UJIAN NASIONAL

Ketika gencar-gencarnya tuntutan untuk menghapus Ujian Nasional, saya termasuk orang yang tidak setuju ujian nasional dihapuskan. Karena secara logika saja yang namanya setiap pembelajaran itu harus ada ujiannya, untuk mengetahui apakah proses belajar mengajar itu berhasil atau tidak. Ini tidak hanya berlaku pada belajar di dalam kelas saja, tapi juga untuk belajar yang tidak formal seperti kursus, bahkan untuk latihan bela diri seperti karate, silat , taek wondo dan sebagainya. Setelah belajar kita lihat hasilnya, apakah berhasil atau tidak.

Begitu juga ujian nasional, berguna untuk melihat hasil setelah sekian tahun proses belajar mengajar berlansung. Suara-suara yang tidak setuju pada ujian nasional mengatakan, cukup ujian sekolah saja, sehingga anak tidak perlu stress. Namun pertanyaanya, sudah akuratkah hasil ujian yang diperoleh dengan ujian yang hanya diberikan oleh guru di sekolah? Kita sudah berpengalaman dengan tidak ada ujian nasional beberapa tahun yang lalu, ada beberapa atau mungkin banyak sekolah yang proses belajar mengajarnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ada sekolah, seminggu sehabis libur semester atau lebaran, belum belajar secara efektif. Malah kami pernah menjumpai ada sekolah setelah libur lebaran siswa belajar hanya sampai pukul 11 siang. Ada seperti arisan diantara guru-guru untuk makan siang. Hari ini makan siang dirumah guru A. Maka pukul sebelas siswa dipulangkan pukul 11 karena guru bersama-sama pergi kerumah guru A. Besoknya kerumah guru B dan anak juga dipulangkan pukul 11. Demikian seterus. Jika guru disekolah itu 50 orang, maka selama 50 hari belajar anak dipulangkan pukul 11. Ini belum termasuk kalau ada rapat, maka siswa bisa saja tidak belajar dari pagi.

Kalau tidak ada ujian nasional, semua siswa dilulus seratus persenkan saja setiap tahun, apa susahnya. Oleh karena itu perlu ujian nasional agar ketahuan nantinya bagaimana hasilnya. Diprediksi, kalau tidak ada ujian nasional, akan banyak sekolah yang mengabaikan proses belajar mengajar. Dengan ada ujian nasional, sekolah mau tidak mau harus melaksanakan proses belajar mengajar sebagai mana mestinya. Begitulah asumsinya.

Sebenarnya tida ada yang harus dicemaskan dengan ujian nasional, selama proses belajar mengajar berlansung dengan baik. Namun untuk itu guru harus mengikuti standar proses dan standar penilaian dengan benar. Untuk materi prlajaran yang dipedomani adalah standar isi. Seedangkan untuk mempersempit materi dalam mempersiapkan siswa kelas akhir menghadapi ujian nasional sudah ada setandar keluslusan yang natinya dijabarkan dengan kisi-kisi prediksi ujian nasional. Dengan kisi-kisi prediksi UN ini setiap mata pelajaran itu, soal nomor 1, nomor 2, nomor 3 dan seterusnya dapat diprediksi materi soalnya. Sehingga guru tidak perlu susah-susah dalam mempersiapkan siswa. Dan dari pengalaman membantu guru-guru mengahadapi ujian nasional ini, kami dari LPMP sudah menemukan kiat atau strategi agar siswa lulus sertus presen. Tapi strateginya strategi yang benar, tidak curang dan seratus persen halal. Dengan kata lain tidak ada yang perlu dicemaskan dengan ujian nasional ini. Dan ujian nasional mutlak perlu karena ujian nasional hasilnya akan baik kalau standar proses dan standar penilaian dijalankan dengan konsisten dan materi pelajaran mengikuti standar isi dan standar kelulusan.

