S.
Hafsah Budi A
Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Yogyakarta
Penelitian ini
bertujuan menghasilkan suatu model penanganan tindakan bullying pada siswa SMA/SMK di kota
Yogyakarta. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat (1) mendeskripsikan
tindakan bullying siswa, (2) mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang
terjadi di lapangan, (3) mendeskripsikan
persepsi guru, siswa, dan orang tua siswa terhadap pelaksanaan penanganan
tindakan bullying.
Penelitian dilakukan
di 6 SMA/SMK di kota Yogyakarta secara
keseluruhan berjumlah 353 siswa. Staf sekolah 115 dan orang
tua siswa 47.
Data didapatkan dengan
menggunakan dokumentasi, skala, wawancara
mendalam, dan observasi. Skala untuk menjaring
korban dan pelaku bullying, persepsi guru, dan orang tua murid
terhadap tindak bullying di sekolah.
Teknik observasi untuk melihat proses belajar mengajar. Teknik wawancara untuk
menggali lebih dalam terkait tindak bullying.
Penelitian
ini menemukan bahwa 63,45% siswa
pernah mendapatkan bullying, pelaku
bullying 71,68% dari teman sekolah.
Penyebab perlakuan bullying 29,20% anak yang kurang percaya diri. Dampak perlakuan bullying konsentrasi berkurang 41,46%. Reaksi korban 49.56% membalas
perlakuan pelaku. Pelaku bully melakukan dengan cara mengancam 70%. Persepsi
orang tua terhadap tindakan bullying 59% anak aman di sekolah, anak ada
masalah 44%, anak tidak
melaporkan masalah bullying 48%. Staf sekolah
peduli terhadap tindakan bullying siswa
58%, 32% melaporkan tindakan bullying, 50%
mengawasi pelaku bullying, mendukung
ada konsekuensi pada pelaku 19% dan pelatihan pada pelaku bullying 11%.
Kesimpulan dari penelitian ini, bagi korban bullying perlu diberikan pelatihan
kepercayaan diri, membina
persahabatan, pelatihan asertivitas. Pelaku Bullying
perlu diberikan; pelatihan keterampilan sosial: menerima perbedaan, menunjukkan rasa empati. Bagi
Guru diberikan; pelatihan
manajemen kelas dan pelatihan pendidikan
pendisiplinan siswa. Bagi Orang tua diberikan;
parent management training
Kata kunci: model, bullying, SMA/SMK
DEVELOPMENT
OF TREATMENT METHOD FOR BULLYING ON SENIOR HIGH SCHOOL/VOCATIONAL SCHOOL'S
STUDENTS IN YOGYAKARTA
S.
HAFSAH BUDI A
Faculty
of Psychology
University
of Sarjanawiyata Tamansiswa
Yogyakarta
This research aimed to produce a treatment method for bullying in high
school / vocational school in the city
of Yogyakarta. In particular, research is expected
to (1) describe the bullying of students, (2) identify problems that
occur in the field, (3) describe the perceptions of
teachers, students, and parents on the implementation
of the handling of bullying.
The
study was conducted at six senior
high school/vocational
schools in the city of Yogyakarta as a whole amounted
to 353 students. 115 school staff and 47 parents of
students. Data obtained using the documentation, the scale, in-depth interviews, and observation technique. The scale is
designed to capture the victims and perpetrators of bullying, the perception of
teachers, learners, and parents to
acts of bullying in
schools. Observation techniques to look at the
conduct of teaching and learning process. Interview techniques to dig deeper related with handling of bullying
matter.
This study found that 63.45% students has been bullied before, the
perpetrators of bullying 71.68% of them are school’s friends. Causes of
bullying treatment 29.20% of children who lack confidence. The impact of bullying treatment reduced their
concentration up to 41.46%. 49.56% of the victim reaction are avenged
to the offender. Bully perpetrator in bullying behavior by
threatening 70%, perceptions of parents of bullying 59% of children safe at
school, there is a problem 44% of children, the child does not communicate the
issues of bullying 48%. School staff care about the bullying of students
58%, 32% reported bullying. 50% of staff will supervise the perpetrator of
bullying and parenting support on the perpetrators of 37%, supporting the
schools when giving consequences to the perpetrators of 19% and the proposed
training at the perpetrators of bullying 11%.
The conclusions of this study, for victims
of bullying need to be trained in self-confidence, foster friendships,
assertiveness training and cognitive approach. Bullying Perpetrators need to be given; social skills training: to
accept differences, understand others, show empathy. Teachers need to be given; classroom management training,
educational training disciplining students. For Parents need to be given,
parent managementtraining
Key words: model, bullying, senior high school / vocational school
Key words: model, bullying, senior high school / vocational school
PENDAHULUAN
Pada tahun 2009 tematik pembangunan Kota
Yogyakarta adalah "Terwujudnya
Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas dengan Dukungan SDM yang
Profesional". Maksud "Kota
Pendidikan Berkualitas" adalah penyelenggaraan pendidikan di Kota
Yogyakarta harus memiliki standar kualitas yang tinggi, keunggulan kompetitif
dalam ilmu dan teknologi yang berdaya saing tinggi, menciptakan keseimbangan
antara kecerdasan intelegensia (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ), sistem
kebijakan pendidikan yang profesional serta penyediaan sarana prasarana
pendidikan yang memadai. Makna lain pendidikan yang berkualitas ditunjukkan
pada sistem pendidikan sejak input,
proses dan output yang
berkualitas, dari jenjang pendidikan terendah sampai jenjang pendidikan
tertinggi, termasuk pendidikan yang ada di keluarga dan masyarakat.
Permasalahan siswa
SMA/SMK, mereka masih
termasuk remaja
pada dasarnya mempunyai masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi berbagai
penyebab antara lain keadaan remaja itu sendiri,
yaitu berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis
serta perkembangan psikis remaja yang sedang mengalami banyak perubahan (masa
transisi), selanjutnya sumber masalah yang berasal dari lingkungan keluarga,
sekolah dan lingkungan sosial (Gardner, 1988).
‘Bullying’ sepertinya sudah menjadi ‘bagian hidup’ siswa.
