasi belajar mengambil nilai rata-rata  skor motivasi pada tingkat tinggi (52-77) atau sangat tinggi (78-104). Variabel pembentukan karakter mengambil nilai rata-rata skor karakter pada tingkat baik (99-132).
            Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas mempunyai varians yang sama atau tidak. Rumus yang digunakan adalah Uji F dengan hipotesis statistic, kriteria Pengujian: Jika: F hitung ≥ F tabel (0,05; dk1; dk2), maka Tolak  Ho, kesimpulannya data tidak homogen. Jika: F hitung < F tabel (0,05; dk1; dk2), maka Terima  Ho, kesimpulannya data homogen.
            Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji perlakuan yang diberikan pada kelas ekperimen dan pengaruhnya terhadap pembentukan karakter dan motivasi  belajar ( posttes). Untuk membantu proses pengolahan data secara cepat dan tepat, maka pengolahan datanya dilakukan melalui SPSS versi 12. Dengan kaidah pengambilan keputusannya adalah sig < 0,05  maka H1 diterima.
            Uji Hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t untuk membandingkan perbedaan kedua mean dan menyimpulkan hasil penelitian. Dengan penentuan pengaturan pengujian  to  t table, , to signifikan, kesimpulannya hasil penelitian adalah bahwa eksperimen yang dilakukan mempunyai pengaruh terhadap kelompok eksperimen.

HASIL PENELITIAN
A.    Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen tes karakter dan instrumen tes motivasi belajar. Instrumen tersebut dilaksanakan di SMK Negeri 1 Tebing Tinggi  pada  kelas yang telah melaksanakan pembelajaran PKn pada materi  menghargai kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia. Berdasarkan hasil uji coba instrumen diperoleh data sebagai berikut :

1.      Deskripsi Data
a.      Data Skor Motivasi Belajar Siswa.
            Data Skor Motivasi siswa diambil dari  nilai angket motivasi yang telah disebar diawal dan diakhir pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas control.
Skala
Tingkat Motivasi
kelas eksperimen
kelas control
Awal
Akhir
Awal
Akhir
26-51
Tinggi
5
22
5
6
52-77
Sedang
15
6
12
   16
78-104
Rendah
13
5
16
    11

Jumlah
33
33
33
33

Dari tabel dapat dilihat bahwa motivasi siswa diawal pembelajaran pada kelas eksperimen terdapat 5 siswa yang memiliki motivasi tinggi, 15 orang siswa yang memiliki motivasi sedang dan 13 orang yang memiliki motivasi rendah. Dengan rata-rata tingkat motivasi  siswa secara klasikal berada pada tingkat motivasi sedang. Setelah dilakukan perlakuan dengan pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran contextual teaching learning, terjadi kenaikan motivasi siswa dengan 22 siswa yang memiliki tingkat motivasi tinggi, 6 siswa yang memiliki tingkat motivasi sedang dan 5 siswa lagi yang memiliki tingkat motivasi rendah, dengan tingkat motivasi secara klasikal berada pada tingkat motivasi tinggi. Dari data diatas bahwa terjadi pengaruh peningkatan yang tinggi terhadap motivasi belajar siswa.
Sedangkan pada kelas control, diawal sebelum pembelajaran berlangsung terdapat 5 orang siswa yang memiliki tingkat motivasi tinggi, 12 siswa yang memiliki tingkat motivasi sedang dan 16 orang yang memiliki tingkat motivasi rendah, dengan rata-rata tingkat motivasi siswa secara klasikal berada pada tingkat motivasi sedang. Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode konvensional, terdapat 6 orang yang memiliki tingkat motivasi  tinggi dan 16 siswa yang memiliki tingkat motivasi sedang, dan 11 orang yang memiliki tingkat motivasi rendah, dengan rata-rata tingkat motivasi siswa secara klasikal berada tetap pada tingkat motivasi sedang. Dari data diatas bahwa tidak terjadi pengaruh peningkatan yang tinggi terhadap motivasi belajar siswa pada kelas yang masih menggunakan metode konvensional. Dari deskripsi tingkat motivasi siswa diatas dapat kita lihat bahwa terdapat peningkatan motivasi siswa secara signifikan  pada kelas eksperimen dibandingkan pada kelas control dengan menggunakan penerapan metode pembelajaran contextual teaching learning (CTL).

