JOKOWI VS PRABOWO


Dua hari sudah pemilihan Presiden  berlansung. Fantanstik, dalam sejarah Indonesia, mungkin pemeilihan Presiden kali ini yang paling kontraversial. Kalau yang dulunya peta kekuatan dari calon gampang terbaca dan setelah pilpres berlansung hasilnya jelas, perbedaan antara calon cukup significant sehingga tidak membuat rakyat  penuh keraguan dan sak wasangka. Yang kalah terpaksa mengakui keunggulan lawannya.
Namun  kal ini jauh berbeda. Pasangan Jakowi dan Prabowo mempunyai pendukung yang seimbang. Sehingga dari data perhitungan cepat oleh lembaga yang semua mengaku kredibel menghasilkan pemenang yang yang kontraversial tadi, yang berujung saling klaim kemenangan dari masing-masing   pihak.
Kalau diselami lebih jauh, ini merupakan indikator bahwa rakyat Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang dicerminkan oleh kedua calon tersebut. Sebagian penduduk Indonesia merindukan pemimpin yang merakyat;   protipe rakyat biasa, baik dari raut wajah, ekspresi, cara berbicara. Sebagian rakyat sudah bosan dengan pemimpin-pemimpin seperti sekarang ini yang merupakan raja-raja kecil. Mulai dari lurah saja, camat, bupati, wali kotra, gubernur, mentri dan bahkan anggota DPR apalagi presiden menampilkan gambaran seorang raja. Muncul dengan atribut-atribut   yang merupakan  symbol-symbol seorang raja. Dan ketika muncul seorang pemimpin yang lain dari yang lain, tidak dikelilingi oleh ajudan yang bergaya tukang pukul, duduk bersama dengan rakyat, berbicara dengan gaya rakyat, sebagian rakyat terkesima. Aneh, selama ini tidak ada level gubernur yang mau duduk bersama dengan orang-orang topeng monyet, ada gubernur yang duduk bersama rakyat diruang tunggu bandara; masuk  dan melihat lansung keadaan rakyat. Rakyat terkesima dengan kelembutan dan kerakyatan pemimpin ini dan mereka berteriak, seharusnya kita dipimpin oleh orang seperti ini.
Namun  disi lain sebagian rakyat melihat, untuk memimpin Indonesia yang luas dan beragam ini tidak bisa dengan lemah lembut kerakyatan itu. Kita butuh pemimpin yang tegas untuk menghadapi rongrongan asing yang selalu berusaha menggerogoti kedaulatan dan sumber daya alam  kita. Bagian-bagian Indonesia yang sudah menampakkan gejala separatisme, harus dihadapi  dengan  tegas. Sosok ideal untuk ini  ditampilkan oleh seorang  Probowo.

Kalau ditarik kesimpulan, rakyat Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang merupakan gabungan   kedua tokoh ini yaitu kerakyatan lembut dan tegas. Yang lebih pas lagi kalau kedua orang ini bersatu. Masalah dalam negeri diurus oleh sosok sepertoi Jakowi, sedangkan untuk menghadapi urusan dalam negeri dan saparatisme ditangani oleh Prabowo yang tegas berwibawa. Majulah indonesia 

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DESCRIPTIVE MELALUI METODE ESTAFET WRITING DI KELAS XI SMAN 2 RAMBAH HILIR

Para pembaca yang budiman,
berikut ini salah satu contoh proposal
penelitian tindakan kelas yang ditulis oleh
guru. Meskipun kurang lengkap tapi mungkin
bermanfaat untuk dipedomani formatnya.
Proposal ini ditulis oleh NUR IKHSAN, S. Pd
Guru SMAN. 2 Rambah Hilir Rohul


                                                                     

