Pertemanan

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri, ia memerlukan teman dalam kehidupanya. Dengan teman, seseorang bisa saling berbagi duka, perasaan dan juga beban. Beban hidup yang dirasakan begitu berat menghimpit terasa ringan kalau berbagi dengan teman-teman. Perasaan yang gundah dan jengkel sedikit agak lapang akan terasa sedikit lega bila diceritakan pada teman. Demikian juga pekerjaan yang berat akan menjadi ringan kalau dikerjakan bersama-sama dengan teman. Dengan kata lain teman mutlak dibutuhkan dalam hidup ini.
Namun realita yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, pertemanan itu tidak selalu mulus. Ada pertemanan yang menyenangkan ada pula yang menjengkelkan. Seorang ustad pernah mengatakan ada beberapa macam pertemanan, diantaranya adalah:
1. Pertemanan Bebek.
Bebek dalam kehidupan sehari-sehari selalu dalam kelompok. Mereka tidur dalam kandang bersama-sama. Kemudian mencari makan bersama-sama. Sepintas nampaknya kompak, namun kenyataannya walaupun mereka selalu bersama-sama, mencari makan sendiri-sendiri. Demikian juga rezeki yang mereka peroleh juga mereka makan sendiri tapa berbagi dengan temannya.
2. Pertemanan benalu
Benalu lain lagi sifatnya. Ia berteman akrab dengan pohon tempat ia tinggal. Pohon jengkol, nangka durian dan lain-lain yang ditumpanginya ikhlas dia hidup bersama mereka. Tapi apa yang terjadi, dari hari-kehari benalu makin subur dan sejahtera, sebaliknya pohon tempat dia menumpang makin lama makin kurus dan merana dan akhirnya merana.

3. Pertemanan gulai
Pertemanan type gulai adalah pertemanan yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Walaupu gulai terdiri dari berbagai bahan, namun yang menojol dan dapat nama hanya satu saja. Contohnya gulai terung. Untuk membuat gulai terung itu dibutuhkan cabe, garam, kelapa dan bumbu-bumbu lain. Kalau dihitung- hitung kelapa sangat menderita dalam proses memnbuat gulai terung ini. Kelapa yang berada pada pohon yang tinggi dan nyaman dihembus angin yang bertiup, terpaksa berkorban dipetik dari pohonnya. Kemudian ia dikupas dan dibelah dengan parang. Setelah itu dikukur lagi. Belum cukup penderitaannya sampai disini. Kemudian ia diremas dan diperas lagi untuk mendapatkan inti sarinya. Namun setelah gulai itu menjadi, kelapa tidak lagi disebut-sebut. Gulai itu disebut gulai terung. Bumbu-bumbu lain juga tidak disebut. Hanya terung yang menonjol dan mendapat nama.
4. Pertemanan rendang
Rendang adalah masakan khas rumah makan padang. Untuk membuat rendang dibutuhkan daging, kelapa, cabe dan bumbu-bumbu lain. Semua bahan-bahan ini punya peranan yang sama pentingnya dan harus dalam takaran yang benar. Kalau cabe yang menonjol maka ia akan terlalu pedas sehingga orang tak sanggup memakannya. Kalau dagingnya yang banyak akan menimbulkan kalesterol. Demikian juga kalu kelapanya terlalu menonjol maka dapat menimbulka penyakit lain seperti jantung. Dan yang penting hasilnya tidak menonjolkan salah satu pihak. Yang dapat nama adalah kelompok yaitu rendang. Tidak kelapa, cabe ataupun garam.

Implementasi Diskusi Komedi Putar Terhadap Peserta bBelajar Tutorial

Laporan Penelitian yan berjudul

IMPLEMENTASI METODE DISKUSI KOMEDI PUTAR TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA TUTORIAL UNIVERSITAS TERBUKA UNIT PEMBELAJARAN JARAK JAUH MEDAN dapat di klik disini

AN ANALYSIS OF TEACHING WRITING THROUGH GENRE BASED APPROACH

An Analysis of Teaching Writing through Genre Based Approach adalah Laporan penelitian(Thesis) yang lengkap. Untuk lengkapnya down load disini

IMPLEMENTASI METODE DISKUSI KOMEDI PUTAR TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA TUTORIAL UNIVERSITAS TERBUKA UNIT PEMBELAJARAN JARAK JAUH MEDAN

IMPLEMENTASI METODE DISKUSI KOMEDI PUTAR TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA TUTORIAL UNIVERSITAS TERBUKA UNIT PEMBELAJARAN JARAK JAUH MEDAN
OLEH : DRS. SYAHDIAN, M.Si

DISAJIKAN TIM LPMP SUMATERA UTARA
PADA FORUM ILMIAH WIDYAISWARA
DI LPMP BANGKA BELITUNG


A. Latar Belakang
Di dalam proses belajar mengajar tercakup komponen pendekatan dan berbagai metode pembelajaran yang dikembangkan dalam proses tersebut. Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidik terlibat pada proses pembelajaran utamanya adalah untuk memberajarkan peserta didik agar semua tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Oleh karena itu menentukan metode, strategi dan pendekatan dalam pembelajaran sangat penting. Di dalam pemilihan metode pembelajaran tidak semata-mata berorienatasi pada hasil, tetapi juga berorientasi pada kepada proses. Kualitas proses akan mempengaruhi hasil yang akan tercapai.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Dalam pendekatan ini belajar merupakan proses aktif untuk membangun makna/pemahaman dari informasi dan pengalaman peserta didik. Di dalam PAKEM, pendidik merancang pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip PAKEM. Metode pembelajaran diskusi komedi putar memenuhi prinsip PAKEM dan dapat diterapkan untuk semua jenjang kelompok belajar sesuai dengan karakteristik materi pembelajarannya serta tujuan yang ingin dicapai. Metode ini termasuk ke dalam jenis kegiatan kelompok belajar circle of learning (Learning together atau belajar bersama). Dalam kelompok ini mereka berbagi pengetahuan dan pengalaman serta saling membantu dengan kewajian setiap anggota sungguh memahami jawaban atau penyelasaian tugas yang diberikan kepada kelompok teresbut (metode ini mampu menimbulkan suasan belajar yang sesuai dengan harapan peserta didik.
Dalam sistem belajar jarak jauh, proses belajar mengajar lebih mengutamakan system belajar mandiri dengan mengandalkan bahan belajar cetak (modul) dan non cetak (kaset, audio/video). Penyelengara (Universitas Terbuka) membantu proses pembelajaran peserta tutorial dengan melaksanakan tutorial. Pembelajaran pada proses tutorial, peserta tutorial diharapkan mampu merancang dan membelajarkan dirinya sehingga tujuan yang dirancang dapat dicapai. Modul yang dimiliki peserta tutorial menjadi media pembantu untuk mencapai tujuan tutorial. Oleh karenanya tutor harus mampu merancang metode tutorial sedemikian rupa sehingga proses tutorial benar-benar mampu mengaktifkan seluruh potensi yang dimiliki peserta tutorial. Proses tutorial yang dirancang sebagai bentuk pelatihan dalam bentuk tutorial diyakini dengan metode pembelajaran diskusi komedi putar harapan tersebut dapat dipenuhi. Kecendrungan pada setiap pembelajaran termasuk proses tutorial selalu dimulai dengan pemberian orientasi dan penyajian informasi, pemberian contoh soal/diskus, dilanjutkan dengan pemberian tes (metode pembelajaran konvensional, I Made Wirtha dan Ni Ketut Rapi, 2008).
Danang Pujiyanto, dkk (1989) dalam Warlina, dkk (1990), menyatakan bahwa secara keseluruhan tutorial belum memberikan hasil yang memuaskan, ditinjau dan jumlah mahasiswa yang menghadiri tutorial maupun dalam pelaksanaan interaksi belajar mengajar antara mahasiswa dan tutor. Ditambahkan oleh Warlina, dkk (1990) tugas tutor adalah 1) mampu menunjukkan konsep ini pada setiap topik bahan belajar, 2) mampu memecahkan masalah-masalah yang dimiliki oleh peserta didik, 3) mampu memberi contoh penyelenggaraan diskusi/belajar kelompok yang efektif, 4) mampu menumbuhkan semangat belajar mandiri yang lebih eiektif, 5). mampu memberikan pendalaman dan pengayaan terhadap bahan tertulis. Namun, eksistensi dan peranan tutor tersebut akan lebih berhasil apabila ditunjang oleh keaktifan dari para peserta tutorial dan metode pembelajaran diskusi komedi putar diyakini mampu mengakomidir hal tersebut. Pengaruh metode pembelajaran diskusi komedi putar terhadap hasil belajar peserta tutorial dapat diketahui setelah dilakukan proses penelitian.

B. Permasalahan
Metode pembelajaran diskusi komedi putar merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada pelatihan dalam bentuk tutorial termasuk pada pelaksanaan tutorial. Permasalahannya adalah apakah ada perbedaan hasil belajar peserta tutorial kelompok belajar Asahan Semester IX Tahun Ajaran 2009 Mata Kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA SD UT UPBJJ Medan implementasi metode diskusi komedi putar dengan hasil belajar peserta tutorial implementasi metode standar UT UPBJJ Medan ?



C. Manfaat
Manfaat hasil penelitian metode diskusi komedi putar di antaranya :
1. Meningkatan kompetensi widyaiswara dalam melakukan pelatihan dalam bentuk tutorial melalui proses pembelajaran tutorial.
2. Alternatif metode pembelajaran dalam proses tutorial.
3. Menambah khasanah pengetahuan tentang metode pembelajaran khususnya dalam pelatihan dalam bentuk tutorial.