b.      Data Skor Karakter  Siswa
Tabel  Jumlah siswa berdasarkan tingkat pembentukan karakter

Skala
Tingkat karakter
kelas eksperimen
kelas control
Awal
Akhir
Awal
Akhir
33 – 65
Rendah
23
1
19
   16
66 -98
Sedang
6
4
10
14
99 -132
Baik
        4
28
4
3

Jumlah
33
33
33
33

Dari tabel dapat dilihat bahwa karakter siswa diawal pembelajaran pada kelas eksperimen terdapat 4 siswa yang memiliki karakter baik, 6 orang siswa yang memiliki karakter sedang dan   23 orang yang memiliki karakter rendah. Dengan rata-rata tingkat karakter  siswa secara klasikal berada pada tingkat karakter rendah. Setelah dilakukan perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran contextual teaching learning, terjadi kenaikan pembentukan karakter siswa dengan 28 siswa yang memiliki tingkat karakter tinggi, 4 siswa yang memiliki tingkat karakter sedang  dan 1 siswa lagi yang memiliki tingkat karakter rendah, dengan tingkat motivasi secara klasikal berada pada tingkatan baik . Dari data diatas bahwa dapat terlihat terjadi pengaruh yang baik terhadap pembentukan karakter siswa .
Sedangkan pada kelas control, diawal sebelum pembelajaran berlangsung terdapat 4 orang siswa yang memiliki tingkat karakter baik, 10 siswa yang memiliki tingkat karakter sedang dan 19 orang yang memiliki tingkat karakter rendah, dengan rata-rata tingkat karakter siswa secara klasikal berada pada tingkat motivasi rendah. Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode konvensional, terdapat 3 orang yang memiliki karakter  baik dan 14 siswa yang memiliki tingkat motivasi sedang, dan 16 orang  karakter rendah. Secara klasikal berada pada tingkat karakter rendah. Dari data diatas bahwa tidak terjadi pengaruh peningkatan yang baik terhadap karakter siswa pada kelas yang masih menggunakan metode konvensional. Dari deskripsi tingkat karakter diatas dapat kita lihat bahwa terdapat peningkatan karakter siswa secara signifikan  pada kelas eksperimen dibandingkan pada kelas control dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL).
Selanjutnya  untuk mendeskripsikan  Mean, Median, Modus dan Standar Deviasi dari skor nilai motivasi dan karakter siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan SPSS 12. Rangkumannya disajikan pada Tabel  dibawah ini.

Tabel  Deskripsi data Skor nilai motivasi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kontrol
Kelompok perlakuan
Keterangan
N
Mean
Median
Modus
Standar Deviasi
Maks
Min
Jmlh
Kel. Eksperimen
Sebelum
33
 73.82
71.00
78
11.439
89
44
2271
Sesudah
33
57.06
50.00
51
13.393
81
41
1883
Kel. Kontrol

Sebelum
33
72.33
74.00
79
12.381
99
48
2387
Sesudah
33
70.39
   73.00
51
12.450
94
48
2323

Tabel  Deskripsi data Skor nilai motivasi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kontrol
Kelompok perlakuan
Keterangan
N
Mean
Median
Modus
Standar Deviasi
Maks
Min
Jmlh
Kel. Eksperimen
Sebelum
33
 65.18
62.00
45
18.714
114
45
2151
Sesudah
33
100.36
103.00
103
11.489
119
65
3312
Kel. Kontrol

