Yeyet Maryati
A. Pendahuluan
Arief
Rachman mengidentifikasi ada sembilan titik lemah pendidikan di
Indonesia (Arief Rachman, 2006, 114). Kesembilan titik lemah tersebut
adalah (1) selama ini keberhasilan pendidikan hanya diukur dari
keunggulan ranah kognitif, dan mengabaikan ranah afektif dan
psikomotorik, sehingga pembinaan dan pengembangan watak bangsa menjadi
terabaikan, (2) model evaluasi yang digunakan selama ini hanya mengukur
kemampuan berpikir konvergen, sehingga siswa tidak dipacu untuk berpikir
kreatif dan imajinatif, (3) proses pendidikan berubah menjadi proses
pengajaran, yang berakibat materi pelajaran menjadi tidak relevan dengan
kehidupan sehari-hari, (4) kemampuan menguasai materi tidak disertai
dengan pembinaan kegemaran belajar. (5) titel atau gelar menjadi target
pendidikan, tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni,
(6) materi pendidikan dan buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode
yang monoton, tidak menantang dan tidak menstimulasi daya kritis dan
iamjinasi siswa (7) manajemen pendidikan yang menekankan pada tanggung
jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah, bukan kepada
stakeholder, (8) profesi guru yang terkesan menjadi profesi ilmiah dan
kurang disertai dengan bobot profesi kemanusiaan, dan (9) upaya
pemerataan pendidikan yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai, serta lemahnya political will pemerintah terhadap upaya
perbaikan pendidikan.
Dengan
kondisi permasalahan sebagaimana diungkapkan oleh Arief Rahman,
terutama dengan permasalahan nomor 1-4 yang secara langsung menyangkut
proses pembelajaran, sangat wajar kalau proses pembelajaran yang terjadi
di kelas tidak mampu menghasilkan orang-orang yang cerdas sebagaimana
yang diamanatkan UUD ‘45. Keberhasilan pembelajaran yang hanya diukur
oleh penguasaan pengetahuan (kognitif) hanya akan mendorong
proses pembelajaran menghasilkan orang-orang pintar, tetapi bisa jadi
tidak punya hati nurani, egois, tidak mampu bekerja sama, dan
sifat-sifat lain yang menyangkut afeksi. Sifat peduli terhadap
kepentingan orang banyak, takut melakukan kecurangan karena akan
merugikan orang lain, sopan santun terhadap orang yang lebih tua, kasih
dan sayang terhadap yang lebih muda, semangat berkorban untuk
kepentingan bersama, bersikap disiplin, adalah diantara sifat-sifat
afeksi yang sulit diukur secara kuantitas dan hasilnya tidak dapat
dilihat dengan segera. Karena itu pembelajaran yang mengembangkan
sifat-sifat ini menjadi luput dari perhatian dalam pembelajaran. Padahal
sifat-sifat ini terkait dengan kecerdasan emosi yang banyak berpengaruh
pada kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dan
dunia kerja. Belum lagi kalau dilihat tingkat
penguasaan aspek kognitifnya yang dikembangkan. Apakah perkembangan
kognitif yang dikembangkan sampai pada tahap kognitif yang lebih tinggi,
seperti kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mensistesis,
mengevaluasi, bahkan membuat dan menemukan ilmu baru? Lebih penting lagi
apakah perkembangan kognitifnya sampai pada tahap kemampuan merumuskan
dan memecahkan masalah, terutama berkenaan dengan permasalahan kehidupan
sehari-hari? Ini adalah satu permasalahan besar dengan pembelajaran di
kelas kita.
Permasalahan kedua juga sangat besar dampaknya terhadap proses pembelajaran di kelas. Soedijarto,
dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem evaluasi ternyata
mempengaruhi kualitas proses belajar, khususnya pada tingkat partisipasi
belajar pada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
B.S. Bloom, yang menyatakan bahwa setiap siswa akan berusaha mempelajari
apa yang diperkirakan akan ditanyakan pada saat dilaksanakan tes
(Soedijarto, 1993: 81). Ini berarti, kalau bentuk evaluasi yang
diberikan kepada siswa hanya pada penguasaan konsep dan fakta, maka
siswa akan belajar dengan cara menghafal dan drilling menjawab soal.
Bentuk evaluasi seperti itu tidak akan mendorong siswa untuk berpikir
secara kritis, kreatif, dan menemukan jawaban yang berbeda.
