(Studi Kasus di Pusat TIK Jardiknas SMK Jawa Tengah)
Noor Hudallah[1]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasar pertanyaan penelitian bagaimana implementasai e-learning pada pusat TIK Jardiknas SMK, bagaimana manajemen pusat TIK Jardiknas SMK dan bagaimana model konseptual pembelajaran berbasis e-learning yang sesuai di SMK.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik dalam observasi dan pengumpulan data, dimana peneliti berfungsi sebagai instrumen utama.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pusat TIK Jardiknas SMK di Jawa Tengah belum berfungsi maksimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Selain itu pusat TIK Jardiknas SMK di Jawa Tengah juga belum bisa menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan implementasi e-learning, dimana kegiatan-kegiatan di pusat TIK Jardiknas hanya berlangsung jika ada dana dari pusat. Pada saat ini di Jawa Tengah baru ada 2 SMK (5,7 %) yang sudah merintis implementasi e-learning. Hal tersebut diantaranya disebabkan guru-guru SMK di Jawa Tengah belum bisa melakukan implementasi e-learning, selain itu juga siswa-siswa SMK di Jawa Tengah belum optimal dalam memanfaatkan pusat TIK Jardiknas untuk e-learning. Pusat TIK Jardiknas SMK memerlukan biaya operasional tambahan, sehingga pemberdayaan pusat TIK Jardiknas sebagai sistem pengendali dan penanggung jawab proses e-learning di SMK bisa berjalan. Manajemen pusat TIK Jardiknas SMK dan implementasi e-learning belum efektif berdasar prinsip manajemen, diantaranya tidak ada evaluasi secara berkala.
Atas dasar penelitian ini disarankan agar kepala SMK lebih berwawasan global, mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi pusat TIK Jardiknas, menyusun standard operational procedure (SOP) pengelolaan pusat TIK Jardiknas SMK, menjalin kerjasama dengan instansi lain, meningkatkan kesiapan guru-guru dan siswa SMK dalam proses pembelajaran dengan e-learning, mengembangkan model manajemen e-learning yang efektif dan efisien lewat penelitian lanjut.
Kata kunci: pusat TIK Jardiknas; implementasi e-learning; manajemen, SMK-Teknik; Jawa-Tengah.
ABSTRACT
This Research is conducted based on research question how implementasai e-learning ICT center Jardiknas SMK, how management ICT center Jardiknas SMK and how conceptual model study bases on appropriate e-learning in SMK.
Research Method that used by is method qualitative with naturalistic approach in observation and data collecting, where researcher as the main instrument.
This Research indicates that ICT center Jardiknas SMK in Central Java has not yet functioned maximal in accordance with its key task and function. In other hand ICT center Jardiknas SMK in Central Java also have not yet can become study center and implementation development e-learning, where activities ICT center Jardiknas only takes place if there is fund from Jakarta. Today in new Central Java there is 2 SMKs (5,7 %) that has blazed the way implementation e-learning. That for example caused teachers SMK in Central Java have not yet can conduct implementation e-learning, in other hand also students SMK in Central Java has not yet been optimal in exploiting ICT center Jardiknas for e-learning. ICT center Jardiknas SMK cost moneys addition operational, until utilization ICT center Jardiknas as the controller system and underwriter of process answer e-learning in SMK can walk. Management ICT center Jardiknas SMK and implementation e-learning has not yet been effective based on management principle, for example there is no evaluation periodically.
On the basis of this research is suggested that head SMK more with vision of global, mengoptimalkan key task and center function ICT center Jardiknas, compile standar operational procedure (SOP) management ICT center Jardiknas SMK, braid cooperation with other institution, improve readiness of teachers and student SMK in course of study with e-learning, develop management model effective and efficient e-learning passes research continues.
Keyword: ICT center Jardiknas; implementation e-learning; management, Graduate-Technique; Central Java.
A. Pendahuluan
Teknologi dalam kehidupan sehari-hari pada hakekatnya merupakan alat (tool) yang berfungsi untuk membantu, mempermudah maupun mempercepat pekerjaan. Teknologi saat ini berkembang begitu pesat, dimana Alvin Tovler (1992) menggambarkan perkembangan tersebut sebagai revolusi yang berlangsung dalam tiga gelombang perubahan yaitu: gelombang pertama munculnya teknologi pertanian, gelombang kedua munculnya teknologi industri dan gelombang ketiga munculnya teknologi informasi yang mendorong tumbuhnya telekomunikasi. Teknologi telah begitu mencengkeram kehidupan manusia, sehingga hampir tidak ada sisi-sisi kehidupan manusia yang tidak bersentuhan dengan teknologi. Demikian halnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah demikian dalam berpengaruh dalam kehidupan.
Teknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat pesat sebagaimana perkembangan teknologi yang lainnya. TIK sangat terasa pengaruh dan penetrasinya dalam semua bidang kegiatan sehari-hari termasuk dalam bidang pendidikan. Kita telah lama mengenal adanya pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang dalam implementasinya tidak bisa lepas dari pengaruh pemanfaatan TIK, sehingga lewat pemanfaatan TIK ini materi pembelajaran bisa tersampaikan pada jangkauan yang sangat luas dengan waktu penyampaian sangat singkat meski daerah yang dijangkau berada pada lokasi yang sangat terpencil.
Pengembangan sistem Jaringan TIK untuk proses pembelajaran pada suatu sekolah, memerlukan perangkat keras (hardware) penunjang terutama komputer sebagai peralatan kunci yang harus ada, dimana jumlah perangkat komputer yang mencukupi dalam sebuah laboratorium pengendali sekolah akan dapat memudahkan penyiapan dan pengaksesan seluruh materi pembelajaran yang telah dikembangkan.
Permasalahan yang sering muncul di lapangan adalah jumlah komputer yang tersedia di dalam suatu sekolah, kenyataannya relatif sangat terbatas, terutama di sekolah yang berada pada wilayah dengan jangkauan TIK yang masih sangat terbatas. Persoalan lain, selain keterbatasan komputer dan jaringan internet adalah masalah manajemen pengelolaan TIK yang kurang terfokus pemanfaatannya untuk pembelajaran.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kantor dinas pendidikan di ibukota provinsi maupun ibukota kabupaten/kota telah berusaha membangun dan mengembangkan infra struktur dibidang TIK pendidikan. Sebuah kantor dinas pendidikan dikatakan mampu melakukan implementasi TIK yang terintegrasi dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya, jika mampu membentuk Pusat Layanan Internet Pendidikan (Cyber Education Center) yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan informasi dan implementasi di bidang pendidikan.
Konsep Pusat Layanan Internet Pendidikan (PLIP) sebenarnya adalah program pengembangan TIK antar komunitas pendidikan dengan pemerintah yang bertujuan untuk menjalin kerjasama TIK secara berkesinambungan antar semua institusi pendidikan dan dalam pelaksanaannya PLIP ini harus sepenuhnya didukung oleh pemerintah dan masyarakat pendidikan.
Konsep PLIP menggambarkan adanya beberapa institusi pendidikan dan pemerintah berada dalam suatu jaringan melalui Wide Area Network (WAN), dimana institusi pendidikan berupa sekolah (SD, SLTP dan SLTA) satu dengan sekolah yang lain harus saling terhubung dengan WAN yang terpusat di dinas pendidikan kabupaten/kota atau sekolah yang ditunjuk sebagai pusat pengelolaannya.
Pembangunan Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional) dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Direktorat PSMK) yang saat ini telah ada di semua kabupaten/kota di Indonesia sebenarnya bisa menjadi awal dari terbangunnya Pusat Layanan Internet Pendidikan tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini masih terjadi tarik ulur dalam hal tanggung jawab pengelolaan terhadap keberadaan Jardiknas tersebut baik dari sisi dukungan ketersediaan jaringan dengan segala perangkat keras pendukungnya maupun pengoperasian sistem dan dukungan anggarannya.
Infrastruktur jaringan Jardiknas dihubungkan ke seluruh kantor Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia yang menjadi simpul lokal Jardiknas di daerah (Zona Kantor Dinas), dimana setiap kantor dinas pendidikan (sebagai simpul lokal) tersebut berkewajiban untuk mendistribusikan koneksi Jardiknas ke sekolah-sekolah, utamanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ditunjuk sebagai ICT Center (Pusat TIK) di daerah masing-masing.
Topologi skema Pusat Layanan Internet Pendidikan sebagaimana konsep yang dikembangkan Jardiknas dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 1. Pusat Layanan Internet Pendidikan (PLIP)
B. Kajian Pustaka
B.1. E-learning
Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di institusi pendidikan, saat ini sudah menjadi keharusan walaupun tidak ada yang mewajibkan, karena penerapan TIK dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan suatu institusi pendidikan. Cepat atau lambat, pada akhirnya institusi pendidikan akan terkait dalam suatu komunitas yang menuntut untuk mengadopsi penerapan TIK.
E-learning (electronic learning) adalah salah satu aspek penerapan TIK di institusi pendidikan, dimana e-learning bisa menjadi media penyampai konten pembelajaran atau pengalaman belajar secara elektronik mengunakan komputer dan media berbasis komputer. Dalam pelaksanaannya, konten pembelajaran dapat didistribusikan melalui web atau melalui CD/DVD. Selain konten pembelajaran, e-learning dapat memonitor performa mahasiswa.
