Showing posts with label Catatan Perjalanan. Show all posts
Showing posts with label Catatan Perjalanan. Show all posts

BUKIT TINGGI SEBAGAI KOTA WISATA


Bagi penduduk provinsi Riau, Jambi, dan  provinsi Sumatra utara atau bahkan penduduk sumatra barat sendiri,  Bukit tinggi  merupakan pilihan yang favorite untuk berwisata. Kota yang identik dengan jam gadangnya ini memang cocok untuk tujuan wisata karena pemandangan alamnya yang indah. Ini sesuai dengan kondisi geaografisnya  yang terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Dengan  ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, kota ini memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Disamping itu, Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan dan sebagainya. Sementara terdapat lembah yang dikenal juga dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang didasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.
 Tidak bisa di pungkiri, setiap tahun, pada saat libur sekolah, dan hari-hari libur lain, kota ini diserbu oleh  ribuan turis lokal dan manca negara yang  ingin menikmati keindahan alam Sumatra barat yang  terkenal juga dengan adat istiadatnya yang terjaga.
Kalau berbicara kota Bukit tinggi, tentu tidak akan lengkap jika tidak  mengunjungi jam gadang yang merupakan titik sentral kota.  Nah disinilah persoalannya. Jam gadang yang begitu ramai dikunjungi karena merupakan landsmark kota, namun para pendatang yang menggunakan  kenderaan pribadi sering kecewa, karena tempat parkirnya yang sangat terbatas.  

Pernah, serombongan pengunjung dari Riau yang menggunakan bus akhirnya tidak jadi  dapat berkunjung ke jam Gadang, karena setelah berputar-putar beberapa lama tidak bisa menemukan tempat parkir. Padahal saat itu bukan  waktu liburan. Bisa dibayang kan bagaimana kalau pada hari libur.
Itu yang terjadi sehari menjelang  tahun baru 2013, kami dengan 2 kenderaan pribadi dari Pekanbaru ingin menikmati makan nasi kapau di pasar lereng tidak jauh dari jam Gadang. Syukur saya setelah berputar-putar akhirnya dapat satu tempat parkir. Tidak demikian dengan  teman lain, setelah lama berputar-putar, tidak dapat sedikitpun celah untuk parkir dan akhirnya terpaksa meneruskan perjalalanan menuju ke Padang dan dimimta menunggu di luar kota, Padang Luar.
Yang disesalkan sebenarnya bukan tidak dapat tempat parkir, namun sangat disayang kan dari dulu-dulu keadaan tempat tamasya di Jam gadang begitu-begitu saja, tidak ada pembenahan dari pemerintah Kota Bukittinggi untuk mencipatkan kenyamanan pengunjung. Seolah-olah pemerintah tidak  menyadari manfaat dari kedatangan turis lokal ini.
Dengan kedatangan turis yang sedemikian banyak dipastikan Pemerintah Kota Bukit tinggi menikmati keuntungan atau manfaat yang tidak sedikit. Hotel-hotel dan penginapan penuh, kerajinan-kerajinan setempat dan souvenir lainnya laku keras, belum lagi rumah-rumah makan; produk lokal yang menjadi andalan seperti gerupuk sanjai, kelamai dan lain-lainnya yang kedainya berjajar sepanjang  jalan utama, tentu yang mereka bidik sebagai pembeli adalah para turis lokal ini.(Kalau turis mancanegara nampaknya tidak lagi begitu ramai seperti dahulunya)
Saya yakin pemerintah kota Bukit tinggi menyadari sekian persen dari penduduknya menggantungkan hidup pada pariwisata ini. Oleh karena itulah selayaknya mereka menciptakan fasilitas yang  dapat mendatangkan kenyamanan pada pendatang.
Misalnya saja, di bawah sebelum Jam gadang disediakan lapangan parkir yang cukup luas sehingga para pendatang tidak perlu lagi membawa kenderaan pribadi ke taman dekat Jam gadang. Untuk itu, dari tempat parkir di bawah disediakan kenderaan mirip trem  seperti yang banyak ditemui untuk mengelilingi tempat wisata yang terdiri dari gerbong-gerbong yang ditarik. Nah dengan kenderaan itulah para pengunjung naik dan turun ke taman Jam gadang. Dengan demikian pusat pariwisata  itu menjadi sedikit lapang, sehingga mendatangkan kenyamanan bagi para pengunjung.  
Atau bisa saja pemerintah kota memikirkan cara lain bagaimana menata tempat wisata dan inikan sebenarnya tugas dinas pariwisata kota. Dengan demikian tidak terkesan pemerintah kota Bukit tinggi hanya ingin dapat keuntungan saja dari para turis lokal, namun juga memikirkan bagaimana turis lokal makin lama makin betah dan makin banyak  berkunjung ke Bukittinggi.

