Sukardi
(Dosen FKIP Universitas Mataram)
ABSTRAK
Kajian ini berangkat dari
permasalahan tidak diketahuinya efektivitas pembiayaan pendidikan dasar. Oleh
karenanya, tujuan kajian ini untuk mengetahui tingkat efektivitas pembiayaan, faktor penghambat/pendorong pelaksanaannya,
dan rekomendasi perbaikannya di KSB. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan dalam bentuk evaluasi
kebijakan. Sampelnya adalah 32 SD/MI dan 12 SMP/MTs diambil secara area cluster random
sampling berdasarkan 3 kategori (kota, pinggiran, dan terpencil). Data diambil menggunakan
kajian dokumen, kuesioner, wawancara, dan FGD yang selanjutnya
dinalisis secara kuantitatif dan
kualitatif.
Hasil
penelitian: (1) Pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah pusat (BOS), Provinsi
(BSM), dan KSB (Subsidi), namun baru mencapai kondisi minimal. (2) proses pembiayaan sudah terlaksana, namun tidak
optimal serta kurang menyentuh aspek PBM. (3) outputnya:(a) fasilitas pembelajaran tersedia namun terbatas dan kurang
dimanfaatkan. (b)
Kualitas PBM belum memadai. (c) Kelulusan
SD/MI sama namun kualitasnya berbeda antar ketiga wilayah, sedangkan kelulusan
dan kualitas SMP/MTs berbeda. (4) teridentifikasi sejumlah faktor pendorong/penghambat pembiayaan yang sifatnya internal dan
eksternal. (5) direkomendasikan alternatif perbaikan: (a) Peningkatan sinergi antar
level pemerintahan, (b) Perlu pemahaman pembiayaan dari mikro hingga makro, (c)
Perlu perubahan paradigma pembiayaan dari konsumsi menjadi investasi, (d) Pengalokasian
khusus untuk anak terpencil, (e) Sumber pembiayaan berbeda tidak
membiayai komponen sama, (f) Pembiayaan mesti memperhatikan unit cost setiap anak per tahun, (g) Sekolah diberi keleluasan mencari
terobosan sesuai prinsip MBS, (h) Sekolah melibatkan stakeholders dalam penyusunan RAPBS (i) Perlu pedoman pembiayaan tingkat
sekolah, (j) Sekolah membuat peta pembiayaan, (k) Perlu pelatihan manajemen
keuangan tingkat sekolah.
Kata
Kunci: Akselerasi Mutu Pendidikan Dasar, Evaluasi Pembiayaan
Acceleration
Through Basic Education Quality Improvement Program Evaluation Studies
Education financing in the District of West Sumbawa (KSB) NTB Province
ABSTRACT
This study comes up from the problem of effectiveness of financing basic
education. Therefore, the purpose of this study to determine the
level of cost effectiveness, factors inhibiting / driving their implementation,
and improvement
recommendations at KSB. This research uses a
policy-research method in form of study-evaluation program. The sample
was 32 SD / MI and 12 SMP / MTs drawn at random cluster area sampling is based
on three categories (urban, suburban, and remote). Data retrieved using the
document review, questionnaires, interviews, and FGD hereinafter dinalisis
quantitatively and qualitatively.
The results: (1) financing basic
education was earned by
the government (BOS), Province (BSM), and KSB (Subsidies), but it can not increase but.
(2) the financing process has been implemented, but not optimal and less
touching aspects of the PBM. (3) output: (a) The learning facilities are
available but limited and underutilized. (b) The quality of the PBM has not
been adequate. (c) Graduation SD / MI equal but the quality is different
between the three regions, while the graduation and the quality of SMP / MTs
differently. (4) identified a number of factors driving / inhibiting the
financing of its internal and external. (5) the alternative recommended improvements:
(a) Increased synergy among
levels of government, (b) Keep in understanding the financing of
micro to macro, (c) It should be a paradigm shift from consumption to
investment financing, (d) a special allocation for isolated children, (e )
different financing sources do not cover the same components, (f) Funding must
consider the unit cost per child per year, (g) Schools given the flexibility to
find a breakthrough in conformity with SBM, (h) involving stakeholders in the
preparation of school budgets (i) Please rate financing guidelines school, (j)
School create maps of financing, (k) it should be a financial management training for the
school.
Keywords: Acceleration Quality Basic Education, Evaluation Financing
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat dihadapkan pada persoalan mutu
yang belum memenuhi standar ideal secara nasional. Beberapa indikator yang
menunjukkannya antara lain: hasil Ujian Nasional
(UN), kelayakan guru, angka mengulang kelas, angka putus sekolah, angka
lulusan, persentase fasilitas sekolah dan sejumlah indikator mutu lainnya.
Dilihat adari aspek UN misalnya, KSB masih berada pada urutan ke 7 dari 9
Kabupaten/Kota di Provinsi NTB (Diknas Prov. NTB, 2009). Jika permasalahan ini masih dibiarkan maka dikhawatirkan
dapat menghambat percepatan pembangunan dan pembebasan kemiskinan serta
kebodohan di Kabupaten Sumbawa Barat,
padahal pendidikan memiliki peran sentral untuk menguak kemajuan suatu
masyarakat.
Banyak parameter yang menentukan atau
mempengaruhi mutu pendidikan seperti faktor sarana prasarana, kompetensi guru, sistem
pembiayaan atau ketersediaan dana pendidikan, kemampuan manajemen kepala
sekolah, kontribusi masyarakat, kapasitas Dinas, dan sejumlah faktor lainnya (Arcaro,
2006; Slamet, 2008; Jalal & Supriadi, 2001). Namun demikian, tanpa faktor-faktor
lainnya kiranya ketersediaan dan sistem pembiayaan pendidikan disinyalir
memiliki peran strategis terhadap tinggi rendahnya mutu pendidikan di Kabupaten
Sumbawa Barat (Slamet, 2008). Upaya meningkatkan
mutu pendidikan dalam konteks desentralisasi manajemen pendidikan, akan
senantiasa berkaitan dengan memadai-tidaknya pembiayaannya. Hampir dipastikan
bahwa keseluruhan aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di
persekolahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan sistem pembiayaan
pendidikan (Depdiknas, 2002).
Realita ini, nampaknya disadari oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat yang berupaya optimal menitikberatkan pembiayaan
pembangunan yang menitikberatkan
pada pembangunan pendidikan.
Salah
satu program strategis yang menjadi
beban pembiayaan pendidikan adalah pemberian
dana subsidi pendidikan gratis yang diperuntukkan bagi pembiayaan
keseluruhan komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selain
subsidi tersebut, pembiayaan komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan juga
mendapatkan sokongan dari dana dekonsentrasi seperti dana BOS, Beasiswa Siswa
Miskin (BSM) dari Provinsi, dan dana lainnya yang langsung ke sekolah.
Namun demikian, disinyalir bahwa besaran pembiayan pendidikan berbeda antar jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Margono (2008) dan Supriadi
(2004) bahwa perhitungan biaya satuan pendidikan tersebut belum didasarkan pada
kualifikasi, tingkat penghasilan orang tua, lokasi (perkotaan, pinggiran kota,
dan pedesaan), wilayah topografi (pegunungan, pantai, dan dataran rendah bukan
pantai), dan lainnya. Oleh karenanya, sistem pembiayaan perlu dihitung menurut
jenjang pendidikan, jenis pendidikan, mutu sekolah, tingkat penghasilan orangtua
dan lokasi sekolah. Demikian pula, seyogyanya perlu pula dihitung biaya satuan
pendidikan menurut jenis pembiayaan pendidikan (investasi, personal, dan operasional).
Disamping permasalahan tersebut, juga
disinyalir ketepatan sistem pembiayaan dilihat dari sisi konteks kebijakan,
proses, dan luaran kebijakan pendidikan di KSB. Konteks kebijakan misalnya,
apakah program pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat atau visi misi KSB. Pada aspek proses teramati bahwa kualitas proses
pembelajaran di sekolah masih perlu perhatian. Hasil penelitian terdahulu,
terungkap bahwa sebagian besar guru masih menggunakan pola konvensional seperti
ceramah sebagai metode utama dalam PBM. Pembelajaran di kelas miskin inovasi
dan improvisasi, akibatnya anak menjadi pasif dalam PBM. Dilihat dari luaran juga
menunjukkan bahwa sampai saat ini mutu
pendidikan di KSB masih tergolong rendah jika dilihat dari parameter hasil UN.
Atas dasar inilah, patut menjadi
pertanyaan sejauh mana efektivitas
pembiayaan pendidikan dalam menyokong penyelenggaraan pendidikan dasar di
Kabupaten Sumbawa Barat. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah: (1) Bagaimanakah tingkat efektifitas pembiayaan
pendidikan dalam penyelenggaran
program pendidikan dasar di Kabupaten Sumbawa Barat ditinjau dari
pemetaan input, proses dan outputnya?; (2) Faktor apa saja yang dirasakan menjadi penghambat/kelemahan dan
pendorong/kekuatan pelaksanaan pembiayaan program pendidikan dasar di KSB?; dan (3) Bagaimana model
(rekomendasi) pengembangan pembiayaan pendidikan untuk mempercepat peningkatan
mutu pendidikan dasar di Kabupaten Sumbawa Barat?.
