Julina
Dosen
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau, julina22@ymail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing
belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau Pekanbaru
ditinjau dari daerah asal dan jenis sekolah sebelumnya. Daerah asal dibagi
menjadi Pekanbaru yang mewakili daerah perkotaan dan kabupaten/kota dalam Provinsi
Riau yang mewakili pedesaan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa
indeks prestasi sebagai ukuran prestasi belajar dan data-data lain yang
menunjang. Data dalam penelitian dianalisis
menggunakan analysis of variance
dengan satu variabel dependen yaitu indeks prestasi siswa dan dua variabel
independen daerah asal dan jenis sekolah sebelumnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari dua variabel bebas yang diuji, hanya satu variabel yang
memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi belajar, yaitu daerah
asal dan tidak ditemukan pengaruh langsung untuk variabel jenis sekolah. Selain
menguji pengaruh utama, penelitian ini menguji pula pengaruh interaksi antara
daerah asal dan jenis sekolah terhadap prestasi belajar, namun tidak ditemukan
pengaruh yang signifikan untuk interaksi antar daerah asal dan jenis sekolah
terhadap prestasi belajar. Selain itu ditemukan pula bahwa tamatan SMA dari Pekanbaru dan luar Provinsi Riau indeks
prestasinya lebih tinggi dari MA dan SMK. Namun hal sebaliknya terjadi untuk tamatan SMA yang dari
kabupaten/kota di luar Pekanbaru, rata-rata indeks prestasi mereka justru
paling rendah dibandingkan dengan MA dan SMK. Oleh karena
itu disarankan kepada pemerintah, khususnya melalui dinas pendidikan untuk
memberikan perhatian kepada SMA yang berada pada kabupaten dan kota di Provinsi
Riau agar dapat meningkatkan daya saing lulusannya.
Kata kunci: daerah asal, jenis sekolah, prestasi belajar
Abstract: This research objective is to find out students achievement based on
their original area and type of school at Economic and Social Sciences Faculty
of UIN Suska Riau. Area of origin is divided into Pekanbaru as an urban and
regencies out of Pekanbaru as a rural area. The data used are secondary data in
the form of achievement index as a measure of learning achievement and other supporting
data that. The data was analyzed using analysis of variance with one dependent
variable (student’s achievement) and two independent variables (original area
and type of school). The result showed that from two independent variables
tested only one variable has significant direct effect to the achievement
index, that is original area and it does not found significant direct effect
for type of school. Besides tested the main effect, this study also tested
interaction effect between original area and type of school toward student
achievement, yet it does not found significant interaction effect on it. Moreover, it was found that students of senior
high school (SMA) from Pekanbaru and out of Riau Province had the highest score
compare to Islamic senior high school (MA) and vocational high school (SMK).
Contrary to students of senior high school from regencies in Riau Province,
their achievement score was the lowest compare to MA and SMK. So, it is
suggested to the government, especially education department, to give high
commitment to the senior high school in the regencies and cities in Riau
Province to increase the competency of the students.
Keywords: original area, type of school, student achievement.
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
secara umum ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa
untuk menjadi bekal hidupnya kelak. Di Indonesia pemerintah telah menetapkan
wajib belajar 9 tahun bagi anak usia didik. Untuk menjamin tercapainya tujuan
ini, pemerintah meluncurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi
pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pendidikan, banyak orang tua yang memutuskan untuk melanjutkan
pendidikan pada anak-anaknya bukan sekedar memenuhi kewajiban akan pendidikan
dasar 9 tahun tersebut. Terdapat beberapa alternatif sekolah lanjutan bagi anak
usia didik yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
dan sekolah menengah atas yang menambahkan porsi pelajaran agama Islam yang
lebih banyak dibanding SMA yang disebut dengan Madrasah Aliyah (MA). Apapun
jenis sekolah menengah yang ada, kualitasnya tidak hanya ditentukan apakah
kurikulumnya lebih banyak ke teori atau praktek. Namun juga sangat ditentukan
oleh berbagai faktor seperti kelengkapan sarana dan pra sarana, pelaksanaan
proses belajar mengajar, kualitas guru dan siswanya, juga faktor kelengkapan
administrasi yang dapat menunjang kemajuan suatu sekolah. Tidak dipungkiri
bahwa luasnya wilayah Indonesia yang terdiri ribuan pulau membuat lokasi
sekolah juga tersebar kemana-mana. Sulitnya transportasi untuk menjangkau semua
daerah akan sangat mempengaruhi pra sarana dan juga guru yang ingin mengajar
kesana. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi kualitas sebuah institusi
pendidikan dan tentu saja lulusannya.
Awal
tahun 2010 yang lalu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas)
menyelenggarakan Rembuk Nasional Pendidikan (Rembuknasdik) yang diharapkan akan melahirkan pola-pola baru dalam pendidikan di Indonesia
yang bisa disepakati bersama lalu diimplementasikan di sekolah-sekolah. Terdapat beberapa hal yang dibahas dalam Rembuknasdik tersebut,
diantaranya akselerasi pemerataan pembangunan pendidikan dan strategi
operasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan
(SNP). Selain itu dibahas pula mengenai revitalisasi peran
kepala sekolah dan pengawas serta strategi pengadaan dan distribusi guru
berkompeten. Dalam konteks ini mengemuka masalah disparitas mutu guru antar
berbagai daerah, sistem rekrutmen yang belum sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan, kurangnya anggaran untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik dan
kependidikan. Hal penting lain yang dibahas adalah penyelarasan pendidikan
untuk membangun manusia yang berdaya saing
dan penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan akhlak mulia dan
pembangunan karakter bangsa (Warta Balitbang, 2010).