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (Listening),berbicara (Speaking),membaca (Reading) dan menulis (Writing).
Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
Didalam pembelajaran bahasa inggris ada beberapa  materi yang harus dikuasai oleh peserta didik tingkat SMA, seperti teks fungsional pendek, percakapan interpersonal, dan teks yang berbentuk narrative, recount, report, procedure, newsitem, hortatory exposition, analytical exposition, explanation, discussion,and review (Genre based Approach). Salah satu teks tersebut berbentuk descriptive.
Sebagaimana tercantum didalam standar isi, tentang kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa tingkat SMA dalam menulis adalah mampu mengungkapkan berbagai makna (interpersonal) dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog yang  berbentuk narrative, report, recount, dan lainnya pada umumnya, khususnya siswa diharapkan mampu membuat teks singkat yang berbentuk descriptive.
Namun kenyataannya, kemampuan siswa kelas X SMAN 2 Rambah Hilir dalam menulis, khususnya teks yang berbentuk descriptive sangatlah rendah. Sebahagian siswa belum mampu membuat teks singkat yang berbentuk descriptive.
Kemungkinan rendahnya kemampuan menulis siswa dalam teks yang berbentuk descriptive disebabkan oleh motivasi siswa yang rendah, atau karena metode penilaian yang tidak tepat,  bisa juga karena rendahnya penguasaan tata bahasa inggris, atau mungkin karena metode mengajar yang tidak tepat, dan frekuensi latihan yang tidak cukup.
Sebagai seorang guru, penulis merasa terpanggil untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran, termasuk juga rendahnya kemampuan menulis siswa kelas X SMAN 2 Rambah Hilir dalam teks yang berbentuk descriptive. Dan penulis merasa menemukan pemecahannya yaitu melalui metode estafet writing, namun peningkatan kemampuan menulis siswa dalam teks descriptive belum teruji secara ilmiah. Oleh karena itulah penulis membuat penelitian tindakan kelas dengan judul: MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DESCRIPTIVE SISWA KELAS X SMAN 2 RAMBAH HILIR MELALUI METODE ESTAFET WRITING.
B.       Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, indikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Motivasi siswa yang rendah
2.      Metode penilaian yang tidak tepat.
3.      Rendahnya penguasaan tata bahasa inggris
4.      Metode mengajar yang tidak tepat
5.      Frekuensi latihan yang tidak cukup

C.      Pembatasan  Masalah
Berdasarkan indikasi masalah diatas, penelitian ini dibatasi hanya pada   meningkatkan kemampuan menulis teks descriptive siswa kelas X SMAN 2 Rambah Hilir melalui metode estafet writing.
D.      Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Sejauh manakah peningkatan kemampuan menulis teks descriptive siswa X SMAN 2 Rambah Hilir melalui metode estafet writing?
2.      Kendala – kendala apakah yang dihadapi dalam menerapkan metode estafet writing?
3.      Bagaimana penggunaan metode estafet dapat meningkatkan kemampuan menulis teks descriptive siswa?
4.      Apakah metode estafet writing dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa?

E.       Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui sejauh manakah kemampuan menulis teks descriptive siswa kelas X SMAN 2 Rambah Hilir melalui metode estafet writing  .
2.      Untuk mengatasi kendala – kendala  yang dihadapi dalam menulis.
3.      Untuk mengetahui bagaimana penggunaan metode estafet dapat meningkatkan kemampuan menulis teks descriptive siswa.
4.      Untuk mengetahui apakah metode estafet writing dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.

F.       Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat berguna untuk :
1.      Guru
Dapat memberikan informasi tentang metode yang sesuai dengan pembelajaran
2.      Siswa
Meningkatkan motivasi dan prestasi pada pelajaran bahasa inggris.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.          Kajian Teoritik
1. Pengertian Menulis

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Suparno dan M. Yunus dalam St.Y. Slamet, 2007: 96). Sementara itu Puji Santosa, dkk (2008: 6.14) mengemukakan bahwa menulis dapat dianggap sebagai proses ataupun suatu hasil. Menulis adalah menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan dalam Muchlisoh, 1993: 233). Menurut Byrne dalam St.Y. Slamet (2008: 141) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dapat disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.