Mengacu pada permasalahan di atas, maka ruang
lingkup kajian ini meliputi: Input (Ketersediaan
sumber pembiayaan dan jumlah anggaran), Proses
(Sosialisasi pembiayaan pendidikan, pendataan sasaran, penyaluran, pengambilan,
penggunaan, komponen, monev dan pelaporan), dan Output (Perubahan terhadap PBM, mutu lulusan, dan perubahan
terhadap ketersediaan fasilitas belajar).
B.
KAJIAN
TEORITIS
1. Konsep dan Kompoenen Pembiayaan
Pendidikan
Standar pembiayaan pada
dasarnya mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan pendidikan, prosedur
dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas penggunaan biaya
pendidikan. Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal (Anonim, 2008, Supriadi, 2004; BSNP, 2009). Biaya
investasi adalah biaya penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya lebih
permanen dan jangka waktunya melebihi waktu satu tahun yang pada umumnya berupa
sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja
tetap. Biaya investasi dapat berupa: (a)
Bangunan sekolah, (b) Alat peraga, alat praktik, sumber belajar, buku-buku,
media belajar, (c) Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan. Biaya
personal. Biaya personal adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya ini meliputi: (a) Alat perlengkapan sekolah: sepatu,
seragam sekolah, seragam olahraga, alat tulis dan buku catatan; (b) Transpor anak dari rumah ke sekolah; (c) Uang saku/uang jajan, dan Ekstrakurikuler terbatas. Biaya
Operasi. Biaya operasi adalah biaya yang
diperlukan sekolah untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga mampu
menunjang proses dan hasil PBM sesuai yang diharapkan. Biaya operasional terdiri dari biaya personil dan
biaya nonpersonil. Dalam permen
No 69 tahun 2009, disebutkan bahwa biaya personalia
terdiri atas: (1) Gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan; (2) Tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan
pendidikan; (3) Tunjangan struktural bagi pejabat
struktural pada satuan pendidikan; (4) Tunjangan fungsional bagi pejabat
fungsional di luar guru dan dosen; (5) Tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; (6) Tunjangan profesi bagi guru dan
dosen; (7) Tunjangan khusus bagi guru dan dosen; (8) Maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan (9) Tunjangan
kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan professor atau guru besar.
Selanjutnya, biaya nonpersonalia merupakan tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah
daerah dibiayai melalui belanja barang atau bantuan sosial sesuai peraturan
perundang-undangan (Fatah, 2000). Pendanaan tambahan di atas biaya
nonpersonalia yang diperlukan untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan atau
program pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah sesuai kewenangannya
menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
2. Sumber Dana Pembiayaan Pendidikan
Sumber dana sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama (BSNP,
2009; Supriadi, 2004; Fatah, 2000) yaitu: pemerintah (pusat dan daerah), orang
tua peserta didik, dan kelompok-kelompok masyarakat. Pertama, Pemerintah pusat
membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, antara lain mencakup yang
berikut: (a) Hibah (grant) dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah;
(b) Membayar gaji guru; (c) Membantu sekolah untuk mengadakan proyek
penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan
perlengkapan, serta (d) ikut
mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah. Pemerintah juga
melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah.
Kedua,
Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membangun sekolah,
membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan
peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan APBN. Ketiga,
Orang Tua Peserta didik. Kontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan
karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah.
Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Cara orang tua berkontribusi kemungkinan
mencakup yang berikut (Mulyasa, 2002;
Permen No 69 tahun 2009): (a) Membayar biaya pendidikan yang
ditentukan secara resmi; (b) Memberi
kontribusi kepada komite sekolah; (c) Membayar sumbangan untuk membangun
fasilitas tertentu, seperti perumahan bagi guru; (d) Orang tua kemungkinan
menyumbangkan tenaga dan keterampilan tertentu dalam berbagai kegiatan seperti
pekerjaan bangunan atau membantu dalam pelatihan olah raga, atau bahkan mungkin
dapat menggantikan guru yang tidak hadir. (e) Membayar guru
atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah; (f) Membayar pembelian buku
pelajaran, alat tulis, sepatu dan seragam sekolah, meja dan kursi,
perpustakaan, dan dana kegiatan olah raga; (g) Mendanai kesejahteraan anak-anak
mereka, seperti uang transpor, uang makan, dan sebagainya. Asumsinya bahwa
semua orang tua dapat memberikan kontribusi yang sama, apakah itu sifatnya
finansial atau dalam bentuk-bentuk kontribusi lainnya. Keempat, Kelompok Masyarakat. Kelompok-kelompok
masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber penting pendanaan sekolah. Cara
yang mengidentifikasi dalam memobilisasi dana kemungkinan mencakup yang
berikut; (a) Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek
pengembangan sekolah; (b) Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa
untuk berpartisipasi secara efektif dalam proyek-proyek sekolah; (c)
Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah; (d) Melibatkan
kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta didik dalam proyek swakarsa
penggalangan dana; (e) Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat. Kelima,
Peserta didik. Para peserta didik
kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yang baik, jika mereka
tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah. Keenam, Yayasan. Ada
sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan
berdasarkan ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah.
Masing-masing memiliki tujuan spesifik dalam mendirikan dan mengoperasikan
sekolahnya yang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan beradab.
3.
Evaluasi Program
Menurut Tayibnafis (2000), evaluasi dapat dibedakan menjadi empat jenis ditinjau dari kepentingan yaitu:
(1) Evaluasi context digunakan sebagai bahan pertimbangan membuat keputusan
perencanaan; (2) Evaluasi
Input digunakan sebagai bahan
pertimbangan membuat keputusan penentuan strategi; (3) Evaluasi proses
digunakan sebagai bahan mengimplementasikan keputusan;
(4) Evaluasi product digunakan sebagai bahan pertimbangan menolong keputusan
selanjutnya. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam, H McKee, dan B McKee
(2003) yang dikenal dengan
model CIPP yang merupakan singkatan dari: context, input, proses dan product.
Model ini sangat cocok untuk mengevaluasi program pembiayaan
pendidikan secara keseluruhan.
Pendekatan evaluasi dan monitoring selain secara horisontal, seperti
konteks, input, proses, output, monitoring dan evaluasi dapat dilihat secara
vertikal. Pembangunan pendidikan nasional, dalam hal ini kinerja Depdiknas,
pada hakekatnya dicapai oleh unit terkecil dari suatu program pendidikan, atau
satuan pendidikan . Pada jalur pendidikan formal, satuan pendidikan dikenal
dengan sekolah. Evaluasi pada jenjang paling bawah harus dapat diagregat
menjadi evaluasi pada jenjang berikutnya. Demikian halnya dengan kebijkan,
kebijakan yang ada di atasnya menjadi input pada jenjang yang aada di bawahnya.
Gambar berikut menunjukkan jenjang evaluai dan jenjang kebijakan, yang
mempunyai tanda panah yang berlawanan.
C. KERANGKA KERJA PENELITIAN
Kajian ini menggunakan metode penelitian kebijakan
yang dikemas dalam bentuk evaluasi kebijakan. Skenarionya sebagai berikut: Skenario
Pertama, Skenario evaluasi
tingkat efektifitas pembiayaan program pendidikan di KSB, dilakukan dengan cara:
(a) Studi dokumenter terhadap laporan hasil penggunaan pembiayaan pendidikan
baik dari Dinas Dikpora KSB dan sekolah. (b) Kajian lapangan untuk mengetahui
tingkat kepatuhan terhadap kentuan yang berlaku, yang meliputi proses
pengambilan, penyaluran, penggunaan, pemanfaatan dana serta pelaksanaan
monitoring dan evaluasi serta pelaporannya. Kajian lapangan juga dilakukan
untuk mengetahui kemanfaatan dana pendidikan terhadap peningkatan kualitas PBM,
ketersediaan sarana prasana, dan mutu lulusan. Sedangkan subyeknya adalah:
unsur Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora), Kementerian Agama
Kabupaten, SD dan SMP. Penentuan sekolah dilakukan secara area
cluster random sampling. Pertama, ditentukan berdasarkan wilayah dalam
kota, pinggiran kota, dan wilayah terpencil. Kedua, ditentukan subyek
berdasarkan kelompok sekolah SD/MI dan SMP/MTs. Ketiga, setiap sekolah diambil
Kepala sekolah, guru, komite
sekolah, dan Siswa yang telah dilayani dalam pembiayaan pendidikan. Skenario
Kedua,
Skenario
verifikasi terhadap evaluasi efektivitas pembiayaan pendidikan dan rekomendasi
awal perbaikan. Verifikasi dan untuk
memperoleh rekomendasi awal perbaikan dilaksanakan melalui studi mendalam (FGD
dan Wawancara) terhadap Tim pelaksana pembiayaan program pendidikan tingkat
Dinas Dikpora dan Kementerian Agama Kabupaten;
dan Sekolah. Skenario Ketiga,
Skenario pengembangan model (rekomendasi) sistem pembiayaan program pembiayaan
pendidikan di KSB. Tahapannya meliputi: (a) Identifikasi permasalahan
pembiayaan program pendidikan yang telah dilaksanakan selama ini, (b) Menganalisis
dan menemukan faktor-faktor penyebab lemahnya penyelengaraan pembiayaan program
pendidikan, (c) Memilih alternatif untuk
manangani permasalahan berkaitan dengan penyelenggaraan pembiayaan program
pendidikan, (d) Menyusun rancangan rekomendasi pembiayaan berdasarkan pilihan
alternatif pada poin c.