Permasalahan-permasalahan
yang terungkap dalam Rembuknasdik diatas, kemungkinan besar juga terjadi di
Provinsi Riau. Provinsi Riau terdiri dari dua kota dan beberapa kabupaten yaitu
Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Indragiri Hilir,
Indragiri Hulu, Pelelawan, Siak, Bengkalis, Kuantan Singingi, dan Kampar.
Sebagaimana kita ketahui sistem desentralisasi dalam mengelola guru
memungkinkan terjadinya masalah-masalah seperti tersebut diatas. Begitu pula kurangnya anggaran pendidikan dalam menyelenggarakan proses
kependidikan akan mempengaruhi mutu sekolah dan juga berimbas pada daya saing
lulusannya. Berdasarkan
pembahasan tersebut terlihat bahwa masih terdapat beberapa kendala yang perlu
diselesaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Salah satu yang ingin
dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai daya saing siswa, khususnya daya saing
belajar yang diukur dengan indeks prestasi yang mereka peroleh. Terdapat banyak
faktor yang dapat mempengaruhi indeks prestasi belajar mahasiswa. Penelitian
ini mencoba melihat apakah terdapat perbedaan prestasi berdasarkan asal daerah
dan jenis sekolah. Asumsi yang mendasari adalah sekolah-sekolah di kabupaten
atau kota diluar kota Pekanbaru memiliki sarana dan prasarana yang secara umum
lebih minim dibandingkan dengan Kota Pekanbaru. Mahasiswa yang masuk ke UIN
Suska Riau berasal dari berbagai daerah baik di dalam Provinsi Riau sendiri
maupun dari Luar Provinsi Riau. Hal ini dimungkinkan dengan jalur masuk ke UIN
yang bisa melalui SNMPTN yang bisa diikuti dari kota lain. Penelitian ini
mengelompokkan daerah asal mahasiwa yang masuk ke UIN menjadi tiga kriteria
yaitu dari Kota Pekanbaru, Kabupaten/Kota diluar Kota Pekanbaru, dan dari luar
Provinsi Riau. Dari sisi jenis sekolah, penelitian ini juga mencoba untuk
melihat apakah mahasiswa dengan dasar jenis sekolah menengah atas yang berbeda
mempunyai prestasi yang berbeda pula. Oleh karena itu penelitian ini juga ingin
mengungkapkan apakah perbedaan jenis sekolah tadi juga mempengaruhi daya saing
belajar di UIN Suska Riau Pekanbaru.
B. KAJIAN
PUSTAKA
1.
Perbandingan Lulusan SMA, MA, dan
SMK
Di Indonesia terdapat
beberapa alternatif bagi siswa lulusan SLTP untuk melanjutkan studinya yaitu ke
SMA, MA, dan SMK. Pada umumnya SMA dan MA didisain untuk mempelajari teori
dengan porsi yang lebih banyak dan diarahkan untuk melanjutkan ke tingkat yang
lebih tinggi seperti akademi, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
Sedangkan SMK didisain mempelajari keahlian lebih banyak sehingga lebih siap
untuk terjun langsung ke dunia kerja. Namun demikian, tamatan SMK juga tetap
bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi jika berminat. Saat ini
pemerintah sangat menggalakkan siswa untuk melanjutkan ke SMK melalui layanan
iklan di media elektronik. Seiring dengan usaha merubah paradigma berpikir
masyarakat bahwa SMK adalah sekolah kelas dua, pemerintah juga mencanangkan untuk
memperbanyak jumlah SMK ke depannya. Depdiknas
sendiri pernah mencanangkan akan meningkatkan jumlah siswa SMK yang pada masa
sekarang 3 siswa SMK berbanding 7 siswa SMA menjadi 6 siswa SMK dan 4
Siswa SMA.
Berdasarkan
data SUSENAS 2006 penduduk usia produktif 20-54 tahun yang berpendidikan
terakhir SMA sederjat (SMA/SMK/MA) sekitar 25.2% dimana di daerah perkotaan
lebih banyak lulusan SMA sederajat dibandingkan pedesaan. Ditinjau dari
kacamata dunia kerja, lulusan SMA sederajat ini sebagian besar bekerja sebagai
buruh/karyawan. Secara keseluruhan, 17.9% penduduk usia 20-54 tahun merupakan
lulusan SMA, 5.9% lulusan SMK dan 1.3% lulusan MA. Cukup masuk akal karena
jenis sekolah pendidikan SMU lebih banyak dibandingkan kedua jenis sekolah atas
lainnya. Namun begitu, lulusan SMK ternyata lebih mudah mendapatkan pekerjaan
(70.1%) dibandingkan SMA (60.2%) atau MA (60.5%), dan yang menarik lulusan SMA
dan MA mempunyai kesempatan bekerja yang sama. Sebagian besar lulusan SMA
sederajat bekerja sebagai buruh/karyawan, dimana lulusan SMK (44.3%) lebih
besar dibandingkan SMA (32.6%) dan yang paling rendah adalah MA (23.3%).