PERJALANAN KE MANILA PHILIPINA (1)



Saya masih di Solo, ketika dapat sms dari kantor, agar saya mempersiapkan paspor untuk berangkat ke Philipina, saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa Philipina. Selama ini, menurut pengetahuan saya Philipina bukan Negara maju, malah termasuk Negara miskin, indikatornya sama dengan Indonesia, Philipina adalah Negara di asia tenggara pengekspor TKW. Di Malaysia dan Negara-negara timur tengah yang tegolong makmur, pembantu rumah tangganya banyak yang berasal dari Philipina, disamping dari Indonesia tentunya.
Di bidang pendidikan dan bidang lainnya, Philipina juga tidak ada yang menonjol. Jadi apa alasan kantor untuk Study visit Philipina, Inilah yang terbersit di pikiran saya ketika menerima SMS dari kantor tersebut. Namun bagaimanapun juga saya kirimkan juga paspor saya ke petugas yang ditunjuk kantor. Saya serahkan ke duanya, paspor pribadi dan paspor dinas. Hitung-hitung perjalanan gratis dari kantor, bodoh Amat kalau saya tolak.
Perjalanan ke Philipina dimulai dari Bandara Sukarno Hatta.Dari Pekanbaru Riau kami sampai ke Bandara Internasional kebanggaan Jakarta itu pukul 09 WIB pagi hari tanggal 29 Juli 2011. Kami segera menuju ke kantor Philipina Airlines yang berkantor di bagaian penerbangan international di Bandara Sukarno Hatta. Maksud kedatangan kami sebenarnya ingin titip barang bawaan kami disana, karena kami tahu pesawat berangkatnya lewat tengah malam. Jadi semntara itu kami akan menikmati dulu kota Jakarta. Namun di kantor itu tidak ada tempat untuk menitip barang, dan kepada kami disarankan untuk pergi ketempat penitipan khusus yang disediakan tak jauh dari sana. Setelah itu kamipun segera berkeliaran di kota Jakarta. Saya dan beberapa orang teman memilih untuk berburu buku murah di Blok M .
Ketika kami ingin ke4mbali ke Bandar sore harinya, kami mencari temmpat penukaran mata uang di Blok M. Kami ingin menukarkan rupiah ke Peso uang Philipina. Namun dari beberapa counter penukaran uang yang kami datangi tidak satupun yang menyediakan uang peso. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli Peso di bandara saja. Namun ternyata di Bandara juga tidak ada couter penukaran uang yang menyediakan Peso. Sudahlah kata teman-teman nanti di Philipina saja.
Pukul 1.30 tengah malam Tanggal 30 Juni 2011 Kami sudah berada dalam pesawat pesawat Philipina Air Line. Pesawatnya cukup besar. Perjalanan ke Philipina berlansung sekitar 6 jam. Pelayanan dalam pesawat hampir sama dengan pelayanan perjalanan ke luar negeri lainnya. Kita ditawari makanan dan minuman.
Subuh pesawat sudah mulai bersiap untuk mendarat. Udara di luar nampak terang. Dari udara nampak pemandangan yang cukup indah. Perumahan dilereng-lereng gunung dan jalan-jalan yang melingkar-lingkar di puncak gunung atau bukit. Ini mengingatkan saya dengan Banda Aceh, di mana diatas pesawat nampak jalan menuju gunung dan bukit- bukit. Namun di Aceh perguungan masih didominasi oleh hutan namun di manila nampak banyak perumahan. Dan menonjol nampak jalan yang kelihatan putih dari udara melingkara menambah indahnya pemandangan. Berdasarkan pemandangan dari atas pesawat ini, kota Manila nampak seperti sebuah lembah yang dikelilingi oleh perbukitan.

Imigrasi di bandara tidak setegang dan mencemaskan seperti di Australia. Petugas nampaknya ramah. Pemeriksaan dokumen berlansung cepat. Memang ada juga beberapa teman kopernya harus dibuka, namun sikap mereka ramah tidak menakutkan, sekali lagi tidak seperti Australia yang sangat menjenkelkan. Malah petugas pabean yang memeriksa saya bertanya dengan sopan alasan kami berkunjung ke philipina. Sungguh menyenangkan sama dengan bandara Thailand yang tidak banyak tetek bengek yang menjengkelkan.
Secara fisik penampilan orang philipina sama dengan orang Indonesia. Sehingga kita susah membedakan antara orang Philipina dengan orang Indonesia. Jika dilihat secara lebih spesifik prototype orang philipina kebanyakan cendrung pada prototype orang batak. Demikian juga irama bahasa tagalog yang mereka gunakan mendekati dialek Batak, tapi tidak kata-katanya atau kosakatanya.
Sepanjang perjalanan dari bandara ke Manila yang b erjarak hanya 2 km, kami juga melihat rumah-rumah reot dari seng seperti yang banyak kita jumpai di Indonesia. Ketika kenderaan berhenti pada lampu merah, beberpa pengemis ada yang menggendong anak, datang meminta sedekah. Pedagan asongan banyak juga dijalanan. Rata-rata prempuan philipina yang melintas di jalanan, baik tua maupun muda suka berpakaian minim, ini yang nampak kontras dengan pemandangan di jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia maupun Jakarta.