D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Belajar (POKJAR) Kisaran Tutotrial UT Semester IX pada mata kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA SD berlangsung selama 2 bulan terhitung mulai bulan Oktober sampai dengan November 2009 dan pelaksanaan perlakuan (treatment) dilaksanakan dalam bentuk tutorial/pelatihan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa peserta tutorial/pelatihan semester IX Pokjar Kisaran UT UPBJJ Medan Tahun Ajaran 2009 sebanyak 90 orang. Berdasarkan populasi tersebut, sampel diambil sebanyak 70 orang yang terbagi menjadi dua kelas percobaan. Hal ini didasarkan pada pendapat Gay (1981: 98) bahwa untuk populasi kecil (< 500 orang) sampel sebanyak 20% adalah memadai. Populasi terdiri dari 3 kalas yang masing-masing kelas terdiri dari 30 orang, maka sampel dapat diambil dari 2 kelas (teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah claster sampling) dari 3 kelas peserta tutorial semester IX UT UPBJJ Medan Pokjar Kisaran T.A 2009 dengan teknik desain kelompok acak (randomized group design) non faktorial. Kelas B sebagai kelas/kelompok eksperimen dengan menggunakan metode tutorial/pelatihan komedi putar dan kelas C sebagai kelas/kelompok kontrol dengan menggunakan metode standar UT UPBJJ Medan yaitu pemaparan, diskusi dan penugasan. Penelitian ” Implementasi Metode Komedi Putar Terhadap Hasil Belajar Peserta Tutorial Universitas Terbuka Unit Pembelajaran Jarak Jauh ” merupakan Research and Development (R&D).
Materi tutorial/pelatihan yang telah dipilih untuk diajarkan dalam penelitian ini adalah materi tutorial/pelatihan pada mata kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA SD. Pokok bahasan atau materi pelajaran yang diberikan sama untuk kelas eksperimen, dan kelas kontrol yaitu keseluruhan isi modul yang telah ditetapkan oleh Universitas Terbuka untuk peserta tutorial semester IX pada mata kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA SD terdiri dari sembilan modul.
Prosedur pembelajaran dengan komedi putar meliputi tiga tahap, sebagai berikut :
a. Tahap kooperatif.
Kelas dibagi dalam kelompok kecil dengan anggota 3 sampai 5 orang peserta tutorial/pelatihan, setiap kelompok diberikan materi tutorial sesuai isi modul yang dibahas pada saat pertemuan .
b. Tahap penalaran. Setiap kelompok membaca modul yang ditugaskan dan membuat 5 (lima) pertanyaan bentuk tes uraian serta jawabannya. Kemudian membahas kembali secara berkelompok soal yang telah ditetapkan.
c. Tahap tiga pendistribusian dan peningkatan pemahaman, Selanjutnya soal-soal yang telah dibuat setiap kelompok dikerjakan secara bergilir dan bertukaran. Kelompok 1 menyerahkan soal yang dibuatnya kepada kelompok 2, kelompok 2 menyerahkan soal yang dibuatnya kepada kelompok 3, dan seterusnya. Waktu yang dialokasikan untuk setiap kali menjawab pertanyaan adalah 15 menit. Setelah waktu habis, soal tersebut dipindahkan lagi, soal yang dipegang kelompok 2 (soal dari kelompok 1) diserahkan kepada kelompok 2, soal yang dipegang kelompok 3 (soal dari kelompok 2), dst. Bersamaan dengan kegiatan tersebut kelompok pemberi soal menilai jawaban yang dituliskan kelompok lainnya sesuai kunci/pedoman yang telah dibuatnya dan menyerahkannya kepada tutor/pelatih. Hail penilaian kelompok bukan untuk penentuan keberhasilan belajar tetapi merupakan bagian dari metode komodi putar. Demikian dilanjutkan sampai soal tersebut kembali kepada kelompok awal. Selama menyelesaikan tugas-tugas, setiap kelompok dipantau untuk diberikan pembimbingan bagi mereka yang mengalami kesulitan. Perlakuan diberikan sebanyak tujuh kali pertemuan ditambah tiga kali tes. Lamanya waktu sekali pertemuan pengajaran 2 x 60 menit.
Dalam penelitian ini, digunakan desain non faktorial. Melalui desain ini akan dibandingkan pengaruh antara metode komedi putar dan metode standar RAT UPBJJ UT Medan terhadap hasil belajar peserta tutorial. Metode komedi putar diterapkan kepada kelompok eksperimen dan strategi metode standar UPBJJ UT Medan diterapkan kepada kelompok kontrol. Metode komedi putar dan metode standar UPBJJ UT Medan sebagai variabel bebas, sedangkan hasil belajar Mata Kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA pada ranah kognitif sebagai variabel terikat, yaitu prestasi yang dapat dicapai oleh peserta tutorial/pelatihan sebagai akibat perlakuan yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: instrumen perlakuan dan instrumen untuk pengumpulan data.
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis data dengan menggunakan Uji Uji Mann-Whitney Test dan dilanjutkan uji Levene’s Test for Equality of Variances dengan menggunakan perangkat lunak program SPSS 12 (Santoso, 1999) dengan taraf signifikansi 0.05 dan diproses dengan menggunakan perangkat SPSS. Hal ini dilakukan untuk menguji keberartian satu variabel atau kombinasi dua variabel bebas terhadap variabel terikat. Apabila dari hasil analisis Fhitung terdapat perbedaan rata-rata variabel terikat dari dua sampel yang independen.
Untuk keperluan pengujian hipotesis, maka perlu dirumuskan hipotesis statistik, sebagai berikut :

H0 : µ A1 = µ A2 (tidak ada perbedaan hasil belajar dengan menerapkan metode komedi putar dan metode standar RAT UT UPBJJ Medan)
H1 : µ A1 > µ A2 ( ada perbedaan hasil belajar dengan menerapkan metode komedi putar dan metode standar RAT UT UPBJJ Medan

Keterangan :
1. A1 : Metode komedi putar.
2. A2 : Metode pembelajaran standar RAT UT UPBJJ Medan



E. Kajian Teori
Teori belajar bermakna oleh Davied Ausubel (Snelbecker ; Prasetya Irawan, 1996), menjelaskan bahwa konsep belajar berhubungan dengan bagaimana peserta didik: memperoleh pengetahuan baru, yaitu penerimaan atau penemuan dan selanjutnya mengaitkan pengetahuan yang diperoleh pada struktur kognitif yang telah dimiliki, yaitu hapalan atau bermakna. Peserta didik dalam belajar untuk memperoleh pengetahuan yang baru, baik melalui penerimaan maupun penemuan, keduanya dapat menjadi belajar hapalan atau bermakna tergantung perlakuannya lebih lanjut. Artinya, pengetahuan yang baru diperoleh peserta didik dalam belajar, jika tidak dikaitkan dengan sturktur kognitifnya, maka terjadilah belajar secara bermakna.
Menurut Danim (2007), bagi setiap pebelajar tidak terkecuali orang dewasa berlaku hukum belajar. Hukum belajar itu terdiri dari beberapa unsur, yaitu : (1) keinginan belajar, (2) pengertian terhadap tugas, (3) hukum latihan, (4) hukum akibat, (5) hukum asosiasi, (6) rasa tertarik, keuletan, intensitas (7) kesiapan hati, (8) pengetahuan akan keberhasilan dan kegagalan. Keinginan belajar merupakan hal yang sangat penting dan dapat meningkatkan efektivitas belajar. Setiap orang dewasa yang mengikuti pelatihan dalam bentuk tutorial telah membawa sejumlah pengetahuan, sehingga dalam proses selanjutnya akan ada kegiatan penalaran untuk menghubungkan informasi yang telah dimiliknya dengan informasi yang akan diterimanya. Pengetahuan baru ini akan dapat menimbulkan emosi jika dihubingkan dengan ide atau pengalaman sebelumnya. Unsur ketetapan hati, keuletan , minat, intensitas, dan pengetahuan akan keberhasilan dan kegagalan sangat membantu peserta pelatihan dalam bentuk tutorial dan instruktur membangun proses pelatihan dalam bentuk tutorial yang harmonis.
Dalam proses tutorial untuk orang dewasa tentunya prinsip pendidikan bagi orang dewasa tidak boleh diabaikan. Berikut ini beberapa aplikasi prinsip pembelajaran orang dewasa (Pusdiklat, 2003) dalam Depdiknas (2007), : 1) Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus memperlajari sesuatu dan harus siap belajar. Dengan prinsip ini perlu dikemukakan alasan praktis tentang mengapa harus dimiliki pengetahuan tentang materi diklat, 2) Pengalaman peserta diklat merupakan sumber berharga, dan adanya proses berbagi pengalaman di antra peserta dengan peserta dan atau dengan fasilitator, 3) Peserta diklat cenderung berfokus pada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan, tugas, dan pemecahan masalah. Oleh karenanya diupayakan sejumlah pengetahuan praktis dari sesi pelatihan dalam bentuk tutorial yang diikutinya, 4) Peserta pelatihan dalam bentuk tutorial dapat belajar dengan baik, ketika berpraktik dan bekerja atas dasar pengetahuan dan kertempilan serta sikap baru, 5) Peserta pelatihan dalam bentuk tutorial akan lebih mudah belajar jika hal-hal yang dipelajarinya sedikit banyak telah dikenal sebelumnya. Oleh karenanya pelatihan dalam bentuk tutorial haruslah dimulai dari sesuatu yang telah dikenal peserta, 6) Peserta pelatihan dalam bentuk tutorial lebih menyukai teknik-teknik yang berbeda-beda, 7) Peserta pelatihan dalam bentuk tutorial cenderung mengarahkan dirinya sendiri dan ingin mengetahui kemajuan yang dicapai selama terlibat dalam pembelajaran, 9) Proses belajar untuk orang dewasa dapat menganut model yang dikembangkan oleh Kolb, DA (1984) yaitu membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Menurut model ini proses belajar berlangsung melalui empat fase atau tahapan yang meliputi : (1) individu memperoleh pengalaman langsung dan konkrit, (2) dikembangkan observasi dan dipikirkannya atau merefleksi, (3) akan terbentuk generalsasi, dan (4) implikasi yang diambil dari konsep tersebut dijadikan pengalaman baru.
Esensi tutorial untuk melakukan perubahan atau mengubah perilaku staf atau manajer dari defensif atau stagnan menjadi ke prilaku yang progresif. Keinginan untuk berubah ini akan lebih ternotivasi pada orang-orang yang menginginkan prubahan untuk kemajuan. Kebutuhan untuk berubah, dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan secara terus-menerus adakalanya berlangsung secara alami sesuai kebutuhan individu tetapi lebih sering didorng oleh tuntutan bidang kerjanya. Untuk memenuhi perubahan ini individu dewasa dapat belajar secara autodidak dan sebagian darinya mengikuti pendidikan baik formal maupun melalui pendidikan dan pelatihan dalam bentuk tutorial.
Tutorial bagi orang dewasa dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kegaitan pelatihan dalam bentuk tutorial memiliki nilai-nilai dasar yang sangat essensial dalam rangka peningkatan kompetensi dan keterampilan staf. Menurut hasil penelitian Punakelar (1985) dalam Danim (2007), menyimpulkan bahwa pelatihan dalam bentuk tutorial dan pembekalan keterampilan sosial karyawan bermanfaat positif untuk memperbaiki status dan mengatasi krisis yang dialami oleh mereka.
Kegiatan pelatihan dalam bentuk tutorial ini memiliki keunggulan dan kelemahan, misalnya dari segi metode dan teknik yang digunakan. Kegiatan pelatihan dalam bentuk tutorial dalam implementasinya sangat beragam dengan berbagai toeri tergantung kepada wawasan dan kompetensi narasumbernya. Jika semua komponen dalam setiap metode pelatihan dalam bentuk tutorial dapat dilaksanakan dengan baik maka kegiatan pelatihan dalam bentuk tutorial akan banyak memberi manfaat bagi peningkatan keterampilan peserta pelatihan dalam bentuk tutorial. Pelaksanaan pelatihan dalam bentuk tutorial haruslah merupakan implikasi total atas desain yang telah dirancang dan disempurnakan sebelumnya. Pelaksanaan pelatihan dalam bentuk tutorial merupakan fase inti dari sebuah desain pendidikan dan pelatihan dalam bentuk tutorial karena di dalamnya terakumulasi substansi isi dan proses tertentu. Melibatkan banyak sumber daya yang mendukungnya. Dalam pendidikan orang sewasa, terdapat proses belajar mengajar antara pseserta dengan pendidiknya. Bentuk komunikasi kepada peserta didik tidak dapat ditentukan dan berlaku untuk semua pelajaran, tetapi haruslah ditentukan untuk setiap pelajaran.
Pada kegiatan pelatihan dalam bentuk tutorial juga terjadi peristiwa pengajaran. Peristiwa pengajaran mepunyai fungsi sebagai berikut (Gange, 1968 dalam Danim, 2007) : 1) Memperoleh perhatian peserta didik, 2) Memberitahukan tujuan khusus pengajran kepada peserta didik, 3) Membantu peserta didik untukmengingat kembali pengetahuannya yang telah dimiliki, 4) Menyajikan materi pelajaran, 5) Memberi bimbingan belajar, 6) Memperoleh performansi, 7) Memberi impan balik tentang perbaikan perfonmansi (jika performansi peserta didik salah), 9) Menilai performansi peserta didik, 10) Meningkatkan retensi dan transfer.
Kamus istilah manajemen (1994) : pelatihan adalah bimbingan yang diberikan oleh instruktur untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan melalui penyelesaian tugas dan latihan. Hal senada juga dikemukakan oleh Siagian (1995), disamping bermanfaat bagi kebutuhan dan pribadi, kegiatan “diklat” itu bermanfaat bagi kepentingan organisasi atau lembaga. Flippo (1983) mengemukakan bahwa setelah ditempatkan pada posisi tertentu maka harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar menampilkan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya.
Dalam upaya melakukan diklat yang bermakna dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada peserta maka setiap tahapan dalam proses diklat harus direncanakan dengan sebaik-baiknya sehingga kendala yang mungkin muncul dapat diatasi lebih awal. Seorang pelatih, menurut Suprijanto (2005), juga harus membuat rancangan pelatihan dalam bentuk tutorial. Di dalam rancangan pelatihan dalam bentuk tutorial ini haruslah tergambar : (1) Siapa yang akan dilatih, (2) Apa yang akan mereka pelajari, (3) Siapa yang akan menyampaikan pelajaran, (4) Dengan cara bagaimana mereka akan dilatih, dan (5) Bagaimana hasil pelatihan dalam bentuk tutorial akan dievaluasi.
Mencermati model pelatihan yang dikemukakan oleh Morgan, et al (1976) dalam Suprijanto (2005), jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam pendidikan orang dewasa adalah : (1) Institusi; (2) Konvensi; (3) Konferensi; (4) Lokakarya; (5) Seminat; (6) Kursus Kilat; (7) Kuliah/pertemuan Bersambung: (8) Kelas Formal dan (9) Diskusi Terbuka.
Dalam proses pendidikan diperlukan suatu sistem yang dapat memberikan kondisi kondusif terhadap tenaga kependidikan, terutama guru, agar mereka dapat melakukan inovasi, dan kreasi dalam proses pembelajarannya. Guru merupakan potret keberhasilan pendidikan yang paling nyata. Guru merupakan tumpuan harapan untuk keberhasilan pendidikan. Keinginan untuk memajukan mutu pendidikan sebagian besar terpulang kepada guru apakah memiliki keinginan atau tidak untuk meningkatkan derajat profesionalitas yang dimilikinya.
Banyak model pelatihan dalam bentuk tutorial yang menggunakan pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Diantranya adalah metode pelatihan dalam bentuk tutorial komedi putar yang dapat dikembangkan oleh widyaiswara dalam rangka meningkatkan kualitas profesinya. Intinya adalah adanya kemauan untuk melihat permasalahan dan melakukan inovasi sehingga metode itu dapat diterapkan oleh widyaiswara di dalam kelasnya. Proses menerima dan mengingat materi pembelajaran dalam proses pembelajaran orang dewasa menjadi unsur pertimbangan bagi seorang pelatih memilih metode pembelajaran yang akan diterapkannya. Setelah memperhatikan pelajaran, seorang dewasa akan mencoba memahami dan menerima serta menyimpannya dalam pikirannya yang prosesnya terjadi pada saat proses belajar. Menurut Rooijakkersd (1980) dalam Danim (2007), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengingatan seseorang, seperti : struktur, makna pengulangan pelajaran dan intervensi. Metode pembelajaran bertahap menerapkan ketiga faktor ini, dimana setiap sesi materi pelajaran diberikan secara bertahap baik struktur, makna dan sekaligus dilakukan intervensi. Menurut Suprijanto (2005), pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan dalam bentuk tutorial bagi anak-anak (pedagogis). Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan dalam bentuk tutorial dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan dalam bentuk tutorial, waktu penyelenggaraan dan lain sebagainya sehingga meningkatkan mutu pembelajaran. Banyak metode pelatihan dalam bentuk tutorial yang dapat diterapkan dalam proses belajar orang dewasa, mulai dari metode ceramah, diskusi, brainstorming, latihan dan perpaduan dari semua metode tersebut. Hal yang pokok dari semua metode pelatihan dalam bentuk tutorial adalah, sejauhmana materi pelatihan dalam bentuk tutorial dapat memberikan motivasi bagi peserta untuk melakukan dan mengalami. Oleh karena itu metode pelatihan dalam bentuk tutorial yang memadukan semua potensi yang dimiliki peserta ditambah dengan kompetensi pelatih akan sangat efektif dalam memberhasilkan tujuan pelatihan dalam bentuk tutorial/diklat.
Menurut Danim (2007), metode pendidikan orang dewasa sebaiknya dipilih berdasarkan tujuan pendidikan, yang pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : (1) membantu menata pengalaman masa lalu yang dimilikinya melalui cara baru, seperti konsultasi, latihan kepekaan, dan beberapa jenis latihan manajemen, yang membantu individu untuk dapat lebih memanfaatkan apa yang telah diketahuinya, dan (2) membrikan pengetahuan atau keterampilan baru yakni mendorong individu untuk meraih pengetahuan atau keterampilan yang lebih baik daripada pengetahuan atau keterampilan yang terlah dimilikinya.
Pelatihan dalam bentuk tutorial dengan metode pelatihan dalam bentuk tutorial komedi putar dimaksudkan untuk mengembangkan proses pembelajaran orang dewasa yang menyenangkan, mencerdaskan, dan meningkatkan komitmen profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan.
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung kepada cara guru/pelatih menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran. Menurut Dick and Carey (1985), dalam Suprijanto (2005), strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar.
Menurut Danim (2003), pelembagaan berpikir kritis harus mengalami penguatan praksis pada tingkat pembelajaran antara lain dengan menerapkan pola diskusi dan dialog secara dua arah bahkan multiarah pada kalangan sumber daya manusia kependidikan pada lembaga kependidikan formal, pada lembaga-lembaga pelatihan dalam bentuk tutorial dan lain-lain, termasuk pemecahan masalah.
Proses pelatihan dalam bentuk tutorial akan lebih baik apabila dalam pelaksanaannya divariasikan dengan diskusi, sebab dengan diskusi proses berpikir kritis akan lebih terungkap sehingga proses pembelajaran akan mampu meningkatkan kompetensi peserta dalam mengungkapkan ide ataupun gagasan.