Kasus bullying dalam bentuk paling ‘ringan’ seperti kata-kata
hingga yang ‘keras’ seperti kekerasan fisik mudah ditemukan di lingkungan
sekolah. Ada lagi siswa yang takut ke pusat perbelanjaan atau tempat keramaian
karena takut ketemu kakak kelas, dan dapat terjadi besuknya disiksa tanpa ampun
(Kompas, 6 Juni 2008). Apabila hal ini terjadi, sekolah jadi tempat yang tidak
menyenangkan, bahkan menakutkan. Bentuk bullying lain, termasuk electronic bullying di dunia maya, yang
lebih memprihatinkan, bullying nyaris
sudah terjadi di banyak sekolah selama bertahun-tahun. Seperti itukah wajah
pendidikan kita?
Fakta ini jelas
memprihatinkan, tidak hanya saat bullying
terjadi tetapi karena dampaknya dapat sangat luar biasa terutama bagi korban.
Penelitian yang dilakukan Psikolog Diena dari Sejiwa (2005-2007) pada pelajar
usia 9 sampai 19 tahun di 3 kota, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya 70% siswa
mengaku pernah mendapat perlakuan bullying,
dan yang tertinggi adalah
pelajar di Yogyakarta. Argiati (2008) dalam penelitiannya menemukan dari
113 siswa SMA di Kota Yogyakarta 92,99% siswa mendapatkan bullying psikhis, 75% terkena bullying
fisik. Sedangkan tempat bullying
69,3% disekolah, dan pelaku bullying
71,68% dilakukan teman sekolah. Situasi dan kondisi di Jogja seperti tersebut
diatas menjadi keprihatinan bagi warga Jogja. Apabila persoalan-persoalan ini
tidak segera diatasi tentunya akan menjadi citra buruk sehingga dapat
mengurangi minat masyarakat dari luar untuk menyekolahkan putra putrinya di
Jogja.
Merujuk pada teori yang disampaikan dan permasalahan yang terjadi di
lapangan, penelitian ini berusaha memecahkan permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan penanganan
tindak
bullying pada siswa SMA/SMK. Manfaat dan keutamaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat
digunakan oleh para guru SMA/SMK dan Dinas Pendidikan Kota dalam merumuskan
dan mengembangkan program penanganan korban bullying untuk siswa SMA/SMK.
2. Modul yang dihasilkan dapat digunakan oleh para guru dan
peserta didik untuk meningkatkan kemandirian belajar.
Penelitian ini memiliki tujuan khusus yang akan dicapai setiap tahunnya.
Tujuan
penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan
bagaimana
persepsi guru, siswa, dan orang tua murid tentang terjadinya
tindakan bullying di sekolah.
2. Mengidentifikasi permasalahan yang dialami guru, siswa, dan sekolah tentang pelaksanaan penanganan
tindak bullying.
3. Memperoleh masukan dari guru, siswa, dan orang tua murid guna pengembangan model penanganan
bullying, modul, dan media
penanganan bullying untuk siswa yang lebih memihak pada siswa.
Tinjauan
Pustaka
1. Bullying
Dalam bahasa sederhana bullying digunakan untuk menjelaskan
berbagai perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan secara terencana oleh
seseorang atau sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang
atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan ini. Dalam
kamus bahasa bullying adalah orang
yang mengganggu orang yang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang
lebih tua mengganggu anak yang lebih muda (Sadely, 2003).
Perilaku bullying mengandung risiko bahaya dan kerugian bagi orang lain
maupun pelaku bullying. Perilaku bullying dapat terjadi dalam lingkup
yang luas baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perilaku bullying merupakan bentuk perilaku
agresi yang saat ini menjadi isu yang serius, seperti tawuran siswa,
perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orangtua siswa yang
dapat mengakibatkan luka fisik bahkan kematian. Buss
(dalam Berkowitz, 2003), mengatakan bahwa para pelaku agresi sering tidak
menunjukkan tujuan mereka yang sebenarnya ketika mereka menyerang seseorang, dan
kalaupun mereka ingin jujur, mungkin mereka tidak dapat mengatakan perilaku
bullying banyak mempunyai kesamaan
elemen dengan perilaku agresif. Sebagai tambahan, bullying
dapat berbentuk perilaku sosial seperti mengucilkan dari teman teman bergaul (Due et al., 2005)
Berdasarkan
teori-teori yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku
bullying adalah perilaku yang berasosiasi negatif yaitu mengarah
pada perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental yang dianggap
sebagai mekanisme untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi
stabilitas intra fisik pelakunya.
Bentuk-bentuk
Bullying, Riauskina, Djuwita, dan
Soesetio (2005) mengelompokkan perilaku bullying dalam 5 bentuk
yaitu:
a. Kontak
fisik Langsung antara lain: memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk
memeras dan merusak barang
yang
dimiliki orang lain.
b. Kontak
verbal Langsung antara lain mengancam, mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama,
sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan
gosip.
c. Perilaku
non-verbal langsung: melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam.
d. Perilaku
non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi
persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng.
e. Pelecehan
Seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Berdasarkan pendapat diatas khususnya
dengan mengacu pada teori Riauskina dkk (2005) dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek bullying adalah kontak
fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non verbal langsung, perilaku
non-verbal tidak langsung, pelecehan seksual.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kecenderungan terkena Bullying
Faktor yang menjadikan anak menjadi korban bullying menurut Pepler dan Craig (1989)
adalah:
a.
Faktor Internal. Anak-anak yang rentan
menjadi korban bullying biasanya memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak
menyukai situasi sosial, atau memiliki karakteristik fisik khusus pada dirinya
yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut atau kulit yang
berbeda atau kelainan fisik.
b. Faktor
Eksternal. Anak
yang pada umumnya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami
masalah keluarga yang berat, dan berasal dari strata ekonomi/kelompok sosial
yang terpinggirkan atau dipandang negatif oleh lingkungan.
Beberapa
ciri yang bisa dijadikan korban bullying (Sejiwa, 2008):
a) Berfisik kecil, lemah, b) berpenampilan lain dari
biasa, c) siswa
yang rendah kepercayaan dirinya, sulit bergaul, d) anak yang canggung, gagap, e) anak yang
dianggap menyebalkan dan menantang bully,
dan f) anak yang dianggap sering argumentatif terhadap
bully
Dampak bagi korban yang terkena bullying menurut Riauskina dkk (2005)
yaitu:
a.
Kesehatan Fisik; Sakit kepala, sakit
tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan
sakit dada bahkan dampak fisik
ini dapat mengakibatkank kematian.
b.
Menurunnya
Kesejahteraan Psikologis dan Penyesuaian Sosial yang buruk.
Dari
penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk, ketika mengalami bullying korban merasakan banyak emosi
negative namun tidak berdaya
menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada
munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
c.