2. Pengertian Descriptive Text
3. Metode Estafet Writing.
Estafet writing adalah salah satu strategi yang digunakan didalam proses pembelajaran bahasa inggris yang mana diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. Dimana adanya kerjasama antar siswa yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pada akhirnya siswa dapat membuat sebuah teks secara berantai.
Melalui metode estafet writing didalam menulis sebuah teks, diharapkan secara umum siswa kelas X SMAN 2 Rambah Hilir  mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, ide dan pendapatnya, khususnya mampu menghasilkan sebuah teks singkat yang berbentuk descriptive.
B.            Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang Kemampuan Menulis Teks descriptive Melalui Estafet Writing, pernah diteliti oleh: Siti Syathariah, yang judulnya Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan Metode Estafet Writing, 2010 yang mana hasilnya diketahui bahwa selama proses pembelajaran menulis puisi dengan metode Estafet Writing motivasi siswa meningkat.
 Walaupun begitu, penelitian ini memiliki persamaan dengan masalah yang penulis angkat yaitu sama-sama menggunakan metode Estafet Writing.
Adapun perbedaannya dengan penelitian yang penulis angkat adalah penulis membahas tentang kemampuan menulis teks descriptive, akan tetapi Penelitian Siti Syathariah mengangkat tentang motivasi dan kemauan siswa dalam menulis puisi.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas yaitu penelitian yang bertujuan untuk pencapaian hasil belajar siswa.
A.     Setting Penelitian
1.Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Rambah Hilir, karena penulis mengajar disekolah ini. Sehingga penilitian ini tidak dapat dengan mudah dilaksanakan dan bahkan tidak akan menganggu kegiatan proses belajar mengajar di sekolah ini.
2. Subject
            Adapun subject penelitian ini adalah siswa kelas X.C  yang berjumlah 30 orang siswa; 12 laki-laki dan 18 perempuan. Adapun alasan penulis memilih kelas tersebut karena disebabkan sebagian besar siswa kelas X.C memiliki kemampuan menulis writing yang rendah.
3. Waktu
            Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012 / 2013, tepatnya pada bulan September – November 2012.

B.          Prosedur  Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan dalam 3 siklus, siklus pertama adalah mencari materi, merancang RPP, melaksanakan pretest, memberi perlakuan ( mengajar) dan memberikan pengujian. Adapun siklus kedua adalah menganalisa hasil pretest dan pengujian, menganalisa hasil refleksi dan memberi tindakan. Kemudian siklus ketiga adalah mengoreksi hasil.

C.          Instrumen Penelitian
Adapun instrument penelitian ini berupa penugasan, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan menulis siswa.

D.          Analisis Data
Keberhasilan penelitian ini ditentukan oleh meningkatnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mengukur hasil belajar siswa, instrument yang digunakan adalah memberi penugasan untuk setiap siklus. Analisa data dilakukan dengan melihat perkembangan peningkatan hasil belajar dari siklus 1, siklus 2 dan siklus 3, yang dijelaskan dalam bentuk angka dan deskripsi kemajuan.


MASALAH PADA PENELITIAN TINDAKAN KELAS (1)

Tanya                 : Sekarang saya sudah memami bidang kajian tindakan kelas. Namun bagaimana saya mendapatkan masalah yang akan saya angkat menjadi Penelitian tindakan kelas?
Jawab                : Penelitian tindakan kelas berangkat dari masalah yang ada yang dihadapi guru. Supardi Suharjono(2012: 35) mengatakan  salah satu karakteristik Penelitian Tindakan Kelas, masalah berasal dari guru sendiri. Banyak guru yang tidak menyadari ada masalah dalam pembelajarannya. Lebih  jauh Supardi Suharjono memberi panduan bagi guru untuk mengeksplorasi masalah :
-         Apa yang sedang terjadi di kelas?
-         Apa saja yang menimbulkan adanya masalah itu?
-         Dari masalah tersebut, kelas mana yang paling dirasa merisaukan dalam pelajaran kesehariannya
-         Diantara berapa indikasi masalah, mana yang mungkin menjadi penyebab utamanya?
-         Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut dibiarkan?
-         Alternatif apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau memperbaiki masalah tersebut.
-         Dari beberapa alternatif yang ada mana yang paling memungkinkan untuk dilakukan untuk perbaikan pembelajaran?
-         Apakah guru sudah yangkin dengan tindakannya itu?