Namun apa yang terjadi disekolah dengan ujian nasional? Beberapa sekoalah membentuk tim sukses untuk membantu siswa. Banyak kecurangan terjadi. Kunci soal beredar dengan gencar. Heran bin jengkel kita, soal disimpan dikantor polisi subuh baru bisa diambil, namun malam sudah beredar kunci jawaban melalui sms. Kawan-kawan guru mengatakan dan siswa-siswa yang ditanyai mengatakan kunci yang beredar itu banyak yang cocok. Ini terjadi dari tahun ketahun dan modusnya makin lama makin gencar. Kecurangan tidak lagi dari guru dan sekolah tapi dari lembaga lain yang memberikan bimbingan belajar dengan jaminan pasti lulus juga. Namun pasti lulusnya dengan curang, mengedarkan kunci jawaban. Tahun ketahun makin canggih saja caranya dan dari pengalaman bertahun-tahun nampaknya hal-hal begini memang sangat sulit untuk diberantas. Pengawasan ujian memang sudah diperketat, pengawasan silang, melibatkan kepolisisn, tim independent, paket soal yang berbeda dalam satu lokal, malah tahun ini soal dalam satu kelas ada lima. Namun persoalannya ternyata bukan disitu, persoalannya tidak dalam kelas, tapi diluar kelas. Kesimpulannya, usaha apa saja yang dilakukan, hanya akan menambah biaya saja, namun pasti ada saja celanya untuk berbuat curang itu.

Berdasarkan kenyataan diatas, sekarang saya pun berkesimpulan ujian nasional ini yang bermaksud baik untuk meningkatkan mutu itu bagus juga tidak ditiadakan, karena banyak kalangan yang memanfaatkan untuk berbuat kecurangan. Memang payah dinegeri yang punya penduduk yang banyak tidak jujur.

Solusinya, biarkansaja sekolah ujian sendiri, meskipun nnati ada yang hanya sekedar memberi nilai saja, biarkan saja karena tidak dapat juga dicegah, serahkan saja pada seleksi alam, sekolah yang baik bermacu menuju kebaikan, sekolah yang jelek biarkan saja sekedar mengeluarkan ijazah. Tapi untuk melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi atau untuk bekerja harus ada ujiannya. Dari SD masuk SMP, dan dari SMP ke SMA/K serta masuk perguruan tinggi ada tesnya. Demikian juga memasuki dunia kerja. Dengan demikian akan ketahunan bagaimana hasil dari suatu pendidikan itu. Konsekwensinya sekolah yang outcomenya jelek akan ditinggalkan dan tidak dapat murid.

NEGARA ISLAM INONESIA, MUNGKINKAH?

Akhir akhir ini kita disibukkan dengan berita maraknya Negara Islam Indonesia. Ramai diberitakan bukan karena terror bom yang mereka lakukan tapi cara prekrutannya yang rada aneh yaitu dengan menghilangkan beberapa kader dari keluarga dan lingkungan. Sehingga menimbulkan keresahan.

Negara Islam Indonesia ini muncul dari sekelompok orang punya impian merobah Negara Kedaulatan Republik Indonesia menjadi Negara yang berlandaskan islam yang sebenarnya ini tidak ide baru tapi ide lama yang dipelopori oleh almarhum Kartosuwiryo. Melihat kenyataannya, tidak hanya NII yang bercita-cita seperti itu, tapi kelompok yang sekarang ini disebut teroris yang membom di sana sini konon kabarnya juga bercita-cita untuk mendirikan Negara Indonesia yang berlandaskan islam.

Sepintas lalu kita terkagum-kagum dengan cita-cita yang mulia itu. Sementara orang Indonesia lainnya bergulat memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka-mereka itu berkorban nyawa untuk negara Indonesia yang berlndaskan Islam. Patut diacungi jempol.

Namun kemudian muncul tanda tanya, mungkinkah NegaraIslam Indonesia itu terjadi? Saya tidak mempermasalahkan mereka yang bercita-cita itu bisa atau tidak meruntuhkan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini menjadi negara yang berlandaskan Islam. Yang saya maksud disini apakah ada pemimpin yang sanggup menjalankan kepemimpinan sebagai negara Islam yang dicita-citakan itu.

Saya tidak hanya meragukan manusia indonesia tapi juga negara Islam lanilla di dunia ini yang bisa menjadi kepala negara yang berlandaskan Islam itu nantinya. Karena jira negara Islam tentu presidennya berprilaku sebagai yang dituntut oleh ajaran Islam yang begitu sempurna.