Kurikulum pendidikan SMK yang memang ditujukan untuk mengasah kemampuan
ketrampilan dunia kerja ternyata berpengaruh dalam kemudahan mendapatkan pekerjaan
yang sesuai. Baik di Perkotaan maupun Pedesaan kondisinya tidak berbeda banyak.
Diagram 1 menggambarkan persentase penduduk 20-54 tahun bekerja menurut lulusan
dan kota/desa (http://andi.stk31.com).
Diagram 1. Persentase Penduduk 20-54
tahun Bekerja Menurut Lulusan
Lulusan
SMA yang termasuk bukan angkatan kerja (sekolah atau urus rumah tangga) banyak
terdapat di perkotaan (30.4%) dibadingkan dengan pedesaan (22.6%), begitu juga
dengan lulusan MA. Sedangkan untuk lulusan SMK tidak ada perbedaan antar
kota-desa, tetapi lulusan SMK yang bukan angkatan kerja ternyata lebih rendah
(17.4%) dibandingkan SMA (28.1%) atau MA (27%).
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Peningkatan
prestasi belajar siswa telah menjadi tujuan utama dari pendidikan. Selama
sepuluh tahun terakhir ini, banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan
faktor apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa baik faktor yang
berpengaruh positif maupun negatif. Syakira (2009) menyatakan bahwa keberhasilan
mahasiswa dipengaruhi oleh (1) Kondisi Fisiologis, dapat bersifat umum (segar jasmaninya serta kondisi kesehatan
terawat dengan baik) dan khusus (memfungsikan panca indera saat proses belajar
berlangsung, terutama penglihatan dan pendengaran). (2) Kondisi Psikologis.
Saifuddin Azwar (2002) membedakan kondisi psikologis ini dalam 2 kategori,
yaitu variabel non kognitif dan kemampuan kognitif. Variabel non kognitif
terdiri dari minat, motivasi, dan variabel-variabel kepribadian lainnya.
Sedangkan variabel kognitif terdiri atas kemampuan khusus (bakat) dan kemampuan
umum (intelegensia). (3) Kemampuan Pembawaan, setiap orang mempunyai potensi
kemampuan sendiri-sendiri. Misalnya kemampuan pembawaan berupa kecerdasan. Kecerdasan sangat menentukan kecepatan atau penerimaan
pelajaran. (4) Kemauan Belajar (Minat dan Motivasi). (5) Sikap terhadap Guru
dan Mata Kuliah, (6) Bimbingan, dan (7) Ulangan.
Berdasarkan studi empiris
para peneliti belum mencapai konsensus mengenai penyebab terjadinya perbedaan
kemampuan atau prestasi belajar ini. Lareau menyatakan bahwa siswa yang berasal
dari keluarga golongan menengah ke bawah dan orang tuanya tidak terlalu
terlibat dalam proses pembelajaran memiliki prestasi belajar yang lebih rendah
dibandingkan dengan siswa yang berasal dari golongan menengah ke atas dan orang
tuanya ikut terlibat. Peneliti lain menyatakan bahwa pencapaian akademik sangat
terkait dengan ras dan status sosial ekonomi dan mencoba meneliti mengapa
terjadi demikian. Untuk keluarga dengan status ekonomi rendah perlengkapan
belajar biasanya lebih sedikit dengan asupan gizi yang juga sedikit serta akses
terbatas untuk perawatan kesehatan. Semua ini berkontribusi terhadap kinerja
akademis yang lebih rendah. Para peneliti yang menitikberatkan gap prestasi
antar gender menyatakan bahwa perbedaan perkembangan dan struktur otak sebagai
alasan yang mungkin mengapa salah satu jenis kelamin melampaui jenis kelamin
lainnya untuk subjek tertentu. Misalnya penelitian yang dilakukan di Virginia
Tech pada tahun 2000 menguji otak 508 anak-anak dan menemukan bahwa area otak
yang berbeda berkembang dengan urutan yang berbeda antara anak lelaki dan
perempuan. Perbedaan kecepatan kedewasaan otak antara anak lelaki dan perempuan
mempengaruhi bagaimana setiap jenis kelamin memproses informasi dan dapat
berimplikasi pada bagaimana prestasi mereka di sekolah. Hernsten dan Murray
menyatakan bahwa variasi genetic pada
tingkat rata-rata IQ adalah akar dari perbedaan ras dalam prestasi belajar,
sementara peneliti lain menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dalam kemampuan koginitif antara ras yang berbeda yang dapat membantu
menjelaskan perbedaan prestasi, dan lingkunganlah yang merupakan akar dari
isu-isu perbedaan prestasi (Wikipedia).
Mondoh (2001)
seperti dikutip dalam Bosire, Mondoh, dan Barmao (2008) menyatakan bahwa anak
lelaki cenderung memiliki cara berpikir dan belajar yang spontan, pendekatan
yang menyeluruh, memiliki atribut yang memusat, sementara anak perempuan
cenderung mendalam, per bagian, dan berhati-hati. Perbedaan-perbedaan atribut
kognitif ini mempengaruhi anak lelaki dan perempuan secara berbeda khususnya
pada tingkat percaya diri, sikap, kemampuan mengambil risiko, interaksi dan
kemampuan intelektual.