(Supardi Suharjono, Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas, 2012)  

BIDANG KAJIAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS(2)


Tanya                 :  Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa bidang kajian       Penelitian tindakan kelas itu antara lain masalah belajar siswa, design atau strategi pembelajaran dan alat bantu media serta sumber belajar. Masih adakah yang lainnya?
                            Jawab                  : Masih. Pengembangan pribadi peserta didik bisa juga menjadi objek penelitian.  
                            Tanya                  : Contohnya apa?          
                             Jawab                 :   Seperti peningkatan kemadirian siswa dan tanggungjawab peserta didik. Bagaimana menangani siswa yang suka mencontek, tidak mau mengerjakan PR, lambat dalam belajar; peningkatan keefektifan hubungan pendidik dan tenaga pendidikan dan bisa juga peningkatan konsep diri peserta didik.
Tanya                 : Bagaimana dengan sistem penilaian?

Jawab                : Sistem penilaian juga masalah yang dihadapi lansung oleh guru, maka sistem penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar termasuk kajian PTK. Dalam bidang kajian ini juga termasuk pengembangan instrumen penilaian baik penilain sikap, pengetahuan dan keterampilan.

BIDANG KAJIAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS(1)


Tanya       : Masalah apa saja yang bisa dijadikan objek Penelitian Tindakan Kelas?
Jawab      : Objek  penelitian tindakan kelas adalah masalah  sehari-hari yang dihadapi lansung oleh guru di sekolah seperti masalah belajar di kelas: anak tidak gairah belajar, kesalahan-kesalahan  pembelajaran. Demikian juga seperti anak yang sulit diatur dan sebagainya
Tanya      : bagaimana dengan design pembelajaran?         
Jawab     : Nah sebenarnya masalah in yang paling sering ditulis oleh guru. Seperti masalah pengelolaan kelas dan prosedur pembelajaran; implementasi dan inovasi  dalam metode pembelajaran; interaksi antara guru dan murid maupun interaksi antara sesama siswadi dalam dan luar kelas. Disamping itu alat bantu pembelajaran dan sumber belajar juga menajadi objek penulisan
Tanya      : Apa contohnya?
Jawab     : Penggunaan media pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas pemanfaatan perpustakaan dalam belajar


ASAP DAN KUCING



Menyedihkan asap mulai lagi menyelimuti kota Pekanbaru. Disamping mengganggu kesehatan namun pada manusia asap ini juga mengakibatkan penderitaan pada kucing binatang yang tidak berdosa dan tidak punya andil datangnya asap. Asap tidak hilang kalau tidak ada hujan. Jadi persoalannya bagaimana supaya hujan turun. Bagi yang taat beragama mereka melalukan sholat minta hujan. Tapi anak-anak di kompleks tempat saya tinggal punya kepercayaan hujan akan datang kalau kucing dimandikan.

 Nah, inilah yang terjadi semenjak asap muncul. Setiap hari ada kucing yang menjadi korban dimandikan sampai basah kuyup. Saya merasa kasihan melihat kucing-kucing ini, maka saya katakan pada mereka bahwa semua itu hanya mitos. Ada yang percaya ada yang tidak. Nah ketika seminggu yang lalu malamnya turun hujan beberapa anak SD mencegat saya, “Pak, bapak tidak percaya hujan akan turun kalau kucing dimandikan. Sore kemaren 5 ekor kucing kami mandikan dan terbukti malam tadi hujan turun”

Saya hanya tersenyum mendengar ini sambil mikir-mikir bagaimana menjelaskan pada anak-anak ini bahwa tidak ada hubungan antara kucing yang dimandikan dengan  hujan. Yang saya khawatirkan, kalau beberapa hari ini hujan tidak turun , maka yang jadi korban kucing-kucing yang dimandikan secara paksa.

