Trik Flexing Anak Medsos: Dari Rojali Sampai Rohana

 


Media sosial hari ini bukan sekadar ruang untuk berbagi kabar, melainkan juga panggung untuk menunjukkan gaya hidup. Dari sekian banyak fenomena, istilah Rojali (Rombongan Jarang Libur) dan Rohana (Rombongan Hari-hari ke Mall) menjadi sindiran lucu yang cukup populer. Keduanya menggambarkan gaya flexing anak medsos, alias pamer kegiatan dan harta di dunia maya. Tapi apa sebenarnya yang melatarbelakangi tren ini?


Ingin memiliki kulit yang Lembut?

Flexing Sebagai “Identitas Baru”

Flexing di media sosial bisa dianggap sebagai cara sebagian orang membangun citra diri. Mereka ingin terlihat sukses, sibuk, atau punya gaya hidup mewah. Unggahan liburan ke luar negeri, foto di restoran mahal, hingga posting belanja barang branded sering dijadikan bukti keberhasilan. Dari sini, muncul julukan Rojali dan Rohana yang menyindir mereka yang hobi memamerkan aktivitas “wah” di feed.

Rojali biasanya identik dengan orang-orang yang sering bepergian, entah liburan singkat atau sekadar jalan-jalan tiap akhir pekan. Sementara itu, Rohana lebih ke mereka yang selalu update aktivitas di mall—belanja, nongkrong di cafĂ© hits, atau sekadar pamer outfit of the day. Keduanya sama-sama mewakili budaya pamer yang kental di media sosial.

Mengapa Orang Suka Flexing?

Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini terus berkembang:

1.      Ingin Validasi Sosial
Setiap like, komentar, atau share memberikan semacam pengakuan. Semakin banyak interaksi, semakin besar rasa percaya diri si pemilik akun.

2.      Tekanan Sosial
Ketika lingkaran pertemanan di medsos selalu menampilkan kehidupan “wah”, ada dorongan untuk ikut serta. Tidak ingin ketinggalan tren, akhirnya mereka juga ikut flexing.

3.      Citra Sukses Instan
Di era serba cepat, orang sering ingin diakui tanpa harus menjelaskan panjang lebar. Dengan satu foto di pantai eksotis atau tas branded, pesan “saya sukses” langsung tersampaikan.


Antara Hiburan dan Bahaya

Perlu diakui, flexing kadang memang menghibur. Melihat orang lain liburan atau mencoba restoran baru bisa memberi inspirasi. Namun, jika dilakukan berlebihan, efeknya bisa negatif.

·         FOMO (Fear of Missing Out): Pengikut bisa merasa minder karena hidupnya tampak lebih sederhana dibanding konten yang dilihat.

·         Tekanan Finansial: Demi tampil keren di medsos, ada yang rela berhutang atau memaksakan gaya hidup di luar kemampuan.

·         Hubungan Palsu: Tidak jarang, pertemanan di medsos hanya sebatas saling pamer, bukan benar-benar peduli satu sama lain.

Flexing Sehat, Apakah Bisa?

Menariknya, flexing tidak selalu buruk. Jika dilakukan dengan bijak, justru bisa memberi motivasi. Misalnya, membagikan pengalaman liburan sambil memberi tips hemat, atau pamer barang branded dengan jujur menceritakan proses kerja keras yang dilalui. Dengan begitu, flexing berubah menjadi inspirasi, bukan sekadar ajang pamer.

 

Fenomena Rojali dan Rohana hanyalah gambaran kecil dari budaya flexing anak medsos. Selama dilakukan dengan cara yang sehat dan tidak merugikan orang lain, berbagi kebahagiaan di dunia maya sah-sah saja. Namun, penting diingat: hidup tidak hanya soal tampilan di feed Instagram atau status WhatsApp. Yang lebih penting adalah bagaimana kita menjalani keseharian dengan tulus, apa adanya, dan sesuai kemampuan.

 Catatan :

1. Naskah dibuat dengan bantuan Chat GPT

2. Gambar dari berbagai sumber : Sora, Bing, Pinterest

No comments:

Post a Comment