Berdasarkan
skenario penelitian ini, maka beberapa metode yang terlibat dalam kajian ini
melipuiti: kuesioner, FGD, wawancara mendalam, dan kajian dokumen. Data dalam penelitian dianalisis dengan duan cara yaitu: (a)
Analisis Kuantitatif untuk uji efektivitas dengan uji perbedaan dengan
menggunakan rumus ANOVA (Sugiyono, 2001). Keseluruhan proses ini dilakukan
dengan menggunakan bantuan program SPSS
versi 10 for windows. Untuk melihat kecenderungan posisi variabel
penelitian, maka dilakukan kategorisasi berdasarkan letak sekolah (dalam kota,
pinggiran kota, dan terpencil). (b) Analisis Secara
Kualitatif. Untuk
pemberian makna terhadap hasil kategorisasi data dan dianggap telah cukup
diolah menggunakan analisis dekriptif-kualitatif dengan model flow,
yakni peneliti melakukannya melalui tiga langkah analisis yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Miles &
Huberman, 1984: 21-23).
D. HASIL DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
HASIL
1.
Deskripsi Besaran Dana
Subsidi Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
Berdasarkan
kajian dokumen terhadap APBD KSB diperoleh gambaran tentang pengalokasian
anggaran untuk pendidikan khususnya yang menyentuh langsung di sekolah seperti
Dana subsidi pendidikan gratis. Gambar 02 berikut menggambarkan secara
komprehensif perkembangan anggaran pembiayaan pendidikan di KSB.
Gambar 2. Perkembangan Besaran Dana Subsidi Pendidikan
Gratis di KSB
Dari
data Gambar 2 di atas, dapat dideskripsikan bahwa dana subsidi pendidikan
gratis di KSB mengalami peningkatan secara nominal. Data ini mencerminkan bahwa
pemda KSB memiliki komitmen cukup tinggi dalam pembiayaan pendidikan. Namun
demikian jika dilihat dari persentase APBD, maka anggaran pembiayaan pendidikan
mengalami penurunan tapi masih di atas standar minimal 20%. Meskipun masih di
atas 20%, permasalahannya adalah anggaran pendidikan tersebut termasuk
membiayai biaya operasional seperti gaji guru dan sejenisnya.
2.
Efektivitas Pembiayaan Pendidikan Tingkat dasar di KSB
a.
Efektivitas
Input Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/Mts
1)
Sumber
Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Dari
keseluruhan sampel, maka klasifikasi sumber pembiayaan pendidikan pada tingkat SD/MI
dan SMP/MTs adalah dari pemerintah pusat, pemda provinsi, pemda kabupaten, dan
pada beberapa sekolah juga bersumber dari orang tua murid dan komponen
masyarakat seperti PT Newmont, dll.
Untuk dana yang bersumber dari pemerintah pusat dan pemda KSB dialokasikan atau dipergunakan untuk ketiga
komponen pembiayaan yaitu biaya personal, investasi, dan personal. Sedangkan
dana yang bersumber dari pemprov, orang tua murid, dan masyarakat lebih banyak
digunakan untuk biaya investasi dan personal, meskipun juga di beberapa sekolah
sampel ditemukan untuk biaya personal secara tidak tertulis. Selengkapnya dapat
dicermati pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sumber Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs di KSB
Level
Sekolah
|
Sumber
Pembiayaan
|
||||
Pemerintah
Pusat (BOS)
|
Pemda
Provinsi (BSM)
|
Pemda
KSB
|
Orang
Tua Murid
|
Masyarakat
|
|
SD/MI
|
Biaya
Personal, Investasi, dan Operasional
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
SMP/
MTs
|
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
Biaya Personal, Investasi, dan Operasional
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
Biaya
Personal dan Investasi
|
2)
Besaran
Biaya Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Besaran
pembiayaan pendidikan di SD/MI dan SMP/MTs per siswa per tahun menurut
responden orang tua siswa dapat di klasifikasikan berdasarkan biaya investasi,
personal, dan operasional. Berdasarkan
angket yang disebarkan kepada 64 wali murid SD/MI dan hasil wawancara diperoleh
besaran biaya yang bervariasi antara sekolah yang berada dalam kota, pinggiran
kota, dan terpencil. Tabel 2 menunjukkan besaran dan perbandingan antara besaran biaya yang
ditanggung orang tua murid, pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), dengan
standar ideal yang dikeluarkan beberapa lembaga pendidikan.
Tabel 2. Besaran dan Perbandingan besaran biaya yang
dikeluarkan orang tua Murid dan Pemerintah per siswa per tahun untuk SD/MI dan
SMP/MTs di KSB.
Jenis
Biaya
|
SD/MI
|
SMP/MTs
|
||||
Kota
|
Pinggiran
|
Terpencil
|
Kota
|
Pinggiran
|
Terpencil
|
|
Personal
|
1,107,125
|
839,583
|
672,750
|
1,475.050
|
1.156,583
|
870,545
|
Investasi
|
175,938
|
69,792
|
25,000
|
360,742
|
175,030
|
93,435
|
Operasional
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Pemerintah (BOS, BSM Prov, Subsidi Kab.)
|
636,996
|
1.015.000
|
||||
Standar
BSNP
|
1.300.000
|
2.700.000
|
||||
Balitbang
Kemendiknas
|
1.864.000
|
2.771.000
|
||||
ICW
|
1.800.000
|
2.700.000
|
Data
Tabel 2 menunjukkan bahwa masih banyak biaya yang ditanggung
oleh orang tua murid. Namun demikian, antara wilayah berbeda rata-rata
nominalnya yang disebabkan oleh kebutuhan dan sumber ekonomi yang berbeda. Yang
menarik adalah biaya investasi masih dibebankan kepada orang tua murid baik
secara langsung maupun tidak langsung. Biaya tersebut juga menunjukkan masih
dibawah standar ideal baik dari ICW, BSNP, maupun Balitbang Kemendiknas. Data ini menunjukkan bahwa biaya
pendidikan khususya terkait biaya personal maupun investasi belum mencerminkan
kebermutuan pendidikan.
b.
Implementasi
Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
1)
Realisasi
Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Dari angket yang disebarkan kepada 32 SD/MI dan 12 SMP/MTs teridentifikasi
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dalam proses pelaksanaan pembiayaan pendidikan mulai persiapan, proses,
dan pelaporan pembiayaan pendidikan. Selengkapnya dapat dicermati pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3.
Rangkuman Efektivitas Proses Implementasi Pembiayaan Pendidikan
SD/MI
|
SMP/MTs
|
|||
Ya (%)
|
Tidak (%)
|
Ya (%)
|
Tidak (%)
|
|
Mengambil
data sasaran pembiayaan oleh sekolah sendiri
|
93.75
|
6.25
|
100.0
|
0.00
|
Menerima
data sasaran pembiayaan pendidikan dari Dikpora KSB
|
53.13
|
46.88
|
58.33
|
41.67
|
Menerima
data sasaran pembiayaan pendidikan dari BPS Kab.