 Namun dibalik itu semua  saya melihat, anak-anak ini merupakan  contoh anak anak yang peduli. Mereka ikut memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah. Tidak hanya ikut  mengomel dan mengeluh seperti kebanyakan orang dewasa.  Saya berpengharapan  dengan adanya anak-anak yang kreatif ini, mungkin masa yang akan datang kita tidak perlu lagi merisaukan asap karena diantara mereka menemukan mesin penghisap asap. Semoga

SEMAKIN PANJANG JALAN UNTUK MENJADI GURU

Ketika saya tamat IKIP Program D III seluruh yang tamat tahun itu lansung diangkat jadi gurun tanpa test dan prosedur lainnya. Begitu gampangnya ketika itu jadi guru. Tidak hanya tamatan D III, tamatan PGSLP, DI, DII, PGSLA, BA semua dingkat jadi guru pegawai negeri. Memang ketika itu guru kurang, sehingga angkatan kami ditempat kan keseluruh pelosok Indonesia. Beberapa tahun setelah itu, proses jadi guru masih tetap mudah.
Kemudahan ini tidak lagi dinikmati oleh generasi calon-calon guru tahun 1990 an. Untuk menjadi guru mereka harus melewati test yang cukup ketat dan melelahkan, apalagi tahun –tahun terakhir ini. Saya pernah jumpa calon guru yang sudah 5 kali ikut test jadi CPNS gagal terus. Rasionalnya tentu karena guru sudah cukup, guru yang ada saja sudah payah untuk memcukupkan jam wajib 24 JP. Sedangkan perguruan tinggi terus juga memproduksi calon-calon guru. Di Pekanbaru saja misalnya,  berapa ribu calon guru yang dihasilkan Universitas Riau, UIR, UIN, dll setiap tahun. Kalau tidak ada lowongan jadi guru tentu mereka ini menjadi penganguran.
Nah, dengan keluarnya Permendikbud No. 87 tahun 2013, makin panjang jalan yang ditempuh untuk menjadi guru. Kalau dulu cukup dengan ijazah S1/Akta IV, sekarang setelah S1 tambah lagi pendidikan Profesi satu atau dua tahun.
Pertanyaan kita apa memang perlu penambahan waktu ini, kenapa tidak waktu 4 tahun  perogram S1 itu di efektifkan.
Pendidikan profesi yang  itu nantinya katanya akan digunakan untuk melatih calon  guru untuk membuat RPP dan praktek mengajar. Jangankan  S1, Program Diploma saja sudah ada program ini. Sekarang mengapa harus menambah waktu? Kalau alasannya hanya untuk menambah gelar GR didepan nama saja apakah ini tidak pemborosan tenaga, energi dan biaya daari orang tua. Kemudian apakah dengan gelar GR itu terjamin untuk jadi guru? Jangan-jangan ini hanya menambah jalan panjang untuk menjadi pengangguran.  Cukuplah  4 atau 5 tahun saja jalan  yang  ditempuh untuk menjadi pengangguran. Jangan ditambah lagi.


GARA-GARA SAMBAL LADO, BERURUSAN DENGAN KEDUTAAN


Kalau bercerita tentang makanan, saya punya 3 orang teman yang fanatik dengan masakan Padang. Satu orang dari Jambi,  satu lagi di Pekanbaru dan yang terakhir di negeri asalnya, Padang.  Kalau tiga hari saja tidak mengkomsumsi masakan Padang, mereka ini bisa meninggal,  karena bagi mereka hanya masakan Padang yang  dapat mengenyangkan. Kalau ada pelatihan di Pulau Jawa bersama dengan salah seorang saja dari mereka , maka saya terpaksa setiap jam makan menemani mereka untuk pergi makan keluar mencari rumah makan Padang. Padahal panitia kegiatan sudah menyediakan makan untuk peserta
Kisah yang saya ceritakan ini adalah teman yang berasal dari Jambi. Kami pernah sama-sama mengikuti pelatihan di Singapura dalam jangka yang cukup lama. Di Singapura menu makan ada juga nasi, tapi tidak masakan Padang. Kebetulan lokasi hotel kami di Orchad tidak jauh dari Lucky Plaza. Di Lucky  Plaza ada rumah makan dengan masakan Padang, namun setelah mencobanya, kata teman itu, tidak ada rasa Padangnya, jadi sama juga dengan tidak. Maka setiap hari dia selalu mengeluhkan masalah makanan ini. Yang paling dikeluhkan sambal ladonya yang tidak ada. Melihat kondisi yang begini, ada kawan yang berinisiatif untuk mengajaknya mencari sambal lado pada hari minggu. Untuk ini harus keluar dari Singapura. Pilihan jatuh ke Malaysia, Johor. Kesanalah mereka pergi pada hari Minggu. Kebetulan saya tidak ikut dengan mereka.
Sore mereka sudah sampai lagi di Hotel. Dengan wajah penuh kepuasan teman yang satu ini bercerita bagaimana dia melampiskan dendamnya makan masakan padang sepuas-puasnya di Johor. Dan pulangnya ia membawa bekal sambal lado goreng untuk persiapan makan satu Minggu.
Namun rupanya kepuasan teman ini berbuntut panjang. Mereka yang berangkat ke Johor ini, ketika masuk lagi  ke Singapura pasport mereka di cap dengan jangka  waktu 2 minggu berada di Singapura. Padahal program kegiatan masih ada sekitar satu bulan lagi. Terpaksa besoknya mereka melalporkan hal ini ke Kedutaan Indonesia di Singapura.