Sebelum
33
63.21
61.00
50
18.803
104
42
2086
Sesudah
33
74.15
   72.00
54
18.388
112
50
2447

Sebelum melakukan tindakan untuk penelitian perlu dilakukan uji keseimbangan rata-rata terhadap sampel-sampel yang dipilih. Pengujian keseimbangan rata-rata ini dilakukan terhadap skor motivasi awal sebelum pembelajaran berlangsung, untuk mengetahui apakah kedua kelompok dalam keadaan seimbang baik dalam motivasi dan kemampuan. Dari perhitungan uji keseimbangan rata-rata menghasilkan :
Tabel. Uji Keseimbangan
Jenis yang diuji
t  hitung
t –tabel
Sig
Keputusan
Uji Keseimbangan
Motivasi
1.208
t < -2.00 atau t > 2.00
0,236
Ho Diterima
Uji Keseimbangan
Karakter
0,403
t < -2.00 atau t > 2.00
0.689
Ho Diterima

Dari tabel diatas, untuk uji keseimbangan motivasi diperoleh t hitung =1.208 bukan elemen dari daerah kritik (t < -2.00 atau t > 2.00) karena 1.208 > -2,00 dengan tingkat signifikasi 0,236> 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi awal antara kelompok kelas yang menggunakan metode pembelajaran CTL  dan kelas yang menggunakan Metode pembelajaran konvensional  seimbang artinya populasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan tingkat motivasi belajar yang sama.
Selanjutnya untuk uji keseimbangan karakter awal diperoleh t hitung =0.403 bukan elemen dari daerah kritik (t < -2.00 atau t > 2.00) karena 0.403 > -2,00 dengan tingkat signifikasi 0,689 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter awal antara kelompok kelas yang menggunakan metode pembelajaran CTL  dan kelas yang menggunakan Metode pembelajaran konvensional seimbang. artinya populasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai karakter yang sama.
Prosedur uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis uji-t dengan taraf signifikasi 0,05. Hasil rangkuman analisis uji t tampak pada tabel dibawah ini:
Tabel Uji Hipotesis.
Variabel
thitung
ttabel 
Sig
Keputusan uji
Motivasi Belajar
4.743
t < -2.00 atau t > 2.00
0.221
H1  diterima
Karakter
6,829
t < -2.00 atau t > 2.00
0.833
H1 diterima
        