Upaya mengkombinasikan keunggulan tatap muka di kelas sebagai bentuk pembelajaran konvensional dan keunggulan pembelajaran online yang menjadi ciri pembelajaran terkini akan memberikan hasil terbaik. E-learning tidak sekedar mengupload bahan ajar ke Internet atau melakukan konten pembelajaran, tetapi lebih merupakan rekontektualisasi dan rekonseptualisasi proses pembelajaran ke dalam paradigma baru, pedagogi digital. Paradigma ini memiliki implikasi pada perubahan kultur pembelajaran konvensional ke kultur e-learning.
E-learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi internet untuk penyampaian materi belajarnya. E-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara menggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam belajar (http:// library.gunadarma.ac.id/files/disk1/2/jbptgunadarma-gdl-s1-2004-fritaromau-70-bab2.pdf).
Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar didapatkan pengertian yang utuh tentang e-learning. Istilah yang lain meliputi distance learning, distance education, telelearning, online learning dan e-training.
Distance learning adalah suatu proses membawa informasi yang interaktif dan informasi pembelajaran yang ditujukan kepada siswa di suatu waktu, tempat dan tampilan yang tepat (Roger Kaufman dalam Djuniadi, 2003: 2). Sedangkan distance education adalah suatu situasi belajar antara tutor dan siswa yang dipisahkan oleh waktu atau tempat. Kontrol pembelajaran lebih besar berada pada siswa dari pada tutor, dan komunikasi antara tutor/guru dan siswa menggunakan media berteknologi komunikasi (Lorraine Sherry dalam Djuniadi, 2003: 2).
Telelearning merupakan hubungan diantara orang dan sumber yang menggunakan media teknologi komunikasi dan belajar sebagai tujuannya (Betty Collis dalam Djuniadi, 2003: 2). Sedangkan online-learning sama dengan web-based learning. Online learning merupakan pemanfaatan sebagian dari pembelajaran berbasis teknologi dan menggambarkan pembelajaran lewat internet, intranet atau extranet.
E-learning merupakan pembelajaran berbasis teknologi internet, mencakup sejumlah aplikasi dan proses, termasuk pembelajaran berbasis komputer, pembelajaran berbasis web, virtual classrooms dan digital collaboration. Ada istilah lain yaitu e-training yang menggambarkan suatu perusahaan atau lembaga sebagai penyelenggara training menggunakan e-learning.
Kewilayahan masing-masing pengertian tersebut dapat diperjelas dengan memperhatikan gambar 2.
Gambar 2. Subset Teknologi Pembelajaran
B.2. Implementasi E-learning di SMK
Dalam kaitannya dengan fasilitasi e-learning, kelengkapan sarana dan prasarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (information and communication technology/ICT) menjadi sangat mutlak harus tersedia. Saat ini, walaupun masih dalam lingkup yang terbatas, pendidikan di Indonesia sudah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), terutama dalam pengelolaan dan pembelajaran.
Ketertinggalan dalam pendayagunaan TIK di bidang pendidikan merupakan isu kebijakan penting pembangunan pendidikan Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, perlu diperluas dan diintensifkan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di SMK. Ada dua upaya yang harus dilakukan, pertama, TIK harus dimanfaatkan dalam pengelolaan pendidikan melalui otomasi pendataan, pengelolaan, dan perkantoran; kedua, pendayagunaan TIK baik sebagai materi kurikulum maupun sebagai media dalam proses pembelajaran interaktif.
Mengingat saat ini di SMK-SMK sudah banyak yang memiliki fasilitas TIK yang relatif memadai, terutama yang difasilitasi oleh Jardiknas maka persoalannya adalah bagaimana penanggung jawab SMK dalam hal ini kepala sekolah mampu membuat kebijakan yang secara bertahap mengharuskan semua guru yang ada di SMK agar menggunakan e-learning dalam proses pembelajarannya. Hal ini harus dilakukan mengingat e-learning tidak lagi menjadi barang eksklusif, tetapi sudah menjadi kebutuhan mutlak jika tidak ingin sekolah menjadi bagian dari unsur masyarakat yang ketinggalan dalam hal implementasi TIK untuk pembelajaran.
Selain pentingnya fasilitasi TIK dalam pembelajaran e-learning untuk peningkatan mutu pendidikan di SMK, faktor penting lain yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan daya saing adalah anggaran pendidikan yang belum efektif dan efisien dalam hal pengelolaannya. Saat ini, pembangunan di bidang pendidikan sudah mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan nasional yang ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan dengan porsi terbesar dibandingkan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya, sehingga kemampuan pengelolaan anggaran oleh segenap jajaran pendidikan haruslah menjadi sebuah keharusan sebagai bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat.