Berkenaan
dengan permasalahan yang ketiga, banyak bukti di sekitar kita,
siswa-siswa kita yang telah lulus dari sekolah tidak mampu berbuat
banyak di lingkungannya. Mereka menjadi terasing dengan lingkungannya. Karena apa yang mereka pelajari di bangku sekolah adalah apa yang ada dalam buku (textbook),
bukan permasalahan lingkungan yang sehari-hari mereka temukan dan
rasakan. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih bersifat tekstual, dan
tidak kontekstual, sehingga ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan hanya
bisa disimpan dalam memori dan tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Sejalan
dengan permasalahan-permasalahan sebelumnya, pembelajaran di
kelas-kelas sekolah kita cenderung hanya mendorong siswa untuk ”belajar untuk tahu” atau learning to know. Strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk senang untuk belajar dan menguasai kemampuan bagaimana belajar dilakukan (learning how to learn)
tidak banyak dilakukan, sehingga pada saat mereka telah menempuh ujian
dan dinyatakan lulus, maka mereka menganggap tugas belajar telah
selesai. Mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan belajar mandiri
untuk mengembangkan dirinya, baik di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan dunia kerjanya.
Ingin dapat tambahan uang dengan modal hanya 25 ribu rupiah, bisa
menghasilkan Rp.800 Juta,- Dari Bisnis Iklan
?
Silahkan klik : https://muslimpromo.com/?ref=8099
Silahkan klik : https://muslimpromo.com/?ref=8099
B. Mengapa PAKEM ?
Sebagai
sebuah profesi yang professional, maka semua tindakan yang dilakukan
guru harus didasarkan pada kerangka teori dan kerangka pikir yang jelas.
Demikian juga dengan pilihan untuk memilih dan memanfaatkan pendekatan
PAKEM, harus didasari pada suatu rasional mengapa kita memilih dan
menggunakan pendekatan tersebut. Berkenaan dengan hal ini perlu
dikemukakan sejumlah alasan dan dasar teoritik sekaligus landasan
filosofis dikembangkannya pendekatan PAKEM. Salah satu perkembangan
teori pembelajaran yang mendasari munculnya pendekatan PAKEM adalah
terjadinya pergeseran paradigma proses belajar mengajar, yaitu dari
konsep pengajaran menjadi pembelajaran yang berimplikasi kepada peran
yang harus dilakukan guru yang tadinya mengajar menjadi membelajarkan.
Konsep pembelajaran yang merupakan terjemahan dari kata instruksional
pada dasarnya telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975,
yang tergambar dalam rumusan tujuan yang harus dibuat guru, yaitu
rumusan tujuan instruksional khusus. Namun implementasi dari konsep
pembelajaran di dalam kelas belum juga terjadi secara sesungguhnya.
Dalam
konsep pengajaran peran yang paling dominan ada pada guru, yaitu
sebagai pengajar yang melaksanakan tugasnya mengajar. Dalam kegiatan
pengajaran komunikasi sering terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru
kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak pasif. Pada saat guru
menyampaikan materi pelajaran, yang biasanya dilakukan melalui ceramah,
para siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Permasalahannya yang paling mendasar adalah pada saat seorang guru
mengajar apakah ada jaminan bahwa para siswanya belajar? (Belajar dalam
pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para penganut aliran
kognitivistik, yaitu adanya aktifitas mental dalam berinteraksi dengan
lingkungannya yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif
konstan). Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah apa yang disampaikan
oleh Mel Silberman: Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari
penyampaian informasi ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri. (Mel
Silberman, 1996).
Berbeda
dengan konsep pengajaran PAKEM, konsep pembelajaran ini lebih
mengutamakan pada aktifitas siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya.
Dalam konsep pembelajaran PAKEM, tugas guru adalah membelajarkan siswa.
Artinya berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mengkondisikan
para siswanya untuk belajar. Dengan demikian, fokus dari interaksi dan
komunikasi ”di dalam kelas” ada
pada siswa, yaitu melakukan aktifitas belajar. Melalui penerapan konsep
pembelajaran ini maka siswa akan menjadi aktif melakukan berbagai
aktifitas belajar, yang tidak hanya mendengarkan, tetapi mereka harus
terlibat secara aktif mencari, menemukan, mendiskusikan, merumuskan, dan
melaporkan hasil belajarnya. Melalui proses seperti ini maka kegiatan
belajar anak akan menjadi lebih bermakna (meaningfull learning).
