Pernah ketika dalam perjalanan antara Pasir Pengaraian ke Pekanbaru,
seorang teman bertanya, bagaimana kita tahu bahwa kita sudah memasuki kabupaten
Kampar. Ketika itu saya menjawab, “kalau perkebunan sawit di pinggir jalan sudah
bertukar menjadi pohon karet maka kita sudah memasuki Kabupaten Kampar.
Memang selama ini ada indikasi
penduduk Kampar identik dengan karet. Kemana-mana mereka merantau, kalau sudah
menetap mereka rata-rata bertanam pohon karet. Contohnya di Sungai apit, luas
sekali kebun karet di sana, yang rata-rata dimiliki oleh penduduk yang berasal
dari atau leluhur mereka orang kampar. Begitu juga di Tanjung Balai Karimun,
orang yang dari Kampar juga menanam
karet. Dengan kata lain kemana mereka pergi mereka tetap bertanam karet
Konon dahulu (Once upon a time), ada orang Kampar yang merantau sampai ke
Amerika Selatan sana. Walaupun sudah melintasi benuadan samudra, namun ditempat
pemukiman baru itu mereka tetap menanam
karet. Inilah
Ketika karet mereka sudah cukup
umur mereka sadap(Dialek Kampar motong)
sendiri. Suatu hari ketika mereka sedang menyadap karet, salah seorang
penyadap itu telapak tangannya
kena tumpahan getah yang melimpah. Ia berusaha membersihkan tumpahan getah itu
dengan menggosok-gosokkan tangannya. Kebetulan ketika itu lewat rombongan
ekspedisi Spanyol yang sedang menjelajahi benua baru itu. Salah seorang dari
anggota tim ekspedisi itu bernya kepada orang kampar itu. Apa nama negeri negeri itu. Orang yang bertanya itu menggunakan
bahasa Spanyol, dan orang Kampar itu tidak mengerti apa yang ditanyakan. Karena
dia sedang menggosok-gosokkan tangannya yang kena getah, dia mengira orang
Spanyol itu menanyakan, “ kenapa dengan
tangan mu?”. Oleh karena itu ia menjawab singkat “ BAGOTA” (Terkena karet)
“Oh, bagota” orang Spanyol itu
mengulang jawaban orang Kampar itu. Akhirnya sampai sekarang negeri itu bernama
BAGOTA. Ibu kota Kolumbia.
No comments:
Post a Comment