Faktor lain yang
juga dianggap mempengaruhi hasil belajar adalah lokasi dimana siswa menuntut ilmu.
Pada umumnya siswa yang berasal dari desa memiliki prestasi belajar yang lebih
rendah daripada siswa yang berasal dari kota. Hal ini diduga antara lain karena
biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan merupakan hal yang penting dan biasanya
sekolah di pedesaan memperoleh anggaran biaya yang lebih sedikit. Selain itu
juga terdapat perbedaan sikap individu, orang tua dan juga teman sebaya yang
berbeda untuk wilayah pedesaan dan perkotaan yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dari daerah yang berbeda.
Selain
guru, kondisi fisik kelas juga terbukti mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Penelitian tentang pencapaian akademis siswa dan kondisi bangunan kelas
menyimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik signifikan mempengaruhi prestasi
siswa (Earthman, 2004). Selain dari sisi kualitas lingkungan fisik, jumlah
siswa dalam kelas memiliki potensi mempengaruhi seberapa banyak materi yang
dapat dipelajari. Misalnya mempengaruhi bagaimana siswa berinteraksi satu sama
lain. Hal ini juga mempengaruhi perilaku yaitu menimbulkan sedikit banyaknya
keributan yang selanjutnya mempengaruhi aktivitas guru. Tingkat keributan ini
dapat mempengaruhi seberapa lama guru dapat memfokuskan pada siswa secara
individu dan kebutuhan spesialnya dibandingkan kelompok secara keseluruhan.
Lebih mudah untuk fokus pada kelompok kecil dibandingkan kelompok besar. Ukuran
kelas juga mempengaruhi alokasi waktu guru dan keefektifan mengajar seperti
seberapa banyak materi dapat disampaikan (Ehrenberg, et al. 2001).
Selain dari
faktor-faktor yang sudah dijelaskan diatas, penelitian yang dilakukan di
Pakistan menemukan bahwa ibu yang berpendidikan berpengaruh positif terhadap
prestasi belajar siswa. Begitu pula hubungan antara sikap siswa terhadap
tingkat kehadiran dikelas menunjukkan berhubungan positif dengan prestasi
belajar siswa. Namun ditemukan hubungan negatif antara usia ibu, alokasi waktu
belajar di rumah, dan pendapatan keluarga terhadap prestasi belajar. Ini
membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi hubungan negatif ini (Hijazi
dan Naqvi, 2006).
C.
METODE
Penelitian
ini dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau Pekanbaru yang
berlokasi di Jl. H.R Soebrantas KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru. Data yang
digunakan adalah data indeks prestasi mahasiswa reguler yang merupakan nilai
rata-rata dari sembilan mata kuliah pada semester I. Keputusan untuk
pengambilan nilai di semester I satu dikarenakan jumlah mata kuliah yang diambil
sama banyaknya untuk setiap mahasiswa. Semester II dan selanjutnya terdapat
kemungkinan mahasiswa mengambil mata kuliah dengan jumlah yang berbeda
tergantung dari indeks prestasi belajar mereka di semester I. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua mahasiswa regular tingkat I Tahun Akademik
2010/2011. Teknik pengambilan sampelnya adalah total sampling dimana semua
populasi dijadikan sampel. Populasi dalam penelitian ini lengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Mahasiswa Tingkat I
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau
No
|
Jurusan
|
Jumlah (Orang)
|
1
|
Akuntansi
|
144
|
2
|
Manajemen
|
193
|
3
|
Administrasi Negara
|
161
|
4
|
D3 Akuntansi
|
65
|
5
|
D3 Administrasi Perpajakan
|
38
|
6
|
D3 Manajemen Perusahaan
|
44
|
Selanjutnya
data dianalisis menggunakan analysis of
variance (ANOVA). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah indeks
prestasi belajar mahasiswa, sedangkan variabel independennya adalah daerah asal
dan jenis sekolah. ANOVA merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu
variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen
(skala non metrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua). ANOVA
digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main
effect) dan pengaruh interaksi (interaction
effect) dari variabel independen kategorikal terhadap variabel dependen
metric. Pengaruh utama adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap
variabel dependen. Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009).
Untuk melengkapi
pembahasan, mahasiswa juga diminta untuk memberikan pendapat mereka secara bebas dan anonym untuk menjamin kebebasan mereka
mengungkapkan pendapat mengenai faktor apa yang mempengaruhi prestasi belajar
mereka. Kali ini tidak semua populasi dijadikan sampel. Teknik penarikan
sampelnya adalah accidental sampling
dimana hanya sebagian dari mahasiswa yang kebetulan ditemui yang dimintai
pendapatnya.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi dan Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 645 mahasiswa dari enam jurusan dan program
studi yaitu Akuntansi, Manajemen, Administrasi Negara, D3 Manajemen Perusahaan,
D3 Akuntansi, dan D3 Administrasi Perpajakan. Selain menganalisis data
menggunakan metode kuantitatif, penelitian ini juga memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk mengungkapkan secara anonim apa yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar mereka. Selanjutnya analisis deskriptif untuk variabel
independen (daerah asal dan jenis sekolah) dapat dilihat pada Diagram 2 dan 3. Berdasarkan Diagram 2 terlihat bahwa 457 mahasiswa
(71%) berasal dari luar kota sedangkan 131 mahasiswa (20%) berasal dari Kota
Pekanbaru, dan sisanya 57 mahasiswa (9%) dari luar Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan
bahwa untuk UIN Suska Riau, dan khususnya Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial,
sebagian besar mahasiswa merupakan pendatang dari berbagai kabupaten dan kota
di dalam Provinsi Riau.