Di samping didasarkan pada upaya optimalisasi implimentasi konsep
pembelajaran, pendekatan PAKEM juga didasarkan pada sejumlah asumsi
tentang apa itu belajar. Sejumlah asumsi tentang belajar yang dimaksud,
diantaranya:
a. Belajar adalah proses individual.
Artinya kegiatan belajar tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, hanya
orang yang bersangkutanlah yang dapat melakukannya. Ini berarti
kegiatan belajar menuntut aktifitas orang yang sedang belajar.
b. Belajar adalah proses sosial.
Kegiatan belajar harus dilakukan melalui interaksi sosial dengan
lingkungan sekitar. Ini berarti seseorang yang belajar harus secara
aktif berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, karena melalui interaksi
sosial inilah akan diperoleh pengalaman sebagai hasil belajar.
c. Belajar adalah menyenangkan. Apabila
kegiatan belajar dilakukan dengan sukarela, atas kesadaran dan kemauan
sendiri, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan belajar akan menyenangkan.
Karena itulah, setiap orang yang belajar harus melakukannya dengan
penuh kesadaran bahwa belajar itu yang akan membawa manfaat bagi
kelangsungan hidupnya.
d. Belajar adalah aktifitas yang tidak pernah berhenti.
Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi
dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan
”apakah itu disadari ataupun tidak” dan terjadi perubahan perilaku
dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarkan
orang tersebut telah belajar.
e. Belajar adalah membangun makna.
Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia
menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya. Hal ini sejalan
dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang
mengasumsikan bahwa otak secara alamiah mencari makna dari suatu
permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dimana seseorang tersebut
berinteraksi (http://www.texascollaborative.org).
Di
samping pada pertimbangan perkembangan teori belajar dan pembelajaran,
pentingnya PAKEM didasarkan pada pemahaman dan kepentingan siswa sebagai
pembelajar. Disadari bahwa para siswa yang belajar adalah
individu-individu yang memiliki potensi dan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif. Karenanya, mereka harus diberi kesempatan untuk memikirkan
segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungannya; guru hendaknya
menstimulasi daya pikir mereka dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan
permasalahan yang harus dipecahkan (problem solving). Melalui
penciptaan kondisi yang menantang dan pemberian kebebasan yang luas
kepada siswa untuk beraktifitas, memungkinkan siswa menganalisis
permasalah secara kritis, dan mencari pemecahannya secara kreatif. Sebab
kreatifitas akan muncul dalam suasana dan lingkungan yang menantang
namun dirasa aman, dan tidak takut akan mendapat hukuman apabila terjadi
kesalahan. Proses belajar yang dialami siswa juga harus melatih dan
meningkatkan kematangan emosional dan sosialnya. Pada
akhirnya seluruh proses belajar yang dilakukan siswa akan membawanya
pada peningkatan produktivitas menjadi lebih tinggi. Untuk menciptakan
proses pembelajaran yang akan membawa siswa pada peningkatan berbagai
kemampuan tersebut diperlukan suasana dan pengalaman belajar yang
bervariasi. Dengan kata lain, proses belajar yang dialami siswa harus
mendorong dan mengembangkan dirinya menjadi orang-orang yang mampu
berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah, memiliki kematangan
emosional/sosial, dan memiliki produktivitas yang tinggi dengan
menciptakan proses pembelajaran yang bervariasi.
C. Apa itu PAKEM?
PAKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru
harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan
suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya,
bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang
pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut
bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif
juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah
suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya
tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti
meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah
cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan
apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung,
sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus
dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak
efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1.
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman
dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2.
Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‗pojok baca‘
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5.
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan
suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa
dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
D. Konsep PAKEM
PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa ”Proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, keatifitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik”.
Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu menyelenggarakan
pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pada
dasarnya guru sudah banyak yang mengetahui hal tersebut, tetapi dalam
penerapannya masih banyak kendala. Disinilah dibutuhkan kemauan dan
motivasi yang kuat dari guru untuk menerapkan PAKEM di kelasnya. PAKEM
merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang
beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pemahaman dengan
mengutamakan belajar sambil bekerja, guru menggunakan berbagai sumber
belajar dan alat bantu termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
1. Aktif.
Ciri
aktif dalam PAKEM berarti dalam pembelajaran memungkinkan siswa
berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi objek-objek
yang ada di dalamnya serta mengamati pengaruh dari manipulasi yang sudah
dilakukan. Guru terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan
maupun mengevaluasi proses pembelajarannya. Guru diharapkan dapat
menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif
bertanya.
2. Kreatif
Kreatif
merupakan ciri ke-2 dari PAKEM yang artinya pembelajaran yang membangun
kreativitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar
serta sesama siswa lainnya terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas
pembelajarannya. Gurupun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menciptakan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat
kemampuan siswa.
3. Efektif
Ciri
ketiga pembelajaran PAKEM adalah efektif. Maksudnya pembelajaran yang
aktif, kreatif dan menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Menyenangkan
Menyenangkan
merupakan ciri ke empat dari PAKEM dengan maksud pembelajaran dirancang
untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Menyenangkan berarti tidak
membelenggu, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
pembelajaran, dengan demikian waktu untuk mencurahkan perhatian (time of
task) siswa menjadi tinggi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Sehubungan dengan ciri menyenangkan dalam
PAKEM, Rose and Nocholl (2003) mengatakan bahwa pembelajaran yang
menyenangkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks), lingkungan yang
aman untuk melakukan kesalahan, namum harapan untuk sukses tetap tinggi.
b.
Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika
Anda melihat manfaat dan pentingnya bahan ajar. Demikian Rose dan
Nicholl.
c.
Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada
umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama orang lain,
ketika ada humor dan dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur
serta dukungan antusias.
d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.
e.
Menantang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan
mengekspresikan apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin
kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.
Dari
uraian singkat tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan
(PAKEM), dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan harus
diwujudkan di kelas karena dasar hukumnya sudah jelas yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permasalahannya adalah bagaimana kreatifitas dan inovasi guru dalam
menciptakan suasana kelas agar siswa belajar, yang pada dasarnya belajar
adalah memproduksi gagasan atau membangun makna baru dari dari
pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa. Siswa sebagai subjek belajar
tidak mengkonsumsi gagasan tetapi memproduksi gagasan dalam proses
pembelajaran yang difasilitasi oleh guru. Guru sebagai fasilitator
hendaknya dapat memfasilitasi terwujudnya pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan yang diantaranya dapat menggunakan
model pembelajaran.
E. Prinsip PAKEM
Dalam
pelaksanaan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
sekurang-kurangnya ada empat komponen atau prinsip yang dapat
diidentifikasi. Keempat komponen atau prinsip tersebut adalah:
1. Mengalami.
Dalam hal mengalami siswa belajar banyak melalui berbuat,
pengalaman langsung mengaktifkan banyak indera. Beberapa contoh bentuk
konkritnya adalah melakukan pengamatan, percobaan, penyelidikan,
wawancara, penggunaan alat peraga.
2. Interaksi
Interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru
perlu diupayakan agar tetap ada dan terjaga agar mempermudah dalam
membangun makna. Dengan interaksi pembelajaran menjadi lebih hidup dan
menarik, kesalahan makna berpeluang terkoreksi, makna yang terbangun
semakin mantap dan kualitas hasil belajar meningkat.
3. Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan sebagai cara menyampaikan apa yang
kita ketahui. Interaksi saja belum cukup jika tidak dilengkapi dengan
komunikasi, karena interaksi akan lebih bermakna jika interaksi itu
komunikatif. Makna yang terkomunikasikan kepada orang lain secara
terbuka memungkinkan untuk mendapat tanggapan.Beberapa cara komunikasi
yang dapat dilakukan misalnya dengan pajangan, presentasi, laporan.
4. Refleksi
Refleksi berarti memikirkan kembali apa yang
diperbuat/dipikirkan. Melalui refleksi kita dapat mengetahui efektifitas
pembelajaran yang sudah berlangsung. Refleksi dapat memberikan peluang
untuk memunculkan gagasan baru yang dapat bermanfaat dalam perbaikan
makna hasil pembelajaran. Dengan refleksi kesalahan dapat dihindari
sehingga tidak terulang lagi.
F. Metodologi PAKEM
PAKEM
adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping
metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan ”PAKEM”, muncul pula
nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan ”PAIKEM
Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot.
Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007,
di Jayapura muncul pula sebutan ”Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah
Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang
artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan
atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan
siswa(orang) belajar secara aktif . Metodologi yang dapat dikembangkan
dalam pembelajaran dengan pendekatan PAKEM, sebagai berikut:
Active Learning
Proses belajar dapat dikatakan active learning dengan mengandung makna:
1.
Komitmen (Keterlekatan pada tugas), Berarti, materi, metode dan
strategi pembelajaran bermanfaat untuk siswa (meaningful), sesuai dengan
kebutuhan siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal).
2. Tanggung jawab (Responsibility),
Merupakan suatu proses belajar yang memberi wewenang pada siswa untuk
krtitis, guru lebih banyak mendengar daripada bicara, menghormat ide-ide
siswa, memberi pilihan dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memutuskan sendiri.
3.
Motivasi, Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dengan
lebih mengembangkan motivasi intrinsik siswa agar proses belajar yang
ditekuninya muncul berdasarkan, minat dan inisiatif sendiri, bukan
karena dorongan lingkungan atau orang lain.
Motivasi
belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar
yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (Student centred approach),
guru tidak hanya menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi
menghidupkan api yang menerangi sekelilingnya, dan bersikap positif
kepada siswa. Active learning bisa dibangun oleh seorang guru yang
gembira, tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator
yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari siswa
atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk siswa supaya
belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik,
memahami kebutuhan siswa secara individual, dan mengikuti perkembangan
pengetahuan.
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran
kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan
inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Dikarakterkan
dengan adanya keaslian dan hal yang baru. Dibentuk melalui suatu proses
yang baru. Memiliki kemampuan untuk menciptakan. Dirancang untuk
mesimulasikan imajinasi.
Kreatifitas
adalah sebagai kemampuan (berdasarkan data dan informasi yang tersedia)
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi
kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah.
Ciri-ciri
Kepribadian Kreatif. berdasarkan survei kepustakaan oleh Supriadi
(1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu: (1) terbuka
terhadap pengalaman baru, (2) fleksibel dalam berfikir dan merespons;
(3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; (4)menghargai fantasi;
(5) tertarik kepada kegiatan- kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat
sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa
ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan
situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang
diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung
jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13)
tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif;
(15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa
kini dan masa depan dari pada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan
stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang
abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki
gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan
waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi
pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang
mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik-
moral dan estetik yang tinggi.
Sedangkan
Kirton (1976) membedakan ciri kepribadian kreatif kedalam dua gaya
berfikir : Adaptors dan innovators. Kedua gaya tersebut merupakan
pendekatan dalam mengahadapi perubahan. Adaptors mencoba membuat sesuatu
lebih baik, menggunakannya, ada yang menggunakan metode, nilai,
kebijakan, dan prosedur.
Mereka
percaya pada standard dan konsesus yang diterima sebagai petunjuk dalam
pengembangan dan implementasi ide-ide baru. Sedangkan innovators suka
merekonstruksi masalah, berpikir. Mencermati pandangan pertama, yang
mengartikan kreativitas sebagai kemampuan, maka yang dimaksud kemampuan
di sini adalah kemampuan menggunakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang
dilandasi oleh fakta dan informasi yang akurat dalam memecahkan atau
mengatasi suatu masalah, dengan demikian kreativitas dalam pengertian
kemampuan hanya mencakup dimensi kognitif. Ciri-ciri kreativitas
tersebut belum sepenuhnya menjadi tolok ukur seseorang dapat disebut
kreatif. Ciri lain yang harus dikembangkan yaitu ciri afektif menyangkut
sikap dan perasaan seseorang, antara lain motivasi untuk berbuat
sesuatu.
Penyajian Pembelajaran
Penyajian
dalam pembelajaran ini dapat dilakukan dengan, pemecahan masalah, curah
pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing), menggunakan
banyak metode yang disesuaikan dengan kontek, kerja kelompok. Para siswa
menyelesaikan permasalahan, menjawab pertanyaan-pertanyaan,
memformulasikan pertanyaan- pertanyaan menurut mereka sendiri,
mendiskusikan, menerangkan, melakukan debat, curah pendapat selama
pelajaran di kelas, dan pembelajaran kerjasama, yaitu para siswa bekerja
dalam tim untuk mengatasi permasalahan dan kerja proyek yang telah
dikondisikan dan diyakini agar terjadi ketergantungan yang positif dan
tanggung jawab individu yang mendalam.