|
6.25
|
93.75
|
8.33
|
91.67
|
Tidak
ada kriteria penentuan siswa sebagai sasaran pembiayaan
|
81.25
|
18.75
|
91.67
|
8.33
|
Memperhatikan
kondisi sosekosiswa sebagai kriteria pembiayaan
|
68.75
|
31.25
|
66.67
|
33.33
|
Memperhatikan
jumlah anak dalam sekolah sebagai kriteria
|
93.75
|
6.25
|
100.0
|
0.00
|
Memperhatikan
letak geografis anak sebagai kriteria
|
31.25
|
68.75
|
25.00
|
75.00
|
Mendapatkan
pembekalan dari Dinas Dikpora tentang pembiayaan
|
93.75
|
6.25
|
100.0
|
0.00
|
Dinas
Dikpora dalam memfasilitasi Pengelolaan pembiayaan
|
75.00
|
25.00
|
58.33
|
41.67
|
Pelaksanaan
pembiayaan sesuai ketentuan (pedoman)
|
84.38
|
15.63
|
75.00
|
25.00
|
Melakukan
sosialisasi pembiayaan kepada warga sekolah
|
71.88
|
28.13
|
100.0
|
0.00
|
Siswa
sebagai sasaran sosialiasi pembiayaan pendidikan
|
68.75
|
31.25
|
83.33
|
16.67
|
Guru
sebagai sasaran sosialiasi pembiayaan pendidikan
|
81.25
|
18.75
|
100.0
|
0.00
|
Orang
tua siswa dijadikan sasaran
sosialisasi
|
12.50
|
87.50
|
16.67
|
83.33
|
Masyarakat
umum dijadikan sasaran sosialisasi
|
6.25
|
93.75
|
0.00
|
100.0
|
Sosialisasi
melalui pertemuan formal
|
93.75
|
6.25
|
83.33
|
16.67
|
Sosialisasi
melalui pertemuan informal
|
37.50
|
62.50
|
16.67
|
83.33
|
Sosialisasi
pembiayaan pendidikan melalui media massa
|
0.00
|
100
|
0.00
|
100
|
Tidak
ada media sosialisasi pembiayaan pendidikan
|
28.13
|
71.88
|
25.00
|
75.00
|
Pembiayaan
pendidikan ditungkan dalam RPS/RAPBS
|
90.63
|
9.38
|
100.0
|
0.00
|
Pembiayaan
pendidikan teradministrasi dengan baik
|
84.38
|
15.63
|
91.67
|
8.33
|
Di monitoring
oleh Dinas Dikpora provinsi NTB
|
6.25
|
93.75
|
8.33
|
91.67
|
Di
monitoring oleh Inspektorat KSB dan atau Prov. NTB
|
6.25
|
93.75
|
8.33
|
91.67
|
Di
monitoring oleh Dinas Dikpora KSB
|
34.38
|
65.63
|
41.67
|
58.33
|
Di
monitoring oleh pengawas sekolah
|
62.50
|
37.50
|
83.33
|
16.67
|
Di
monitoring oleh Orang Tua Siswa
|
9.38
|
90.63
|
0.00
|
100
|
Di
monitoring oleh kelompok masyarakat
|
3.13
|
96.88
|
0.00
|
100
|
Sasaran
monev adalah kelengkapan dan
keakuratan data
|
65.63
|
34.38
|
66.67
|
33.33
|
Sasaran
Monev adalah konsistensi pelaksanaan
|
78.13
|
21.88
|
91.67
|
8.33
|
Dimonitoring terhadap
ketersediaan sumber daya
|
9.38
|
90.63
|
25.00
|
75.00
|
Membuat
laporan pelaksanaan pembiayaan pendidikan
|
90.63
|
9.38
|
100
|
0.00
|
Laporan
mendapatkan feedback dari dinas Dikpora KSB
|
9.38
|
90.63
|
8.33
|
91.67
|
Sekolah
mendapatkan sanksi jika tidak membuat laporan
|
87.50
|
12.50
|
25.00
|
75.00
|
Berdasarkan
data Tabel 3 tersebut, menggambarkan beberapa hal yang masih perlu
pembenahan antara lain intensitas kemitraan sekolah dengan instansi lain
seperti BPS, sosialisasi yang melibatkan orang tua murid dan masyarakat,
sosialisasi melalui media massa, kriteria penentuan pembiayaan pendidikan
dengan memperhatikan letak geografis,kondisi sosial ekonomi, intensitas
monitoring, dan pemberian feedback secara langsung dan cepat. Jika
dikategorikan berdasarkan letak sekolah, maka keseluruhan proses tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 4.
Pengelompokan Skor Efektivitas Proses Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan SD/MI
dan SMP/MTs di KSB
Level sekolah
|
Dalam kota
|
Pinggiran Kota
|
Terpencil
|
|||
% capaian
|
Ideal
|
% capaian
|
Ideal
|
% capaian
|
ideal
|
|
SD/MI
|
81.25
|
75.00
|
66.67
|
75.00
|
50.00
|
75.00
|
SMP/MTs
|
75.00
|
75.00
|
25.00
|
75.00
|
25.00
|
75.00
|
Tabel
4 mencerminkan bahwa konsistensi pelaksanaan masih terfokus di dalam kota. Hal ini terjadi dikarenakan akses informasi lebih
cepat dan mudah dijangkau oleh pengambil kebijakan.
2)
Realisasisi
Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
Berdasarkan kuesioner yang disebarkan, ditemukan bahwa
komponen-komponen yang dibiayai sekolah dari subsidi pemerintah baik dari dana
BOS, Beasiswa siswa miskin (BSM) pemprov provinsi NTB, dan subsidi pendidikan
gratis Pemerintah KSB maupun lainnya meliputi biaya investasi dan personal. Rincian realisasi pembiayaan pendidikan
disajikan dalam Tabel 5 berikut. Sebagai pembanding, juga disajikan data
pengeluaran orang tua murid terhadap komponen-komponen pembiayaan pendidikan
tersebut.
Tabel 5.
Komponen-Kompoenen Pembiayaan Pendidikan SD/MI dan SMP/MTs
No
|
Bentuk Pengeluaran
|
% untuk SD/MI
|
% untuk SMP/MTs
|
||||||||||
Sumber Pembiayaan (Rs= Kepala Sekolah)
|
Rs = ORT
|
Sumber Pembiayaan (Rs= Kepala Sekolah)
|
Rs = ORT
|
||||||||||
PPT
|
PRV
|
PKB
|
ORT
|
MSY
|
PPT
|
PRV
|
PKB
|
ORT
|
MSY
|
||||
Uang saku/jajan
|
6
|
-
|
9
|
97
|
-
|
100
|
58
|
100
|
75
|
58
|
-
|
100
|
|
2
|
Pembelian
sepatu sekolah
|
3
|
6
|
6
|
84
|
-
|
100
|
50
|
33
|
42
|
42
|
-
|
100
|
3
|
Pembelian
tas sekolah
|
-
|
6
|
6
|
100
|
-
|
100
|
42
|
33
|
33
|
0
|
-
|
100
|
4
|
Uang
pangkal
|
3
|
-
|
-
|
100
|
-
|
100
|
58
|
42
|
67
|
8
|
-
|
100
|
5
|
Les
di sekolah oleh guru
|
100
|
|
|
94
|
-
|
44
|
100
|
42
|
50
|
17
|
-
|
44
|
6
|
Pakaian/
sepatu olah raga
|
-
|
-
|
44
|
84
|
-
|
100
|
67
|
33
|
42
|
0
|
-
|
100
|
7
|
Iuran
rutin sekolah
|
97
|
-
|
69
|
-
|
-
|
25
|
100
|
33
|
50
|
8
|
-
|
25
|
8
|
Transportasi
ke sekolah
|
56
|
-
|
47
|
91
|
-
|
100
|
83
|
50
|
42
|
8
|
-
|
100
|
9
|
Sumbangan
incidental
|
19
|
-
|
22
|
38
|
-
|
59
|
75
|
0
|
50
|
17
|
-
|
59
|
10
|
Buku
pelajaran/LKS
|
97
|
-
|
72
|
-
|
-
|
85
|
100
|
42
|
58
|
8
|
-
|
85
|
11
|
Biaya
karyawisata
|
19
|
-
|
28
|
72
|
-
|
56
|
100
|
33
|
33
|
8
|
-
|
56
|
12
|
Kursus/
les luar sekolah
|
6
|
-
|
6
|
94
|
-
|
34
|
67
|
58
|
33
|
0
|
-
|
34
|
13
|
Kegiatan
ekstra-kurikuler
|
88
|
-
|
69
|
-
|
-
|
53
|
100
|
50
|
67
|
0
|
-
|
53
|
14
|
Pembeel. buku/alat tulis
|
94
|
-
|
63
|
25
|
-
|
100
|
100
|
50
|
42
|
0
|
-
|
100
|
15
|
Pakaian
seragam sekolah
|
3
|
-
|
9
|
97
|
-
|
100
|
0
|
67
|
58
|
0
|
-
|
100
|
16
|
Ulangan/
ujian/ TPB
|
81
|
-
|
78
|
-
|
-
|
22
|
100
|
50
|
50
|
0
|
-
|
22
|
17
|
Remedial/pengayaan
|
91
|
-
|
91
|
-
|
-
|
41
|
100
|
67
|
42
|
33
|
-
|
41
|
18
|
Peningkatan mutu guru
|
91
|
-
|
91
|
-
|
9
|
-
|
83
|
58
|
42
|
8
|
-
|
-
|
19
|
Untuk
guru honorer
|
91
|
-
|
78
|
-
|
13
|
-
|
100
|
33
|
50
|
25
|
-
|
-
|
20
|
Insentif tambahan guru
|
100
|
-
|
75
|
-
|
13
|
-
|
100
|
33
|
42
|
58
|
-
|
-
|
21
|
Biaya pemeliharaan
|
53
|
-
|
47
|
-
|
-
|
-
|
83
|
42
|
33
|
42
|
-
|
-
|
22
|
Perangkat pembelajaran
|
56
|
-
|
50
|
-
|
13
|
-
|
100
|
50
|
58
|
0
|
-
|
-
|
23
|
Jasa (telpon/ air/lainnya)
|
78
|
-
|
69
|
-
|
-
|
-
|
100
|
0
|
33
|
8
|
-
|
-
|
24
|
ATK sekolah
|
94
|
-
|
94
|
-
|
-
|
-
|
100
|
67
|
50
|
17
|
-
|
-
|
25
|
Penelitian untuk guru
|
13
|
-
|
9
|
-
|
-
|
-
|
33
|
50
|
42
|
0
|
-
|
-
|
26
|
Penyusunan RPS/RAPBS
|
88
|
-
|
94
|
-
|
-
|
-
|
42
|
58
|
42
|
8
|
-
|
-
|
27
|
Biaya guru berprestasi
|
72
|
-
|
31
|
-
|
-
|
-
|
33
|
42
|
67
|
8
|
-
|
-
|
28
|
Biaya siswa berprestasi
|
59
|
-
|
69
|
-
|
-
|
-
|
33
|
50
|
67
|
17
|
-
|
-
|
Ket: PPT: Pusat, PRV: Provinsi, PKB: Kabupaten, ORT: Orang Tua,
MST: Masyarakat
|
Data
pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa biaya yang banyak mendominasi adalah biaya
untuk keperluan keseharian guru dan pegawai seperti minum, dan sejenisnya.