B.3. Manajemen Pusat TIK Jardiknas
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama TIK, terjadi era baru di dunia pendidikan yaitu era terjadinya reformasi pendidikan yang memanfaatkan TIK dalam pengembangan dunia pendidikan. Implementasi komputer di dunia pendidikan telah merasuk ke segala lini pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi, mulai dari perkotaan hingga pedesaan, mulai dari pekerjaan administrasi yang sederhana hingga pengembangan sistem informasi manajemen (SIM) pendidikan yang demikian rumit dan pemanfaataannya untuk e-learning telah sangat-sangat kita rasakan pengaruhnya. Komputer telah menjadi teman yang menyederhanakan dan mempermudah pekerjaan administrasi, menjadi alat bantu yang mempermudah dan menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran atau komputer telah menjadi nara sumber yang bisa menggantikan sebagian dari peran dan fungsi pengajar (guru) ketika dimanfaatkan untuk e-learning yang terhubung dengan internet.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk membantu mengatasi persoalan-persoalan di bidang pengelolaan organisasi pendidikan telah lama dimanfaatkan dalam bentuk sistem informasi manajemen pendidikan. Oleh Engkoswara (2001), digambarkan bahwa keterkaitan antara sistem informasi manajemen dan administrasi pendidikan adalah dalam hal fungsi pengelolaan untuk mencapai tujuan organisasi pendidikan yang berupa produktivitas kinerja. Secara lebih jelas telaah terhadap kedudukan sistem informasi manajemen dalam organisasi pendidikan dapat dilihat dari wilayah kerja administrasi pendidikan yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan dan penilaian, adalah seperti gambar 3:
WILAYAH KAJIAN
| |||
FUNGSI
PENGELOLAAN
|
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
| ||
SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN
|
PERENCANAAN
|
PELAKSANAAN
|
PENILAIAN
|
M.Pr.F
|
M.Pr.F
|
M.Pr.F
| |
1.PERENCANAAN(PR)
|
*
| ||
2. PELAKSANAAN (PL)
|
***
| ||
3. PENILAIAN (PN)
|
*
|
Keterangan:
M = Sumber Daya Manusia
Pr = Program Pembelajaran
F = Fasilitas (Sarana dan prasarana)
Gambar 3. Matrik Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan
Mendasarkan pada matriks pada gambar 3 di atas, dipahami bahwa pengelola pusat TIK Jardiknas dalam mengelola sistem yang menjadi tanggung jawabnya harus mendasarkan pada tiga macam langkah atau tahapan yang dikerjakan yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pada sistem yang dibangun.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik dalam observasi dan pengumpulan datanya, dan peneliti sendiri dalam penelitian ini berfungsi sebagai instrumen utama. Ada beberapa definisi mengenai penelitian kualitatif, Bogdan dan Taylor (Moleong, 2002: 2) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa: kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan pengertian tersebut, Kirk dan Miller (Moleong, 2002: 2) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Sedangkan oleh Satori dan Aan (2009: 22) dikatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian/fenomena/gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori.
Proses penelitian kualitatif, disajikan menurut tahap-tahapnya (Rahardjo, 2010: 2), yaitu: (1) Tahap Pra-lapangan, (2) Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
a). Tahap Pra-lapangan
Pada penelitian kualitatif, beberapa kegiatan yang harus dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan adalah: (1) penyusunan rancangan awal penelitian, (2) pengurusan ijin penelitian, (3) penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian, (4) pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan.
Pada tahap pra-lapangan ini peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap gejala-gejala yang ada serta akibat-akibat akademik yang menyertainya. Pengamatan sepintas dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian.
b). Tahap Penelitian Lapangan
Sepanjang pelaksanaan penelitian, penyempurnaan tidak hanya dilakukan pada pusat perhatian/pokok permasalahan penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya.
Konsep sampel dalam penelitian ini, berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya tentang pokok permasalahan penelitian, dan pemilihan informan mengikuti konsep “bola salju” (snow ball sampling).
Terkait dengan data yang terkumpul, peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan merupakan kepedulian utama penelitian, melainkan ketuntasan perolehan informasi di lapangan dengan keragamannya yang menjadi dasar penghentian proses pengumpulan data.
Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan untuk memudahkan pendokumentasian, misalnya : (1) tustel/kamera, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Pada saat pengambilan data, perlengkapan ini digunakan tanpa mengganggu kewajaran interaksi antara peneliti dengan sumber data penelitian.
Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar, dimana ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti melakukan konfirmasi hasil pengamatan melalui proses wawancara. Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik dan bertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab pertanyaan.
c). Tahap Pasca Lapangan
Mengacu model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data, tetapi juga selama pengumpulan data, dimana selama tahap penarikan simpulan, peneliti selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan konfirmabilitas.
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data collection) dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang (cyclical).
Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar.
Mendasarkan pada konsep dasar tentang penelitian kualitatif, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah usaha untuk menemukan aspek substantif dan prosedural dalam menyusun sistem manajemen e-learning dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi Pusat TIK Jardiknas SMK untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
D. Hasil dan Pembahasan
D.1. Hasil Penelitian
Pusat TIK Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional) SMK merupakan pusat TIK yang ada di SMK dan pengadaan infra strukturnya berasal dari Direktorat PSMK (Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan) Kemendiknas. Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) adalah program pengembangan infra struktur jaringan online skala nasional (National Wide Area Network) yang dibangun oleh Kementerian Pendidikan Nasional Pemerintah Republik Indonesia untuk menghubungkan antar institusi dan komunitas pendidikan se-Indonesia, dan merupakan salah satu program strategis pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk dunia Pendidikan di Indonesia. Melalui infra struktur jaringan online Jardiknas, diharapkan dapat mempercepat pengembangan integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi pada sektor pendidikan untuk kemajuan Pendidikan Indonesia saat ini dan di masa depan.
Jardiknas mempunyai fungsi untuk melakukan integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran, memanfaatkan TIK dalam pengelolaan manajemen pendidikan serta memanfaatkan TIK dalam berbagai kegiatan pendidikan. Selain itu secara nasional implementasi TIK dalam pendidikan mempunyai manfaat antara lain ( http://jardiknas.kemdiknas.go.id/ ):
1. Peningkatan kecepatan layanan informasi yang integral, interaktif, lengkap, akurat dan mudah didapat.
2. Memberikan pelayanan data dan informasi pendidikan secara terpadu.
3. Menciptakan budaya transparan dan akuntabel.
4. Merupakan media promosi pendidikan yang handal.
5. Meningkatkan komunikasi dan interaksi baik secara lokal maupun internasional.
6. Mengakses berbagai bahan ajar dari seluruh dunia, dan
7. Meningkatkan efisiensi dari berbagai kegiatan pendidikan.
Saat sekarang, pemanfaatan atau penggunaan Pusat TIK Jardiknas di SMK masih didominasi oleh pengelola, karena sehari-hari memang mereka yang terkait langsung dengan pemanfaatan Pusat TIK Jardiknas. Koordinasi tugas sehari-hari antar bagian di SMK juga sudah menggunakan jaringan komputer yang terhubung oleh LAN (Local Area Network). Di semua SMK, pengelola membolehkan siswa SMK untuk setiap saat menggunakan fasilitas komputer Pusat TIK Jardiknas di ruang komputer selama jam sekolah maupun setelah jam sekolah untuk pengetikan/penyelesaian tugas dan sesekali memanfaatkan untuk proses penyelesaian tugas secara on line selama tidak dipakai untuk pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masih sangat rendah usaha dan kegiatan yang mengarah pada penguatan implementasi e-learning pada proses belajar mengajar di SMK, baik dalam bentuk himbauan maupun penugasan dari kepala sekolah kepada guru-guru. Padahal, jika dilihat dari fasilitas yang dimilikinya, sebenarnya infra struktur pusat TIK Jardiknas SMK sudah cukup bagus dan sangat siap jika dilakukan implementasi e-learning di sekolah, tetapi pada kenyataannya masih sangat rendah implementasi e-learning yang sudah terlaksana.
Saat ini, masih sangat lemah implementasi e-learning di SMK. Selain karena materi e-learning dari guru yang masih sangat kurang juga karena siswa belum mampu mempelajari dan memahami materi e-learning secara mandiri karena terbatasnya waktu, tenaga, pikiran serta biaya jika akses internetnya di luar sekolah. Selain itu, berdasar data observasi yang didapatkan saat sekarang belum ada SMK yang mewajibkan guru untuk mengimplementasikan e-elarning dalam proses pembelajaran, sehingga siswa juga tidak terdorong untuk lebih maksimal mempelajari e-learning. Kondisi inilah yang membuat sebagian besar guru dan juga siswa SMK belum terbiasa atau bahkan enggan menggunakan e-learning dalam proses pembelajarannya.
Diketahui belum banyak SMK di Jawa Tengah yang telah mengimplementasikan e-learning secara penuh untuk semua mata pelajaran yang ada. Yang ada hanyalah implementasi e-learning dengan mata pelajaran yang terbatas. Diketahui hanya ada dua SMK (5,7 %) yang telah mengimplementasikan e-learning, yaitu di SMKN-1 Purwodadi (http://smkn1-purwodadi.net/) dengan website e-learning tersendiri di Pusat TIK Purwodadi (http://ictcenter-purwodadi.net/) dan di SMKN-2 Pekalongan (http://smk2pekalongan.sch.id/).
Model implementasi yang dilakukan di dua sekolah SMK tersebut berbeda secara prinsip penyajian meskipun sama dalam tujuan yang ingin dicapai, yaitu mengimplementasikan model pembelajaran berbasiskan TIK yang disebut e-learning. Dari kedua contoh impelementasi tersebut, di SMKN-1 Purwodadi bisa dikatakan telah sepenuhnya melakukan implementasi e-learning dengan menggunakan perangkat lunak open source: Moodle yang relatif interaktif, sedangkan yang dilakukan oleh SMKN-2 Pekalongan masih bertumpu pada ketersediaan basis data modul, buku elektronik dan ketersediaan soal-soal yang belum interaktif.
D.2. Pembahasan
Proses pembelajaran dengan menggunakan e-learning di SMK saat ini masih menggunakan teknik gabungan antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran dengan e-learning, dimana frekuensi terbesarnya masih didominasi oleh pembelajaran konvensional. Dengan demikian bisa dikatakan sesi pembelajaran mengunakan e-learning semata-mata masih merupakan sesi pelengkap dan penghias dari pembelajaran konvensional. Hal ini bisa dimaklumi mengingat kepemilikan infra struktur berupa sambungan internet dan kepemilikan komputer (PC ataupun laptop) di SMK maupun di rumah masing-masing guru dan siswa masih sangat-sangat terbatas. Dengan demikian keberlangsungan pembelajaran dengan mengunakan e-learning di SMK seolah-olah masih berupa ujicoba tanpa ada batasan target waktu yang harus dicapai untuk memulai implementasi e-learning secara tetap dan pasti.
Selain keterbatasan infra struktur, belum maksimalnya pelaksanaan implementasi e-learning di SMK dipengaruhi oleh masih minimnya kemampuan guru-guru SMK dalam mempersiapkan file materi pelajaran yang akan digunakan untuk e-learning dan masih belum mahirnya mereke meng-upload file materi pelajaran ke website SMK dengan menggunakan software Learning Management System (Moodle).
Dari sisi ketersediaan waktu, tenaga dan pikiran, sebenarnya siswa-siswa SMK tidak ada persoalan jika harus menyesuaikan diri dengan model pembelajaran e-learning. Persoalan utamanya hanyalah pada kesiapan sekolah (SMK) dalam menyiapkan dan menugaskan guru agar melakukan implementasi e-learning dalam proses belajar mengajar yang diampunya. Perihal kesiapan infra struktur berupa komputer dan jaringan internet yang dibutuhkan sebenarnya tidak ada persoalan karena telah tersedianya infra struktur Pusat TIK Jardiknas.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa dari sisi manajemen sebenarnya apa yang selama ini sudah dikerjakan oleh SMK-SMK yang memiliki pusat TIK Jardiknas kurang efektif kinerjanya, dalam arti mereka tidak bisa memanfaatkan secara maksimal terhadap fasilitas yang telah diberikan pemerintah, yang dalam hal ini fasilitas berupa infra struktur pusat TIK Jardiknas dengan semua kelengkapan yang menyertainya.
Kondisi implementasi e-learning di SMK bisa dikatakan memprihatinkan jika dibandingkan dengan investasi dana yang begitu besar, juga memberikan gambaran bahwa efektivitas implementasi sistem e-learning di lingkungan SMK jika dilihat dari unsur perangkat keras, perangkat lunak dan SDM yang mendukungnya masih sangat kecil. Kondisi lain yang mendukung efektivitas implementasi e-learning di SMK adalah kesiapan guru dan siswa, dukungan kebijakan pimpinan, dukungan pembiayaan, sistem pembinaan SDM yang terarah, proses pembelajaran yang kontinyu, dan sistem pengendalian dan pengawasan implementasi e-learning SMK yang tepat.
Diantara semua faktor pengaruh yang ada, maka motivasi yang ada pada guru untuk mau dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab menggunakan e-learning dalam proses pembelajarannya di SMK akan sangat berpengaruh dakam menyiapkan SDM penyelenggara e-learning. Dengan demikian, adanya kesiapan guru dalam pengembangan sistem e-learning bersifat dominan dalam implementasi e-learning di SMK.
Untuk mengetahui bagaimana efektifitas dan efisiensi manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning, perlu diformulasikan suatu model konseptual tentang manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning yang efektif dan efisien. Formulasi model ini didasarkan pada kajian teori-teori manajemen dan hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan pokok bahasan penelitian.
Formulasi model ini dibangun berdasarkan unsur-unsur yang mendukung efektivitas dan efisiensi manajemen e-learning, yaitu: 1) dukungan kebijakan dari kepala sekolah SMK dalam penyelenggaraan manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK; 2) pemahaman guru SMK tentang teknologi e-learning yang meliputi internet, pembelajaran on-line, dan Learning Management System; 3) pemahamaman siswa SMK tentang teknologi e-learning yang meliputi internet, pembelajaran on-line, dan Distance Learning; 4) kesiapan guru SMK dalam hal penyiapan materi pelajaran ke dalam modul sistem e-learning, disertai kemampuan operasional dalam implementasi e-learning SMK; 5) kesiapan siswa SMK dalam hal menerima materi pelajaran melalui e-learning, disertai kemampuan operasional dalam implementasi e-learning; 6) kesiapan infrastruktur pendukung manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK; 7) sistem pembinaan SDM pendukung manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK; 8) pembiayaan sistem manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning; 9) pelaksanaan proses manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning; 10) sistem pengendalian manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK oleh pengelola.
Masing-masing dari unsur tersebut harus berjalan dengan optimal dan efektif sehingga efektifitas dan efisiensi manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning SMK dapat tercapai secara optimal pula. Masing-masing unsur tersebut pada kenyataannya saling berhubungan antara satu dengan lainnya sehingga akan saling mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dari manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning SMK. Formulasi model konseptual manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning yang efektif dan efisien di SMK yang mungkin cocok dikembangkan di SMK, utamanya SMK di Jawa Tengah dikembangkan seperti gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Model Konseptual Manajemen Pusat TIK Jardiknas SMK dan Implementasi E-Learning yang Efektif dan Efisien
Pengembangan model manajemen pusat TIK Jardiknas yang efektif dan efisien tersebut harus didasarkan pada unsur-unsur yang mendukung efektivitas manajemen pusat TIK Jardiknas. Langkah-langkah yang bisa memperjelas pemahaman terhadap pengembangan model tersebut adalah: pertama, melakukan analisis kebutuhan dengan menggunakan metode SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan manajemen pada pusat TIK Jardiknas.
E. Simpulan dan Saran
Beberapa hal yang merupakan simpulan dari penelitian ini meliputi:
1. Pusat TIK Jardiknas yang ada di Jawa Tengah saat ini belum berfungsi maksimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pusat TIK Jardiknas yaitu: menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan TIK, menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan SDM dan menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan konten dan sistem informasi pendidikan (Jardiknas, 2007: 48).
2. Pusat TIK Jardiknas pada SMK di Jawa Tengah belum bisa menjadikan dirinya (institusi) sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan e-learning sebagai bentuk pemanfaatan internet.
3. Kegiatan-kegiatan pelatihan aplikasi komputer yang diselenggarakan oleh pusat TIK Jardiknas SMK Jawa Tengah yang selama ini terlaksana, hanya berlangsung jika ada dukungan dana dari Direktorat PSMK dan atau Pustekkom, sehingga fungsi pusat TIK Jardiknas sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan Sumber Daya Manusia sifatnya insidental hanya ketika ada dana.
4. Saat ini di Jawa Tengah baru ada 2 SMK yaitu SMKN-1 Purwodadi Grobogan dan SMKN-2 Pekalongan (5,7 %) yang sudah merintis implementasi e-learning pada proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah lewat website sekolah yang dibangunnya. Hal ini menunjukkan sebagian besar kepala sekolah SMK belum mampu menjalankan tugas yang diberikan direktorat PSMK agar pusat TIK Jardiknas SMK bisa menjadi pusat pembelajaran.
5. Sebagian besar guru-guru SMK di Jawa Tengah belum bisa melakukan implementasi e-learning dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan guru-guru SMK lemah dalam standar profesional yang harusnya mampu memanfaatkan teknologi terkini dalam pembelajaran.
6. Siswa-siswa SMK di Jawa Tengah belum optimal memanfaatkan pusat TIK Jardiknas dalam proses pembelajaran dengan e-learning.
7. Pusat TIK Jardiknas SMK memerlukan biaya operasional tambahan selain dukungan dana dari Direktorat PSMK maupun Pustekkom, sehingga mampu melakukan kegiatan-kegiatan secara mandiri berdasar pedoman pemanfaatan anggaran.
8. Sistem pengendalian dan tanggung jawab atas proses pembelajaran menggunakan e-learning di SMK dengan memberdayakan pusat TIK Jardiknas belum berjalan sesuai prinsip manajemen: perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (penilaian).
9. Manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK belum efektif ditinjau dari prinsip-prinsip manajemen baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Proses manajemen yang dilakukan hanya “mengalir” tanpa adanya perencanaan dan target capaian sehingga tidak ada inovasi-inovasi untuk memajukan pusat TIK Jardiknas yang dilakukan oleh pengelola pusat TIK Jardiknas dibawah arahan dan tanggung jawab kepala sekolah.
10. Tidak ada evaluasi secara berkala baik bulanan, semesteran ataupun tahunan oleh kepala sekolah terhadap capaian kinerja pusat TIK Jardiknas SMK sehingga tidak bisa diketahui apa sebenarnya yang telah dicapai dan apa yang tidak dicapai oleh pusat TIK Jardiknas SMK berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Seharusnya untuk mengetahui apakah perencanaan dan realisasi ada perbedaan (‘gap”) harus dilakukan evaluasi berkala.
Saran-saran yang diusulkan sebagai sebuah kebijakan adalah:
1. Diperlukan dukungan kebijakan kepala SMK yang berwawasan global dan berkelanjutan, dalam rangka mengoptimalkan manajemen pusat TIK Jardiknas dan implementasi e-learning di SMK sesuai tupoksinya.
2. Mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi pusat TIK Jardiknas sehingga bisa menjadi agen kemajuan pendidikan yang berbasiskan TIK sesuai dengan tuntutan global dalam bentuk e-learning.
3. Menyusun standard operational procedure (SOP) untuk pengelolaan pusat TIK Jardiknas SMK sehingga setiap bagian dari sistem yang ada akan berkerja sesuai dengan deskripsi kerja masing-masing, tanpa menunggu adanya dana pendukung kegiatan dari sumber manapun. Jika SOP tersebut sudah terbentuk maka akan mudah mengukur capaian kinerja setiap bagian berdasar capaian SOP masing-masing.
4. Mengembangkan implementasi e-learning pada Pusat TIK Jardiknas SMK berdasarkan keberhasilan yang telah dicapai oleh SMKN-1 Purwodadi Grobogan dan SMKN-2 Pekalongan.
5. Meningkatkan kesiapan guru-guru SMK dalam proses pembelajaran dengan e-learning lewat pelatihan dan workshop tentang e-learning. Selanjutnya harus ada tindak lanjut setelah pelaksanaan pelatihan berupa pengawasan dan teguran sehingga hal tersebut akan memotivasi guru untuk berusaha menggunakan e-learning dalam pembelajaran yang dilakukan.
6. Mengoptimalkan kesiapan siswa SMK dalam proses pembelajaran dengan menggunakan e-learning lewat pelatihan e-learning disertai tindak lanjut setelah pelaksanaan pelatihan berupa praktik dan penugasan sehingga hal tersebut akan memotivasi siswa untuk berusaha menggunakan e-learning dalam rangka pengayaan materi pelajaran serta pencarian terhadap ilmu pengetahuan terkini.
7. Diperlukan manajemen e-learning yang efektif dan efisien pada semua tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi (penilaian) dalam implementasi e-learning di SMK, dengan tujuan bisa meningkatkan mutu hasil belajar siswa SMK.
8. Diperlukan evaluasi berkala pada Pusat TIK Jardiknas SMK sehingga ada mekanisme kontrol terhadap capaian kinerja yang telah dicanangkan sebelumnya.
9. Diperlukan pengembangan atau penelitian lebih lanjut tentang manajemen pusat TIK Jardiknas dengan tekanan utama mencari model implementasi e-learning yang sesuai dengan kondisi terkini yang ada di SMK.
F. Daftar Pustaka
Alvin Toffler. 1992. Gelombang Ketiga. Jakarta: PT Pantja Simpati.
Djuniadi. 2003. Perkembangan Teknologi E-Learning. Makalah: Seminar dan Workshop E-Learning di Perguruan Tinggi 11-13 Des 2003. Bandung: ITB.
Engkoswara. 2001. Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung: Yayasan Amal Keluarga.
Jardiknas. 2007. Buku Panduan Forum Nasional Jejaring Pendidikan Nasional, Integrasi dan Optimalisasi Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Setjen Depdiknas Republik Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dirjen Dikti-Depdikbud.
Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Rahardjo, Mudjia. 2010. Desain dan Contoh Proses Penelitian Kualitatif. http://mudjiarahardjo.com/artikel/208-desain-dan-contoh-proses-penelitian-kualitatif.html. Didownload: Minggu, 12-Juni-2010, 04.39.
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Universitas Gunadarma. 2010. http:// library.gunadarma.ac.id/files/disk1/2/ jbptgunadarma-gdl-s1-2004-fritaromau-70-bab2.pdf
No comments:
Post a Comment