Kesulitan Menyesuaikan
diri dengan Lingkungan Sosial. Korban
ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun
mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi
akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
d. Timbulnya
Gangguan Psikologis. Rasa
cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala gejala gangguan stress
pasca trauma.
Akibat terjadinya bullying, ada beberapa hal yang harus
dicurigai
( Argiati, 2009):
a. Anak
pulang sekolah dengan pakaian seragam robek atau rusak, atau pulang
sekolah kelaparan meskipun telah dibawakan bekal makanan atau uang
jajannya pun dirampas. b. Turunnya
prestasi belajar dan sulit konsentrasi. c. Mengurung
diri, penakut, gelisah. d. Menangis,
marah-marah/uring-uringan. e. Suka
membawa barang-barang tertentu (sesuai yang diminta “bully”). f. Berbohong.
g.Melakukan perilaku bullying
pada orang lain, menjadi kasar dan dendam.
Reaksi korban bullying
Rata-rata
korban bullying tidak pernah
melaporkan kepada orangtua dan guru bahwa mereka telah dianiaya atau ditindas
anak lain di sekolahnya.
Sikap
diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka berpikir
bila melaporkan kegiatan bullying
yang menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada
guru, guru akan memanggil dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying
akan kembali menghadang sang korban dan memberikan siksaan yang lebih keras
(Sejiwa, 2008). Maka menurut para korban bullying, mendiamkan perilaku bullying
adalah pilihan terbaik.
Selain itu, anak-anak bisa jadi telah
mempunyai suatu sistem nilai, misalnya bahwa mengadukan orang lain bukanlah
sifat yang ksatria. Mengadukan orang lain adalah wujud sifat kekanak-kanakan,
manja, lemah dan sama sekali tidak dewasa. Bagi sang korban lebih baik
menanggung penderitaan ini sendiri daripada melanggar tata nilai di kalangan
anak-anak dan mengadukan anak lain.
Pelaku
Bullying (Argiati,
2009)
a.
Orangtua, sebagai
pendidik utama dan pertama anak dalam menegakkan disiplin kadang terlalu keras.
Sehingga anak merasa mendapat ancaman maupun perlakuan
keras dari orangtuanya.
b.
Guru, sebagai pendidik
kedua di sekolah dalam menegakkan disiplin kadang terjadi benturan dengan anak
hal ini dikarenakan aturan yang diterapkan di rumah dan di sekolah berbeda.
c.
Teman sekolah atau
teman bermain, yang paling sering
terjadi adalah teman, karena berbagai macam alasan.
2.
Pengembangan Model
Berbagai penelitian, mengenai reaksi
terhadap bullying. Banyak pengasuh sekolah
percaya bahwa cara yang paling tepat untuk mengurangi school bullying adalah disiplin dan mengembangkan supervisi. School
bullying dapat berbentuk verbal seperti ancaman,
mengejek, atau ancaman fisik, seperti
serangan maupun pencurian (Hendershot,
dkk, 2006). Kekuatan fisik dan psikologis yang tidak seimbang, baik yang nyata
atau yang merupakan anggapan juga merupakan makna lain dari bullying
(Woods & White, 2005).
Dampak Kesehatan fisik Kesejahteraan
psikologis: marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan Sering bolos Ingin pindah sekolah
Pengalaman yang tidak menyenangkan trauma Gangguan psikologis: cemas, PTSD (post-traumatic stress disorder),
depresi, keinginan bunuh diri.
Dampak bagi pelaku Terperosok tindak kriminal pembelajaran negatif. Risk faktor korban kurang sosialisasi Percaya diri
kurang untuk meminta bantuan Tidak mendapatkan dukungan dari guru ataupun teman
sebaya menyalahkan diri sendiri putus asa.
Pembahasan Family system approach. Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk
karakter anak. Berkaitan dengan pola asuh, bagaimana penerapan
disiplin, interaksi orangtua dengan anak, iklim psikologis keluarga dan Cognitive approach dari internal anak.
Pengembangan Model School Bullying
a.
Program Prevensi
Program Kampanye untuk mengurangi agresi di sekolah (Olweus, 1993) dengan 3
tujuan utama:
1)
Meningkatkan kesadaran tentang problem agresi pada
masyarakat dan sekolah dengan memberikan informasi untuk meningkatkan
pengetahuan tentang perilaku agresi Mengajak guru dan orangtua terlibat secara
aktif dalam program ini.
2)
Mengembangkan peraturan di kelas yang jelas untuk
memerangi perilaku agresi, seperti:“we will not bully other”, “ we will help student who suffer
bullying other” dan “we will help student who suffer bullying by other”.
3)
Menyediakan dukungan dan perlindungan untuk korban agresi. Program ditujukan
dengan target 3 kelompok tersebut, yaitu guru, orangtua dan siswa Program
Prevensi (cont.).
b. Program
kampanye menyusun 2 langkah kongkrit/operasional,
1) Buklet untuk personil sekolah yang
mendeskripsikan bagaimana perilaku agresi terjadi/sebab-sebab munculnya
perilaku agresi dan cakupan agresi dalam sekolah dan menawarkan saran praktis
agar guru dan personil sekolah bertanggungjawab dalam mengontrol atau mencegah
perilaku agresi.
2) Buklet juga mendorong guru untuk
mengintervensi saat terjadi bullying dan dapat memberikan siswa pesan
jelas (clear message) bahwa:
“agresi tidak diperkenankan di sekolah kita”. Serta melakukan penanganan serius jika memang
terjadi bullying di sekolah
c.
Program Prevensi
(cont.) Buklet juga
didesain untuk orangtua berisi:
1)
Informasi dasar dan menawarkan
bantuan pada orangtua korban dan pelaku.
2) Kaset video
dipersiapkan, memperlihatkan sebuah episode kehidupan keseharian dua orang anak yang menjadi korban agresi.
3) Siswa
diminta untuk mengisi kuesioner pendek, tanpa menyebutkan nama, menyediakan informasi tentang
frekuensi masalah agresi sebagai pelaku ataupun sebagai korban di sekolah dan
menjelaskan bagaimana guru dan orangtua merespon, termasuk seberapa kesadaran
dan kepedulian guru dan orangtua tentang
masalah agresi dan seberapa siap menyelesaikan masalah agresi tersebut.
d.
Program prevensi di
Indonesia Target: guru
Pelatihan “guru penyemai potensi”. Pelatihan “pelayanan prima”. Pelatihan “anti
bullying di sekolah” . Target: siswa senior dan pengurus
OSIS MOS “seru tanpa bullying di sekolah”.