Namun demikian, di beberapa sekolah juga mengalokasikan dana untuk keperluan
penunjang pembelajaran lainnya seperti untuk les siswa, pembelian atribut
sekolah, pembelian perlengkapan olah raga, dan sejenisnya. Meskipun
komponen-kompoenen tersebut sudah dibebankan melalui dana dari pemerintah namun
dalam kenyataan masih menjadi beban orang tua murid khususnya yang berkenanan
dengan biaya personal dan investasi. Di samping itu, biaya investasi juga masih
dibebankan kepada orang tua murid baik secara langsung maupun tidak langsung
seperti biaya les, biaya remedial, ulangan, dan lainnya. Yang menarik dari
temuan ini adalah terjadinya tumpang tindih pembiayaan pendidikan baik yang
bersumber dari BOS, BSM Pemprov, maupun dari subsidi pendidikan gratis pemda
KSB. Dana-dana personal dan investasi dialokasikan untuk membiayai komponen
biaya yang sama didanai oleh pemerintah pusat maupun pemda. Kondisi ini jika
dicermati dari sistem perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas menjadi kurang
baik.
c.
Efektivitas
Output Pembiayaan Pendidikan SD/MI
Pada
bagian ini akan disajikan kondisi output pembiayaan pendidikan yang dilihat
dari tiga aspek yaitu keberadaan dan pendayagunaan fasilitas PBM, kualitas PBM,
dan hasil UASBN SD serta UN SMP.
1)
Ketersediaan, Kebermanfaatan,
dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran SD/MI dan SMP/MTs
Keberadaan
kelengkapan pembelajaran ditampilkan sebagai output pembiayaan pendidikan,
karena keberadaan unsur tersebut disebabkan oleh adanya pengeluaran untuk
mendatangkannya. Dalam konteks lain seperti keseluruhan proses pembelajaran,
keberadaan fasilitas ditempatkan sebagai input PBM. Tabel 6 kelengkapan
pembelajaran untuk SD/MI dan Tabel 7 untuk SMP/MTs
Berdasarakan
data Tabel 6, menunjukkan bahwa unsur-unsur yang dirasakan belum banyak
tersedia dan jumlahnya kurang khususnya pada wilayah pinggiran kota dan
terpencil adalah panduan pengembangan mulok, panduan pembelajaran, panduan
manajemen, modul, panduan supervisi klinis, mobile untuk perpustakaan dan ruang
kepala sekolah, generator, dan kelengkapan lainnya.
Tabel 7.
Ketersedian, Kebermanfaatan, dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran pada
Sekolah Dasar di Kabupaten Sumbawa Barat
No
|
Jenis perlengkapan
|
Telah tersedia
|
Dimanfaatkan
|
Jumlah Mencukupi
|
|||
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
||
Buku kurikulum
|
0
|
100
|
0
|
100
|
6
|
94
|
|
2.
|
Panduan
kurikulum Mulok
|
88
|
13
|
88
|
13
|
100
|
0
|
3.
|
Contoh Bank Soal
|
6
|
94
|
13
|
88
|
38
|
63
|
4.
|
Panduan supervise klinis
|
6
|
94
|
3
|
97
|
3
|
97
|
5.
|
Buku paket siswa
|
0
|
100
|
0
|
100
|
25
|
75
|
6.
|
Buku pedoman untuk guru
|
0
|
100
|
53
|
47
|
38
|
63
|
7.
|
Buku pedoman mengajar
|
16
|
84
|
22
|
78
|
25
|
75
|
8.
|
Buku-buku perpustakaan
|
31
|
63
|
38
|
56
|
16
|
84
|
9.
|
Panduan manajemen
|
44
|
56
|
63
|
38
|
56
|
44
|
10.
|
Audio Visual
|
44
|
56
|
38
|
63
|
63
|
38
|
11.
|
Mobile untuk perpustakaan
|
88
|
13
|
94
|
6
|
94
|
6
|
12.
|
Mobile untuk ruang KS
|
88
|
13
|
88
|
13
|
88
|
13
|
13.
|
Generator
|
75
|
25
|
88
|
13
|
88
|
13
|
14.
|
Radio kaset
|
13
|
88
|
25
|
75
|
44
|
56
|
15.
|
Slide projector
|
25
|
75
|
25
|
75
|
44
|
56
|
16.
|
Modul: Petunjuk untuk guru
|
25
|
75
|
25
|
75
|
88
|
13
|
17.
|
Ruang perpustakaan/rehab
|
44
|
56
|
44
|
56
|
63
|
38
|
Di
samping SD/MI, nampaknya kondisi yang sama juga dialami pada tingkat SMP/MTs
(lihat Tabel 7).Kelengkapan-kelengkapan tersebut disamping tidak tersedia tapi
juga kurang dari sisi jumlah dan banyak yang tidak dimanfaatkan oleh
sekolah. Hal ini banyak disebabkan oleh komitmen, kompetensi, dan
kinerja pelaku pendidikan di tingkat pelaksana (sekolah).
Tabel 7.
Ketersedian, Kebermanfaatan, dan Kecukupan Kelengkapan Pembelajaran pada
SMP/MTs di Kabupaten Sumbawa Barat
No
|
Jenis perlengkapan
|
Telah tersedia
|
Dimanfaatkan
|
Jumlah Mencukupi
|
|||
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
||
1.
|
Buku
kurikulum
|
-
|
100
|
-
|
100
|
17
|
83
|
2.
|
Panduan kurikulum
Mulok
|
100
|
-
|
100
|
-
|
100
|
-
|
3.
|
Contoh
tes bank data
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
4.
|
Panduan
supervise klinis
|
67
|
33
|
58
|
42
|
67
|
33
|
5.
|
Buku
paket siswa
|
25
|
75
|
58
|
42
|
25
|
75
|
6.
|
Buku
pedoman untuk guru
|
75
|
25
|
67
|
33
|
75
|
25
|
7.
|
Buku
pedoman mengajar
|
92
|
8
|
75
|
25
|
92
|
8
|
8.
|
Buku-buku
perpustakaan
|
17
|
83
|
67
|
33
|
67
|
33
|
9.
|
Panduan
manajemen
|
92
|
8
|
67
|
33
|
92
|
8
|
10.
|
Audio
Visual
|
33
|
67
|
25
|
75
|
67
|
33
|
11.
|
Mobile
untuk perpustakaan
|
25
|
75
|
58
|
42
|
67
|
33
|
12.
|
Mobile
untuk ruang KS
|
33
|
67
|
33
|
67
|
33
|
67
|
13.
|
Generator
|
67
|
33
|
67
|
33
|
67
|
33
|
14.
|
Radio
kaset
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
15.
|
Slide
projector
|
-
|
100
|
-
|
100
|
17
|
83
|
16.
|
Modul:
Petunjuk untuk guru
|
17
|
83
|
17
|
83
|
83
|
17
|
17.
|
Ruang
perpustakaan/rehab
|
17
|
83
|
17
|
83
|
50
|
50
|
2)
Kualitas
Proses Pembelajaran di SD/MI dan SMP/MTs
Disamping
keberadaan fasilitas penunjang PBM sebagai output pembiayaan pendidikan, kajian
ini juga berupaya mengungkapkan kualitas PBM di sekolah. Selengkapnya dapat dicermati pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Pengalaman
Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran di SD/MI dan SMP/MTs
No
|
Pengalaman
|
SD/MI
|
SMP/MTs
|
||||||
BP
|
KK
|
SR
|
SL
|
BP
|
KK
|
SR
|
SL
|
||
1.
|
Guru
menyusun silabus dan RPP
|
0
|
6
|
22
|
72
|
0
|
8
|
33
|
58
|
2.
|
Guru
mengajar dengan disiplin dan komitmen tinggi
|
0
|
6
|
47
|
47
|
0
|
17
|
42
|
42
|
3.
|
Tukar informasi sesama guru/KS/Pengawas
ttng pembelaj.
|
19
|
56
|
19
|
6
|
42
|
42
|
17
|
0
|
4.
|
Pembelajaran
memperhatikan kemampuan individu siswa
|
13
|
56
|
25
|
6
|
25
|
50
|
17
|
8
|
5.
|
Pembelajaran dilakukan secara
interaktif
|
9
|
63
|
25
|
3
|
17
|
50
|
17
|
17
|
6.