Diagram
2. Data Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal
Diagram 3. Data Mahasiswa Berdasarkan Jenis Sekolah
Dalam memilih sekolah terkadang lebih banyak merupakan oleh
pilihan orang tua dari pada pilihan anak. Kenyataan yang terlihat
dimana-mana adalah anak-anak mereka ramai-ramai masuk ke SMA tanpa tahu mengapa
harus masuk SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah
Kejuruan (SMK). Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional, menurut data
di Depdiknas, prosentase peminat SMK kecil dari 5%. Hanya ada di empat provinsi
(DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim) peminat lulusan SLTP melanjutkan ke SMK di
atas 10%. Selebihnya sangat mengharukan, karena di sebagian besar daerah,
peminat masuk SMK di bawah 2% (http://enewsletterdisdik.wordpress.com).
Diagram selanjutnya menggambarkan
jenis kelamin mahasiswa. Jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan tidak terlalu
berbeda jauh. Lengkapnya dapat dilihat pada Diagram 4. Suatu survey di Amerika
menemukan bahwa dari tahun 1995 sampai dengan 2005, jumlah pria yang mendaftar
di akademi meningkat 18%, sementara jumlah wanita meningkat 27%. Pria yang
mendaftar di akademi lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tapi kurang dari
dua pertiganya yang berhasil mendapatkan gelar sarjana muda. Jumlah pria dan
wanita yang berhasil mendapatkan gelar sarjana muda meningkat dengan tajam,
namun peningkatan lulusan akademi wanita lebih melampaui lulusan akademi yang
pria (http://en.wikipedia.org).
Diagram 4. Data Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin
Selanjutnya Diagram 5
menggambarkan data mahasiswa berdasarkan status sekolah sebelumnya. Sebagaimana
kita ketahui, status sekolah hanya ada dua yaitu sekolah negeri atau swasta. Mayoritas
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau berasal dari sekolah
negeri (70%), sementara hanya sekitar 30% yang berasal dari sekolah swasta. Di
berbagai belahan dunia terjadi perdebatan mengenai mana yang lebih berkualitas yaitu
apakah sekolah swasta atau sekolah negeri. Di beberapa negara seperti Kolombia
dan Tanzania, Republik Dominika, Philipina dan Uganda ditemukan bahwa sekolah
swasta lebih baik dari pada sekolah negeri, namun sebaliknya untuk
negara-negara seperti Tanzania, Rwanda, dan Indonesia ditemukan sekolah negeri
yang lebih baik dari sekolah swasta. Penelitian lain menemukan hasil yang bervariasi
dimana hasilnya berbeda tergantung dari jenis sekolah dalam konteks tertentu
(Martha, 2011). Untuk sampel dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara prestasi belajar mahasiswa yang berasal dari sekolah negeri
dan swasta. Hasil Uji T-test sebesar 0.333 dan tidak signifikan pada 0.05.
Diagram
5. Data Berdasarkan Status Sekolah
Selanjutnya untuk
menganalisis data menggunakan ANOVA terdapat beberapa asumsi yang harus
dipenuhi. Levene’s test of homogeinity of
variance dihitung menggunakan SPSS untuk menguji asumsi ANOVA bahwa setiap
group (kategori) variabel independen memiliki variance sama. Jika Levene statistic signifikan pada 0.05
maka kita dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan group memiliki variance
sama. Tabel 2 menggambarkan output hasil uji Levene test.
Tabel 2. Hasil
Uji Levene Test
F
|
df1
|
df2
|
Sig.
|
1.048
|
8
|
636
|
.398
|
Hasil uji Levene test menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan variance oleh karena nilai F hitung sebesar 1.048 secara
statistik tidak signifikan pada 0.05 yang berarti hipotesis nol diterima. Hal
ini berarti asumsi ANOVA terpenuhi bahwa
variance sama dan tidak terdapat penyimpangan terhadap asumsi ANOVA. Pada
prakteknya walaupun asumsi variance sama ini tidak terpenuhi, Box (1954)
seperti dikutip dalam Ghozali (2009) menyatakan bahwa ANOVA masih dapat
digunakan oleh karena ANOVA robust untuk
penyimpangan yang kecil dan moderat dari homogeneity
of variance. Selanjutnya test between-subject effect dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Test
of Between-Subject Effects
Source
|
Type III Sum of Squares
|
Df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Corrected
Model
|
2.820a
|
8
|
.352
|
3.724
|
.000
|
Intercept
|
1957.241
|
1
|
1957.241
|
20682.068
|
.000
|
ASAL
|
.660
|
2
|
.330
|
3.486
|
.031
|
JS
|
.315
|
2
|
.157
|
1.663
|
.190
|
ASAL
* JS
|
.876
|
4
|
.219
|
2.315
|
.056
|
Error
|
60.188
|
636
|
.095
|
|
|
Total
|
6594.921
|
645
|
|
|
|
Corrected
Total
|
63.007
|
644
|
|
|
|
a.
R Squared = .045 (Adjusted R Squared = .033)
|
Hasil
uji Anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara variabel
independen asal terhadap indeks prestasi. Nilai F sebesar 3.486 signifikan pada
0.05. Hal ini berarti ada perbedaan indeks prestasi antar asal daerah
(Pekanbaru, luar Pekanbaru, luar Provinsi Riau). Sementara untuk jenis sekolah hasil Anova
menunjukkan nilai F sebesar 1.663 dan tidak signifkan pada 0.05. hal ini
berarti tidak terdapat perbedaan indeks prestasi antar jenis sekolah (SMA, MA,
dan SMK). Hasil interaksi antara asal daerah dan jenis sekolah memberikan nilai
F sebesar 2.315 dan tidak signifikan pada 0.05. Hal ini berarti tidak terdapat
pengaruh bersama atau joint effect antara asal daerah dan jenis sekolah
terhadap indeks prestasi. Adjusted R
Squared sebesar 0.033 yang berarti variabilitas indeks prestasi yang dapat
dijelaskan oleh variabel asal daerah dan jenis sekolah sebesar 3.3%.
Selanjutnya,
penelitian ini juga mencoba untuk melihat hasil interaksi antara asal daerah
dan jenis sekolah. Berdasarkan analisis menggunakan Anova, hasil interaksinya
digambarkan pada Diagram 6. Hubungan interaksi antar asal daerah dan jenis
sekolah adalah untuk mahasiswa tamatan SMA dari Pekanbaru dan luar Provinsi
Riau indeks prestasinya lebih tinggi dari MA dan SMK. Namun hal sebaliknya
terjadi untuk tamatan SMA yang dari kabupaten/kota diluar Pekanbaru. Siswa
tamatan SMK dari Pekanbaru dan luar Provinsi Riau memiliki indeks prestasi yang
paling rendah dibandingkan sekolah lainnya, namun siswa SMK yang berasal dari
luar kota Pekanbaru menenpati posisi kedua setelah siswa dari MA.
Diagram 6. Interaksi antara Jenis Sekolah dan Daerah Asal
Apa
yang digambarkan pada Diagram 6 sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Siswa
SMA dan MA yang memang dipersiapkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi pula
dibandingkan SMK. Namun hal tidak diduga adalah siswa SMA yang berasal dari
Kabupaten dan Kota di wilayah Provinsi Riau justru menunjukkan prestasi belajar
yang paling rendah, bahkan jika dibandingkan dengan siswa yang berasal dari
SMK.
Ditemukannya
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa siswa yang berasal dari SMA di
Pekanbaru lebih berprestasi dibandingkan dari daerah lain yang dikategorikan
daerah pedesaan sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Umo (2006)
menemukan bahwa siswa dari daerah perkotaan memiliki prestasi belajar yang
lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari pedesaan. Dalam
penelitiannya, Umo mendisain penelitian menggunakan kelas kontrol (menggunakan
metode konvensional) dan kelas eksperimen (menggunakan metode permainan). Hasilnya
menunjukkan bahwa siswa perkotaan yang diajar menggunakan metode konvensional
memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan metode permainan, sementara
untuk daerah pedesaan siswa yang diajar menggunakan metode permainan memiliki
prestasi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.
Penelitian Umo diperkuat pula oleh penelitian yang
dilakukan oleh Jabbar, Aziz, and Zeb (2011) di Pakistan yang menemukan bahwa
siswa yang berasal dari kota lebih tinggi prestasi belajarnya dibandingkan siswa
yang berasal dari desa baik untuk siswa pria maupun wanita. Hasil uji t-value
untuk siswa pria menunjukkan angka 3.694 dan signifikan pada level 0.05.
Sedangkan t-value untuk siswa wanita menunjukkan angka 5.681 yang juga
signifikan pada 0.05. Salah satu rekomendasi dari penelitian ini adalah
perlunya menyediakan guru yang kompeten di daerah pedesaan karena prestasi
siswa di daerah perkotaan secara langsung berhubungan dengan kinerja guru yang
efisien.