1)
Prevensi &
Intervensi
Peran Orangtua
:
a)
Perhatikan dan kenali perubahan-perubahan yang ada pada anak.
b)
Jalin komunikasi yang hangat, akrab dan terbuka dengan anak.
c)
Jalin komunikasi dengan guru di sekolah.
d)
Jangan perlakukan anak dengan kasar, memperlihatkan kekerasan dalam
keluarga atau memberikan tontonan yang mengandung kekerasan.
e)
Ajarkan anak untuk bersikap
empati terhadap orang lain.
f)
Tanamkan pada diri anak,
nilai-nilai moral yang luhur, etika dan agama yang konsisten dalam aktivitas keseharian di lingkungan keluarga
g)
Jika anak sempat menjadi korban ‘bullying’, dukung anak untuk berani bersikap terbuka
atau asertif terhadap pelaku.
2)
Prevensi &
Intervensi
Peran Guru :
a)
Libatkan semua anak didik
untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi prilaku ‘bullying. b) Siswa
untuk belajar berempati terhadap orang lain. c) Penanaman
nilai-nilai kasih sayang dan saling menghormati melalui berbagai materi pembelajaran dan interaksi yang terjadi di lingkungan
sekolah.
d)
Memberi perlindungan dan
semangat kepada siswa korban ‘bullying’ agar ia berani bersikap asertif terhadap pelaku ‘bullying’.
3)
Pelatihan “guru penyemai potensi”
Tujuan:
a)
Memotivasi diri mereka sendiri untuk melayani siswa dan menjalankan
peran sebagai pendidik. b) Berperan sebagai suri tauladan yang mampu
menginspirasi siswa untuk menjadi individu yang lebih baik.
4) “Anti-Bullying di Sekolah”
Tujuan: Di akhir
pelatihan, guru mampu :
a) Mengidentifikasi
berbagai tindakan bullying, serta pelaku
dan korbannya
b)
Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa depan korban. c) Membangun kesadaran tentang
nilai-nilai yang kondusif untuk terciptanya budaya sekolah yang lebih manusiawi
dan bebas dari perilaku bullying. d) Mengembangkan
kebijakan anti-bullying. e) Membantu
siswa untuk menghadapi bullying secara
asertif. f) Mengambil langkah awal untuk membangun sistem anti-bullying yang anggotanya meliputi guru dan siswa
5) “Masa Orientasi Tanpa bullying”
Tujuan; Di akhir
pelatihan, siswa-siswa senior dan pengurus OSIS mampu :
a)
Mengidentifikasi
berbagai tindakan bullying, serta
pelaku dan korbannya
b)
Memahami dampak
negatif bullying terhadap kehidupan
dan masa depan korban
c)
Memiliki kesadaran
tentang konsep diri yang positif sehingga mampu menjadi bagian dari budaya sekolah yang
manusiawi dan bebas dari perilaku bullying
d)
Mampu menciptakan
acara MOS yang seru, berkesan, dan bermakna namun tanpa ada tindakan bullying dari siswa senior kepada siswa junior
e. Interpersonal Problem
Solving Skills Training
Langkah-langkah IPSST
1)
Anak dilatih agar mampu mengungkapkan pendapat yang berbeda,
tanpa rasa takut.
2)
Anak dilatih untuk memikirkan akibat dari perbuatan sosial
3)
Anak dibantu untuk mengembangkan sifat kepekaan untuk menyelesaikan
masalah interpersonal
4)
Anak dilatih untuk mengembangkan cara berfikir menyelesaikan masalah
f.
Parent
Management Training
1)
Program PMT difokuskan pada interaksi antara anak dengan orang tua yang sesuai dengan perilaku prososial.
2)
Menggunakan reward dan punisment untuk membentuk perilaku anak
Gambar 1. Dinamika Psikologis School
Bullying
3.Persepsi
Persepsi
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apa yang dialami, dirasakan dan
selanjutnya di perlukan dan diharapkan. Persepsi ini juga melibatkan kebutuhan
atau need yang terkait dengan bullying.
Need menurut Richard mengandung wants, desires, demands, expectation,
motivation, constraints (Richard, 2006). Secara umum persepsi mengandung makna
bagaimana siswa, orangtua, atau guru memandang bullying. Persepsi siswa, guru, dan orangtua dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Persepsi siswa
mengandung (1)
apa yang dilihat oleh siswa (2)
apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3)
apa harapan-harapan siswa dalam penanganan tindak bullying.
b.
Persepsi orang tua
mengandung (1) apa yang dilihat oleh
orang tua (2)
apa yang menjadi kesulitan-kesulitan anak
(3) apa harapan-harapan
orang tua dalam penanganan terhadap korban dan pelaku tindak bullying.
c.
Persepsi guru
mengandung (1)
apa yang dilihat oleh guru (2)
apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3)
apa harapan-harapan guru dalam penanganan korban dan pelaku tindak bullying.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangannya.
Pada tahun pertama, dilakukan studi tentang tindak
bullying siswa SMA/SMK. Selain itu dilakukan juga identifikasi
permasalahan-permasalahan yang dihadapi para guru dan siswa ketika mereka terlibat dalam penanganan
tindak bullying. Persepsi guru, siswa, dan orang tua murid juga dideskripsikan pada tahun
pertama. Need Survey dan Need Analysis juga dilakukan pada
tahun pertama untuk pengembangan model penanganan untuk tindak, penyusunan modul dan media penanganan yang akan dilaksanakan pada tahun kedua. Berdasarkan
studi lapangan dan kajian teoritis yang relevan dikembangan suatu model, modul,
dan media penanganan
tindak bullying. Model dan modul tersebut diuji, direvisi, dan
divalidasi serta disosialisasikan pada tahun ketiga. Berikut
disampaikan tahapan kegiatan penelitian pada tahun pertama.
Gambar
2. Kegiatan Tahun Pertama
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-kualitatif yang merupakan desain yang bersifat alamiah, dalam arti
peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan
studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada
(Purwandari, 2002). Penelitian deskriptif dilakukan dengan membuat gambaran
secara sistematis, faktual, akurat, mengenai fakta-fakta dan sifat populasi.
Penelitian deskriptif menempatkan peneliti sebagai pengamat dasar adanya suatu
hal yang menarik perhatian (Moleong, 2005).