         Berdasarkan hasil analisis uji t pada tabel rangkuman diatas tampak bahwa :
a.       Pada variabel motivasi belajar, tampak bahwa harga statistik uji t hitung = 4,743 merupakan elemen dari daerah kritik (t < -2,00 atau t > 2,00) dimana 4,743 > 2,00  dengan tingkat signifikasi 0.217, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran CTL pada kelompok eksperimen terhadap motivasi belajar. Adapun pengaruhnya adalah lebih baik.
b.   Pada pembentukan karakter, tampak bahwa harga statistik uji t hitung = 6.829 merupakan elemen dari daerah kritik (t < -2,00 V t > 2.00) dimana 6.829 > 2,00 dengn tingkat signifikasi 0.833, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran CTL pada kelompok eksperimen terhadap pembentukan karakter. Adapun pengaruhnya adalah lebih baik.
Selanjutnya dari deskripsi data skor motivasi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti dirangkum pada tabel dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen sebelum pembelajaran berlangsung dengan jumlah siswa 33 orang,  diperoleh bahwa mean = 68,83; median = 71.00; modus = 78; standar deviasi = 11.439; nilai maksimal = 80; nilai minimum = 44; jumlah nilai = 2271. Sesudah pembelajaran berlangsung, diperoleh bahwa mean = 57.06; median = 50.00; modus = 51; standar deviasi = 13.393, nilai maksimal = 81; nilai minimum = 41; jumlah nilai = 1883.
Sedangkan pada kelas kontrol sebelum pembelajaran  dengan jumlah siswa 33 orang, diperoleh bahwa mean = 73.33; median = 74; modus = 89; standar deviasi = 12.381; nilai maksimum = 99; nilai minimum = 48; jumlah nilai = 2387. Sesudah pembelajaran berlangsung, diperoleh bahwa mean = 70.39; median = 73.00; modus = 51; standar deviasi = 12.450; nilai maksimum = 94; nilai minimum = 48; jumlah nilai = 2323.
Untuk deskripsi data skor karakter siswa sebelum dan sesudah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti dirangkum pada tabel dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen sebelum pembelajaran berlangsung dengan jumlah siswa 33 orang,  diperoleh bahwa mean = 65.18; median = 62.00; modus = 45; standar deviasi = 18.714; nilai maksimum = 114; nilai minimum = 45; jumlah nilai = 2151. Sesudah pembelajaran berlangsung, diperoleh bahwa mean = 100.36; median = 103.00; modus = 103; standar deviasi = 11.489; nilai maksimum = 119; nilai minimum = 65; jumlah nilai = 3312. Pada kelas kontrol sebelum pembelajaran diperoleh bahwa mean = 63.21; median = 61.00; standard deviasi = 18.803; nilai maksimum = 104; nilai minimum = 42; jumlah nilai = 2086. Sesudah pembelajaran berlangsung diperoleh bahwa mean = 74.15; median = 72.00; modus = 54; standard deviasi = 18.388; nilai maksimum = 112; nilai minimum = 50; jumlah nilai = 2447.
      Dari hasil uji keseimbangan rata-rata seperti dirangkum pada tabel diperoleh bahwa kedua sampel memang memiliki kemampuan awal yang sama baik dari segi tingkat karakter maupun motivasi belajar. Dengan hasil analisis datanya,  untuk uji keseimbangan motivasi diperoleh t hitung = 1,208 bukan elemen dari daerah kritik (t < -2.00 atau t > 2.00) karena 1,208 > 2,00 dengan tingkat signifikasi 0, 236 > 0,05. Sedangkan  untuk uji keseimbangan karakter awal diperoleh t hitung = 0,403 bukan elemen dari daerah kritik (t < -2.00 atau t > 2.00) karena 0,403 > 2,00 dengan tingkat signifikasi 0,689 > 0,05.

