Dalam suatu pelatihan guru, seorang
nara sumber yang sudah berembel-embel DR. Mengatakan, bahwa dia dulu menjadi
guru karena terpaksa saja. Masuk kejurusan apa saja diperguruan tinggi ia tidak
lulus, akhirnya masuk IKIP baru dia lulus. Kemudian setelah tamat ia berusaha
untuk melamar kerja selain guru, lagi-lagi hasilnya nol. Akhirnya dengan
terpaksa ia menjadi guru.
Cerita ini mendapat tanggapan yang
senada dari peserta lain, rupanya banyak dari mereka menjadi guru karena
terpaksa karena tidak kompeten. Dan akhirnya menjadi guru. Seorang peserta di
samping saya menyikut saya “ How about you Sir?”
“ I am not in the same boat with them”, respon saya
setengah berbisik, “ I am lucky, I was
falling in love with my job as the
teacher at the first day I was appointed” ( Saya beruntung karena saya
jatuh cinta pada pekerjaan saya pada hari pertama saya diangkat menjadi guru)
Rata-rata para guru yang sering mengatakan
terpaksa menjadi guru karena kompetensi akademisnya rendah, adalah mereka yang
tidak bangga menjadi guru . Karena tidak
bangga sebagai guru, maka mereka tidak menghayati pekerjaan guru. Dan mereka menjalankan tugas asal-asalan saja.
Dari kelompok inilah yang selalu muncul
keluhan-keluhan bahwa pekerjaan menjadi guru adalah pekerjaan yang paling berat
di dunia. Mereka tidak mau mengerti dan mempelajari untuk apa harus membuat
RPP. Mereka tidak mengerti dan tidak mau berusaha mengerti tentang sistem penilaian. Mereka kalau ditunjukkan suatu
pendekatan, mereka akan mengeritiknya. “Untuk apa kami dipaksa-paksa harus
menggunakan metode ini dan itu. Mengajar ya mengajar yang penting anak-anak
mengerti. Berikan kebebasan kami
mengajar, jangan diatur-atur. Untuk apa membuat persiapan mengajar secara
tertulis, langkah-langkah pemebelajaran sudah ada di sini” (sambil menunjuk
kepalanya).
Memang banyak mereka yang berpropesi
sebagai guru, cita-cita awal masa
remajanya tidak menjadi guru. Namun sebagian dari mereka tidak bangga mengatakan
itu kepada semua orang apalagi kepada murid sendiri. Meskipun tidak
bercita-cita jadi guru, disebabkan sesuatu hal mereka menjadi guru. Tetapi
setelah menjadi guru mereka tidak
menyesalinya, mereka berketetapan hati
untuk menjadi guru sebagai profesi dan ladang pengabdiannya. Meraka mempelajari
seluk-beluk dinamika kerja guru. Mereka mencermati dan mempelajari karakter
anak, perbedaan diantara mereka dan bagaimana menangani permasalah mereka dan
bagaimana menghadapi serta memanfaatkan perbedaaan diantara siswa ini. Demikian
juga masalah penilaian, mereka mempelajari seluk beluk penilaian, sehingga
nantinya tergambar pencapaiaan siswa. Mereka mencoba mengkaji pendekatan
pembelajaran dan bagaimana penerapannya secara efektif pada murid mereka.
Mereka selalu berpikir bagaimana meningkatkan prestasi siswa mereka.
Dari kelompok inilah nantinya muncul
guru yang juga menjadi Instruktur, guru inti atau yang dikenal sekarang
Instruktur nasional. Dari mereka jugalah nantinya muncul guru, kepala sekolah
berprestasi. Dan mereka juga memunculkan karya tulis ilmiah berbentuk artikel pendidikan, laporan penelitian tindakan kelas
dan tindakan sekolah; best practice dsb. Dari binaan mereka juga terlahir siswa
yang berperstasi dan cemerlang. Yang
mereka hasilkan adalah prestasi tidak keluh kesah yang tujuannya untuk dibelas
kasihani.
Nah sambil memperingati hari guru ini
saya menghimbau kawan sesama guru, terutama yang katanya terlanjur menjadi
guru; yang tidak bercita-cita jadi guru, marilah kita tekuni profesi kita
dengan serius. Sebagai PNS kita sampai pada point of no return. Nikmatilah
pekerjaan sebagai guru dengan sering mengatakan, I like to be a teacher; my hobby
is teaching; I love my students; teaching makes me happy. Semoga
profesi guru mendatangkan kebahagian buat kita dunia dan akhirat, amin.
No comments:
Post a Comment