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Guru yang berpengalaman biasanya memiliki wawasan yang luas,
strategi pembelajaran yang lebih matang, dan penguasaan kelas yang lebih baik. Bajah dalam Yara (2009) menyatakan bahwa
kesuksesan suatu kelas sangat bergantung pada guru yang mengajar. Dapat
dinyatakan bahwa pada tingkatan tertentu karakteristik guru, pengalamannya, dan
perilakunya di kelas memberikan kontribusi pada proses pembelajaran yang pada
gilirannya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hipotesis umum yang berkaitan
erat dengan hubungan antara pengalaman guru dan prestasi belajar siswa adalah
siswa yang diajar oleh guru yang lebih berpengalaman memiliki prestasi belajar
yang lebih tinggi karena gurunya telah menguasai materi dan keahlian mengelola
kelas yang beragam. Keefektifan
seorang guru adalah keahlian manajerial yang penting untuk meningkatkan
pengawasan dan kedisiplinan kelas. Ini menyangkut kemampuan, kompetensi,
kecerdikan, dan banyak akal untuk memanfaatkan dengan efisien ketepatan bahasa,
metodologi, dan materi instruksional yang tersedia untuk menghasilkan yang
terbaik dari siswa dalam hal pencapaian prestasi akademiknya. Seorang guru
dikatakan efektif ketika pembelajaran mereka dapat mengarahkan kepada
pembelajaran siswa. Tak ada sesuatupun yang diajarkan kecuali sudah dipelajari,
dan ini terjadi ketika guru berhasil menyebabkan perubahan perilaku siswa. Oleh
karena itu penting bahwa guru harus memandang mengajar sebagai upayanya untuk
mentransfer apa yang telah dia pelajara kepada siswa. Penelitian tentang
keefektifan guru di kelas menggunakan system penilaian nilai tambah Tenessee (Tennessee Value-Added Assessment System)
dan basis data yang mirip di Dallas, Texas, menemukan bahwa perbedaan
keefektifan guru adalah faktor yang sangat kuat mempengaruhi perbedaan dalam
pembelajaran siswa. Penelitian ini lebih lanjut mengatakan bahwa siswa yang
diajar oleh sekelompok guru yang tidak efektif secara signifikan memiliki
prestasi yang lebih rendah dibandingkan
siswa yang diajar oleh guru yang efektif.
Penelitian
lain dilakukan oleh Akinsola (2007) yang menemukan bahwa siswa yang diajar oleh
gurunya menggunakan model pembelajaran simulasi menunjukkan prestasi belajar
yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Untuk menyajikan materi menggunakan model simulasi,
guru memang harus melakukan kerja ekstra mendisain, mengaplikasikan, melakukan
pemantapan materi kembali setelah simulasi agar siswa dapat memahami apa tujuan
yang disimulasikan tadi.
Sebagaimana telah diungkapkan
sebelumnya, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Berbagai penelitian dilakukan untuk mengungkapkannya secara empiris baik
pengaruhnya yang bersifat positif maupun negatif. Tabel 4 menyajikan hasil rangkuman dari berbagai penelitian mengenai faktor
apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Terlihat bahwa terdapat sekitar
empat faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dimana keempat faktor ini dapat
diuraikan dengan lebih terperinci menjadi berbagai faktor. Dari sisi eksternal,
jenis kelamin, ras, pendapatan, ekspektasi guru dan orang tua, pendidikan orang
tua, lingkungan yang kondusif, ukuran sekolah, lamanya waktu yang digunakan
untuk menonton televisi, dan kelas yang non inklusif yang menggabungkan antara
siswa normal dengan siswa yang berkebutuhan khusus ternyata dapat mempengaruhi
terjadi perbedaan prestasi belajar di sekolah. Dari sisi internal terdapat
motivasi dan refleksi diri yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Selanjutnya dari sisi sosial berupa kemampuan berinteraksi dengan guru dan
rekan sebaya juga ditemukan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Terakhir
adalah faktor kurikulum yang meliputi kesesuaian materi dengan metode, materi
yang diajarkan, pilihan kurikulum siswa, pembelajaran kooperatif, partisipasi
dalam kelompok diskusi, dan sumber daya.
Tabel 4.
Rangkuman Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor
|
Keterangan
|
Eksternal
|
Jenis Kelamin
Ras
Pendapatan
Ekspektasi guru dan orang tua
Pendidikan orang tua
Lingkungan yang sehat/aman
Ukuran sekolah
Jam menonton TV
Kelas yang bercampur (non
inklusif)
|
Internal
|
Motivasi
Refleksi diri
|
Sosial
|
Kemampuan berinteraksi dengan
guru dan teman
|
Kurikulum
|
Kesesuaian materi dengan
metode
Materi yang diajarkan
Pilihan kurikulum siswa
Pembelajaran kooperatif
Partisipasi dalam kelompok
diskusi
Sumber daya
|
Sebagaimana faktor-faktor yang telah diungkapkan,
penelitian ini juga mencoba mengetahui lebih lanjut faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar mereka melalui kuesioner terbuka. Kuesioner hanya berisi
pertanyaan faktor internal dan eksternal apa yang menurut pendapat mahasiswa
mempengaruhi prestasi belajar mereka secara individu. Hal ini dilakukan untuk
melengkapi penelitian ini selain menggunakan data sekunder juga menggunakan
data primer yang langsung dikumpulkan dari siswa yang bersangkutan. Berdasarkan
masukan dari mahasiswa beberapa faktor disinyalir turut mempengaruhi prestasi
belajar mereka. Dari sisi internal sebagian mahasiswa menyatakan bahwa mereka
tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, tidak mampu menguasai suatu materi
dengan baik, tidak sesuainya jurusan mereka di SMA dengan apa yang dipelajari
sekarang. Dari sisi eksternal beberapa hal yang diungkapkan adalah pembagian
waktu kuliah yang kurang sesuai, kelengkapan kelas yang kurang, suasana ribut,
lingkungan yang tidak mendukung untuk meningkatkan prestasi.