PEMBAHASAN
Selama ini pembelajaran PKn di  SMK Negeri 1  Tebing Tinggi menggunakan metode konvensional sehingga tingkat motivasi siswa selama mengikuti pembelajaran berlangsung terasa sangat kurang bersemangat sehingga  turut mempengaruhi karakter siswa. Pada kelompok kontrol ini metode pembelajaran yang digunakan adalah metode konvensional yang telah biasa dilakukan selama ini, dimana diawal pembelajaran guru mencoba untuk memotivasi siswa secara verbal. Selanjutnya menyampaikan materi secara langsung dengan kemudian menugaskan siswa untuk merangkum hasil dari pembelajaran tersebut. Siswa cenderung hanya datang, duduk dan diam selama pembelajaran berlangsung atau bahkan bagi beberapa anak pembelajaran terasa membosankan sehingga cenderung bertingkah negatif.
Untuk itulah peneliti mencoba melakukan penelitian ini dengan mencoba merubah metode pembelajaran pada kelas eksperimen menjadi menggunakan metode pembelajaran contextual teaching learning sedangkan pada kelas kontrol tetap menggunakan metode pembelajaran konvensional, dengan beberapa variabel yang terkontrol yaitu dimana materi yang dipelajari, soal test instrumen  dan guru adalah  sama. Sedangkan variabel yang tidak terkontrol meliputi waktu belajar siswa diluar jam sekolah dan pengaruh lingkungan diluar sekolah. Pada kelas yang menjadi kelas eksperimen, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran contextual teaching learning. Diawal pembelajaran berdoa terlebih dahulu, kemudian guru menampilkan sejenak gambar-gambar yang bisa membuat tersentuh perasaan siswa untuk membentuk karakternya, kemudian memulai  materi pembelajaran dengan pencarian materi melalui internet dengan bekerja secara berkelompok. Selanjutnya setelah penggunaan Internet untuk menggali materi dan kemudian mempresentasekan hasil dari kerja kelompok tersebut.
Penerapan pembelajaran metode CTL ini  dapat meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Guru merencanakan secara matang skenario pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga dapat mengubah peran guru dari teacher centered menjadi student oriented. Hal terakhir yang sangat mendasar dalam metode pendidikan karakter adalah keteladanan. Tumpuan pendidikan karakter berada pada guru sebagai character educator. Konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui pembelajaran di dalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam kehidupan nyatanya di luar kelas. Karakter guru akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian siswa. Bahkan bukan hanya guru, metode ini mengandaikan semua orang dewasa dalam komponen sekolah seperti kepala sekolah, karyawan, penjaga sekolah, pengurus perpustakaan, petugas kebersihan, dan lain-lain adalah model-model karakter. Melalui metode ini diharapkan siswa menemukan lingkungan nyata di mana nilai-nilai etika dipegang teguh dan karakter tumbuh. Aristoteles menyatakan bahwa seseorang yang baik tidak hanya mempunyai satu kebajikan, Sikap dan tindak tanduk orang tersebut adalah panduan moralitas dalam segala hal. Kebajikan itu harus terpancar dari samanya ucapan, sikap, dan perbuatan atau harmoninya antara moral knowing, moral feeling, dan moral action dalam pengertian bahwa seseorang yang berkarakter itu mempunyai pikiran yang baik ( thinking good ), memiliki perasaan yang baik ( feeling good ), dan juga berperilaku yang baik ( acting good ). Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Daniel Goleman mengingatkan kepada kita bahwa kecerdasan emodional dan social dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Akhirnya dengan pendidikan yang dapat meningkatkan semua potensi kecerdasan anak -anak bangsa, dan dilandasi dengan pendidikan karakternya, diharapkan anak-anak bangsa dimasa depan akan memiliki daya saing yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera sejajar dengan banga-bangsa lain di dunia yang semakin maju dan beradab.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan  dapat ditarik simpulan sebagai berikut: (1) Pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning  memiliki pengaruh lebih baik dari pembelajaran yang menggunakan metode konvensional terhadap motivasi belajar PKn. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata dan jumlah nilai motivasi setelah pembelajaran, kelas yang menggunakan metode pembelajaran CTL lebih tinggi dari kelas yang menggunakan metode konvensional. Dengan jumlah nilai untuk motivasi belajar bagi kelas eksperimen 1883, sedangkan jumlah nilai motivasi kelas control 2323. (2) Pembelajaran menggunakan metode CTL memiliki pengaruh lebih baik dari pembelajaran yang menggunakan metode konvensional terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah nilai karakter setelah pembelajaran. Kelas yang menggunakan metode pembelajaran CTL lebih tinggi dari kelas yang menggunakan metode pembelajaran Konvensional, dengan jumlah nilai karakter kelas yang menggunakan metode pembelajaran CTL 3312, sedangkan kelas yang menggunakan media metode pembelajaran konvensional jumlah nilai 2447.
Berdasarkan kesimpulan diatas terlihat bahwa penerapan metode pembelajaran CTL  berpengaruh dalam meningkatkan karakter siswa, hal ini terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan daripada metode konvensional yang diterapkan selama ini. Penerapan  metode pembelajaran CTL juga   mempengaruhi peningkatan motivasi belajar PKn. Hal ini terlihat dari tingkat kerjasama dan keaktifan siswa, menyampaikan pendapat dan bertanya dalam kegiatan belajar mengajar, memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, dan dapat menambah semangat belajar. Selanjutnya penerapan metode  pembelajaran CTL  dapat menuntun siswa lebih mengimplementasikan nilai-nilai karakter.