F. Hasil Dan Pembahasan
Analisis data pada penelitian ini menggunakan Uji Mann-Whitney Test dan uji Levene’s Test for Equality of Variances dengan menggunakan perangkat lunak program SPSS 12. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan tes tutorial yang diprogramkan Universitas Terbuka.
Dari hasil analisis data terhadapa tes tutorial 1, 2 dan 3 yang disimpulkan bahwa H0 ditolak. Artinya ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Mata Kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA peserta tutorial yang difasilitasi menggunakan metode pelatihan komedi putar dengan metode standar UT UPBJJ Medan. Selanjutnya berdasarkan uji Levene’s Test for Equality of Variances pada data tes tutorial 1 diperoleh nilai t hitung 3,834, tes tutorial 2 diperoleh nilai t hitung 2,851 dan tes tutorial 3 diperoleh nilai t hitung 2,389 dengan derajat kebebasan 59 lebih besar dari t table. Ini berarti bahwa rata-rata hasil belajar peserta tutorial/pelatihan dengan menggunakan metode komedi putar lebih baik dibandingkan dengan metode standar.
Perbedaan hasil belajar Mata Kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA diantara peserta tutorial/pelatihan yang diajar menggunakan metode komedi putar dengan peserta tutorial/pelatihan yang diajar menggunakan metode stándar UT UPBJJ Medan menunjukkan hasil yang signifikan.
Pada proses pembelajaran menggunakan metode komedi putar, diketahui peserta tutorial/pelatihan dapat melakukan kegiatan belajar dalam kelompok yang terkesan tidak formal dan perserta dapat berdiksui secara bebas untuk mengemukakan ide dan pendapatnya, dikarenakan peserta tutorial/pelatihan adalah guru yang sudah berpengalaman dalam melaksanakan pembelajaran sehingga instruksi yang diberikan tutor/pelatih dapat dengan mudah dipahaminya. Sesuai dengan pendapat (Suprijanto, 2005), bahwa manfaat diskusi kelompok dalam pendidikan orang dewasa, antara lain :1) Diskusi memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapatnya, dan mendorong setiap individu untuk berpikir dan mengambil keputusan, 2) Belajar sambil bekerja. Diskusi mendorong partisipasi peserta. Mereka yang aktif secara fisik dan mental dalam diskusi, belajar lebih banyak daripada mereka yang hanya duduk dan mendengarkan, 3) Diskusi cendrung membuat peserta lebih toleran dan berwawasan luas. Peserta akan menyadari bahwa dalam diskusi ada dua sisi argumentasi atau lebih, 4) Diskusi akan mendorong seseorang untuk mendengarkan dengan baik. Mendengarkan secara aktif membantu menghilangkan kesalahfahaman, 5) Memberikan alat pemersatu antara fakta dan pendapat anggota kelompok sehingga kesimpulan dapat diambil. Sumbangan pikiran dari setiap anggota kelompok akan menambah gudang pengetauan peserta, 6) Melalui metode diskusi pemimpin berlatih, 7) Diskusi akan membantu peserta untuk : menjadi sadar akan masalah, mengidentifikasi masalah, mencari rumusan masalah, menemukan pemecahan masalah, dan merencanakan program aksi. Mereka antusias melaksanakan metode tersebut karena merupakan metode yang mereka alami sebagai metode yang baru dan dapat diterapkan di kelasnya kelak.
Hasil pengamatan selama berlangsungnya kegiatan dengan menerapkan metode komedi putar dalam pelatihan bentuk tutorial ini memiliki keunggulan seperti dapat membelajarkan peserta tutorial dengan materi pembelajran yang banyak tetapi waktu yangtersedia terbatas dan memungkinkan semua peserta di dalam kelompoknya mengambil peranan ketika berlangsungnya diskusi. Keberhasilan penerapan metode komedi putar pada pelatihan bentuk tutorial didukung pula oleh bahan ajar berupa modul yang telah distandarkan secara nacional oleh Univeraitas Terbuka.
Kelemahan yang ditemukan dalam penerapan metode komedi putar pada pelatihan bentuk tutorial diantaranya memerlukan kemampuan tutor dalam memotivasi peserta untuk turut aktif karena keberhasilan metode ini sangat tergantung kepada peran aktif peserta. Pada tutorial yang dilakukan Universitas Terbuka dalam hal ini UPBJJ UT Medan, peserta (mahasiswa) akan melaksanakan instruksi yang diberikan tutor pada proses pembelajaran karena adanya penialaian yang dilakukan diakhir pembelajaran yang akan mempengaruhi kelulusannya pada mata kuliah yang ditutorialkan. Padahal diharapkan jalannya proses pembelajaran adalah karenanya adanya kebutuhan dan motivasi internal peserta untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik.

G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Implementasi Diskusi metode komedi putar pada proses tutorial mahasiswa semester IX Tahun Ajaran 2009 Kelompok Belajar UT UPBJJ Medan pada Mata Kuliah Materi Dan Pembelajaran IPA SD berbeda signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa yang proses tutorialnya menerapkan metode standar UT.
b. Hasl belajar peserta tutorial dengan implementasi diskusi metode komedi putar lebih baik daripada metode standar UT UPBJJ Medan.
c. Kelebihan metode komedi putar pada proses tutorial dapat membelajarkan peserta didik dengan materi pelajaran yang banyak cakupannya dengan didukung adanya modul yang telah terstandar.
d. Kelemahan metode komedi putar memerlukan kemampuan tutor/pelatih untuk memberikan motivasi dan mengelola berlangsungnya proses diskusi.

2. Saran
a. Para tutor/pelatih dapat menerapakan metode komedi putar disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor lain seperti motivasi, minat dan kondisi eksternal lainnya yang mempengauhi hasil belajar dikaitkan dengan penerapan metode komedi putar khususnya pada proses tutorial.

DAFTAR PUSTAKA
Atmodiwirio, Subagio. 2002. Manajemen Pelatihan. Ardadizya Jaya. Jakarta

Dahlan. M.D. 1984. Model-Model Mengajar : Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar. Diponegoro. Bandung.

Danim, Sudarwan. 2003. Menjadi Komunitas Pembelajar : Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Endang Indrawati dan Sri Enny Triwidiastuti, 1990. Laporan Penelitian Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Tutorial Intensif Untuk Matakuliah Matematika I FMIPA UT DL UPBJJ, Jakarta

Lie. Anita. 2007. “Cooperative learning” Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo

Lina Warlina, dkk. 1990 Laporan penelitianStudi tentang pelaksanaan tutorial intensif FMIPA – UT Matakuliah Kimia I, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka, Jakarta

Lunandi. A.G. 1982. Pendidikan Orang Dewasa : Sebuah Uraian Praktis Untuk Pembimbing, Penatar, Pelatih dan Penyuluh Lapangan. Gramedia. Jakarta.