|
Pembelajaran menggunakan alat
dan media pembelajaran.
|
9
|
72
|
19
|
0
|
17
|
58
|
25
|
0
|
7.
|
Penilaian berbasis kelas
|
9
|
75
|
16
|
0
|
33
|
42
|
17
|
8
|
8.
|
Pembelajaran
dengan menggunakan handout/diktat
|
9
|
69
|
19
|
3
|
31
|
46
|
15
|
8
|
9.
|
Pembelajaran
dengan menggunakan lembar kerja siswa
|
3
|
81
|
16
|
0
|
17
|
50
|
17
|
17
|
10.
|
Pendekatan Pembelajaran terpadu
|
38
|
63
|
0
|
0
|
17
|
67
|
8
|
8
|
11.
|
Pembelajaran
berbasis kebutuhan siswa/lingkungan
|
34
|
63
|
3
|
0
|
25
|
50
|
17
|
8
|
12.
|
Pembelajaran berbasis masalah
|
28
|
69
|
3
|
0
|
50
|
50
|
0
|
0
|
13.
|
Pembelajaran menggunakan model
portofolio
|
44
|
53
|
3
|
0
|
58
|
42
|
0
|
0
|
14.
|
Pembelajaran
dengan mengelompokkan secara heterogen
|
9
|
50
|
34
|
6
|
17
|
50
|
33
|
0
|
15.
|
Melakukan pembaharuan
pembelajaran (misalnya PTK)
|
47
|
53
|
0
|
0
|
50
|
50
|
0
|
0
|
16.
|
Memberikan
pengayaan untuk siswa yang cepat belajar
|
50
|
47
|
3
|
0
|
33
|
58
|
8
|
0
|
17.
|
Memberikan
remedial untuk siswa yang lambat belajar
|
3
|
44
|
41
|
13
|
0
|
33
|
33
|
33
|
18.
|
Pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar
|
25
|
56
|
19
|
0
|
33
|
42
|
17
|
8
|
19.
|
Memanfaatkan siswa yang lebih
pandai sebagai tutor
|
19
|
63
|
13
|
6
|
8
|
33
|
33
|
25
|
Ket: BP: Belum
Pernah, KK: Kadang-Kadang, SR: Sering, dan SL: Selalu
|
Beberapa komponen pembelajaran yang belum banyak dilakukan adalah
pengembangan model pembelajaran portofolio, pembelajaran dengan menggunakan handout/diktat,
penilaian berbasis kelas, pembelajaran menggunakan pendekatan terpadu,
dan pembelajaran berbasis masalah, pengembangan diri melalui PTK. Hal ini
disinyalir disebabkan oleh kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
guru sebagai akibat dari pola pikir dan sikap mental yang cenderung menunggu
(pasif).
3)
Tingkat
Kelulusan dan Rata-Rata Nilai UASBN SD/MI dan UN SMP/MTs
Tingkat
kelulusan dan nilai Ujian Akhir Sekolah Berbasis Nasional (UASBN) untuk SD/MI
dan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs merupakan indikator yang menjadi parameter
mutu pendidikan dewasa ini . Berdasarkan hasil kajian, secara kuantitatif jumlah peserta lulus mencapai 100
persen baik pada wilayah yang dikategorikan dalam kota, pinggiran kota maupun
daerah terpencil. Namun demikian jika dilihat dari nilai rata-rata UASBN
menunjukkan hasil berbeda (lihat tabel 9). Semakin lokasi sekolah berada di
pinggiran dan terpencil, hasilnya menunjukkan penurunan.
Tabel 9. Nilai
Rata-rata UASBN SD/MI dan UN SMP/MTs di
KSB tahun 2009/2010
Level Sekolah
|
Mata Pelajaran
|
Kategori Wilayah
|
||
Dalam Kota
|
Pinggiran Kota
|
Terpencil
|
||
SD/MI
|
Bahasa Indonesia
|
7.06
|
6.47
|
6.41
|
Matematika
|
6.96
|
5.63
|
4.69
|
|
IPA
|
7.28
|
6.76
|
5.86
|
|
Rata-Rata
|
7.12
|
6.28
|
5.65
|
|
SMP/MTs
|
Bahasa Inggris
|
6.48
|
6.95
|
6.96
|
Bahasa Indonesia
|
6.55
|
7.34
|
6.86
|
|
Matematika
|
6.79
|
7.48
|
7.36
|
|
IPA
|
6.67
|
7.77
|
7.13
|
|
Rata-Rata
|
6.62
|
6.62
|
7.38
|
Kondisi
yang berbeda terjadi pada jenjang SMP/MTs. Secara persentase di daerah
perkotaan menunjukkan kecenderungan menurun jika dibandingkan dengan daerah
pinggiran atau bahkan terpencil (72.77% dalam kota, 97.41% pinggiran kota,
dan 92.83% terpencil). Sedangkan dilihat
dari rata-rata UN menunjukkan hasil yang sama dengan persentase kelulusan. Hal ini bukan semata-mata karena faktor pembiayaan
pendidikan menjadi penyebabnya melainkan karena faktor lain yang terkait dengan
pelaksanaan UN itu sendiri.
3.
Uji Efektivitas Pembiayaan Pendidikan
a.
Perbedaaan Mutu SD/MI
Untuk menguji
efektivitas pembiayaan pendidikan dilihat dari indikator rata UASBN, maka
kajian ini dilanjutkan dengan uji ANOVA. Dengan bantuan komputer program SPSS diperoleh simpulan bahwa rata-rata hasil UASBN di SD/MI baik pada
wilayah kategori dalam kota, pinggiran kota, dan terpencil terdapat perbedaan
yang signifikan. Harga F hitung diperoleh nilai sebesar 11. 716 dengan nilai
uji signifikansi 0.00%. Untuk
mengetahui perbedaan masing-masing, maka dapat ditelusuri dengan menggunakan
uji Tukey.
Tabel 10. Rangkuman
Hasil Uji Tukey Rata-Rata UASBN SD/MI
Tukey HSD
|
|
|
Mean Difference
(I-J)
|
Std. Error
|
Sig.
|
95% Confidence
Interval
|
|
|
|||||||
(I) Kategori
Wilayah
|
(J) Kategori
Wilayah
|
|
|
|
Lower Bound
|
Upper Bound
|
|
Dalam kota |
|||||||
Pinggiran Kota
|
.8345
|
.2373
|
.004
|
.2461
|
1.4230
|
||
|
|||||||
Terpencil
|
1.5667
|
.3812
|
.001
|
.6215
|
2.5119
|
||
Pinggiran Kota |
|||||||
Dalam kota
|
-.8345
|
.2373
|
.004
|
-1.4230
|
-.2461
|
||
|
|||||||
Terpencil
|
.7321
|
.3947
|
.171
|
-.2464
|
1.7107
|
||
Terpencil |
|||||||
Dalam kota
|
-1.5667
|
.3812
|
.001
|
-2.5119
|
-.6215
|
||
Pinggiran Kota
|
-.7321
|
.3947
|
.171
|
-1.7107
|
.2464
|
Berdasarkan data tersebut,
dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.004 lebih kecil
dari 0.05. Ini artinya terdapat perbedaan antara nilai rata-rata UASBN antara
wilayah dalam kota dengan pinggiran kota. (b) Hasil uji
perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.001 lebih kecil dari 0.05. Ini
artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata UASBN antara wilayah
dalam kota dengan terpencil. (c) Hasil
uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.171 lebih besar dari 0.05.
Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang sifnifikan nilai rata-rata UASBN antara
wilayah pinggiran kota dengan terpencil.
b.
Perbedaan Mutu SMP/MTs
Seperti
halnya dengan di SD/MI, untuk menguji efektivitas pembiayaan pendidikan dilihat
dari indikator hasil UN juga dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA, diperoleh
hasil bahwa rata-rata hasil UASBN di SD/MI baik pada wilayah kategori dalam
kota, pinggiran kota, dan terpencil tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Harga F hitung diperoleh nilai sebesar 1.253 dengan nilai
uji signifikansi 0.331%. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing, maka dapat
ditelusuri dengan menggunakan uji Tukey.
Tabel
11. Rangkuman Hasil Uji Tukey Rata-Rata UN SMP/MTs
Tukey HSD
|
|
|
Mean Difference
(I-J)
|
Std. Error
|
Sig.
|
95% Confidence
Interval
|
|
|
|||||||
(I) Kategori
wilayah
|
(J) Kategori
wilayah
|
|
|
|
Lower Bound
|
Upper Bound
|
|
Dalam
kota |
|||||||
Pinggiran kota
|
-.7625
|
.4845
|
.305
|
-2.1153
|
.5903
|
||
|
|||||||
Terpencil
|
-.4525
|
.4845
|
.634
|
-1.8053
|
.9003
|
||
Pinggiran
kota |
|||||||
Dalam kota
|
.7625
|
.4845
|
.305
|
-.5903
|
2.1153
|
||
|
|||||||
Terpencil
|
.3100
|
.4845
|
.803
|
-1.0428
|
1.6628
|
||
Terpencil |
|||||||
Dalam kota
|
.4525
|
.4845
|
.634
|
-.9003
|
1.8053
|
||
|
|||||||
Pinggiran kota
|
-.3100
|
.4845
|
.803
|
-1.6628
|
1.0428
|
Berdasarkan data
tersebut, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (a) Terdapat perbedaan
rata-rata (mean deference) sebesar 0.762. Hasil uji perbedaan
menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.305 lebih besar dari 0.05. Ini artinya
tidak terdapat perbedaan antara nilai rata-rata UN antara dalam kota dengan
pinggiran kota. (b) Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu
0.634 lebih besar dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan nilai rata-rata UN antara wilayah dalam kota dengan terpencil.(c)
Hasil uji perbedaan menunjukkan nilai probabilitas yaitu 0.803 lebih besar
dari 0.05. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata
UN antara wilayah pinggiran kota dengan terpencil.