PANIPAHAN

Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada topan tiada badai kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tananh sorga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
................................................
(koes plus)
Minggu yang lalu saya kebetulan ada tugas ke Bagan Siapi-siapi ibukota Rokan Hilir. Seperti biasa saya naik travel. Kebetulan disebelah saya duduk seorang lelaki keturunan Cina. Ia banyak berkisah tentang sejarah negeri leluhurnya. Hampir semua materi cerita ia tuturkan sudah pernah saya baca sehingga perbincangan kami jadi asyik. Namun yang berkesan bagi saya bukan kisah sejarah cina yang ia ceritakan, tapi tentang Desa Panipahan tempat dia tinggal. Menurutnya Panipahan itu dicapai sekitar 2 jam dengan roda dua dari bagan. Bisa juga melalui laut katanya.
Saya belum pernah ke Panipahan, namun dari penuturan teman seperjalanan ini, rumah-rumah penduduk di Panipahan  adalah rumah-rumah panggung yang di bawahnya digenangi air laut. Hidup di Panipahan itu sangat menyenangkan, katanya. Kalau kita puas hidup apa adanya, hidup kita tidak akan susah. Alam sudah menyediakan makanan yang berlimpah untuk kita. Turun saja kita dari rumah, itu dipermukaan air laut, kepiting-kepiting tinggal memungut saja. Kadangkala bila sedang musimnya, udang juga melimpah.

“Tapi kita hidup ini tidak cukup hanya dengan kepiting dan udang saja, Ko” Kata saya. “Kita juga perlu beras, dan pakaian”
“Apa susahnya”, katanya lagi, “kumpulkan kepiting-kepiting itu, bawa kepasar terdekat, jual dapat uang”.
Perbincangan ini mengingatkan saya pada lagu Koes plus, yang mengatakan tanah kita tanah sorga, hanya saya dan rata-rata orang Indonesia lainya  yang tidak 

MAKAN DURIAN DI MEDAN

Usai kegian cluster yang diselenggarakan oleh LPMP Medan, malamnya kepala LPMP Sumut mentraktir kami makan durian di jalah Wahid Hasyim. Di luar dugaan saya, tempat makan durian itu sangat luas sekali.  Namanya” Ucok Durian” . Pengunjungnya membludak. Ada yang berembongan dengan keluarga; ada yang dengan teman-teman, semuanya berpesta pora menikmati buah-buahan yang berduri itu. Tempat parkirnya juga luas.
Ketika sudah mendapat tempat duduk, petugas Ucok Durian membawa se kardus durian ketempat kita. Dan petugas itu siap untuk membukanya sehingga kita tinggal berpesta pora saja tanpa susah-susah membukanya. Bagi yang ingin membawa durian pulang kerumah, ada pula petugas khusus mengemas buah durian yang sudah dibuka  dengan kemasan spesial
Malam itu saya dan teman-teman lpmp dari provinsi  lainnya betul memuaskan diri makan durian. Mungkin selama sepuluh tahun ini, malam itulah saya paling banyak makan durian. Saya melupakan pengalaman jelek akibat makan durian. Dua tahun yang lalu setelah pesta durian saya dapat batuk yang tidak sehat-sehat selama satu tahun lebih. Usaha  untuk menyembuhkan menghabiskan biaya jutaan dan sekaligus menghilangkan kepercayaan saya pada dokter. Namun segi positifnya penyakit ini menggiring saya untuk menjadi anggota komunitas quantum healing yang mengajarkan bagai mana hidup sehat dengan memberdayakan  potensi alam bawah sadar kita.