Ramly, Nadjamuddin. 2005. Membangun Pendidikan yang Memberdayakan dan Mencerahkan. Grapindo Khazanah Ilmu. Jakarta.

Suprijanto. 2005. Pendidikan Orang Dewasa : Dari Teori Hingga Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta

Tilaar. H.A.R. 2002. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru : 70 Tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar. M.Sc.Ed. Grasindo. Jakarta

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Prenada Media Group. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Media Group. Jakarta.

Yusnadi, 2003. Pendidikan Orang Dewasa. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. PPS UNIMED,

UPAYA MENIGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI PELATIHAN BERFORMAT



Zulkarnaini

Abstract: Lack of ability to design acceptable research proposal was the main reason why most teachers in the city of Pariaman, West Sumatera, did not conduct classroom action research. This was also made worse by most trainings which focused on theories rather than driving participants to generate classroom action research proposals. This action research was done to solve the problem facing teachers in designing classroom action research proposals. The action chosen was ‘formatted training’. The participants were asked to identify one most feasible problem, among the various learning problems, to be solved through classroom action research. Then, the participants were asked to find five reasons why they chose the problem. After that, they were also asked to predict the initial data, formulate the problem, up to the title of the research. In the next cycle, the participants still used the format to determine main points in theories and action hypotheses. After cycle two, most proposals generated by the participants were acceptable.

Kata Kunci: kemampuan guru, menyusun proposal penelitian tindakan kelas, pelatihan berformat

PENDAHULUAN
Melakukan penelitian merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Meskipun demikian, guru jarang melakukan penelitian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru untuk melakukan penelitian, kurangnya pengalaman, waktu untuk mengadakan penelitian sangat terbatas, dan adanya pandangan sebagian besar guru bahwa melakukan penelitian membutuhkan banyak uang. Untuk itu dicarikanlah formula penelitian yang paling cocok dengan tugas keseharian guru sebagai seorang pendidik, yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bahkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang secara eksplisit menyatakan bahwa setiap guru wajib melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.
Namun demikian, berdasarkan survey di lapangan masih banyak guru yang belum melaksanakan penelitian tindakan kelas. Ini disebabkan oleh masih banyaknya guru yang menemui kesulitan dalam menyusun proposal penelitian. Kesulitan itu terlihat pada ketidakmampuan guru dalam melahirkan proposal-proposal yang layak untuk penelitian. Selain daripada itu, ada hambatan psikologis yang tergambar dalam pernyataan guru bahwa menulis itu sulit dan berat untuk dilaksanakan. Padahal guru pada umumnya sudah mendapat informasi awal, bahkan pelatihan menyusun proposal penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas. Ini berarti bahwa secara teoritis mereka sudah memiliki konsep awal tentang konsep penelitian tindakan kelas, penyusunan proposal, dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat hambatan teknis dan hambatan psikologis.
Selain daripada itu, kesulitan yang dihadapi oleh para guru pada dasarnya bersumber dari teknik pelatihan yang diikuti. Pelatihan yang diikuti pada umumnya berlangsung dalam waktu yang sangat pendek (satu atau dua hari). Nara sumber atau pelatih biasanya menjelaskan konsep-konsep, teori-teori, dan rambu-rambu penyusunan proposal kepada peserta. Selesai penjelasan, mereka diberi tugas menyusun proposal. Tugas tersebut dikerjakan di luar jam pelatihan. Adanya informasi, konsep, teori, dan rambu-rambu yang diterima bukan mempermudah mereka menyusun proposal, justru menimbulkan kesulitan karena banyaknya hal ideal yang harus dikerjakan. Dengan demikian semakin komplekslah kesulitan yang mereka hadapi.
Berdasarkan latar belakang di atas, ada dua hal pokok yang menjadi alasan untuk pelaksanaan pelatihan ini. Pertama, tugas pokok LPMP di antaranya adalah fasilitasi sumber daya pendidikan. Dalam lingkup ini, LPMP berkewajiban melakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme serta fasilitasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di propinsi. Kedua, sumber daya pendidikan di antaranya adalah pendidik (guru). Guru bertugas pada satuan-satuan pendidikan di Sumatera Barat. Guru mengalami kesulitan dalam melakukan tugasnya di bidang pengembangan profesi, khususnya karya tulis ilmiah. LPMP sesuai dengan tugasnya berkewajiban membantu (fasilitasi) pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan tersebut.
Melalui pelatihan ini ditawarkan format-format yang harus diisi oleh peserta pelatihan. Jika format itu diisi dengan benar, pada saatnya peserta pelatihan telah menyelesaikan bagian-bagian tertentu pada proposalnya. Artinya, dengan format itu terjadi manipulasi kegiatan yang memanipulasi kesadaran peserta. Dengan manipulasi melalui format itu ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, kesulitan menyusun proposal teratasi dan hambatan psikologis tertanggulangi.
Kajian teori
Banyak konsep atau pengertian penelitian tindakan kelas (PTK) yang dapat dipahami. Para pakar telah mengungkapkan berbagai pengertian dengan berbagai argumen. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional (Depdiknas, 2004). Selain dari pada itu, Johnson (2005) menyatakan:
’Action research can be defined as the process of studying a real school or classroom situation to understand and improve the quality of actions or instructions. It is a systematic and orderly way for teachers to observe their practice or to explore a problem and a possible course of action. Action research is also a type of inquiry that is preplanned, organized, and can be shared with others.’

Arikunto (2006) juga mengemukakan definisi penelitian tindakan kelas. Menurut Arikunto, penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Disamping itu, Kunandar (2008: 42) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research), dan penelitian ini bagian dari pada penelitian pada umumnya.
Dari berbagai konsep dasar penelitian tindakan kelas di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian reflektif. Artinya, penelitian diawali dengan refleksi. Melakukan refleksi berarti melihat, meninjau, memikirkan, mengkaji, dan merenungkan hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran yang telah dilakukan. Subjek refleksinya adalah pembelajaran, praktik pembelajaran. Dengan refleksi itu akan ditemukan hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki dalam pembelajaran.
Suatu penelitian yang baik adalah penelitian yang direncanakan dengan baik, dilaksanakan dengan baik, dan dilaporkan dengan baik. Sebagaimana juga ditegaskan oleh Johnson bahwa penelitian tindakan adalah sejenis inkuiri yang direncanakan sebelumnya (preplanned). Untuk itu perancangan proposal yang berterima perlu mendapat perhatian serius.
Pelatihan berformat adalah pelatihan dengan menggunakan format. Isi format merupakan komponen-komponen yang diperlukan untuk mengisi proposal penelitian tindakan kelas. Ada empat format yang dipergunakan pada pelatihan ini, yaitu: 1) Format 1 (F1) yang isinya pengajuan masalah, 2) Format 2 (F2) tentang penyeleksian masalah yang isinya sebagai instrumen untuk melihat kelayakan permasalahan yang diajukan, 3) Format 3 (F3) tentang landasan teori dan hipotesis tindakan, dan 4) Format 4 (F4) yang isinya adalah metodologi penelitian.
Format 1 (F1) memiliki sembilan kolom. Kolom pertama berisi nomor urut; kolom kedua berisi permasalahan; kolom ketiga sampai kolom kedelapan berisi kriteria; dan kolom kesembilan berisi keterangan.
Format 2 (F2) memiliki lima kolom. Kolom pertama berisi permasalahan terseleksi atau terpilih; kolom kedua berisi akibat; kolom ketiga berisi sebab; kolom keempat berisi alasan menetapkan permasalahan; dan kolom kelima berisi data awal.
Format 3 (F3) memiliki enam kolom. Kolom pertama berisi permasalahan terseleksi; kolom kedua berisi variabel penelitian; kolom ketiga berisi rumusan masalah; kolom keempat berisi tujuan penelitian; kolom kelima berisi manfaat penelitian; dan kolom keenam berisi judul penelitian.
Format 4 (F4) memiliki empat kolom. Kolom pertama berisi tentang judul penelitian; kolom kedua berisi pokok-pokok teori dan penelitian yang relevan (jika ada); kolom ketiga berisi kerangka berpikir; dan kolom keempat berisi hipotesis tindakan.
Berdasarkan kajian teori di atas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Masalah pada penulisan proposal penelitian tindakan kelas adalah mengidentifikasi permasalahan yang layak untuk dijadikan masalah penelitian tindakan kelas, mencari penyebab perlunya masalah itu dipecahkan, merumuskan judul penelitian, dan kerangka teori yang melandasi penelitian.
2. Permasalahan-permasalahan tersebut dipecahkan dengan pelatihan berformat
3. Masalah-masalah dalam penyusunan proposal terpecahkan



Secara diagramatis kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:



Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut, “Kemampuan guru menyusun proposal PTK dapat meningkat melalui pelatihan berformat pada guru-guru kota Pariaman.”

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di kota Pariaman, propinsi Sumatera Barat. Hal ini didasarkan pada permintaan Kepala Dinas Pendidikan kota Pariaman kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Barat. Kepala Dinas meminta nara sumber melatih para guru dalam penelitian tindakan kelas. Guru-guru yang dilatih adalah guru SD, guru SMP, dan guru MTs se kota Pariaman yang berjumlah 49 orang. Pelatihan berlangsung di Wisma Pondok Indah, kota Pariaman yang sekaligus menjadi tempat penelitian.
Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan yakni dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2008. Rentangan waktu yang enam bulan itu digunakan untuk penyusunan proposal penelitian, penyelesaian administrasi di LPMP, pengumpulan data, dan penyusunan laporan penelitian.
Subjek penelitian ini adalah guru-guru SD, SMP, dan MTs se kota Pariaman yang berjumlah 49 orang. Rincian kuota yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan kota Pariaman dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Sebaran Subjek Penelitian
NO TINGKAT SEKOLAH JUMLAH KETERANGAN
01 Sekolah Dasar (SD) 28 orang
02 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16 orang
03 Madrasah Tsanawiyah 5 orang
Jumlah 49 orang

Pendidikan peserta bervariasi, mulai dari SLTA (SPG), Diploma Dua (D2), Diploma Tiga (D3), dan Strata Satu (S1). Rata-rata peserta berpendidikan S1. Pada umumnya S1 dengan berbagai disiplin ilmu. Pengalaman mengajar guru yang menjadi subjek penelitian ini adalah 15 sampai 26 tahun. Golongan paling rendah IIIc dan paling tinggi IVa. Jenis kelamin peserta mayoritas perempuan, hanya tujuh orang guru laki-laki. Denga data tersebut dapat dilihat secara umum karakteristik subjek dari sisi tempat bertugas, pendidikan, lama mengajar, golongan, dan jenis kelamin.
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data hasil dan data proses. Data hasil berupa hasil kerja peserta pelatihan. Proposal hasil kerja peserta dilihat sebagai hasil pelatihan. Data proses adalah data yang dikumpulkan ketika proses kegiatan berlangsung. Data itu berupa kesungguhan, kedisiplinan, dan sistematika kerja peserta.
Data hasil dilihat dari proposal yang dihasilkan oleh peserta. Komponen yang dilihat dari proposal adalah: a) relevansi antar kompnen, b) kebenaran rumusan tiap komponen, dan c) penggunaan bahasa penyajian. Untuk mengumpulkan data ini dilakukan kajian atau telaah terhadap proposal yang siap dan dikumpulkan oleh peserta. Jadi, dalam konteks ini sumber datanya adalah hasil kerja peserta berupa proposal penelitian tindakan kelas.
Data proses diambil melalui pengamatan pada setiap kegiatan. Pengamatan dilakukan terhadap kesungguhan peserta, kedisiplinan melakukan kegiatan, dan sistematika kerja berdasarkan format yang disediakan. Pengamatan dilakukan pada setiap kali pertemuan dengan menggunakan instrumen yang disiapkan untuk itu.
Instrumen yang digunakan untuk mencatat kajian dokumen berupa daftar cek yang dikategorikan atas lima kategori untuk poin a) yakni sangat relevan diberi kode 5, relevan diberi kode 4, kurang relevan kode 3, tidak relevan kode 2, dan sangat tidak relevan kode 1. Untuk poin b) menggunakan kode 5 untuk sangat tepat, kode 4 untuk tepat, kode 3 untuk kurang tepat, kode 2 untuk tidak tepat, dan kode 1 untuk sangat tidak tepat. Untuk poin c) juga menggunakan kode yang sama, yakni 5 untuk sangat komunikatif, 4 untuk komunikatif, 3 untuk kurang komunikatif, 2 untuk tidak komunikatif, dan 1 untuk sangat tidak komunikatif.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data proses selain catatan deskriptif, diutamakan menggunakan daftar cek. Daftar cek dibuat dibuat atas lima kategori, yakni kode 5 untuk sangat, kode 4 untuk netral, kode 3 untuk kurang, kode 2 untuk tidak, dan kode 1 untuk sangat tidak.
Data-data yang dikumpulkan dianalisis melalui analisis deskriptif komparatif. Ini maksudnya adalah data dideskripsikan dan dibandingkan. Khusus untuk data proses pembandingan dilakukan antar siklus dengan mengacu kepada indikator kinerja. Data proses siklus pertama dibandingkan dengan data proses siklus kedua dan ketiga, kemudian dibandingkan dengan indikator kinerja. Dengan perbandingan itu akan tergambar peningkatan dalam proses.
Adapun indikator kinerja penelitian ini adalah: a) Enam puluh persen peserta melaksanakan proses dengan kategori 4 untuk setiap aspek yang dinilai, dan b) Enam puluh persen peserta menyelesaikan proposal dengan kategori 4 untuk tiap aspek yang dinilai.
Prosedur penelitian ini mengikuti pola kerja penelitian tindakan. Tindakan dilakukan atas tiga siklus. Siklus dalam konteks penelitian tindakan ini adalah fase atau tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan oleh peserta (subjek) penelitian. Jadi siklus bukan berarti putaran dalam konteks perbaikan tindakan seperti yang ada pada penelitian tindakan kelas. Tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Kegiatan dianggap satu siklus apabila menyelesaikan pengisian format. Untuk siklus pertama peserta menggunakan dua format, yaitu format 1 dan format 2 (F1 dan F2). Untuk siklus kedua dan ketiga, peneliti menggunakan masing-masing satu format. Langkah kerjanya adalah sebagai berikut:
1) Peserta diminta untuk mengidentifikasi lima hal (permasalahan) yang harus diperbaiki atau ditingkatkan dalam pembelajaran. Kelima hal tersebut dituliskan pada kolom 2 format F1.
2) Peserta diminta untuk menyeleksi atau menyaring kelima hal tersebut dengan menggunakan kriteria yang sudah ditentukan dan memberi centang (V) atau silang (X) pada kolom tiga sampai delapan format F1 tersebut.
3) Peserta diminta memilih satu dari permasalahan yang terseleksi dan yang paling layak untuk dijadikan permasalahan penelitian tindakan kelas dengan cara melingkari salah satu nomor di depan permasalahan pada kolom 1 format F1.
4) Permasalahn yang terseleksi tersebut beserta lima sebab, lima akibat, lima alasan memilih permasalahan itu, serta prediksi data awal permasalahan, lalu mengisikannya pada format F2.
5) Permasalahan yang terseleksi tersebut kembali diisikan pada kolom 1 format 3 (F3), kemudian peserta diminta untuk menentukan variabel penelitiannya, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan judul penelitian, lalu diisikan masing-masingnya pada kolom 2, 3, 4, 5, dan kolom 6. Sampai pada langkah kelima ini bagian awal pengajuan masalah selesai dipersiapkan, dan pada tahapan ini dianggap siklus pertama.
6) Pada siklus berikutnya (siklus 2 dan siklus 3) peserta tetap menggunakan format dengan bimbingan peneliti. Format-format yang akan diisi adalah format 4 dan format 5. Format 4 untuk kajian teori dan hipotesis tindakan, dan format 5 mengenai jenis data, sumber data, dan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data proses yang dikumpulkan pada tahap ini adalah kesungguhan, kesisiplinan, dan sistematika kerja. Peserta yang hadir pada siklus (tahap) pertama ini 49 orang orang atau seratus persen. Setelah menerima penjelasan tentang hal-hal yang akan dikerjakan dan format yang dipergunakan, peserta mulai melakukan kegiatan. Pertanyaan pertama yang diajukan peneliti setelah penjelasan adalah, “Apakah ada hal yang harus Anda tingkatkan atau Anda perbaiki dalam praktik-praktik pembelajaran di kelas?” Serentak mereka menjawab “ada” dan “banyak”. Ketika ditanya berapa banyak, mereka hampir serentak menjawab sangat banyak. Dari situlah langkah pertama pengisian format dimulai. Hasil yang didapat pada tahap pertama (siklus pertama) pengisian format F1 dan F2 adalah seperti pada table berikut.
Tabel 2. Data Proses Siklus Pertama


No Peserta Memperlihat-kan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1. Kesung-guhan 0 06 12,24 33 67,34 10 20,40 0 49
2. Kedisi-plinan 0 09 18,36 30 61,22 10 20,40 0 49
3. Kesiste-matisan 0 03 06,12 24 48,97 22 44,89 0 49
Rata-rata 0 06 29 10 0
Persentase 0% 12,21 59,18 20,40

Data tersaji adalah data tahap pertama yang terdiri dari dua kali pertemuan. Data pertemuan pertama dan kedua digabung kemudian dibagi dua. Itulah data yang ditampilkan pada tabel di atas.
Data hasil kerja dikumpulkan satu minggu setelah kegiatan tahap pertama. Isian format satu (F1) menjadi dasar untuk menyusun bagian pendahuluan proposal. Setelah dilakukan penilaian terhadap proposal dengan kriteria seperti diungkapkan sebelumnya, terlihat data seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Data Hasil Siklus Pertama

No Hasil Kerja Peserta Memper-lihatkan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1. Relevansi Antarkom-ponen 0 0 09 18,36 30 61,22
10 20,40 0 0 49
2. Kebenaran Rumusan Tiap Komponen 0 0 06 12,24 33 67,34 10 20,40 0 0 49
3. Kekomu-nikatifan (penggunaan bahasa) 0 0 03 06,12 24 48,97 22 44,89 0 0 49
Rata-rata 0 06 29 10 0
Persentase 0% 12,21 59,18 20,40
Pada tahap pertama (siklus pertama) data proses menunjukkan, rata-rata pada posisi 4 hanya 12,21 persen dengan rincian untuk kesungguhan 12,24 persen, disiplin 18,36, dan kesistematisan dalam kerja 06,12. Data ini menggambarkan, bahwa aktifitas peserta masih jauh dari yang diharapkan pada indikator kinerja. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang berpengaruh pada kesungguhan adalah, informasi yang diberikan peneliti diawali dengan suruhan agar peserta mencatat lima hal yang perlu diperbaiki dan atau ditingkatkan dalam praktik-praktik pembelajaran. Mereka umumnya tahu bahwa banyak hal yang akan ditingkatkan, tetapi mereka kurang bersungguh-sungguh menentukan yang menjadi prioritas untuk lima hal yang diminta.
Sebanyak 18,36 persen peserta menunjukkan disiplin dalam mengisi format (F1 dan F2) yang disediakan. Mereka yang mengisi dengan disiplin jumlahnya juga masih jauh dari harapan pada indikator kinerja. Hal itu terjadi karena peserta beranggapan, pengisian format ini tidak banyak kaitannya dengan proposal yang akan disusun. Selain itu peserta masih belum merasakan manfaat pengisian format sebagai landasan penyusunan proposal.
Kesistematisan peserta dalam mengisi format masih sangat sedikit. Hanya 06,12 persen. Sebagian besar peserta cendrung mengisi format F1 tidak secara berurutan. Belum tuntas pengisian satu kolom mereka sudah pindah ke kolom yang lain. Padahal isian satu kolom berhubungan dengan kolom lain. Bahkan hubungannya hierarkis. Khusus untuk pengisian yang sistematis ini pada dasarnya secara psikologis bertujuan untuk menata cara bepikir. Supaya peserta berpikir sistemik, berpikir logis, dan berpikir teratur. Hal itulah yang masih sangat rendah perolehan peserta dari data yang ada itu.
Data hasil kerja yang terkumpul tidak jauh berbeda dengan data proses. Hasil kerja peserta yang berada pada kategori (4) untuk relevansi sebanyak 18,36 persen, untuk ketepatan rumusan komopenen 12,24 persen, dan untuk kekomunikatifan 06,12 persen. Ketiga aspek yang dilihat pada hasil kerja peserta, ternyata masih jauh dari yang diharapkan oleh indikator kinerja. Kenyataan-kenyataan itu memberikan gambaran yang kompleks tentang cara berpikir, cara kerja, dan cara menuangkan isian format F1 ke dalam bentuk tulisan.
Relevansi antarkomponen pada bagian pendahuluan proposal pada dasarnya sangat diperlukan. Akan tetapi peserta belum melakukan seperti yang diharapkan. Misalnya relevansi antara rumusan masalah dengan tujuan penelitian, antara tujuan dengan manfaat atau kontribusi penelitian. Hal itu terjadi karena alur berpikir peserta yang masih belum sistematis. Selain itu mereka terlihat belum membiasakan diri untuk mengaitkan anatas satu komponen dengan komponen lain dalam penyusun proposal penelitian.
Data proses yang dikumpulkan pada siklus kedua sama dengan tahap pertama. Data itu adalah kesungguhan, kedisiplinan, dan sistematika kerja. Peserta yang hadir pada siklus (tahap) kedua ini 49 orang orang atau seratus persen. Setelah menerima penjelasan tentang hal-hal yang akan dikerjakan dan format yang dipergunakan, peserta mulai melakukan kegiatan. Lebih lengkap terlihat gambaran pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Data Proses Siklus Kedua

No Peserta Memper-lihatkan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1 Kesung-guhan 0 22 44,89 21 42,85 08 16,32 0 49
2 Kedisip-linan 0 25 51,02 20 40,81 04 08,16 0 49
3. Kesiste-matisan 0 19 38,77 20 40,81 10 20,40 0 49
Rata-rata 0 21 20 08 0
Persentase 0% 44,89 41,49 14,96

Data hasil kerja dikumpulkan satu minggu setelah kegiatan tahap pertama. Isian format satu (F1) menjadi dasar untuk menyusun bagian pendahuluan proposal. Setelah dilakukan penilaian terhadap proposal dengan kriteria seperti diungkapkan sebelumnya, terlihat data seperti pada tabel berikut ini.