SARAN
Dengan berhasilnya penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) ini disaranka guru PKn utamanya dapat mencoba menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) juga pada guru-guru mata pelajaran yang lain untuk pembentukan karaktek siswa. Metode pembelajaran CTL ini dapat diusulkan untuk diterapkan oleh sekolah-sekolah melalui dinas pendidikan dalam rangka perbaikan karakter siswa secara keseluruhan. Dan kepada Pemerintah dalam hal ini Kemendiknas secepatnya membuat kurikulum untuk terlaksananya pembelajaran Pendidikan karakter dan diharapkan dapat segera memberikan pelatihan-pelatihan kepada  semua elemen sekolah untuk implementasi pendidikan karakter. Mudah-mudahan “ Pendidikan Karakter untuk keberadaban Bangsa”sesuai tema peringatan hari pendidikan nasional 2010 yang lalu dapat terealisasi dan sesuai yang diharapkan sehingga tercipta Insan Cerdas yang Berkarakter (Intellegence plus Character), dan seluruh komponen bangsa : pemerintah, legislatif, yudikatif, penegak hukum, swasta dan masyrakat harus bertekad kuat memperbaiki karakter bangsa melalui perannya masing-masing. Sehingga akhirnya cita-cita bangsa Indonesia menjadi Negara yang besar, kuat, disegani dan dihormati keberadaannya ditengah-tengah bangsa di dunia bisa terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat, 2008, Pengertian Pendekatan Strategi, Metode, Tehnik dan Model Pembelajaran. [Online] Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com. [31 juli 2011]. 11.15 wib.

Akhmad Sudrajat, 2010, Konsep Pendidikan Karakter. [Online] Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com [23 maret 2011]. 9.13 wib

Bandono, 2008, Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://Bandono.web.id/. [31 Juli 2011].

Dimyati dan Mujiono, 2002, Belajar dan Pembelajaran. Asdi Mahasatya: Jakarta.

Kemendiknas, 2010, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum : Jakarta

Minarni, 2009, Upaya Peningkatan Hasil Belajar PKN Model Pembelajaran PBL Siswa kelas X MAN 1 Model Kota Bengkulu. [Online]. Tersedia: http://man1-modelbengkulu.sch.id/ [31 Juli 2011].

Riyanto, 2010, 4 Model Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah antara Otonomi, Integrasi, Suplemen dan Kolaborasi. [Online] Tersedia: http ://riyantosma9yk.wordpress.com. [31 juli 2011]. 12.06 wib

Sudrajat, A , 2010,  Apa itu karakter. [online]. Tersedia:   http://akhmadsudrajat.wordpress.com. [23/03/2011].

Sutisna, 2010,  Artikel-Artikel Pendidikan /Pengertian Motivasi Belajar [online] Tersedia :
            http://sutisna.com. [23/03/2011]. 11:36 Wib.

Subagio, 2010, Pendidikan karakter di sekolah. [online] Tersedia : http://Subagio-subagio-blogspot.com/2010-07-01-archive.html. [29/03/2011]. 00.55 wib

Sardiman A.M, ( 2010), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajagrafindo Persada : Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. [online]. Tersedia:
            http://id.wikisource.org/wiki/.[ 30/07/2011]. 6:27 wib


 DATA DIRI PENULIS

NAMA                            :  ANDRIATI HASIBUAN, S.Pd

JENIS KELAMIN         :  PEREMPUAN

ALAMAT                      :  Jl. KF.TANDEAN Gg. BUNGA LAWANG
                                           No.23 KEL. BANDARSAKTI KEC. TEBING  
                                           TINGGI KOTA
                                           TEBING TINGGI – SUMATERA UTARA

NO.HP                             : 081264362111

Email                               : andriati_hsb@yahoo.com