Beberapa minggu yang lalu kita
dikejutkan oleh berita yang membuat kita miris, sedih atau juga prihatin.
Seorang siswi SMP tewas, ketika sedang menjalani hukuman berlari sepuluh
keliling lapangan basket. Namun baru dua putaran, sang siswi jatuh pingsan dan akhirnya meninggal. Siswi itu
dihukum karena tidak mengerjakan PR. Dan berita lainnya seorang siswa diinjak
punggungnya oleh guru karena juga tidak membuat PR.
Ketika berita-berita itu muncul di
Media masa dan media sosial, saya sengaja tidak ikut-ikutan berkomentar, apa lagi
ikut pula hujat menghujat atau memojok kan salah satu pihak. Karena
bagaimanapun, ini kecelakaan. Bagi keluarga siswa ini kecelakaan yang
memilukan, kehilangan buah hati yang mereka sayangi. Bagi guru ini juga suatu malapetaka.
Saya yakin seyakin-yakinnya, guru itu pasti jauh dilubuk hatinya tidak terpikir
untuk mencelakakan muridnya. Bagaimana pun ia pasti menyayangi muridnya. Yang
ada waktu itu adalah kejengkelan, atas ketidak patuhan dan ketidak disiplin
siswanya. Saya yakin tujuan utamanya adalah membuat murid jera, sehingga lain
kali akan mengerjakan apa yang diperintahkannhya. Namun yang terjadi pasti
diluar perkiraannya, seorang siswi tewas. Menyedihkan, dan sang guru terkena
jerat hukum.
Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah PR itu wajib? Tidak ada permendikbud
yang mengatur tentang PR. Namun sebenarnya PR penting untuk penguatan. Jam
tatap muka dikelas mungkin tidak cukup membuat siswa benar-benar menguasai
materi pembelajaran. Namun pertanyaan lagi, apakah setiap habis satu mata pelajaran harus di kasi PR?
Dalam satu pelatihan saya pernah
memeriksa RPP yang dibuat guru. Hampir semua guru menuliskan dalam kegiatan
akhir, memberi PR. Kalau begini,
bila dalam satu hari itu ada 4 mata pelajaran, berarti ada 4 PR yang harus
dikerjakan siswa. Berarti siswa setelah pulang sekolah tak sempat untuk
istirahat, dia harus berkutat dengan PR. Dan ini kita lihat dalam kehidupan
seorang anak sekolah sehari-hari, terlalu banyak PR yang diberikan sekolah.
Kadangkala, sudah diluar kemampuan anak. Karena waktu yang digunakan untuk
mengerjakan satu PR kadangkala melebihi 2 jam(120 menit)
Alangkah baiknya ada kesepakatan,
bahwa sehari hanya ada sekitar 2 mata pelajaran yang ada PRnya. Dan untuk ini
memang perlu kordinasi sesama guru, kasihan murid kita. Belum lagi waktu
memeriksanya bagi guru. Dan kenyataan banyak pula hasil kerja anak yang
menghabiskan energi itu, namun tidak
diperiksa. Semoga lain kali kita tidak
mendengar lagi tragedi karena PR.
No comments:
Post a Comment