Namun malam itu saya tidak peduli, saya habiskan durian sebanyak-banyaknya. Yang menjadi catatan bagi saya makan di “ Ucok Durian” kepada kita sudah disuguhkan durian yang besar dan mutunya sudah standar, sehingga kita tidak perlu susah-susah memilih lagi. Kemudian harganya sudah tetap, satu durian 25 ribu. Jadi kalau kita habis 10 Cuma 250 ribu. Bayangkan makan durian di Pekanbaru, bisa saja uang 250 ribu itu hanya untuk makan 4 durian. Apalagi kalau tidak menanyakan harga sebelum memakannya.  Jadi kalau mentraktir teman sekantorpun makan durian di “Ucok Durian” ini masih terjangkau, dan tidak mengoyak kantong. Mudah-mudahan suatu saat adalah pula tempat makan durian seperti” Ucok Durian” di Pekanbaru

MAKAN GULAI IKAN HIU DI ACEH

Kapan saja datang ke Aceh, yang pertama muncul dalam pikiran saya adalah mie Aceh yang sedap. Dimana-mana ada  mie Aceh. Di Medan, Pekanbaru, Batam, dll, namun kalau soal rasa,  tidak seenak di tempat aslinya. Saya tidak tahu kenapa begitu, apakah ada bumbunya yang kurang?

Ketika November yang lalu saya dan berapa orang teman ditugaskan ke Aceh, maka yang acara pertama kami setelah mendapat hotel adalah mengunjungi gerai Mie Aceh Razali yang terletak di pusat kota Banda Aceh. Kami puas kerinduan kami makan mie serambi Mekah yang memiliki rasa dan aroma yang khas. Seperti biasa favorit saya adalah mie basah.
Namun hari terakhir di Aceh kami menemukan hidangan yang belum pernah kami nikmati sebelumnya, yaitu gulai ikan hiu. Ini kami temukan di rumah makan Mujahiddin jalan Khairil Anwar. Karena baru pertama mencicipinya semua kami memesan masing-masing satu piring. Rasanya mirip-mirip gulai kambing.

Wisata kuliner di Aceh relatip sangat murah dibanding dengan di Pekanbaru atau kota-kota lainnya di Indonesia. Bayangkan kami berlima, sudah makan sepuasnya ditambah dengan jus dan minuman lainnya tidak pernah melebih Rp 200 ribu. Bandingkan dengan Pekanbaru, kalau makan  ditempat khusus seperti rumah makan khas melayu, pondok baung dsb, saya akan merasa was was mentraktir 5 orang teman  kalau di kantong hanya ada uang lima ratusan ribu. Kalau di Aceh uang segitu sudah jauh dari memadai untuk tamasya kuliner.

LANGKAH PEMBELAJARAN SCIENTIFIK(5) MENGKOMUNIKASIKAN

        Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui  menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. 

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 

LANGKAH PEMEBELAJARAN SCIENTIFIK(4) MENALAR

  1. Menalar
a.      Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan  antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R).  Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran.
·         Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan perilakunya.

·         Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari dua jenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang. Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.

·         Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.

Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah:
·         Kesiapan (readiness). Kesiapan  diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
·         Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin intensif dan ekstensif.
·         Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.

Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.
·         Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh  Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura.
·         Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
·         Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
·         Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
·         Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
·         Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
·         Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
·         Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
·         Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
·         Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
·         Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
·         Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
·         Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
b.      Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
·         Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
·         Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
·         Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
·         Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu  langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :
·         Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
·         Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas.
·         Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.

2.      Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu ‘metode menalar’ yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga, Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi  pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
Analogi deklaratif merupakan suatu ‘metode menalar’ untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai.
Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

3.      Hubungan Antarfenonena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satu atau beberapa fakta tersebut.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis.
·         Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang  bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
·         Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal.
·         Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu  penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal.