Ketika gencar-gencarnya tuntutan untuk menghapus Ujian Nasional, saya termasuk orang yang tidak setuju ujian nasional dihapuskan. Karena secara logika saja yang namanya setiap pembelajaran itu harus ada ujiannya, untuk mengetahui apakah proses belajar mengajar itu berhasil atau tidak. Ini tidak hanya berlaku pada belajar di dalam kelas saja, tapi juga untuk belajar yang tidak formal seperti kursus, bahkan untuk latihan bela diri seperti karate, silat , taek wondo dan sebagainya. Setelah belajar kita lihat hasilnya, apakah berhasil atau tidak.
Begitu juga ujian nasional, berguna untuk melihat hasil setelah sekian tahun proses belajar mengajar berlansung. Suara-suara yang tidak setuju pada ujian nasional mengatakan, cukup ujian sekolah saja, sehingga anak tidak perlu stress. Namun pertanyaanya, sudah akuratkah hasil ujian yang diperoleh dengan ujian yang hanya diberikan oleh guru di sekolah? Kita sudah berpengalaman dengan tidak ada ujian nasional beberapa tahun yang lalu, ada beberapa atau mungkin banyak sekolah yang proses belajar mengajarnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ada sekolah, seminggu sehabis libur semester atau lebaran, belum belajar secara efektif. Malah kami pernah menjumpai ada sekolah setelah libur lebaran siswa belajar hanya sampai pukul 11 siang. Ada seperti arisan diantara guru-guru untuk makan siang. Hari ini makan siang dirumah guru A. Maka pukul sebelas siswa dipulangkan pukul 11 karena guru bersama-sama pergi kerumah guru A. Besoknya kerumah guru B dan anak juga dipulangkan pukul 11. Demikian seterus. Jika guru disekolah itu 50 orang, maka selama 50 hari belajar anak dipulangkan pukul 11. Ini belum termasuk kalau ada rapat, maka siswa bisa saja tidak belajar dari pagi.
Kalau tidak ada ujian nasional, semua siswa dilulus seratus persenkan saja setiap tahun, apa susahnya. Oleh karena itu perlu ujian nasional agar ketahuan nantinya bagaimana hasilnya. Diprediksi, kalau tidak ada ujian nasional, akan banyak sekolah yang mengabaikan proses belajar mengajar. Dengan ada ujian nasional, sekolah mau tidak mau harus melaksanakan proses belajar mengajar sebagai mana mestinya. Begitulah asumsinya.
Sebenarnya tida ada yang harus dicemaskan dengan ujian nasional, selama proses belajar mengajar berlansung dengan baik. Namun untuk itu guru harus mengikuti standar proses dan standar penilaian dengan benar. Untuk materi prlajaran yang dipedomani adalah standar isi. Seedangkan untuk mempersempit materi dalam mempersiapkan siswa kelas akhir menghadapi ujian nasional sudah ada setandar keluslusan yang natinya dijabarkan dengan kisi-kisi prediksi ujian nasional. Dengan kisi-kisi prediksi UN ini setiap mata pelajaran itu, soal nomor 1, nomor 2, nomor 3 dan seterusnya dapat diprediksi materi soalnya. Sehingga guru tidak perlu susah-susah dalam mempersiapkan siswa. Dan dari pengalaman membantu guru-guru mengahadapi ujian nasional ini, kami dari LPMP sudah menemukan kiat atau strategi agar siswa lulus sertus presen. Tapi strateginya strategi yang benar, tidak curang dan seratus persen halal. Dengan kata lain tidak ada yang perlu dicemaskan dengan ujian nasional ini. Dan ujian nasional mutlak perlu karena ujian nasional hasilnya akan baik kalau standar proses dan standar penilaian dijalankan dengan konsisten dan materi pelajaran mengikuti standar isi dan standar kelulusan.
Namun apa yang terjadi disekolah dengan ujian nasional? Beberapa sekoalah membentuk tim sukses untuk membantu siswa. Banyak kecurangan terjadi. Kunci soal beredar dengan gencar. Heran bin jengkel kita, soal disimpan dikantor polisi subuh baru bisa diambil, namun malam sudah beredar kunci jawaban melalui sms. Kawan-kawan guru mengatakan dan siswa-siswa yang ditanyai mengatakan kunci yang beredar itu banyak yang cocok. Ini terjadi dari tahun ketahun dan modusnya makin lama makin gencar. Kecurangan tidak lagi dari guru dan sekolah tapi dari lembaga lain yang memberikan bimbingan belajar dengan jaminan pasti lulus juga. Namun pasti lulusnya dengan curang, mengedarkan kunci jawaban. Tahun ketahun makin canggih saja caranya dan dari pengalaman bertahun-tahun nampaknya hal-hal begini memang sangat sulit untuk diberantas. Pengawasan ujian memang sudah diperketat, pengawasan silang, melibatkan kepolisisn, tim independent, paket soal yang berbeda dalam satu lokal, malah tahun ini soal dalam satu kelas ada lima. Namun persoalannya ternyata bukan disitu, persoalannya tidak dalam kelas, tapi diluar kelas. Kesimpulannya, usaha apa saja yang dilakukan, hanya akan menambah biaya saja, namun pasti ada saja celanya untuk berbuat curang itu.
Berdasarkan kenyataan diatas, sekarang saya pun berkesimpulan ujian nasional ini yang bermaksud baik untuk meningkatkan mutu itu bagus juga tidak ditiadakan, karena banyak kalangan yang memanfaatkan untuk berbuat kecurangan. Memang payah dinegeri yang punya penduduk yang banyak tidak jujur.
Solusinya, biarkansaja sekolah ujian sendiri, meskipun nnati ada yang hanya sekedar memberi nilai saja, biarkan saja karena tidak dapat juga dicegah, serahkan saja pada seleksi alam, sekolah yang baik bermacu menuju kebaikan, sekolah yang jelek biarkan saja sekedar mengeluarkan ijazah. Tapi untuk melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi atau untuk bekerja harus ada ujiannya. Dari SD masuk SMP, dan dari SMP ke SMA/K serta masuk perguruan tinggi ada tesnya. Demikian juga memasuki dunia kerja. Dengan demikian akan ketahunan bagaimana hasil dari suatu pendidikan itu. Konsekwensinya sekolah yang outcomenya jelek akan ditinggalkan dan tidak dapat murid.
No comments:
Post a Comment