E.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari dua variabel independen yang diteliti, hanya satu
variabel yang ditemukan memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi belajar
mahasiswa yaitu asal daerah sementara itu tidak ditemukan pengaruh langsung
antara jenis sekolah dengan prestasi belajar mahasiswa. Selain itu ditemukan
pula bahwa mahasiswa yang berasal dari SMA di Pekanbaru dan luar Provinsi Riau memiliki
prestasi belajar tertinggi, sedangkan untuk asal daerah kabupaten dan kota di
luar Kota Pekanbaru dan tetapi masih dalam Provinsi Riau prestasi belajar yang
tertinggi adalah mahasiswa yang berasal dari MA. Hal yang sangat berlawanan
adalah siswa lulusan SMA di kabupaten/kota di Propinsi Riau memiliki prestasi
belajar yang paling rendah dibandingkan dengan SMK dan MA. Padahal umumnya
siswa SMA memang dipersiapkan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa SMK yang dipersiapkan untuk terjun langsung ke
dunia kerja.
Berdasarkan temuan diatas disarankan kepada para
pendidik, dalam hal ini khususnya dosen agar tidak hanya menyampaikan materi
tetapi juga mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Hal ini
disebabkan oleh sebagian siswa menyatakan bahwa memang mereka sendiri yang
kurang memiliki motivasi untuk belajar. Bagi dinas pendidikan, penelitian ini
dapat menjadi masukan agar memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas SMA di
kabupaten dan kota di luar Pekanbaru. Kenyataan bahwa siswa dari daerah
perkotaan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa
harus lebih banyak peluang perbaikan dan peningkatan mutu untuk sekolah di
daerah pedesaan. Kurangnya perhatian dari dinas terkait dan pihak lain yang
berkepentingan dapat mengakibatkan kurangnya minat siswa di daerah pedesaan dan
rendahnya prestasi belajar mereka. Untuk penelitan selanjutnya, penambahan
variabel lain penting untuk dilakukan mengingat pada kenyataannya begitu banyak
variabel yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Tingginya prestasi belajar
siswa dapat menjadi acuan untuk penilaian proses pembelajaran di sebuah
institusi yang pada akhirnya akan menetapkan citra maupun nilai akreditasi sebuah
insititusi pendidikan.
F. DAFTAR RUJUKAN
Akinsola, M.K.,
2007. The Effect of Simulation-Games Environment
on Students Achievement in and Attitudes to Mathematics in Secondary Schools, The Turkish Online
Journal of Educational Technology, July,
Vol. 6, Issue 3, 113-119.
Borland,
M.V., and Howsen, R.M. 1999. A Note on Student Academic Performance: In Rural
Versus Urban Areas, American Journal of
Economics and Sociology, July.
Bosire,
J., Mondoh, H., dan Barmao, A. 2008. Effect
of Streaming by Gender on Student Achievement in Mathematics in Secondary
Schools in Kenya ,
South African Journal of Education,
Vol:28, 595-607
Earthman,
G.I., 2004. ‘Prioritization of 31 Criteria for School
Building Adequacy', American Civil Liberties Union Foundation of
Maryland .
(Online), (http://www.aclu-md.org, Diakses tanggal 17 Mei 2011)
Ehrenberg,
R.G., Brewer, D.J., Gamoran, A., and Willms, J.D. 2001. Class Size and Students
Achievement, Psichological Science in the
Public Interest, Vol. 2, No. 1, May, 1-30.
Ghozali,
I. 2009. Aplikasi
Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang .
Hijazi,
S.T., and Naqvi, S.M.M.R., 2006. Faktor Affecting Students’ Performance: A Case
of Private Colleges, (Online), (http://www.scribd.com/doc/5486916/, diakses
tanggal 17 Mei 2011).
Jabar,
M., Aziz, M.A., and Zeb, S. 2011. A Study on Effect of Demographic Factors on
the Achievement of Secondary School Students in the Punjab, Pakistan, International Journal of Academic Research
and Social Sciences, July, Vol. 1 No. 1.
Noble,
J.P., Roberts, W.L., and Sawyer, R.L. 2006. Student
Achievement, Behavior, Perceptions, and Other Factors Affecting ACT Scores,
(Online), (www.act.org, diakses
tanggal 16 April 2011)
Syakira,
G. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa, (Online, http://syakira-blog.blogspot.com), diakses
tanggal 18 April 2011.
Umo,
U.J., 2006. Combined Effects of Game Strategy and Location as Factors of
Academic Achievement in Igbo Grammarse, The
International Journal of Language, Society, and Culture, Issue 18,
Warta
Balitbang, 1 Maret 2010. Pendidikan Karakter Warnai Rembuknasdik 2010.
Yara,
P.A., 2009. Relationship Between Teachers’ Attitude and Students’ Academic
Achievement in Mathematic in Some Selected Senior Secondary Schools in
Southwestern Nigeria, European Journal of
Social Sciences, Vol. 11, Number 3.
BIODATA PENULIS
- Nama
Lengkap dengan Gelar : Julina, SE.
M.Si
- Jenis
Kelamin :
Perempuan
- Alamat Pos
Surat : Jl.
Sukakarya Perumahan Kampung Dallam Lestari
Blok EE No 11 Panam. Pekanbaru - Riau
- Nomor HP :
085271422728
- Alamat
Email :
julina22@ymail.com
Selamat sore.. surprise sekali saya mendapati tulisan saya ada di blog Bapak. Terima kasih
ReplyDelete