4.
Faktor Pendorong dan Penghambat
Pembiayaan Pendidikan
Hasil kajian baik
melalui angket maupun FGD terungkap juga beberapa kondisi baik yang bersifat
internal maupun eksternal sebagai penghambat dan sekaligus menjadi pendukung sistem
pembiayaan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat.
Tabel
12. Faktor penghambat dan Pendorong Pembiayaan Pendidikan di KSB
No
|
Sumber dan jenis
|
SD/MI
(N = 32)
|
SMP/MTs
(N = 12)
|
||
Pdr
|
Pht
|
Pdr
|
Pht
|
||
A
|
Sumber: Internal Sekolah
|
|
|
|
|
1
|
Jumlah anggaran pembiayaan pendidikan
|
0
|
100
|
0
|
100
|
2
|
Sumber pembiayaan pendidikan
|
6
|
94
|
17
|
83
|
3
|
Ketersediaan
pengelola keuangan dan kualifikasinya
|
0
|
100
|
0
|
100
|
4
|
Kompetensi dan
komitmen pengelola keuangan
|
0
|
100
|
0
|
100
|
5
|
Ketersediaan sarana prasarana
pengelolaan keungan
|
13
|
88
|
17
|
83
|
6
|
Penyusunan RPS/RAPBS
|
56
|
44
|
67
|
33
|
7
|
Manajemen pelaksanaan pengelolaan
keuangan
|
25
|
75
|
17
|
83
|
8
|
Transfaransi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan
|
50
|
50
|
17
|
83
|
9
|
Internal
monitoring yang tidak ada dan berfungsi
|
0
|
100
|
25
|
75
|
10
|
Administrasi dan pelaporan keuangan
sekolah
|
56
|
44
|
100
|
0
|
11
|
Kreativitas dalam mencari terobosan
|
6
|
94
|
25
|
75
|
12
|
Lainnya
|
38
|
63
|
50
|
50
|
B
|
Sumber: Eksternal Sekolah
|
|
|
|
|
1
|
Kebijakan
pembiayaan oleh pemerintah Pusat
|
100
|
0
|
100
|
0
|
2
|
Kebijakan
pembiayaan pendidikan oleh Pemprov
|
94
|
6
|
83
|
17
|
3
|
Kebijakan Pembiayaan pendidikan KSB
|
81
|
19
|
67
|
33
|
4
|
Kondisi geografis
|
88
|
13
|
33
|
67
|
5
|
Faktor sosial ekonomi masyarakat
|
41
|
59
|
33
|
67
|
6
|
Faktor sosial budaya masyarakat
|
41
|
59
|
25
|
75
|
7
|
Dukungan sarana
prasarana dari luar
|
100
|
0
|
92
|
8
|
8
|
Dana luar
seperti blok grant atau hibah internasional
|
84
|
16
|
100
|
0
|
9
|
Dunia usaha/industry
|
59
|
41
|
67
|
33
|
10
|
Lainnya
|
56
|
44
|
92
|
8
|
Ket: Pdr:
Pendorong, Pht: Penghambat
|
Berdasarkan Tabel 13
di atas, dapat dijelaskan bahwa baik pada tingkat SD/MI maupun SMP/MTs
ditemukan banyak hal yang bersifat internal dirasakan sebagai permasalahan
dalam pembiayaan pendidikan di sekolah. Kondisi yang menjadi perhatian
berdasarkan hasil kajian ini adalah masih minimnya jumlah anggaran, sumber
pembiayaan yang terbatas, pengelolaan yang belum dilaksanakan dengan baik,
manajemen pengelolaan yang masih rendah, ketersediaan sarana prasarana
manajemen pengelolaan keuangan, tidak ada dan berfungsinya sistem monitoring
termasuk pelaporan keuangan secara internal. Selain itu tidak dibolehkannya
sekolah untuk memungut biaya menyebabkan sekolah merasa tidak mampu
menyediakan pelayanan yang bermutu. Demikian juga terkait dengan ketersediaan
tenaga pengelola keuangan, hampir di semua sekolah tidak memiliki tenaga
tersebut dengan kualifikasi yang memadai. Dalam hal pengelolaan keuangan,
sekolah juga masih dihadapkan pada sistem manajemen yang pengelolaan keuangan
yang masih tertutup.
Secara eksternal
meliputi sosiokultural masyarakat yang cenderung bersifat apriori terhadap
sekolah. Kebijakan pemerintah khususnya pemda KSB di satu sisi menjadi faktor
kekuatan namun pada dimensi lain menjadi permasalahan yang dihadapi sekolah
ketika berhadapan dengan masyarakat. Pemahaman sebagian besar orang tua atau
masyarakat bahwa dengan pendidikan gratis maka semua terbebas dari pembiayaan
pendidikan. Akibatnya sekolah tidak memiliki peluang untuk memungut biaya
pendidikan meskipun mengalami kekurangan. Temuan yang cukup menarik adalah
subsidi pendidikan baik dari pemrov maupun pemda Kabupaten bagi beberapa
sekolah justru menghambat kreativitas dalam mengembangkan sekolah. Alasannya
karena dengan bantuan subsidi mengakibatkan sekolah tidak berani mencari
terobosan namun disisi lain masih dihadapkan pada kekurangan pembiayaan
pendidikan.
Meskipun ditemukan
banyak permasalahan dalam pembiayaan pendidikan, namun juga diperoleh sejumlah
faktor sebagai pendorong atau pendukung pelaksanaan pembiayaan pendidikan baik
yang sifatnya internal maupun eksternal. Kebijakan atau komitmen pemda
merupakan faktor kekuatan dalam pembiayaan pendidikan di sekolah, kemampuan
dalam penyusunan RPS atau RAPBS. Di
beberapa sekolah juga mendapatkan dukungan dari dunia usaha dan industri
menjadi faktor kekuatan. Untuk daerah perkotaan dan
sebagian pinggiran kota juga dianggap sebagai faktor kekuatan karena lebih
dekat dengan sumber pembiayaan meskipun tidak memungut biaya.
5.
Alternatif Perbaikan Kebijakan
Menawarkan solusi
mengharuskan peneliti menengok kondisi dan permasalahan sehinga tawaran solusi
menyentuh akar persoalan bukan karena keinginan. Oleh karena itu, berdasarkan
kajian efektivitas pembiayaan pendidikan di KSB sebagaimana dipaparkan di
atas, maka dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan alternatif untuk memperbaiki
dan mengoptimalkannya, antara lain:
a. Dalam
penyusunan anggaran pendidikan seyogyanya ada sinergi antara pemerintahan
Kabupaten Sumbawa Barat dan Provinsi serta Pusat untuk penyusunan
program-program dalam penyelenggaraan pendidikan beserta biaya yang
menyertainya;
b. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa berbagai hal yang berkaitan dengan besar kecilnya
biaya pendidikan, terutama pada tingkat satuan pendidikan, berhubungan dengan
berbagai indikator mutu pendidikan seperti mutu PBM, ketersediaan sarana
prasarana, nilai UN, dan lainnya. Oleh sebab itu, dalam konteks perencanaan
pembiayaan pendidikan, pemahaman tentang berbagai aspek pembiayaan pendidikan
sangatlah penting. Pemahaman dimaksud merentang dari hal-hal yang sifatnya
mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), antara lain meliputi
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya,
efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, dan akuntabilitas hasilnya yang
diukur dari perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif yang terjadi pada
semua tataran, khususnya di tingkat sekolah;
c. Langkah
penting juga yang mesti dibenahi adalah melakukan perubahan paradigma
pembiayaan pendidikan baik yang bersifat
mikro maupun makro dari paradigma konsumsi menjadi investasi;
d. Untuk
mendapatkan keadilan, khususnya bagi masyarakat terpencil dan atau miskin,
maka pemda KSB secara khusus mengalokasikan beasiswa bagi anak dari dari
daerah terpencil dana atau keluarga miskin. Atau juga meringankan beban biaya
pendidikan bagi sebagian siswa (dari keluarga miskin) melalui subsidi silang
pembiayaan pendidikan dari siswa yang berstatus sosial ekonomi lebih tinggi.