Subjek
penelitian ini adalah guru, siswa, dan orang tua siswa di 6 SMA/SMK yang ada di kota Yogyakarta. Selanjutnya, penelitian ini melibatkan 120
orang guru SMA/SMK,
50 0rang tua siswa dan 400 orang siswa SMA/SMK di kota
Yogyakarta.
Pengambilan subjek digunakan tehnik Purposiv
yaitu dengan cara melakukan penelitian terhadap subjek secara individual
berdasarkan ciri-ciri yang telah ditentukan dalam karakteristik dari penelitian
(Azwar, 2003).
Teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, skala, wawancara mendalam, DKT (diskusi
terarah)) dan observasi. Skala didesain untuk
menjaring korban, pelaku tindak bullying yang dihadapi dan dilakukan oleh siswa dan untuk menjaring persepsi guru, peserta didik, dan orang tua murid terhadap tindak
bullying di sekolah yang digunakan sebagai subjek penelitian. Teknik observasi digunakan melihat
pelaksanan proses belajar mengajar. Teknik wawancara digunakan menggali lebih dalam terkait
dengan penanganan tindak bullying, permasalahan
yang timbul, persepsi, dan sebagainya yang terkait dengan rumusan masalah yang
diajukan
Analisis data dimulai sejak tahun
pertama pelaksanaan penelitian, yakni dengan mendeskripsikan
persepsi siswa terhadap tindakan bullying,
persepsi orang tua siswa terhadap tindakan bullying
yang dialami anaknya, persepsi staf sekolah terhadap tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa di
lingkungan sekolah. Untuk
analisis, digunakan program SPSS versi 12,0. Dari prosentase terbesar akan
diperoleh kesimpulan mengenai suatu fenomena persepsi.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa
perilaku bullying yang dialami siswa
di Yogyakarta sebagai berikut:
1.
Persepsi Siswa terhadap Perilaku Bullying
a.
Bentuk-bentuk Bullying
Beberapa
tindakan bullying yang sering dialami siswa/I di sekolah antara lain:
1)
Bullying
Fisik, 2) Bullying Psikologis
Hasil
penelitian dapat di lihat pada data-data frekuensi bullying fisik dan psikologis yang tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1
Bentuk
Bullying Fisik dan Psikologis
(N=353)
No
|
Bentuk Bullying Fisik
|
F
|
%
|
No
|
Bentuk Bullying Psikologis
|
F
|
%
|
1
|
Ditendang/didorong
|
182
|
52
|
1
|
Diejek/di
olok-olok
|
183
|
52
|
2
|
Dipukul
|
169
|
48
|
2
|
Disoraki
|
173
|
49
|
3
|
Ditendang
|
132
|
38
|
3
|
Dijuluki dengan sebutan yg tidak baik
|
171
|
48
|
4
|
Dijegal/diinjak
kaki
|
129
|
37
|
4
|
Dihina/dicaci
|
152
|
43
|
5
|
Dilempar
dengan barang
|
130
|
37
|
5
|
Digosipkan
|
153
|
43
|
6
|
Diinjak
|
115
|
33
|
6
|
Di
bentak-bentak
|
153
|
43
|
7
|
Dijambak/ditampar
|
96
|
27
|
7
|
Dituduh
|
141
|
40
|
8
|
Ditolak
|
62
|
18
|
8
|
Diancam
|
132
|
37
|
9
|
Dipalak/dikompas
|
64
|
18
|
9
|
Difitnah
|
128
|
36
|
|
|
|
|
10
|
Dimaki-maki
|
90
|
25
|
|
|
|
|
11
|
Dipermalukan
di depan umum
|
89
|
26
|
b.
Faktor penyebab
mendapatkan perlakuan dan Dampak
dari tindakan Bullying.
Tabel 2
Penyebab Mendapatkan Perlakuan dan Dampak dari Tindakan Bullying
(N=353)
No
|
Penyebab
|
F
|
%
|
No
|
Dampak Tindakan Bullying
|
F
|
%
|
1
|
Sulit bergaul
|
118
|
33
|
1
|
Merasa tertekan/gugup
|
194
|
55
|
2
|
Fisik kecil/lemah/cacat
|
94
|
26
|
2
|
Konsentrasi berkurang
|
130
|
37
|
3
|
Menantang bully
|
67
|
19
|
3
|
Tidak nyaman/terancam
|
108
|
31
|
4
|
Orangtua miskin/kaya
|
59
|
17
|
4
|
Malu
|
107
|
30
|
5
|
Kurang percaya diri
|
56
|
16
|
5
|
Kehilangan Percaya diri
|
100
|
28
|
6
|
Mempunyai logat tertentu/gagap
|
54
|
15
|
6
|
Stres dan sakit hati
|
87
|
27
|
7
|
Sulit bergaul/canggung
|
44
|
12
|
7
|
Tidak bahagia/tidak berguna
|
69
|
20
|
8
|
Over percaya diri
|
43
|
12
|
8
|
Membalas bully
|
54
|
15
|
9
|
Cantik/ganteng/tidak cantik/ganteng
|
42
|
12
|
9
|
Menangis
|
52
|
15
|
10
|
Rebutan pacar
|
38
|
11
|
10
|
Kasar dan dendam
|
54
|
15
|
11
|
Kurang pandai
|
27
|
8
|
11
|
Berbohong
|
44
|
12
|
c.
Reaksi yang Dilakukan
Setelah Mendapatkan Bullying
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Reaksi yang
Dilakukan setelah Mendapat Bullying
(N=353)
No
|
Reaksi Tindakan Bullying
|
F
|
%
|
1
|
Mengabaikan tindakan pelaku
|
153
|
43
|
2
|
Membalas tindakan pelaku
|
127
|
36
|
3
|
Memaklumi tindakan pelaku
|
121
|
34
|
4
|
Diam saja karena tidak berdaya
|
63
|
18
|
5
|
Melarikan diri dari pelaku
|
30
|
8
|
d.
Pelaku dan Tempat
Dilakukannya Bullying
Tabel 4
Pelaku dan Tempat Bullying
Terjadi
(N=353)
No
|
Tempat Tindakan Bullying
|
F
|
%
|
No
|
Pelaku Tindakan Bullying
|
F
|
%
|
1
|
Di Kantin
|
221
|
63
|
1
|
Teman sekolah
|
281
|
80
|
2
|
Tempat parkir
|
99
|
28
|
2
|
Gank yang punya kekuasaan
|
76
|
22
|
3
|
Jalan menuju sekolah
|
42
|
12
|
3
|
Orang tak dikenal
|
72
|
20
|
4
|
Di sekolah
|
63
|
8
|
4
|
Guru
|
63
|
18
|
5
|
Di rumah
|
27
|
8
|
|
|
|
|
6
|
Di kelas
|
26
|
7
|
|
|
|
|
e.