Tabel 5. Data Hasil Siklus Kedua


No Hasil Kerja Peserta Memper-lihatkan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1 Relevansi Antarkom-ponen 0 0 35 71,42 05 10,20 09 18,36 0 0 49
2 Kebenaran Rumusan Tiap Komponen 0 0 37 75,51 08 16,32 04 08,16 0 0 49
3 Kekomu-nikatifan (penggunaan bahasa) 0 0 35 71,42 06 12,24 08 16,32 0 0 49
Rata-rata 0 36 06 07 0
Persentase 0% 79,59 12,92 14,28

Pada tahap kedua (siklus kedua) data proses menunjukkan, rata-rata pada posisi 4 naik menjadi 44,89 persen dengan rincian untuk kesungguhan 44,89 persen, disiplin 51,02 dan kesistematisan dalam kerja 38,77. Data ini menggambarkan, bahwa aktifitas peserta meningkat dan menuju indikator kinerja yang diharapkan. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang berpengaruh pada kesungguhan adalah, informasi yang diberikan peneliti semakin dipahami oleh peserta. Peserta semakin menyadari, bahwa proses kerja berlangsung hierarkis. Jika pekerjaan awal tidak dilakukan, pekerjaan berikut akan terganggu. Keasadaran itulah yang membuat peserta semakin bersungguh-sungguh, bekerja sistematis, dan berdisiplin.
Data hasil kerja yang terkumpul juga menunjukkan peningkatan seperti data proses. Hasil kerja peserta yang berada pada kategori (4) untuk relevansi meningkat menjadi 79,59 persen, untuk ketepatan rumusan komopenen 12,92 persen, dan untuk kekomunikatifan 14,28 persen. Ketiga aspek yang dilihat pada hasil kerja peserta, ternyata mulai bergerak menuju angka yang diharapkan oleh indikator kinerja. Kenyataan-kenyataan itu memberikan gambaran yang kompleks tentang cara berpikir, cara kerja, dan cara menuangkan isian format ke dalam bentuk tulisan mulai meningkat. Peningkatan itu ada hubungan dengan kesadaran pada proses berpikir peserta. Kesadaran bahwa pengisian format dengan benar akan sangat berpengaruh terhadap lahirnya proposal yang benar.
Data proses yang dikumpulkan pada siklus ketiga ini sama dengan tahap pertama. Data itu adalah kesungguhan, kedisiplinan, dan sistematika kerja. Peserta yang hadir pada siklus (tahap) pertama ini 49 orang orang atau seratus persen. Setelah menerima penjelasan tentang hal-hal yang akan dikerjakan dan format yang dipergunakan, peserta mulai melakukan kegiatan. Lebih lengkap terlihat gambaran pada table berikut ini.
Tabel 6. Data Proses Siklus Ketiga


No
Peserta Memper-lihatkan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1 Kesung-guhan 0 40 81,63 05 10,20 04 08,16 0 49
2 Kedisip-linan 0 44 89,79 05 10,20 0,0 0.0 0 49
3 Kesiste-matisan 0 37 75,51 10 20,40 02 04,08 0 49
Rata-rata 0 40 6 3 0
Persentase 0% 82,31 13,60 06,12

Data hasil kerja dikumpulkan satu minggu setelah kegiatan tahap pertama. Isian format satu (F1) menjadi dasar untuk menyusun bagian pendahuluan proposal. Setelah dilakukan penilaian terhadap proposal dengan kriteria seperti diungkapkan sebelumnya, terlihat data seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Data Hasil Siklus Ketiga


No Hasil Kerja Peserta Memper-lihatkan Kategori
Jml
5 4 3 2 1
Jml % Jml % Jml % Iml % Jml %
1 Relevansi Antarkom-ponen 0 0 44 89,79 05 10,20 0,0 0,0 0 0 49
2 Kebenaran Rumusan Tiap Komponen 0 0 40 81,63 05 10,20 04 08,16 0 0 49
3 Kekomu-nikatifan (penggunaan bahasa) 0 0 37 75,51 10 20,40 02 04,08 0 0 49
Rata-rata 0 40 06 03 0
Persentase 0% 82,31 13,60 06,12

Pada tahap ketiga (siklus ketiga) data proses menunjukkan, rata-rata pada posisi 4 naik menjadi 82,31 persen dengan rincian untuk kesungguhan 81,63 persen, disiplin 89,79, dan kesistematisan dalam kerja 75,51. Data ini menggambarkan, bahwa aktifitas peserta meningkat dan menuju indikator kinerja yang diharapkan. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang berpengaruh pada kesungguhan adalah, informasi yang diberikan peneliti semakin dipahami oleh peserta. Peserta semakin menyadari, bahwa proses kerja berlangsung hierarkis. Jika pekerjaan awal tidak dilakukan, pekerjaan berikut akan terganggu. Keasadaran itulah yang membuat peserta semakin bersungguh-sungguh, bekerja sistematis, dan berdisiplin.
Data hasil kerja yang terkumpul juga menunjukkan peningkatan seperti data proses. Hasil kerja peserta yang berada pada kategori (4) rata-rata meningkat. Untuk relevansi meningkat menjadi 82,31 persen, untuk ketepatan rumusan komopenen 13,60 persen, dan untuk kekomunikatifan 06,12 persen. Ketiga aspek yang dilihat pada hasil kerja peserta, ternyata mulai bergerak menuju angka yang diharapkan oleh indikator kinerja. Kenyataan-kenyataan itu memberikan gambaran yang kompleks tentang cara berpikir, cara kerja, dan cara menuangkan isian format ke dalam bentuk tulisan mulai meningkat. Peningkatan itu ada hubungan dengan kesadaran pada proses berpikir peserta. Kesadaran bahwa pengisian format dengan benar akan sangat berpengaruh terhadap lahirnya proposal yang benar.

Tabel 8. Perbandingan Lengkap Antarsiklus pada

No Aspek dan Kategori Siklus Pertama Siklus Kedua Siklus Ketiga Rata-rata
Jml Persen Jml Persen Jml Persen Jml Persen
1 Data Proses
a. Kesungguhan
4 06 12,24 22 44,89 40 81,63
3 33 67,34 21 42,85 05 10,20
2 10 20,40 08 16,32 04 08,16
b. kedisiplinan
4 09 18,36 25 51,02 44 89,79
3 30 61,22 20 40,81 05 10,20
2 10 20,40 04 08,16
c. kesistematisan
4 03 06,12 19 38,77 37 75,51
3 24 48,97 20 40,81 10 20,40
2 22 44,89 10 20,40 02 04,08
02 Data Hasil
a. relevansi antarkomponen
4 09 18,36 35 71,42 44 89,79
3 30 61,22 05 10,20 05 10,20
2 10 20,40 09 18,36
b. kebenaran rumusan
4 06 12,24 37 75,51 40 81,63
3 33 67,34 08 16,32 04 10,20
2 10 20,40 04 08,16 04 08,16
c. kekomunikatifan
4 03 06,12 35 71,42 37 75,51
3 24 48,97 06 12,24 10 20,40
2 22 44,89 08 16,32 02 04,08

Tabel 8 di atas memberikan informasi kompleks tentang hasil penelitian ini. Tabel ini menginformasikan peningkatan setiap aspek berdasarkan kategori setiap siklus. Kategoti 4 ternyata menunjukkan peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Kategori 3 dan 2 terleihat kecendrungan menurun pada setiap aspek dan item. Dengan demikian, pelatihan berformat ini secara substansial memang berhasil meningkatkan kompetensi guru dari satu fase (siklus) tindakan ke fase (siklus) berikutnya dalam proses dan hasil menyusun proposal penelitian tindakan kelas.
Kinerja penelitian ini ditetapkan pada kategori 4. Untuk lebih jelas diungkapkan kembali indikator kinerja penelitian ini sebagai berikut: (1) enam puluh persen peserta melaksanakan proses dengan kategori 4 untuk setiap aspek yang dinilai; (2) enam puluh persen peserta menyelesaiakan proposal penelitian tindakan kelas pada kategori 4 tiap aspek yang dinilai. Berdasarkan inidkator kinerja itu, kategori yang dijadikan perhatian adalah kategori 4. Kategori-kategori yang lain (1,2,3, dan 5) tidak dibahas hanya sekedar ditampilkan pada penelitian ini.
Pada proses ada tiga aspek yang diteliti yakni aspek kesungguhan, kedisiplinan, dan kesistematisan dalam pengisian format. Ketiga aspek itu memperoleh data pada tiga kategori yakni 4,3, dan 2. Kategori 5 dan 1, tidak memperoleh data. Untuk kepeerluan melihat indikator kinerja penelitian, ketiga aspek yang berada pada kategori 4 dijumlahkan dan dibagi tiga. Diperoleh data rata-rata proses pada kategori 4.
Pada hasil juga ada tiga aspek yang diamati. Ketiga aspek itu adalah relevansi antarkomponen dalam proposal, kebenaran rumusan pada setiap komponen, dan kekomunikatifan dalam penulisan. Ketiga aspek itu memperoleh data pada kategori 4,3, dan 2. Kategori 5 dan 1 tidak memperoleh data. Untuk keperluan melihat indikator kinerja penelitian, ketiga aspek yang berada pada kategori 4 dijumlahkan dan dibagi tiga. Diperoleh data rata-rata proses pada kategori 4. Data proses dan data hasil rata-rata pada kegori 4 itulah yang ditampilkan pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 10
Perbandingan Rata-rata Komulatif Antarsiklus pada Kategori 4

No Data dan Kategori Siklus Pertama Siklus Kedua Siklus Ketiga Rata-rata
Jml Persen Jml Persen Jml Persen Jml Persen
01 Data Proses
4 06 12,21 21 44,89 40 82,31
02 Data Hasil
4 06 12,21 36 79,59 40 82,31