e. Untuk
kelancaran perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas dana subsidi pendidikan
gratis dan BSM Pemprov, seyogyanya dana-dana personal dan investasi tidak
dialokasikan untuk membiayai komponen biaya yang sama didanai oleh pemerintah
pusat melalui dana bos atau program lainnya;
f. Besarnya
biaya yang harus dikeluarkan orang tua murid untuk membiayai pendidikan dasar
di KSB, seyogyanya pemda KSB memenuhi standar ideal pembiayaan pendidikan dengan
memperhatikan unit cost setiap anak per tahun, khususnya yang terkait dengan
biaya personal dan investasi. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih leluasa
dalam memenuhi kebutuhan peyelenggaraan pendidikan yang lebih bermutu;
g. Mengingat
besarnya biaya yang harus ditanggung oleh sekolah sementara jumlah anggaran
secara keseluruhan sangat terbatas, maka seyogyanya pemerintah daerah
Kabupaten Sumbawa Barat memberikan keleluasan kepada sekolah untuk mencari
terobosan sendiri sesuai dengan prinsip
MBS (misalnya dengan menjalin hubungan kerjasama dengan dunia industri atau stakeholders
lainnya untuk turut membiayai pendidikan). Pembiayaan dari dunia industri atau
stakeholders lainnya dapat dialokasikan secara khusus untuk membiaya
komponen atau item tertentu dalam biaya personal atau biaya investasi. Hal ini
berarti bahwa kebijakan pemberian
subsisdi pendidikan sedapat
mungkin ditempatkan sebagai upaya pemberdayaan, memotivasi, tidak represif
sehingga sekolah dapat mandiri sesuai dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
h. Untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pembiayaan
pendidikan, sekolah di KSB seyogyanya menyusun rencana pembiayaan pendidikan
dengan melibatkan stakeholder pendidikan, menggunakan biaya dengan
prinsip transparan, dan melakukan akuntabilitas pendidikan bersama dengan stakeholder
khususnya orang tua murid.
i.
Untuk
kelancaran pengelolaan pembiayaan pendidikan pada level sekolah (mikro),
seyogyanya pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai pihak yang
memiliki kewenangan pokok dalam penyelengaraan pendidikan dasar membuat
pedoman perencanaan, penggunaan, dan akuntabilitas biaya di tingkat sekolah.
j.
Untuk
kepentingan perencanaan, penggunaan dan akuntabilitas pembiayaan pendidikan
yang lebih baik di sekolah, sebaiknya sekolah menggunakan prinsip
transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sehingga setiap dana yang
dimiliki dapat dikelola dengan lebih baik;
k. Untuk mendapatkan manfaat biaya yang lebih baik, sekolah
sebaiknya membuat peta pembiayaan dengan alokasi utama pada dukungan penyelenggaran
KBM yang efektif. Penggunaan anggaran pendidikan perlu direncanakan
berdasarkan prioritas yang langsung bersentuhan dengan peningkatan mutu
pendidikan, seperti pengembangan pembelajaran Inovatif, pengembangan ABP berbasis potensi
lingkungan, pengembangan bahan ajar, remedial dan pengayaan, penulisan karya ilmiah remaja,
ekstrakurikuler dan sejenisnya.
l.
Untuk
kelancaran pengelolaan keuangan sekolah, pihak sekolah perlu mengupdate
kemampuannya dalam mengelola keuangan, khususnya dalam kemampuan wirausaha dan
berbagai informasi kebijakan pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat, propinsi, maupun pemda KSB.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil
pengumpulan data dan analisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Pemenuhan
biaya pendidikan SD/MI dan SMP/MTs di kabupaten Sumbawa Barat ditanggung oleh
pemerintah baik pusat (BOS), pemprov (BSM), maupun Pemda Kabupaten Sumbawa
Barat (Subsidi pendidikan gratis).
Namun demikian, dukungan ini baru mencapai kondisi minimal, belum untuk
mendukung penyelenggaraan sekolah yang bermutu. (2) Proses pembiayaan pendidikan tingkat
sekolah di KSB mulai dari persiapan sampai pelaporan sudah dilaksanakan, namun
pada beberapa tahapan tidak terlaksana dengan optimal. Komponen-komponen
pembiayaan pendidikan di sekolah masih berkisar pada biaya investasi,
personal, dan operasional. (3) Output pembiayaan pendidikan di KSB menunjukkan
bahwa (a) dilihat dari ketersediaan sarana prasarana, pada beberapa sekolah
sudah tersedia namun jumlahnya terbatas, kondisi kurang baik, dan kurang
dimanfaatkan. (b). Dilihat dari kualitas PBM, pembelajaran yang berkualitas
sudah diupayakan namun belum optimal. (c) dilihat dari hasi UASBN untuk SD/MI
menunjukkan bahwa tingkat kelulusan relatif sama antara tiga kategori wilayah
namun dari nilai rata-rata UASBN terdapat perbedaan yang signifikan. Untuk hasil UN SMP/MTs menunjukkan kondisi
terbalik dimana persentase kelulusan justru pinggiran lebih baik dibandingkan
dengan dalam kota dan wilayah terpencil. (4) Teridentifikasi sejumlah faktor sebagai pendorong
namun dalam sisi lain menjadi penghambat pembiayaan pendidikan di SD/MI dan
SMP/MTs (dapat dicermati pada deskripsi hasil di atas). (5) Terhadap hasil temuan penelitian, maka
direkomendasikan alternatif perbaikan sebagaimana yang direkomendasikan dalam
kajian ini.
Dari temuan-temuan
penelitian ini, maka ada beberapa implikasi terhadap kebijakan penganggaran
pendidikan di KSB, antara lain: (1) Informasi tentang besaran dan komponen pembiayaan pendidikan dasar sangat
penting untuk merumuskan bentuk kebijakan yang akan diambil (baik pemerintah
pusat, Provinsi NTB, maupun KSB). Rumusan kebijakan yang direkomendasikan di
atas dapat dijadikan sebagai pegangan dalam rangka efesiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan dasar. Fokus pembiayaan yang ditawarkan dapat
dilakukan dan disesuaikan dengan karakteristik
setiap sekolah berdasarkan
permasalahan yang dihadapinya. (2) Pemerintah
(Pusat, Provinsi, dan KSB) perlu membangun sistem kerjasama yang terpadu
antara pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan pembiayaan pendidikan (bersinergi) secara terprogram dan kontinyu,
seperti dunia industri, kelompok orang tua murid, LSM, kelompok masyarakat dan
stakeholders lainnya.
Daftar Pustaka
Anonim, (2008). Pembiayaan
Pendidikan. Diambil pada tanggal 12 oktober 2008 dari http//www.mbs-sd.org.
Arcaro, J.S. (2006). Pendidikan
berbasis mutu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
BPPS NTB. (2009). Nusa Tenggara
Barat dalam angka. Mataram: BPPS NTB
BSNP. (2009). Standar pembiayaan pendidikan. Diambil dari http://bsnp-indonesia.org/id/ pada tanggal 15 Juni 2011.
Depdiknas. (2002). Data
dan indikator untuk penyusunan program pembangunan. Jakarta: Pusat data
dan Informasi Pendidikan
Dinas Dikpora NTB. (2008). Profil
pendidikan Provinsi NTB. Mataram: Dinas Dikpora NTB
Fatah,
N. (2000). Ekonomi dan pembiayaan
pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi
daerah. Yogyakarta: Adi Cita.
Margono. (2008). Hubungan
antara alokasi anggaran pendidikan dengan mutu pendidikan jenjang SMP (Studi
Kasus di SMP Kabupaten Purworejo). Yogyakarta: FE UGM
Miles, M.S., & Huberman, A.M. (1984). Qualitative data analysis: A sourcebook of
mew methode. Baverly Hills: Sage Publications.
Mulyasa,
E. (2002). Manajemen berbasis sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permen
No 69 tahun 2009 tentang Standar biaya
pendidikan.
Slamet, PH. (2008) Desentralisasi pendidikan di Indonesia.
Jakarta: Proyek DBEP-ADB Pendidikan Dasar Depdiknas.
Slamet. PH. (2008). Pengembangan
kapasitas pendidikan kabupaten (makalah). Sumbawa: DBEP-ADB Sumbawa
Stufflebeam, D.L., H McKee, dan B McKee. (2003). The CIPP Model for evaluation. Portland: Oregon.
Sugiyono. (2001). Statistik
untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Supriadi, D. (2004). Satuan
biaya pendidikan dasar dan menengah. Bandung: Rosdakarya
Tayibnafis. (2000). Evaluasi program.
Jakarta: Rineka Cipta
BIODATA PENULIS
NAMA : Sukardi, S.Pd., M.Pd
(lengkap dengan Gelar*)
JENIS KELAMIN : Laki
JUDUL MAKALAH : Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar
Melalui Studi Evaluasi Program Pembiayan
Pendidikan di
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
Provinsi NTB
INSTANSI :
FKIP Universitas Mataram
JABATAN :
Dosen
ALAMAT PERSURATAN :
JL. Halmahera Gang VI A No. 6
Kelurahan
Rembige Utara Kecamatan Selaparang Kota
Mataram NTB. 83124
No. Telp./Fax. : -
HP : 081237251111
No comments:
Post a Comment