Persepsi
Pelaku Tindak Bullying
Tabel 6
Pelaku Tindak Bullying
(N-352)
No
|
Pernyataan
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
1
|
Ancaman
|
248
|
70
|
2
|
Mengganggu adik kelas
|
125
|
36
|
3
|
Melakukan pelecehan kepada wanita
|
90
|
31
|
4
|
Merendahkan dengan sinis kepada orang
yang lebih lemah
|
111
|
31
|
5
|
Mengejek/menjulurkan lidah
|
102
|
29
|
2.
Persepsi
Orang tua terhadap Tindakan bullying
Seri A
Tabel 7
Persepsi Orang
Tua Terhadap Tindakan Bullying
(N-27)
No
|
Pernyataan
|
TT
|
T S
|
S
|
1
|
Saya merasa anak saya nyaman di
sekolah
|
26
|
11
|
59
|
2
|
Guru/orang dewasa di sekolah
melaporkan anak saya ada masalah
|
11
|
40
|
44
|
3
|
Anak saya bercerita pada saya mengenai
kejadian bullying di sekolah
|
15
|
48
|
22
|
4
|
Anak saya sedang belajar ketrampilan
sosial di sekolah yang akan membantu mengurangi bullying
|
44
|
11
|
15
|
5
|
Anak saya menjadi korban bullying di
sekolah
|
30
|
44
|
11
|
6
|
Anak saya melakukan tindakan bullying
di sekolah
|
11
|
81
|
4
|
Seri
B
Tabel 8
Persepsi Orang
Tua Terhadap Tindakan Bullying
(N-27)
No
|
Pernyataan
|
TT
|
TS
|
S
|
1
|
Anak anda tidak masuk sekolah karena
tidak nyaman di sekolah/perjalanan ke sekolah
|
93
|
7
|
0
|
2
|
Apakah seseorang mengancam atau melukai anak
anda di sekolah
|
100
|
0
|
0
|
3
|
Apakah anak anda terlibat perkelahian
secara fisik di sekolah
|
96
|
0
|
4
|
4
|
Apakah anda membicarakan tentang bullying di
sekolah anak anda
|
93
|
0
|
7
|
5
|
Apakah anda membicarakan tentang bullying
dengan staf sekolah
|
100
|
0
|
0
|
6
|
Jika ya apakah anda merasa bahwa staf
sekolah akan menindaklanjuti/
|
70
|
0
|
0
|
7
|
Jika tidak apakah anda akan datang ke
sekolah
|
30
|
0
|
0
|
3.
Persepsi
Staf Sekolah Terhadap Tindakan Bullying
Tabel 9
Observasi
Tindakan Bullying
(N-115)
No
|
Pernyataan
|
Tidak
pernah
|
Pernah
|
Sering
|
1
|
Staf memantau siswa sebelum dan
sesudah sekolah
|
18
|
19
|
63
|
2
|
Staf berada di halaman sekolah selama
pergantian jam pelajaran
|
48
|
16
|
36
|
3
|
Ada beberapa staf yang siswa di kantin
selama jam istirahat
|
37
|
19
|
44
|
4
|
Siswa saling bersikap baik satu dengan
yang lain
|
13
|
7
|
80
|
5
|
Apakah diantara siswa saling
mengatakan sesuatu yang bermakna?
|
51
|
23
|
26
|
6
|
Apakah diantara siswa saling
mengatakan sesuatu yang baik
|
18
|
30
|
52
|
7
|
Apakah diantara siswa saling mengambil
sesuatu yang bermakna?
|
42
|
28
|
30
|
8
|
Apakah diantara siswa saling
memukul/mendorong?
|
95
|
5
|
0
|
9
|
Apakah diantara siswa saling membantu
|
18
|
26
|
46
|
10
|
Apakah diantara siswa saling
mengatakan sesuatu yang menyakitkan?
|
91
|
9
|
0
|
11
|
Berapa kali seseorang
mengancam/melukai siswa di sekolah
|
67
|
22
|
11
|
Tabel
10
Observasi
Tindakan Bullying
(N-115)
No
|
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Apakah anda mengamati tindakan bullying di sekolah
|
58
|
42
|
2
|
Apakah anda pernah melaporkan perilaku
bullying
|
32
|
58
|
3
|
Apakah pernah diskusi tentang bullying
|
28
|
72
|
Tabel 11
Siswa Merasa Tidak Nyaman dan Tempat Terjadinya Bullying
No
|
Tempat-tempat Meresahkan
|
F
|
%
|
No
|
Tempat Terjadinya Bullying
|
F
|
%
|
1
|
Diluar sekolah
|
11
|
10
|
1
|
Ruang
kelas
|
20
|
17
|
2
|
Kamar mandi
|
8
|
7
|
2
|
Ruang
ganti
|
10
|
9
|
3
|
Ruang kelas
|
8
|
7
|
3
|
Luar
sekolah
|
2
|
2
|
4
|
Kantin
|
5
|
4
|
4
|
Kantin
|
1
|
1
|
5
|
Ruang kelas
|
5
|
4
|
5
|
Halaman
sekolah
|
1
|
1
|
6
|
Ruang ganti
|
3
|
3
|
6
|
Kamar
mandi
|
1
|
1
|
7
|
Halaman
sekolah
|
1
|
1
|
7
|
Bus
|
1
|
1
|
(N-115)
Tabel 12
Kekhawatiran staf
sekolah Terhadap Bullying
(N-115)
No
|
Pernyataan
|
Tidak pernah
|
Serius/ sering
|
Nyaman
|
1
|
Seberapa
nyamankah anda dengan siswa pelaku bullying
|
54
|
23
|
5
|
2
|
Seberapa
seriuskah masalah bullying di sekolah
|
58
|
18
|
1
|
3
|
Seberapa
seringkah terjadinya bullying di sekolah
|
59
|
14
|
1
|
Tabel 13
Tindakan dan Penanganan Apabila Terjadi Bullying
(N-115)
No
|
Tindakan
|
F
|
%
|
No
|
Penanganan
|
F
|
%
|
1
|
Mengingatkan pada pelaku
|
65
|
57
|
1
|
Membantu mengawasi pelaku bullying
|
46
|
50
|
2
|
Melaporkan pada sekolah/orang tua
|
46
|
40
|
2
|
Memberikan dukungan pengasuhan
|
31
|
37
|
3
|
Memberikan hukuman
|
31
|
27
|
3
|
Mendukungsekolah
saat memberikan konsekuensi pada pelaku bullying
|
22
|
19
|
4
|
Ragu-ragu
|
12
|
10
|
4
|
Memberikan pelatihan / kebijaksanaan
|
3
|
11
|
Pembahasan
Penelitian ini
menemukan bahwa 244
dari 353 siswa (69,3%) pernah mendapatkan bullying
di sekolah. dari teman, guru dan orangtua. Jumlah tersebut dapat dikatakan
cukup mengejutkan dan memprihatinkan bagi semua kalangan terutama bagi orangtua
dan pendidik secara khusus dan
kenyataannya hal itu paling banyak terjadi di
sekolah.
Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman
sekolah. Dari hasil temuan tadi perlu adanya
usaha dari sekolah untuk membentuk kebijakan sekolah yang anti bullying. Menurut Andrew Mellor, pakar
anti bullying dari Skotlandia, ada
empat hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kebijakan sekolah yang anti
bullying, yaitu: kejujuran,
keterbukaan, pemahaman dan tanggung jawab.
Dampak
perlakuan bullying yang dialami oleh
korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu 41,46%, akibat
konsentrasi yang kurang tentunya membuat remaja prestasinya menurun. Reaksi
korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan
pelaku yaitu 49,56%, dengan membalas perlakuan bully tentunya akan menjadikan situasi kenyamanan di sekolah semakin
jauh. Hal ini kalau dibiarkan dapat menyebabkan perkelahian masal antar
kelompok karena masing-masing akan membantu siswa yang dianggap sebagai teman.
Secara
keseluruhan untuk memutus mata rantai terjadinya bullying pemerintah, sekolah dan orangtua harus bekerjasama dengan
mengajak remaja untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif sehingga dapat
mengurangi perilaku bullying.
Berdasarkan penelitian Riauskina,
Djuwita, dan Soesetio (2005) tentang perilaku bullying pada remaja ditinjau dari perbedaan gender, hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa remaja laki-laki usia 15 tahun lebih cenderung
mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara remaja perempuan lebih
cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan
perbedaan dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18
tahun, kecenderungan remaja laki-laki mem-bully dengan kontak fisik menurun
tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perialku verbal langsung dan
perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap lebih
tinggi kecenderungannya dalam hal ini.
Dalam penelitian ini secara skala hanya melihat bentuk bullying secara fisik dan psikis, adapun
untuk melihat bulllying dalam bentuk
pelecehan seksual dilaksanakan melalui wawancara dan observasi. Dari skala yang
telah dibagikan ke beberapa sekolah menengah di kota Yogyakarta yang sekaligus
menjadi subjek dalam penelitian, yaitu Sekolah Taman Madya (32 pelajar), SMKN 2
(68 pelajar), SMA 8 (47 pelajar), SMK Muh 3 (59 pelajar), SMK Muh 5 (58
pelajar), dan SMU Muh 1 (97 pelajar),
ditemukan beberapa hasil bentuk bullying
fisik dan psikis yang banyak terjadi pada pelajar di sekolah Yogyakarta.
Berdasarkan
prosentase perilaku bullying di atas
bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu
diantara dua pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis. Bukti nyata ditunjukkan
dengan banyaknya frekuensi penelitian yang terdaftar pada tabel 1 menunjukkan
bahwa 72% pelajar mengaku pernah terkena bullying, dan lebih sedikitnya ada 2% pelajar akan mengancam adik
kelas jika tidak memberikan uang. Perhatian
perilaku bullying para pelajar merupakan
suatu hal yang penting, dan seharusnya para orang tua, guru dan stakholder
berusaha keras untuk mengidentifikasi perilaku pelajar korban bullying maupun
pelaku bullying dan memberi intervensi sejak awal. Perilaku bullying pelajar merupakan prediksi yang
sangat memungkinkan untuk menunjukkan gangguan merosotnya prestasi akademik
para pelajar kota Yogyakarta.
Banyaknya
perilaku bullying pada pelajar Kota Yogyakarta sering disebabkan oleh faktor-faktor kesulitan
bergaul di lingkungan sekolah mereka, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian
yaitu menunjukkan 33% paling tinggi dibanding faktor-faktor bullying lainnya.
Pelajar yang mengalami gangguan intimidasi (korban bullying) maupun pelaku
bullying seharusnya memperoleh pengukuran perhatian secara penuh dari semua
pihak-pihak terkait, yaitu: orang tua, guru dan stakholder; mulai dari kepala
sekolah sampai para penjual kantin sekolah. Ada bukti yang baik bahwa mengajak
semua stakeholder ikut terlibat dalam penanganan bullying pelajar secara
keseluruhan akan meningkatkan kesadaran untuk berperilaku lebih positif dan
dapat menimbulkan dampak positif pada prestasi belajarnya. (Handwerk dalam
Bolton, 2010).
Siswa yang menjadi korban bullying
biasanya menunjukkan beberapa sikap dan perilaku yang berbeda dari teman-teman
lainnya, seperti; perilaku distress, depresi, atau kesedihan mendalam, takut
atau enggan masuk sekolah, tertutup pada guru atau orang dewasa lainnya
terhadap masalah yang dihadapinya, menghabiskan waktu sendirian karena merasa
terisolasi, membutuhkan uang yang banyak tanpa alasan yang jelas, pulang ke
rumah dalam kondisi memar-memar di tubuhnya, dan menunjukkan kemerosotan
prestasi akademiknya (Handwerk dalam Bolton dan Graeve, 2010).
Dampak
bullying yang paling memprihatinkan
adalah dampak psikologis para pelajar yang menimbulkan perasaan inferior dan
mental meraka hancur. Dari hasil penelitian ditemukan
siswa kota Yogyakarta diperoleh
beberapa dampak perilaku bullying sebagaimana tercantum dalam daftar tabel 2
yang menunjukkan tanda-tanda seorang
pelajar yang menjadi korban bullying
di sekolah. Berdasarkan prosentase dampak perilaku bullying yang tercantum dalam tabel 2 di atas mengindikasikan ada
37% siswa/i merasa konsentrasi belajar mereka berkurang akibatnya prestasi
akademiknya juga dapat menurun.