Tabel 10 ini menginformasikan peningkatan yang terjadi pada tiap siklus unntuk proses dan hasil pada kategori 4. Rata-rata siklus pertama untuk hanya 6 orang atau 12,21 persen yang berada pada kategori 4. Pada siklus dua meningkat menjadi 21 orang atau 44,89 persen. Pada siklus tiga meningkat menjadi 40 orang atau 82 persen. Peningkatan-peningkatan pada proses itu pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor pertama adalah karena langkah-langkah pelatihan berformat dirancang secara simultan. Jika pelatihan berformat pertama tidak diselesaikan, pelatihan berikut tidak dapat diikuti. Peserta secara bertahap menyadari hal itu, oleh karena itu baik kesungguhan mapun kedisiplinan dan kesistematisan bekerja mereka upayakan memeprbaikinya dari satu sikulus ke siklus berikut.
Faktor kedua adalah motivasi yang timbul dari dalam diri peserta. Target yang ditetapkan adalah tersusunnya proposal yang memadai. Dengan target itu, peserta merasa memiliki arah yang jelas tentang capaian. Dengan arah itu mereka mencoba berdisiplin, bersungguh-sungguh, dan bekerja sistematis. Faktor ketiga adalah pengaruh format yang disediakan. Format tersebut ditata sedemikian rupa. Isiannya harus mengikuti pola pelatihan. Jika isiannya tidak dibuat dengan cara yang sistematis, akibatnya menimbulkan masalah setelah penulisan proposal. Berpengalaman dalam pengisian format pada siklus pertama, peserta meminimalisir kesalahan yang sama pada sikulus kedua. Begitu seterusnya, sehingga terjadi pengingkatan dari satu siklus ke siklus berikut.
Data hasil memperlihatkan hal yang sama, yakni peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Pengisian format dengan benar bermuara kepada penulisan proposal. Artinya, hal-hal yang dituangkan ke dalam format menjadi bahan mentah untuk proposal. Isi yang ada pada setiap format menjadi substansi pada proposal. Format 1 (F1) misalnya, merupakan substansi dari bagian pertama proposal. Jika F1 diisi dengan benar, isian pada bagian pertama proposal terakomodasi oleh isian format ini. Begitu juga halnya dengan format-format yang seperti yang dijelaskan pada bagain sebelumnya.
Data hasil menggambarkan pada siklus pertama rata-rata pada ketegori 4 hanya enam orang atau 12,21 persen. Pada siklus kedua meningkat menjadi 36 orang atau 79,59 persen. Pada siklus ketiga menjadi 40 orang atau 82,31 persen atau sama dengan siklus ketiga pada proses. Peningkatan tersebut terjadi karena dua hal. Kedua hal itu adalah pengisian format yang sudah benar dan motivasi untuk menyelesaikan proposal. Artinya, bahan yang akan dijadikan isi proposal telah tersedia di dalam format. Bahan itulah kemudian yang akan diolah, dikembangkan, diungkapkan menjadi tulisan. Sekurang-kurangnya, syarat utama untuk menulis sudah tersedia di dalam format, yakni bahan yang akan ditulis (bahan tulisan). Faktor kedua adalah motivasi. Motivasi yang tinggi menjadi daya dorong bagi peserta untuk berlatih menyelesaikan proposal. Oleh karena itu, terjadi pengingkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Indikator kinerja penelitian ditetapkan, enam puluh persen peserta menempati posisik pada kategori 4. Hal itu meliputi proses dan hasil pelatihan. Data proses dan data hasil menunjukkan pada siklus ketiga capaian adalah 40 orang atau 82,31 persen. Dengan demikian, capaian hasil penelitian ini lebih tinggi dara indikator kinerja yang ditetapkan. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang diajukan bahwa kemampuan guru menyusun proposal penelitian tindakan kelas dapat menignkat melalui pelatihan berformat, dapat diterima. Artinya, dengna pelatihan berformat terjadi peningkatan kemampuan guru dalam menyusun proposal.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian. Kedua jenis data itu adalah data proses dan data hasil. Data proses meliputi kesungguhan, kedisiplinan, dan kesitematisan dalam bekerja. Data hasil meliputi hasil kerja peserta berupa proposal penelitian. Pada hasil, hal yang dilihat adalah relevansi antarkomponen, kebenaran rumusan, dan kekomunikatifan.
2. Kategori yang ditetapkan untuk melihat hasil adalah 5, 4, 3, 2, dan 1. Rentangan menyatakan sangat positif dan sangat tidak positif. Dari rentangan itu ditetapkan kinerja. Kinerja tersebut adalah sekurang-kurangnya 60 persen peserta mencayapi kategori 4.
3. Hasil penelitian menurut sikulus terlihat sebagai berikut: (1) untuk proses siklus pertama 12,21 persen atau 6 orang, siklus kedua 44,89 persen atau 21 orang, dan siklus ketiga 82 persen atau 40 orang; (2) untuk hasil siklus pertama 12,21 persen atau 6 orang, siklus kedua 79,59 persen atau 36 orang, dan siklus ketiga 82,31 atau 40 orang.
4. Berdasarkan data tersebut, pelatihan berformat ternyata dapat meningkatkan kemampuan guru menyusun proposal penelitian tindakan kelas. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang diajukan yaitu, ”kemmapuan guru menyusun proposal PTK dapat meningkat melalui pelatihan berformat,” dapat terjawab atau terbukti.
Saran
1. Saran praktis disampaikan kepada para guru yang berminat untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas diawali dengan penyusun proposal. Penyusunan proposal dapat dilakukan dengan menggunakan format yang seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.
2. Saran birokratis disampaikan kepada para pengambil keputusan, bahwa penelitian-penelitian praktis yang berfungsi menfasilitasi guru perlu diperbanyak. Dengan demikian akan lahir berbagai metode dan tekni menfasilitasi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan.
3. Saran teoretis disampaikan kepada para peneliti, terutama penelitian terapan atau penelitian praktis. Penelitian sederhana ini mungkin dapat ditindaklanjuti untuk melahirkan metode dan teknik yang lebih mangkus untuk melatih guru dalam pengembangan profesi umumnya dan penelitian tindakan kelas khususnya.

REFERENSI
Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumis Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas, Dirjen PMPTK
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Margono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rustam, dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Ketenagaan Perguruang Tinggi, Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas
Umar, Husein. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Yusuf, A.Muri. 2005. Metode Penelitian, Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah. Padang: UNP Press

Motivating Students in Practicing Reading Comprehesion through Web-Based Reading Material

MOTIVATING STUDENTS IN PRACTICING READING COMPREHENSION THROUGH WEB-BASED READING MATERIALS


Oleh

Zakwan Izmi

LPMP Jambi Jalan Yusuf Singadekane no 31 Jambi. Tlp. 0741-60449
Email: zakizmi@yahoo.com/ zakizmi@gmail.com


ABSTRACT

One of the objectives of Senior High Schools English Curriculum is to prepare students to be competent in reading comprehension. However, a preliminary observation showed that most students have problems in motivation to practice reading comprehension. The problem was caused by the materials used for practicing reading comprehension at school were not interesting. The aim of the research was to know to what extend web-based reading materials could motivate students of SMA Negeri 3 Jambi in practicing reading comprehension. To solve the problems the researcher conducted a classroom action research by implementing teaching and learning reading descriptive text through web-based materials. The study was divided into two cycles in which each cycle consist of planning, action planning, monitoring, and reflecting. The researcher found that web-based reading materials could significantly improve students’ motivation in practicing reading comprehension. It was also supported by the data of observation of interaction, and students’ interview. The data were inductively analyzed. The improvement of students’ motivation was caused by some factors, first, the students were free to choose materials that meet their interest, second, Students felt unburdened because they were free to choose materials which were at or a little bit above their level of competencies, third, brilliant students can practice more than one reading material because they can finish their assignment earlier than their friends, fourth, pre-reading have strong influence in achieving the objective of teaching and learning reading comprehension. In conclusion, the implementation of teaching and learning reading comprehension through web-based reading materials could improve students motivation in practicing reading comprehension.













ABSTRAK

MOTIVATING STUDENTS IN PRACTICING READING COMPREHENSION THROUGH WEB-BASED READING MATERIALS


Oleh

Zakwan Izmi


Satu dari tujuan Kurikulum Bahasa Inggris SMA adalah untuk membuat siswa terlatih dan punya kemampuan untuk memahami bacaan Bahasa Inggris. Akan tetapi penulis menemukan bahwa kebanyakan siswa bermasalah dalam memahami bacaan hal ini terjadi karena kurang terlatihnya siswa-siswa dalam memahami bacaan, kurang tertariknya siswa berlatih untuk memahami bacaan karena bacaan-bacaan dari buku teks kurang menarik bagi mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh materi bacaan dari internet bisa memotivasi siswa SMA Negeri 3 untuk berlatih dalam memahami bacaan. Untuk mengatasi masalah motivasi tersebut, peneliti melakukan penelitian tindakan dengan menerapkan pembelajaran reading deskriptif teks dengan menggunakan materi outentik dari internet. Penelitian dilakukan dalam dua siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, dan refleksi. Peneliti menemukan bahwa materi internet secara luar biasa bisa meningkatkan motivasi siswa-siswa dalam berlatih memahami bacaan. Temuan ini juga disokong oleh data observasi dan wawancara siswa. Meningkatnya motivasi siswa-siswa disebabkan oleh beberapa keuntungan dari penggunaan materi bacaan dari internet, pertama, siswa-siswa bebas untuk memilih teks yang mereka senangi, kedua, siswa-siswa bisa memilih bacaan yang kira-kira sesuai dengan atau lebih tinggi sedikit dari kemampuan mereka sehingga mereka tidak terlalu terbebani dengan kosa-kata baru, ketiga, Siswa-siswa yang lebih pintar bisa berlatih lebih dari satu materi bacaan sehingga ini sangat menguntungkan bagi mereka dan tidak jadi fakum setelah mereka selesai mengerjakan tugas yang diberikan.

















INTRODUCTION

Background of the problem
It is clearly stated in the current secondary school curriculum, known as competency based curriculum, that students are expected to be able to communicate with received English either in oral or written form. Oral means listening and speaking, while Written means reading for comprehension and writing.
The ability to read in EFL (English as a Foreign Language) is a must for Indonesian students to acquire. Written texts serve various pedagogical purposes. Extensive exposure to linguistically comprehensible written text can enhance the process of language acquisition. Reading is a skill which is highly valued by students and teachers. But the problems are what source that should meet learners interest, what is reading instruction like in the classroom, and how do teachers teach reading.
Based on discussion with some teachers of English done recently, most students are lack of motivation in practicing the skill of reading for comprehension as the consequence they are not eager to develop their skills of reading comprehension; they found it hard to catch the information of the text they read. The teachers said that various attempts had been done to improve their motivation, but they still found it hard to do so. When they proceed reading for comprehension, many problems could be found as the effect of lack of vocabulary, it should be teachers’ concerns.
The researcher’s experiences and diagnoses, motivation problems of the students in practicing reading for comprehension might be caused of the teachers, materials, and the students themselves. The problems that caused by the teachers might be the teachers’ sensitivity in applying the most meaningful teaching materials. The materials to be discussed might not be so interested for the students and not so related to the students’ real life. And the last from the students themselves, they got difficulties in catching the information of the text. It is the cause of lack of motivation in practicing reading for comprehension. The writer assumed that there should be ways to make students motivated to practice reading comprehension
Based on the problems stated above, the researcher limited the problems on the students’ problems of motivation in practicing reading for comprehension. The problem was solved by using reading material from Web. Hopefully students would be motivated well if the teacher used the authentic materials from internet as the source of reading for comprehension.
For that case, this research was conducted to seek the answer to a question, “To what extent web based reading materials from internet could improve the students’ motivation in practicing reading for comprehension”
The objective of this research was to identify to what extent online reading material could motivate students’ in practicing their reading for comprehension. It is to encourage the students to practice reading intensively, especially for comprehension. And also teaching and learning reading comprehension will be more interesting and challenging by using authentic material from internet.

Definition of the Key Terms
1. Descriptive text is an essay which describe objective characterization of an object or a process, in such vivid detail that the reader can easily form a precise mental picture of what is being read about.
2. Web reading material is any material used for teaching reading for comprehension taken from internet exactly at the time of teaching and learning reading comprehension. The material taken from internet should be limited by the text type (descriptive text) and for not more than 150 words with in the students level of difficulties or a little bit above theirs


LITERATURE REVIEW

Reading
Reading is a process, which involves a reader, a text and the result is the interaction of the two (Singhal, 1998). Reading is a very complecated process involving a variety of factors that interact with one another (Kim, 2002). Due to the complex nature of reading and the fact that it is one of the most important language skills, there is a need for incorporating multimedia into reading instruction (Brown, 2001). Based on the above views, learners need to be provided with sufficient scaffolding to be able to achieve more effective reading comprehension

Reading Comprehension
Reading comprehension is about understanding written texts. It is a complex activity that involves both perception and thought. Reading consists of two realated processes: word recognation and comprehension. Word recognition refers to the process of perceiving how written symbols correspond to one’s spoken language. Comprehension is the process of making some of words, sentences and connected rext. Readers typically make use of background knowledge, vocabulary, grammatical knowledge, experience with text and other strategies to help them understand written text (Bernhardt 1991). Comprehension is the process of deriving meaning from connected text. It involves words knowledge (vocabulary) as well as thinking and reasoning. Therefore, comprehension is not a passve process, but an active one. The reader actively engages with the text to construct meaning. This active engagement include making use of prior knowledge. It involves drawing inferences from the words and expressions that a writer uses to communicate information, ideas and viewpoints (Block & Presley, 2002)
From the explanation above, it can be concluded that reading is an interactive process between the readers and the writers through their writing that happened when the readers try to understand and reconstruct meanings from the written or printed texts. We can conclude also that reading comprehension includes three elements: the reader who is doing the comprehending, the text that is to be comprehended and the activity in which comprehension is embedded. These three elements occur within the socio-cultural context of the reader's classroom, home, and neighborhood, and they help a reader to interpret information and create personal meaning.
The materials and tasks used should be correctly design, they should not be very long, as they have to be studied on a computer screen; they should model the point to be learned and should be attractive and interesting for the student.

Motivation
Motivation in education is of particular interest to Educational psychologists because of the crucial role it plays in student learning. Motivation in education can have several effects on how students learn and how they behave towards subject matter. Because students are not always internally motivated, they sometimes need situated motivation, which is found in environmental conditions that the teacher creates (Wikipedia 2008). Texts of the right reading level are neither too easy nor too hard for a particular reader. Choosing texts of the right difficulty and interest levels will encourage children to read and to enjoy what they are reading. It is important to use authentic texts in practicing reading comprehension (Pang, E. S., Muaka, A., & Kamil, M. L. 2008).
Motivated students are usually those who participate actively in class, express interests in the subject-matter, and study a great deal. Teachers can easily recognize characteristics such as these. They also have more opportunity to influence these characteristics than students’ reasons for studying the second language or their attitudes toward the language and its speakers. If we can make our classrooms places where students enjoy coming, because the content is interesting and relevant to their age and level of ability, where the learning goals are challenging yet manageable and clear, and where the atmosphere is supportive and non-threatening, we can make a positive contribution to students’ motivation to learn.
Research shows that as children progress through school their interest in reading for pleasure and their motivation to read to learn diminish. Teachers can draw on technology applications, however, to engage students in challenging, authentic learning.
Based on the conclusion above, writer insist that motivation is one of the key factors in Foreign Language Acquisition (FLA), and suggests, that there are some points that should be considered by teachers in order to be successful in teaching and learning English reading comprehension as a second or foreign language:

Reading online
Electronic texts introduce new supports as well as new challenges that can have a great impact on an individual's ability to comprehend what he or she reads. The Internet, in particular, provides new text formats, new purposes for reading, and new ways to interact with information that overwhelm people taught to extract meaning from only conventional print. Proficiency in the new literacies of the Internet will become essential to our students' literacy future (International Reading Association, 2001). According to Li and Hart, (2005) reading materials from web are potential for language learning. The web possesses a number of features which are particularly suited for foreign language learners’ growing proficiency in the language. The web offers rich data base of authentic material, excellent tool for interactive teaching and learning English, and besides, the web material can reach a wide audience at a relatively low cost. Computer Assisted Language Learning can be a graet answer for achieving learner autonomy and better learning outcomes, because computer technology makes it much easier for learners to access huge amount raeding materials (Sturdridge, 1997; sheerin, 1997). Brandl (2002) investigated the ways of exploration of authentic reading materials on the World Wide Web and found out that there are a lot of possibilities of integrating online reading resources into reading classes whereby higher motivation, more effective and faster reading comprehension can be attained.

The statements above make the researcher interested in using the rich and authentic data source in order to make teaching and learning reading for comprehension more challenging.
Students in online communities, social networking, web conferencing, and interactive problem solving are facilitated, not only by the presence of computers and software, but also by consciously redesigning the context of learning so that technology provides more opportunities for students to achieve goals of collaboration, communication and active learning . Technology integration can be demonstrated in various ways: through the use of the Internet for instruction; interactive activities that are web based; uses of web and other computer based projects that may be outcomes of student initiatives and student creativity; word processing; the incorporation of various media, such as digital photography, and media players. Technology when effectively integrated with instruction can thus be argued to improve both the processes and outcomes of teaching and learning.
Descriptive Text
Descriptive texts are types of texts we used in telling how something looks, smells, feels, acts, tastes, sounds, etc. The texts used as description can be an important part of most other types of writing.

Relevant Studies
PALA (2007) did a research under the title ‘Teaching listening and reading comprehension in Turkish using web based materials’. He concluded that by using web based materials in teaching listening and reading comprehension significantly improve students’ motivation. So that, whereas the researcher himself tended to use web based material in motivating students in practicing their skills of reading comprehension that was hoped could increase students ability and frequency in reading comprehension.

Conceptual Framework
The researcher assumes that the students’ motivation in practicing reading comprehension is influenced by the material used for teaching, while lack of practicing make them get difficulties in comprehending reading materials. The assumptions are based on researcher’s experience, observation, discussion with some teachers, and interview with some students. Based on the problems and tendencies and supported by relevant and strong theories, the researcher assumes that using web reading materials is an appropriate way to increase the students’ motivation in practicing reading comprehension. So, the researcher plans to do research based on the framework bellows:
















RESEARCH METHODOLOGY

Types of the reasearch
This research was a classroom action research. Based on Mills (2003: 5) Action research is any systematic inquiry conducted by teacher, principles, school counselor, and any other stakeholders in the teaching and learning environment to gather information about how their particular school operate, how they teach, and how well their students learn. Thus, the main reason for teachers engaging in action research is to learn and improve their own teaching activities. Doing action research can lead the teachers to re-examine their practice and alter their taken-for-granted beliefs and understandings (Gay & Airasian, 2000: 593).
This action research was a cyclical process. Each cycle consisted of several stages. Kemis and Robert (1988) develop a model known as the action research spiral. Every cycle has four steps: planning, doing action, observing, and reflecting or evaluating.
The activities that the researcher planned to motivate the students’ in expressing practicing reading for comprehension were divided into three phases namely pre-reading, whilst-reading, and post-reading.
1) Arising students’ interest, activating students’ schemata related to descriptive text, helping students in vocabulary and language function, and helping students in internet operation are the objectives of pre-reading.
2) Practicing skimming, scanning, and reading for details are belonging to whilst-reading.
3) Reflecting and retelling what have been read are the objectives of post-reading.

In cycle II, the researcher revised the plan in order to get better result based on the data analyses of cycle I.

Setting and Participants of the research
This research had been done at SMA Negeri 3 Kota jambi which is located at about 3 kilometers from the center of Jambi town. The participants of this research were the first year students of SMA NEGERI 3 Jambi. The research participants were the students of class X.1. This class was chosen because the researcher found the problems of motivation in practicing reading comprehension in this class.

Instrumentation
Since it was Classroom Action Research, the researcher was the key instrument. He involved in every steps to collect the data in the three cycles. He was helped by a teacher to do the action in the classroom while the researcher did observation. For the next, the researcher himself used three kinds of instruments:
1. Researcher and teacher’s field-note
2. Observation of interaction which was observed by the researcher himself to collect data to make diagnoses about the problems found in the teaching, while another teacher helped the researcher do the action.
3. Interview to know about what happen in the teaching and learning process and how they think about their development after the action held.
Finally, the data collected were evaluated and reflected by the team and made any revised plans for the next cycle.

Techniques of Data Collection
The researcher and the teacher by wrote field notes, the researcher did direct observation to find out what happen in the class during the process of teaching and leaning reading comprehension. Directly after the process of interaction the students were asked to give their views related to the material given, through written interviews.

Techniques of Data Analysis
To see whether teaching reading comprehension by using web based materials was beneficial, inductive analysis was used in analyzing data, Johnson (2005), inductive analysis is used to look at the group of data and try to induce or create order by organizing into group or defining and describing categories such as items, themes, or patterns
In addition, Mills (2003, p.116), states that the interpretation of research findings can be analyzed by connecting findings with the personal experiences, seeking the advice of critical friends, and turning the theory.

FINDINGS
1. The researcher concluded that all of the students are well motivated in practicing reading comprehension through internet reading material.
2. The students downloaded the materials that met their attention and it affected well to their motivation.
3. The students downloaded material which was at their level or a little bit above their level of understanding
4. Some of the students thought that the teacher explanation about the aims and beneficial of using internet was not enough
5. Most of the students have problems in internet operating system,
6. Most of the students are not familiar with the terms used in browsing and in downloading material.

Based on the data collected through field-note, observation of interaction, and students’ interview in this second cycle, the researcher concluded that web-based reading materials supported by well designed activities were very helpful to improve students’ motivation in practicing reading comprehension.

DISCUSSION OF THE RESULTS
Based on the result of cycle I There were some activities that need to be revised and in pre-reading. It was seen in explaining the objective of using internet reading materials instead of text-books and also in helping the students in internet operating system, the teacher was not so successful, but he was successful in activating students’ background knowledge related to the descriptive text. That was why the researcher designed more effective activities in cycle II based on the result of the first cycle. The result of cycle II was so significance based on the researcher’s field-note. The findings were also supported by the result of observation of interaction, and the students’ interview. The researcher also found that there are close relations between media used and the activities done during teaching and learning process, suitable media and supported by careful design of activities would improve students’ motivation in practicing reading comprehension. The result improved significantly in the cycle II after improving some activities and clear objectives using the media.
The two cycles which were held in nine weeks to know to what extend internet reading materials could motivate students in practicing reading comprehension are significantly successful. It was related to the statement of PALA (2007), that by using web based materials in teaching listening and reading comprehension significantly improves students’ motivation.
LIMITATION OF ONLINE READING
Like any other technology utilized in education computer/ internet has some pitfalls; high cost of equipment and software, lack of reliability and validity of online materials, technical problems such as speed and accuracy, technical support for programs, etc. Moreover, computers are no more than machines and they fall short in situation where judgment is called for.

CONCLUSIONS, SUGGESTION
Teaching and learning reading comprehension using internet reading materials in order to improve students’ motivation in practicing reading for comprehension at SMA Negeri 3 Jambi can be concluded as the following:
1. Teaching and learning reading comprehension using reading material taken from internet is very good in motivating the students to practice reading comprehension
2. The students were motivated because they were free to choose materials that meet their interest
3. The students may choose material that is at or a little bit above their level, so they felt unburdened
4. Brilliant students can practice more than one reading material because they can finish their assignment earlier than their friends
5. Media used and activities done in pre-reading have strong influence in achieving the objective of teaching and learning reading comprehension

Suggestions
Based on the result of the research, it could be suggested as the following:
1. Reading onlines are very helpful to solve students’ problems in motivation of practicing reading for comprehension. So, it is suggested to the other teachers to implement the same thing in the same context
2. The teacher should be more creative in designing activities to be done for the teaching and learning reading comprehension.
3. Collaborate with other teachers will be more effective in discussing and preparing for the lesson

REFERENCE
Bernhardt, E.b. (1991). Reading development in a second language theoretical, empirical, and classroom perspectives. Norwood, NJ:Ablex
Block, C.C; Presley, M.,eds. (2002) Comprehension instruction research based best pratice. New York, NY: Guilford Press.
Brandl, K. (2002). Integrating Internet-based reading materials into the foreignlanguage curriculum: From teacher- to student-centered approaches. Language Learning & Technology, 6 (3), 87-107.

Brown, Dauglas H. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approache to Language Pedagogy. Second edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Gay, R.L. & Airasian. 2000. Educational Research. New Jersey: Prentice Hall
International Reading Association. (2001). Integrating literacy and technology in the curriculum: A position statement. Retrieved April 3, 2008, from http://www.reading.org/positions/technology.html
Li R. C. and Hart R. S. (2005) What Can the World Wide Web Offer ESL Teachers. In Methodology in Language Teaching. UK: Cambridge University Press
Pala, O. (2005) Teaching Listening and Reading Comprehension in Turkish Using Web-Based Materials. Retrieved April 14, 2008, from http://babel.uoregon.edu/ylc/selfstudy/turkish/lessons/Project.pdf
Pang, E. S., Muaka, A., & Kamil, M. L. (2008) International Academy of Education; Teaching Reading. Retrieved from http://www.ibe.unesco.org/publications/EducationalPracticesSeriesPdf/prac12e.pdf
Kemis, Stephen and Robert L. 1988. The Action Research Planner (3rd ed). Victoria: Deakin university.
Kim, M. (2002). The use of computer in developing L2 reading comprehension: Literature review and its implications. Eric Digest: 472 671. Retrived April 11, 2008, from the Eric database
Mills, G. E. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall
Motivation in education. Wikipedia: The Free Encylopedia. Retrieved April 12, 2008, from http://en.wikipedia.org/wiki/Motivation#Intrinsic_motivation
Singhal. M. (1998) Using computers as reading instructional tools: applications and implications. ERIC Digest: 419 225, Retrieved April 15, 2005, from the ERIC databaseWorthington, Lyinn. 1997. Let’s not Show Teacher EFL students secret. English Teaching Forum. Vol. 35 no.3 July. P.40-41.
Sturdridge, G. (1997). Teaching and learning in self-access centers: Changing roles. In P. Benson and P. Voller (Eds.), Autonomy and independence in language learning. (pp.66-78). Malaysia: Longman.