Dalam sejarah kita mengetahui, pemimpin atau Khalifa setelah nabi, dari 4 Khulafaur Rasyidin saja nota bene laansung dibina oleh Nabi Muhammad SAW, hanya Abubakar dan Umar bin Khatab saja yang dapat menjalankan pemerintah yang ideal berlandaskan Islam itu. Khalifa yang ke-3 dari Khulafaur Rasyidin itu Usman bin Affan mulai menyimpang dengan mempraktekkan apa yang disebut nepotisme yaitu mengangkat saudara-saudara dari kluarganya menjadi penjabat pemerintahannya. Karena nepotismo inilah kemudian terjadi pemberontakan yang akhirnya mengakhiri hidupnya. Dan nepotismo ini juga lah yang menjadi bibit perpecahan antara umat Islam sampai Semarang ini

Ali bin Abithalib ketika terpilih berusaha mengganti pejabat-pejabat yagn diangkat oleh Usman bin Affan. Yang terjadi kemudian hádala perlawanan dari mereka yang dipecat itu. Ujung-ujungnya Ali pun kehilangan kekuasaannya berkat kelicikan dari Muawiyah gubernur mesir yang diangkat oleh Usman.

Muawiayah ini mulai memerintah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kekhalifahan yang digariskan Nabi Muhammad SAW dan islam. Ia merobah kehalifahan menjadi kerajaan meskipun namanya tetap califa. Yang khalifahnya adalah keturunannya, tidak beda dengan kerajaan-kerajaan lain. Dari sekian banyak Khalifa dinastih Umayah yang kembali menjalankan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam itu hánya satu orang yaitu Umar bin Abdul Aziz. Cicit Umar bin Khatab ini memerintah hanya sekitar 2 tahun 5 bulan Namun hasilnya luar biasa, ia berhasil mengentaskan kemiskinan di seluruh kerajaannya. Tidak ada lagi orang miskin, sehingga membayar zakat jadi susah mencari orang yang berhak menerima. Mungkin Umar bin Abdul Aziz inilah model kepala negara pemerintahan yang berlandaskan Islam disamping Abubakar shiddiq dan Umar bin Chatab,

Nah, adakah orang Indonesia atau manusia lain yang sanggup berbuat seperti Abubakar Shiddiq, Umar bin Khatab dan Umar bin Adul Aziz? Yang memerintah dengan tujuan yang suci Lillahi Taala hanya mengharapkan ridho Allah, tanpa berkeinginan sedikitpun untuk keuntungan pribadi dan keturunannya? Yang mereka pikirkan hanya bagaimana melindungi dan mensejahterakan rakyat? Adakah manusia Indonesia yang sanggup menjadi president dengan hidup Sangat bersahaja tanpa kemegahan dan menetapkan gajinya hanya 2 dirham seharí atau 60 dirham sebulan? Tanpa memberi fasilitas dan kemudahan acepada anak dan saudara-saudaranya?

Inilah yang diragukan, tersedianya manusia Indonesia yang sanggup berbuat seperti model ideal itu. Apakah mungkin mereka-mereka yang merasa kelompok mereka saja yang benar dan mengkafirkan orang lain yang tidak sealiran dengan mereka akan bisa menjalankan pemerintahan seperti tiga Khalifa yang disebutkan diatas? Apakah mereka yang katanya bertujuan perjuangan suci menegakkan Islam dengan mengorbankan nyawa orang lain akan berlaku adil kalau seandainya mereka yang nanti mengendalikan pemerintahan? Apakah kita yakin mereka yang menghalalkan membunuh manusia di tempat Ibadan seperti mesjid yang suci dimata orang Islam akan menegakkan pemerintahan Islam?

Sudah banyak negara-negara bereksprimen dengan negara Islam, contohnya saja Pakistan yang mula berdiri adalah Republik Islam. Namur kita sendiri bisa melihat hasilnya. Banyak negara-negara Arab awalnya bertekat memerintah berdasarkan Islam, Namur setelah mereka memegang tampuk kekuasaan rupanya tidak mampu menjalan kan seperti yang dicontohkan islam. Hasilnya jangankan mensejahterakan rakyat malah yang memerintah berobah menjadi tirani-tirani yang menghisap rakyat. Demikian juga partai-partai di Indonesia banyak yang mencoba berlandaskan Islam, tapi kita lihat sendiri apakah pemimpin-pemimpin mereka sanggup menjalani kehidupan ideal seperti yang diinginkan Islam? Akhirnya prinsip-prinsip Islam hanya sebagai retórica untuk menuju puncak kekuasaan, setelah kekuasaan ditangan mereka terlena menikati manisnya kekuasaan. Sayang, biasanya tokoh-tokoh yang katanya memperjuangkan Islam itu sering hanya mengeksploitir generasi muda Islam yang masih Lugu untuk mencapai keinginan mereka yang tidak benar-benar tulus. Maka oleh karena itu generasi muda Islam berhati-hati, dengan mereka-mereka yang berkedok Islam ini untuk tidak terpengaruh oleh retorika mereka yang palsu yang ujung-ujungnya hanya menghancurkan kehidupan dan masa depan yang sedang dibangun