Ada
beberapa reaksi yang dimunculkan seseorang apabila mereka menerima perlakuan bullying dari temannya. Ada sebagian
yang mampu menahan dan mengkontrol emosinya dan mengabaikan perlakuan bullying yang diterimanya, ada yang
memendam perlakuan bullying dan tidak
berani bergaul dengan temannya karena merasa malu atas kejadian yang
diterimanya serta mereka merasa terisolasi dari teman-teman yang lainnya, namun
ada sebagian yang membalas perlakuan bullying bahkan kadang dengan balasan yang
le bih menyakitkan.
Reaksi
yang paling banyak dilakukan pelajar Yogyakarta setelah mendapat perilaku bullying adalah mengabaikan tindakan
perilaku bullying yaitu sejumlah 43%.
Etiology :
penyebab (harus digali lebih mendalam lewat wawancara mengapa mereka lebih
memilih mengabaikan perilaku bullying, apakah tindakan mereka sudah benar?)
Banyak remaja yang memiliki gangguan perilaku bullying disebabkan faktor lingkungan
(contoh; kemiskinan, orang tua berpendidikan rendah, dan lingkungan rumah yang
tidak harmonis). Penyebab pokok (contoh; gangguan mental, skor IQ redah (75
sampai 90), dan buruknya pengawasan dari guru dan orang tua dapat memberikan
kontribusi pada faktor-faktor lingkungan atau penyebab gangguan perilaku
bullying yang saling berkaitan.
Bagaimanapun, gangguan perilaku bullying yang menetap dan signifikan dapat terjadi karena bimbingan
dan pengawasan pendidikan yang kurang tepat, tingkat kecerdasan, dan status
sosial-ekonomi keluarga, serta ketidakmampuan menghargai orang lain (contoh;
ganguan-gangguan yang berkembang yang dapat juga terjadi pada area kemampuan
menangani konflik diantara pelajar, perasaan sensitif, dan ekspresi menghina
orang atau kelompok lain) merupakan penyebab munculnya perilaku bullying di
kalangan pelajar.
Perilaku bullying
di kalangan pelajar yang tidak ditangani sejak awal dapat mempengaruhi
ketrampilan-ketrampilan dasar membina keharmonisan hubungan secara keseluruhan
di lingkungan sekolah yang menyebabkan pelajar akan mudah melakukan tindakan kekerasan
seperti tawuran antar pelajar.
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menemukan
bahwa dari 353 siswa (69,3%) pernah
mendapatkan bullying di sekolah. Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman
sekolah. Penyebab paling besar korban mendapat perlakuan bullying 29,20% adalah anak yang kurang mempunyai kepercayaan diri.
Dampak perlakuan bullying yang
dialami oleh korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu
41,46%. Reaksi korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku yaitu 49,56%. Berdasarkan
prosentase perilaku bullying di atas
bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu
diantara tiga pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis.
Peran
sekolah dan orangtua dalam mengatasi bullying
sangatlah penting, karena ketdaktahuan sekolah dan orangtua apabila siswa
menjadi korban atau pelaku, sehingga bullying
tetap terjadi terutama di sekolah. Sehubungan dengan hal itu diperlukan
pelatihan bagi korban, pelaku, orang tua dan guru dalam menangani bullying.
Saran
1.
Bagi Siswa
a.
Korban Bullying perlu diberikan;
1)
Model
pelatihan kepercayaan diri: membina persahabatan, menghentikan berpikir negatif.
2)
Model
pelatihan asertivitas.
3)
Cognitif
approach (pendekatan kognitif, bisa dengan persuasi).
b.
Pelaku Bullying perlu diberikan;
Model pelatihan
keterampilan sosial: menerima perbedaan, memahami orang lain, menunjukkan
rasa empati, belajar memaafkan kesalahan orang lain.
2.
Bagi Guru perlu diberikan;
a.
Model
pelatihan manajemen kelas.
b.
Model
pelatihan pendidikan pendisiplinan siswa.
3.
Bagi Orang tua perlu diberikan;
a.
Model
pelatihan komunikasi efektif orang tua-anak (family system approach).
b.
Model
pelatihan parent management.
DAFTAR PUSTAKA
Argiati , SHB, 2010, Efektivitas Pelatihan
Asertivitas untuk Meningkatkan Ketahanan istri rentan korban kekerasan suami, Proceding Seminar Nasional Pendidikan
Berkarakter Bangsa, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Argiati , SHB, 2009, Perilaku Bullying siswa
SMA di Kota Yogyakarta, Proceding,
Seminar Nasional Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Azwar, S. 2001. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berkowitz,
L, 2003. Emotional Behavior, Jakarta:
CV Teruna Grafica
Graeve, S and Bolton
J, 2010. No Room for Bullies. New
Delhi: Neelkamal Publication
John Naisbit, 1982, Megatrends: Ten New Directions
Transforming Our Lives.
Monks, F.j. Knoers, A. M. P dan Haditono,
S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Moleong, J.L., 2002.
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Pepler dan Craig, 1989. “Bullying” Dalam dunia
Pendidikan: Mengenal korban Lebih Jauh.
Diambil dari http://www.popsy.wordpress.com/2007. 15 Mei 2007.
Poerwandari, E. K. 2001.
Pendekatan Kualitatif dalam Psikologi.
Jakarta: LPSP Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Ramli, A. M. Nora, B.M, Siti, M.S. 2005.
Gejala Buli. Diambil dari http://seminar
pendidikan.com.kertas2012.pdf. 13 April 2008
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio,
S.R. (2005). ‘Gencet-gencetan’ di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif
tentang arti, skenario, dan dampak ‘gencet-gencetan’. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13
Samhadi, S. H. 2007. Budaya Kekerasan Di
Lembaga Pendidikan. diambil dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/0704/14/fokus/3456065/htm. tanggal 15
April 2008
Sears, D.O. fredman, J.L., and Paplan, L.
A.1994. Social Psychology. New
Jersey. Prentice Hall: Inc.
Sejiwa (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini), 2008. Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan Sekitar Anak. Penerbit PT Grasindo, Jakarta, 2008.
BIO DATA PENULIS
Nama : Dra. S. Hafsah Budi
A.,S.Psi.,M.Si
Jenis
kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kemitbumen 7 Panembahan Kraton
Yogyakarta 55131
Telpon : (0274) 7470800/081903743553
Fax :
(0274) 547042
Trims Bu Siti Hafsah, dg penelitiannya smg menjadikan YK makin Istimewa.
ReplyDeleteSaya salah satu mahasiswi Ibu dr UST lulus th 1992