Untuk
keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, sebelumnya siswa dilatih cara konsentrasi, ketelitian,
kesabaran, ketekunan, keuletan , peningkatan daya ingat serta belajar
dengan metode bayangan. Disamping itu siswa dapat melakukan ”SSN” (Senyum,
Santai dan Nikmat) yang artinnya siswa dapat melakukan dengan senyum
(dalam hati) berarti senang dalam proses kegiatan pembelajaran, Santai
berarti siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tidak tegang/stress
serta siswa dapat menikmati kegiatan pembelajaran. Dengan proses
tersebut akhirnya siswa dapat menguasai materi sesuai yang diharapkan
dengan benar.
Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau dalam bentuk permainan (games), misalnya menghitung huruf ”a” pada satu (lebih)
paragrap dengan beberapa kalimat, latihan membayangkan diri sendiri.
Disamping itu Guru harus selalu memberikan motivasi kepada semua siswa
bahwa pelajaran tidak ada yang sulit, semua siswa akan mampu menguasai
materi tersebut dengan baik. Hindarilah menakut-nakuti atau
menyampaikan, bahwa pelajarannya sangat sulit, hal ini akan mengurangi
motivasi siswa untuk belajar, seolah-olah kemampuan otaknya tidak mampu
untuk menerimanya/seolah-olah otaknya tertutup untuk menerimanya, karena
pelajaran sangat dipandang sulit
G. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan
berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin,
anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia ”selama mereka normal”
terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal
dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan
pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga
subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi
dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan individual
perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran.
Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama,
melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang
memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang
lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat
membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut
menjadi optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami
bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat
dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau
membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok.
Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila
mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk
berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga
menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini
memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk
menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan
masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari
rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak
lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain
dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang
terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata ”Apa yang terjadi jika
…” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata ”Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat
disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan
untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang
dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan
menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Sesuatu yang dipajangkan dapat
berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan
dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan,
dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan
siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran
karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber
yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan
sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber
belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat
anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan
tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke
ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan
dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan
seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis,
mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar.
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi
dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan
salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya
lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara
memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar
siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar
selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan
siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya
sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para
siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja
diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan
tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih
diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan
orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif
mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan
tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi
jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa
takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari
temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ”PAKEM”.
H. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran
PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama
PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan
kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut.
Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.
Kemampuan Guru
|
Pembelajaran (Siswa)
|
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.
|
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan
|
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
|
Siswa:
Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
Menarik kesimpulan
Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata- kata sendiri
|
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.
|
Melalui:
Diskusi
Lebih banyak pertanyaan terbuka
Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
|
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
|
Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut.
Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
|
Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.
|
Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri.
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
|
Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
|
Guru memantau kerja siswa
Guru memberikan umpan balik
|
I. Kesimpulan
Peningkatan
kualitas sumber daya manusia haruslah menjadi prioritas dalam
pembangunan nasional kita. Itu berarti pembangunan dunia pendidikan
harus mendapatkan perhatian yang serius, komitmen yang kuat dan tindakan
nyata dari seluruh stakeholder. Pembangunan dunia pendidikan memang
harus dilakukan secara sistemik, melalui pembenahan berbagai sektor yang
terkait. Khusus untuk pembangunan pendidikan formal (sekolah), semua
perbaikan yang dilakukan harus mengarah dan mendukung pada peningkatan
kualitas proses pembelajaran yang dilakukan di ”kelas”.
Karena inti dari proses pendidikan di sekolah ada pada proses
pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
kualitas interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Artinya kualitas
pembelajaran dikatakan baik apabila para siswanya secara aktif melakukan
berbagai kegiatan untuk mengembangkan dirinya secara utuh (kognitif,
afektif, dan psikomotorik) melalui interaksinya dengan berbagai sumber
belajar. Untuk dapat terjadi seperti itu perlu diciptakan lingkungan dan
suasana belajar yang mendukung, yaitu lingkungan yang mendorong anak
untuk melakukan eksplorasi pada lingkungannya; memberi kesempatan kepada
siswa untuk berpikir secara divergen, kritis, kreatif, dan inovatif;
dan melatih anak untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; Salah
satu model pembelajaran yang mampu mendorong itu semua adalah apa yang
disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
No comments:
Post a Comment