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

Yeyet Maryati

A. Pendahuluan
Arief Rachman mengidentifikasi ada sembilan titik lemah pendidikan di Indonesia (Arief Rachman, 2006, 114). Kesembilan titik lemah tersebut adalah (1) selama ini keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif, dan mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik, sehingga pembinaan dan pengembangan watak bangsa menjadi terabaikan, (2) model evaluasi yang digunakan selama ini hanya mengukur kemampuan berpikir konvergen, sehingga siswa tidak dipacu untuk berpikir kreatif dan imajinatif, (3) proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran, yang berakibat materi pelajaran menjadi tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, (4) kemampuan menguasai materi tidak disertai dengan pembinaan kegemaran belajar. (5) titel atau gelar menjadi target pendidikan, tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni, (6) materi pendidikan dan buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode yang monoton, tidak menantang dan tidak menstimulasi daya kritis dan iamjinasi siswa (7) manajemen pendidikan yang menekankan pada tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah, bukan kepada stakeholder, (8) profesi guru yang terkesan menjadi profesi ilmiah dan kurang disertai dengan bobot profesi kemanusiaan, dan (9) upaya pemerataan pendidikan yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, serta lemahnya political will pemerintah terhadap upaya perbaikan pendidikan.
Dengan kondisi permasalahan sebagaimana diungkapkan oleh Arief Rahman, terutama dengan permasalahan nomor 1-4 yang secara langsung menyangkut proses pembelajaran, sangat wajar kalau proses pembelajaran yang terjadi di kelas tidak mampu menghasilkan orang-orang yang cerdas sebagaimana yang diamanatkan UUD ‘45. Keberhasilan pembelajaran yang hanya diukur oleh penguasaan pengetahuan (kognitif) hanya akan mendorong proses pembelajaran menghasilkan orang-orang pintar, tetapi bisa jadi tidak punya hati nurani, egois, tidak mampu bekerja sama, dan sifat-sifat lain yang menyangkut afeksi. Sifat peduli terhadap kepentingan orang banyak, takut melakukan kecurangan karena akan merugikan orang lain, sopan santun terhadap orang yang lebih tua, kasih dan sayang terhadap yang lebih muda, semangat berkorban untuk kepentingan bersama, bersikap disiplin, adalah diantara sifat-sifat afeksi yang sulit diukur secara kuantitas dan hasilnya tidak dapat dilihat dengan segera. Karena itu pembelajaran yang mengembangkan sifat-sifat ini menjadi luput dari perhatian dalam pembelajaran. Padahal sifat-sifat ini terkait dengan kecerdasan emosi yang banyak berpengaruh pada kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dan dunia kerja. Belum lagi kalau dilihat tingkat penguasaan aspek kognitifnya yang dikembangkan. Apakah perkembangan kognitif yang dikembangkan sampai pada tahap kognitif yang lebih tinggi, seperti kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mensistesis, mengevaluasi, bahkan membuat dan menemukan ilmu baru? Lebih penting lagi apakah perkembangan kognitifnya sampai pada tahap kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, terutama berkenaan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari? Ini adalah satu permasalahan besar dengan pembelajaran di kelas kita.
Permasalahan kedua juga sangat besar dampaknya terhadap proses pembelajaran di kelas. Soedijarto, dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem evaluasi ternyata mempengaruhi kualitas proses belajar, khususnya pada tingkat partisipasi belajar pada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B.S. Bloom, yang menyatakan bahwa setiap siswa akan berusaha mempelajari apa yang diperkirakan akan ditanyakan pada saat dilaksanakan tes (Soedijarto, 1993: 81). Ini berarti, kalau bentuk evaluasi yang diberikan kepada siswa hanya pada penguasaan konsep dan fakta, maka siswa akan belajar dengan cara menghafal dan drilling menjawab soal. Bentuk evaluasi seperti itu tidak akan mendorong siswa untuk berpikir secara kritis, kreatif, dan menemukan jawaban yang berbeda.
Berkenaan dengan permasalahan yang ketiga, banyak bukti di sekitar kita, siswa-siswa kita yang telah lulus dari sekolah tidak mampu berbuat banyak di lingkungannya. Mereka menjadi terasing dengan lingkungannya. Karena apa yang mereka pelajari di bangku sekolah adalah apa yang ada dalam buku (textbook), bukan permasalahan lingkungan yang sehari-hari mereka temukan dan rasakan. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih bersifat tekstual, dan tidak kontekstual, sehingga ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan hanya bisa disimpan dalam memori dan tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Sejalan dengan permasalahan-permasalahan sebelumnya, pembelajaran di kelas-kelas sekolah kita cenderung hanya mendorong siswa untuk ”belajar untuk tahu” atau learning to know. Strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk senang untuk belajar dan menguasai kemampuan bagaimana belajar dilakukan (learning how to learn) tidak banyak dilakukan, sehingga pada saat mereka telah menempuh ujian dan dinyatakan lulus, maka mereka menganggap tugas belajar telah selesai. Mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan belajar mandiri untuk mengembangkan dirinya, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan dunia kerjanya.

Ingin dapat tambahan uang dengan modal hanya 25 ribu rupiah, bisa menghasilkan Rp.800 Juta,- Dari Bisnis Iklan ?
Silahkan klik :
https://muslimpromo.com/?ref=8099

B. Mengapa PAKEM ?
Sebagai sebuah profesi yang professional, maka semua tindakan yang dilakukan guru harus didasarkan pada kerangka teori dan kerangka pikir yang jelas. Demikian juga dengan pilihan untuk memilih dan memanfaatkan pendekatan PAKEM, harus didasari pada suatu rasional mengapa kita memilih dan menggunakan pendekatan tersebut. Berkenaan dengan hal ini perlu dikemukakan sejumlah alasan dan dasar teoritik sekaligus landasan filosofis dikembangkannya pendekatan PAKEM. Salah satu perkembangan teori pembelajaran yang mendasari munculnya pendekatan PAKEM adalah terjadinya pergeseran paradigma proses belajar mengajar, yaitu dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran yang berimplikasi kepada peran yang harus dilakukan guru yang tadinya mengajar menjadi membelajarkan. Konsep pembelajaran yang merupakan terjemahan dari kata instruksional pada dasarnya telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975, yang tergambar dalam rumusan tujuan yang harus dibuat guru, yaitu rumusan tujuan instruksional khusus. Namun implementasi dari konsep pembelajaran di dalam kelas belum juga terjadi secara sesungguhnya.
Dalam konsep pengajaran peran yang paling dominan ada pada guru, yaitu sebagai pengajar yang melaksanakan tugasnya mengajar. Dalam kegiatan pengajaran komunikasi sering terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak pasif. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, yang biasanya dilakukan melalui ceramah, para siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru. Permasalahannya yang paling mendasar adalah pada saat seorang guru mengajar apakah ada jaminan bahwa para siswanya belajar? (Belajar dalam pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para penganut aliran kognitivistik, yaitu adanya aktifitas mental dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif konstan). Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Mel Silberman: Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri. (Mel Silberman, 1996).
Berbeda dengan konsep pengajaran PAKEM, konsep pembelajaran ini lebih mengutamakan pada aktifitas siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Dalam konsep pembelajaran PAKEM, tugas guru adalah membelajarkan siswa. Artinya berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mengkondisikan para siswanya untuk belajar. Dengan demikian, fokus dari interaksi dan komunikasi ”di dalam kelas” ada pada siswa, yaitu melakukan aktifitas belajar. Melalui penerapan konsep pembelajaran ini maka siswa akan menjadi aktif melakukan berbagai aktifitas belajar, yang tidak hanya mendengarkan, tetapi mereka harus terlibat secara aktif mencari, menemukan, mendiskusikan, merumuskan, dan melaporkan hasil belajarnya. Melalui proses seperti ini maka kegiatan belajar anak akan menjadi lebih bermakna (meaningfull learning). Di samping didasarkan pada upaya optimalisasi implimentasi konsep pembelajaran, pendekatan PAKEM juga didasarkan pada sejumlah asumsi tentang apa itu belajar. Sejumlah asumsi tentang belajar yang dimaksud, diantaranya:

a. Belajar adalah proses individual. Artinya kegiatan belajar tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, hanya orang yang bersangkutanlah yang dapat melakukannya. Ini berarti kegiatan belajar menuntut aktifitas orang yang sedang belajar.
b. Belajar adalah proses sosial. Kegiatan belajar harus dilakukan melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Ini berarti seseorang yang belajar harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, karena melalui interaksi sosial inilah akan diperoleh pengalaman sebagai hasil belajar.
c. Belajar adalah menyenangkan. Apabila kegiatan belajar dilakukan dengan sukarela, atas kesadaran dan kemauan sendiri, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan belajar akan menyenangkan. Karena itulah, setiap orang yang belajar harus melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa belajar itu yang akan membawa manfaat bagi kelangsungan hidupnya.
d. Belajar adalah aktifitas yang tidak pernah berhenti. Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan ”apakah itu disadari ataupun tidak” dan terjadi perubahan perilaku dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarkan orang tersebut telah belajar.
e. Belajar adalah membangun makna. Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang mengasumsikan bahwa otak secara alamiah mencari makna dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dimana seseorang tersebut berinteraksi (http://www.texascollaborative.org).
Di samping pada pertimbangan perkembangan teori belajar dan pembelajaran, pentingnya PAKEM didasarkan pada pemahaman dan kepentingan siswa sebagai pembelajar. Disadari bahwa para siswa yang belajar adalah individu-individu yang memiliki potensi dan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Karenanya, mereka harus diberi kesempatan untuk memikirkan segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungannya; guru hendaknya menstimulasi daya pikir mereka dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan permasalahan yang harus dipecahkan (problem solving). Melalui penciptaan kondisi yang menantang dan pemberian kebebasan yang luas kepada siswa untuk beraktifitas, memungkinkan siswa menganalisis permasalah secara kritis, dan mencari pemecahannya secara kreatif. Sebab kreatifitas akan muncul dalam suasana dan lingkungan yang menantang namun dirasa aman, dan tidak takut akan mendapat hukuman apabila terjadi kesalahan. Proses belajar yang dialami siswa juga harus melatih dan meningkatkan kematangan emosional dan sosialnya. Pada akhirnya seluruh proses belajar yang dilakukan siswa akan membawanya pada peningkatan produktivitas menjadi lebih tinggi. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang akan membawa siswa pada peningkatan berbagai kemampuan tersebut diperlukan suasana dan pengalaman belajar yang bervariasi. Dengan kata lain, proses belajar yang dialami siswa harus mendorong dan mengembangkan dirinya menjadi orang-orang yang mampu berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah, memiliki kematangan emosional/sosial, dan memiliki produktivitas yang tinggi dengan menciptakan proses pembelajaran yang bervariasi.

C. Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‗pojok baca‘
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

D. Konsep PAKEM
PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu menyelenggarakan pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pada dasarnya guru sudah banyak yang mengetahui hal tersebut, tetapi dalam penerapannya masih banyak kendala. Disinilah dibutuhkan kemauan dan motivasi yang kuat dari guru untuk menerapkan PAKEM di kelasnya. PAKEM merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pemahaman dengan mengutamakan belajar sambil bekerja, guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.

1. Aktif.
Ciri aktif dalam PAKEM berarti dalam pembelajaran memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi objek-objek yang ada di dalamnya serta mengamati pengaruh dari manipulasi yang sudah dilakukan. Guru terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan maupun mengevaluasi proses pembelajarannya. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif bertanya.
2. Kreatif
Kreatif merupakan ciri ke-2 dari PAKEM yang artinya pembelajaran yang membangun kreativitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar serta sesama siswa lainnya terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajarannya. Gurupun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
3. Efektif
Ciri ketiga pembelajaran PAKEM adalah efektif. Maksudnya pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Menyenangkan
Menyenangkan merupakan ciri ke empat dari PAKEM dengan maksud pembelajaran dirancang untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Menyenangkan berarti tidak membelenggu, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada pembelajaran, dengan demikian waktu untuk mencurahkan perhatian (time of task) siswa menjadi tinggi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Sehubungan dengan ciri menyenangkan dalam PAKEM, Rose and Nocholl (2003) mengatakan bahwa pembelajaran yang menyenangkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namum harapan untuk sukses tetap tinggi.
b. Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika Anda melihat manfaat dan pentingnya bahan ajar. Demikian Rose dan Nicholl.
c. Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama orang lain, ketika ada humor dan dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur serta dukungan antusias.
d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.
e. Menantang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.
Dari uraian singkat tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan harus diwujudkan di kelas karena dasar hukumnya sudah jelas yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permasalahannya adalah bagaimana kreatifitas dan inovasi guru dalam menciptakan suasana kelas agar siswa belajar, yang pada dasarnya belajar adalah memproduksi gagasan atau membangun makna baru dari dari pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa. Siswa sebagai subjek belajar tidak mengkonsumsi gagasan tetapi memproduksi gagasan dalam proses pembelajaran yang difasilitasi oleh guru. Guru sebagai fasilitator hendaknya dapat memfasilitasi terwujudnya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang diantaranya dapat menggunakan model pembelajaran.
E. Prinsip PAKEM
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan sekurang-kurangnya ada empat komponen atau prinsip yang dapat diidentifikasi. Keempat komponen atau prinsip tersebut adalah:
1. Mengalami.
Dalam hal mengalami siswa belajar banyak melalui berbuat, pengalaman langsung mengaktifkan banyak indera. Beberapa contoh bentuk konkritnya adalah melakukan pengamatan, percobaan, penyelidikan, wawancara, penggunaan alat peraga.
2. Interaksi
Interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru perlu diupayakan agar tetap ada dan terjaga agar mempermudah dalam membangun makna. Dengan interaksi pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik, kesalahan makna berpeluang terkoreksi, makna yang terbangun semakin mantap dan kualitas hasil belajar meningkat.
3. Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan sebagai cara menyampaikan apa yang kita ketahui. Interaksi saja belum cukup jika tidak dilengkapi dengan komunikasi, karena interaksi akan lebih bermakna jika interaksi itu komunikatif. Makna yang terkomunikasikan kepada orang lain secara terbuka memungkinkan untuk mendapat tanggapan.Beberapa cara komunikasi yang dapat dilakukan misalnya dengan pajangan, presentasi, laporan.
4. Refleksi
Refleksi berarti memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan. Melalui refleksi kita dapat mengetahui efektifitas pembelajaran yang sudah berlangsung. Refleksi dapat memberikan peluang untuk memunculkan gagasan baru yang dapat bermanfaat dalam perbaikan makna hasil pembelajaran. Dengan refleksi kesalahan dapat dihindari sehingga tidak terulang lagi.

F. Metodologi PAKEM
PAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan ”PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan ”PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan ”Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif . Metodologi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran dengan pendekatan PAKEM, sebagai berikut:
Active Learning
Proses belajar dapat dikatakan active learning dengan mengandung makna:
1. Komitmen (Keterlekatan pada tugas), Berarti, materi, metode dan strategi pembelajaran bermanfaat untuk siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal).
2. Tanggung jawab (Responsibility), Merupakan suatu proses belajar yang memberi wewenang pada siswa untuk krtitis, guru lebih banyak mendengar daripada bicara, menghormat ide-ide siswa, memberi pilihan dan memberi kesempatan pada siswa untuk memutuskan sendiri.
3. Motivasi, Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dengan lebih mengembangkan motivasi intrinsik siswa agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan, minat dan inisiatif sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain.
Motivasi belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (Student centred approach), guru tidak hanya menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi menghidupkan api yang menerangi sekelilingnya, dan bersikap positif kepada siswa. Active learning bisa dibangun oleh seorang guru yang gembira, tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari siswa atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk siswa supaya belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan siswa secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan.
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Dikarakterkan dengan adanya keaslian dan hal yang baru. Dibentuk melalui suatu proses yang baru. Memiliki kemampuan untuk menciptakan. Dirancang untuk mesimulasikan imajinasi.
Kreatifitas adalah sebagai kemampuan (berdasarkan data dan informasi yang tersedia) untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Ciri-ciri Kepribadian Kreatif. berdasarkan survei kepustakaan oleh Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) fleksibel dalam berfikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; (4)menghargai fantasi; (5) tertarik kepada kegiatan- kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif; (15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik- moral dan estetik yang tinggi.
Sedangkan Kirton (1976) membedakan ciri kepribadian kreatif kedalam dua gaya berfikir : Adaptors dan innovators. Kedua gaya tersebut merupakan pendekatan dalam mengahadapi perubahan. Adaptors mencoba membuat sesuatu lebih baik, menggunakannya, ada yang menggunakan metode, nilai, kebijakan, dan prosedur.
Mereka percaya pada standard dan konsesus yang diterima sebagai petunjuk dalam pengembangan dan implementasi ide-ide baru. Sedangkan innovators suka merekonstruksi masalah, berpikir. Mencermati pandangan pertama, yang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan, maka yang dimaksud kemampuan di sini adalah kemampuan menggunakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilandasi oleh fakta dan informasi yang akurat dalam memecahkan atau mengatasi suatu masalah, dengan demikian kreativitas dalam pengertian kemampuan hanya mencakup dimensi kognitif. Ciri-ciri kreativitas tersebut belum sepenuhnya menjadi tolok ukur seseorang dapat disebut kreatif. Ciri lain yang harus dikembangkan yaitu ciri afektif menyangkut sikap dan perasaan seseorang, antara lain motivasi untuk berbuat sesuatu.

Penyajian Pembelajaran
Penyajian dalam pembelajaran ini dapat dilakukan dengan, pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing), menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan kontek, kerja kelompok. Para siswa menyelesaikan permasalahan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, memformulasikan pertanyaan- pertanyaan menurut mereka sendiri, mendiskusikan, menerangkan, melakukan debat, curah pendapat selama pelajaran di kelas, dan pembelajaran kerjasama, yaitu para siswa bekerja dalam tim untuk mengatasi permasalahan dan kerja proyek yang telah dikondisikan dan diyakini agar terjadi ketergantungan yang positif dan tanggung jawab individu yang mendalam.
Untuk keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sebelumnya siswa dilatih cara konsentrasi, ketelitian, kesabaran, ketekunan, keuletan , peningkatan daya ingat serta belajar dengan metode bayangan. Disamping itu siswa dapat melakukan ”SSN” (Senyum, Santai dan Nikmat) yang artinnya siswa dapat melakukan dengan senyum (dalam hati) berarti senang dalam proses kegiatan pembelajaran, Santai berarti siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tidak tegang/stress serta siswa dapat menikmati kegiatan pembelajaran. Dengan proses tersebut akhirnya siswa dapat menguasai materi sesuai yang diharapkan dengan benar.
Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau dalam bentuk permainan (games), misalnya menghitung huruf ”a” pada satu (lebih) paragrap dengan beberapa kalimat, latihan membayangkan diri sendiri. Disamping itu Guru harus selalu memberikan motivasi kepada semua siswa bahwa pelajaran tidak ada yang sulit, semua siswa akan mampu menguasai materi tersebut dengan baik. Hindarilah menakut-nakuti atau menyampaikan, bahwa pelajarannya sangat sulit, hal ini akan mengurangi motivasi siswa untuk belajar, seolah-olah kemampuan otaknya tidak mampu untuk menerimanya/seolah-olah otaknya tertutup untuk menerimanya, karena pelajaran sangat dipandang sulit

G. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia ”selama mereka normal” terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata ”Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata ”Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Sesuatu yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar.
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ”PAKEM”.

H. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.
Kemampuan Guru
Pembelajaran (Siswa)
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
Siswa:
Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
Menarik kesimpulan
Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata- kata sendiri
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.
Melalui:
Diskusi
Lebih banyak pertanyaan terbuka
Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut.
Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri.
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
Guru memantau kerja siswa
Guru memberikan umpan balik


I. Kesimpulan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah menjadi prioritas dalam pembangunan nasional kita. Itu berarti pembangunan dunia pendidikan harus mendapatkan perhatian yang serius, komitmen yang kuat dan tindakan nyata dari seluruh stakeholder. Pembangunan dunia pendidikan memang harus dilakukan secara sistemik, melalui pembenahan berbagai sektor yang terkait. Khusus untuk pembangunan pendidikan formal (sekolah), semua perbaikan yang dilakukan harus mengarah dan mendukung pada peningkatan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan di ”kelas”. Karena inti dari proses pendidikan di sekolah ada pada proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Artinya kualitas pembelajaran dikatakan baik apabila para siswanya secara aktif melakukan berbagai kegiatan untuk mengembangkan dirinya secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotorik) melalui interaksinya dengan berbagai sumber belajar. Untuk dapat terjadi seperti itu perlu diciptakan lingkungan dan suasana belajar yang mendukung, yaitu lingkungan yang mendorong anak untuk melakukan eksplorasi pada lingkungannya; memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara divergen, kritis, kreatif, dan inovatif; dan melatih anak untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; Salah satu model pembelajaran yang mampu mendorong itu semua adalah apa yang disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).