Oleh:
Suratno, Dwi Atmono, Supriyanto
(FKIP-Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin)
Abstract
Poverty is a situation where an individual cannot afford
his basic needs which in turn has immpact on his disability to accumulate his
basic social power. This research is aimed at: 1) identifying the chool aged
poor people in every village and sub district, 2) finding out the characteristics
of poor population according to their age and school aged groups, (3) finding
out the characteristics of school aged poor population according to status in
the family, (4) finding out the characteristics of school aged poor population
accurding to the number of their family members.
The
method used to do the mapping is a qualitative-descriptive method.
The number of the school aged poor population
comes to 6,981 people out of 23,138 poor people, and the entire population is
156,193 people. The number of the school aged poor people is 4.47% and the poor
people is 14.81% of the total number of the population. Based on the mapping,
it is found that the number of the school aged poor people in the sub district
of Landasan Ulin is 1,807 children, in the District of Lianganggang is 1,685
children, in the District of Cempaka is 1,249 children, in the District of
Banjarbaru Selatan is 1,241 children, and in the District of Banjarbaru Utara
is 999 children. Most of them come from a family who work as peasants (labour
on other people’s farms), traders, construction workers, from private sector
and those whose work is finding taxi passengers to get little share and miners.
Generally they come from families with the average number of 3.81 members and
earn about Rp. 6,523.08 one day/one person and not more than Rp. 135,608.05 a
month. The relevant policy will be (1) The Inter Family Approach School
Approach Program (Sekolah PAK) for those who are not in school yet, and
additional time for remedial course for those who have been sent to school, (2)
The Visiting Teacher Program for those who are not in school and who are
already in school.
Key words: mapping, school aged
poor population, The Inter
Family School Approach (sekolah PAK)
Pemetaan Penduduk Miskin dan Usia Sekolah di Kota Banjarbaru
Oleh:
Suratno, Dwi Atmono, Supriyanto
(FKIP-Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin)
ontar_ria@yahoo.com
Abstrak
Kemiskinan merupakan keadaan di mana seorang individu
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang berdampak pada ketidakmampuan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi
penduduk miskin usia sekolah di setiap kelurahan dan kecamatan, (2) mengetahui
karakteristik penduduk miskin menurut kelompok umur dan usia sekolah, (3)
mengetahui karakteristik penduduk miskin usia sekolah menurut status dalam
keluarga, dan (4) mengetahui karakteristik penduduk miskin usia sekolah menurut
jumlah anggota keluarga.
Metode deskriptif-kualitatif digunakan untuk melakukan
pemetaan.
Penduduk miskin usia sekolah mencapai 6.981 jiwa dari
jumlah penduduk miskin 23.138 jiwa. Jumlah penduduk seluruhnya 156.193 jiwa. Jumlah
penduduk miskin usia sekolah 4,47%, dan jumlah penduduk miskin 14,81% dari
total penduduk seluruhnya. Berdasarkan pemetaan ditemukan penduduk miskin usia
sekolah di Kecamatan Landasan Ulin:1.807 anak, di Kecamatan Liang Anggang:1.685
anak; di Kecamatan Cempaka:1.249 anak; di Kecamatan Banjarbaru Selatan: 1.241
anak dan di Banjarbaru Utara: 999 anak. Mereka kebanyakan berasal dari orangtua
yang pekerjaannya buruh tani, pedagang, tukang bangunan, swasta dan jasa
makelar taksi dan pendulang. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga dengan
tanggungan keluarga rata-rata 3,81 jiwa, dengan
penghasilan perkapita sehari rata-rata Rp. 6.523,08 dan sebulannya tidak
lebih dari Rp. 135.608,05. Kebijakan yang relevan adalah: (1) Program Sekolah
Pendekatan Antar Keluarga (Sekolah PAK) untuk yang belum sekolah dan tambahan
waktu belajar remedial untuk yang sudah belajar; (2) Program guru kunjung untuk
anak yang sudah sekolah maupun yang belum sekolah.
Kata Kunci: pemetaan, penduduk miskin usia sekolah, sekolah
PAK
A. Pendahuluan
Kemiskinan di
Indonesia masih tetap menjadi isu hangat, terlebih sejak terjadinya krisis.. Kemiskinan
juga telah menjadi isu dunia, banyak negara berkomitmen untuk memerangi angka
kemiskinan. Di Indonesia komitmen untuk mengurangi kemiskinan telah dilakukan melalui
berbagai program pembangunan, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan
Kawasan Terpadu (PKT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Program
pengembangan Kecamatan (PNPM-PPK) untuk daerah perdesaan, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) untuk daerah perkotaan, dan lain-lain program penanggulangan kemiskinan
yang dilakukan oleh tiap-tiap departemen. Kesemua program tersebut ditujukan
untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, selanjutnya masyarakat
diharapkan dapat mandiri dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Upaya pengentasan
kemiskinan seyogyanya dimaksudkan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat.
Upaya tersebut setidaknya memerlukan 5 (lima) hal pokok, yaitu: pertama,
bantuan dana sebagai modal usaha; kedua, pembangunan prasarana sebagai pendukung
pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat; ketiga, penyediaan sarana
untuk memperlancar pemasaran hasil produksi barang dan jasa masyarakat;
keempat, pelatihan bagi aparat dan masyarakat; dan kelima, penguatan
kelembangaan sosial ekonomi masyarakat.
Dalam kerangka
tersebut upaya pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi, pertama, menciptakan
suasana yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat; kedua, memperkuat
potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat; dan ketiga, mencegah timbulnya persaingan yang tidak
seimbang serta menciptakan kemitraan atau kebersamaan. Secara konkret upaya ini
harus diawali dengan usaha pengentasan kemiskinan. Usaha pengentasan kemiskinan
baik yang struktural maupun kultural, dan yang relatif maupun absolut, harus
berpusat pada upaya mendorong percepatan perubahan struktur ekonomi rakyat.
Selain menyangkut aspek kemiskinan juga menyangkut aspek-aspek nonmaterial (Ala,
1981: 4). Begitu kompleksnya penyebab kemiskinan, sehingga masyarakat miskin
selalu terperangkap dalam “Perangkap Kemiskinan” yang merupakan suatu mata
rantai (Chambers (1988: 145). Untuk mengatasi kemiskinan, telah banyak
kebijakan yang ditawarkan, seperti misalnya strategi pembangunan yang
mengutamakan kebutuhan dasar (basic needs oriented development strategy), yang
mengkombinasikan pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan pemerataan hasil-hasil
pembangunan, khususnya untuk daerah perdesaan. Perlunya jaminan sosial guna
memperluas secepat mungkin kesempatan kerja yang menghasilkan untuk seluruh
masyarakat (Ul Haq,1983: 15). Sementara Giddens (2000: 136) berpandangan tentang
adanya investasi human capital, bukan bantuan ekonomi secara langsung.
Pada umumnya
dimensi kemiskinan di Kalimantan Selatan disebabkan karena masyarakat tidak
berdaya untuk mengakses sumber daya alam yang banyak terdapat di sekitarnya.
Selain itu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat
kesehatan masyarakat, terbatasnya lapangan kerja yang tersedia, dan terbatasnya
akses terhadap permodalan (Bappeda Provinsi Kalsel, 2007).
Menurut data dari
BPS Kalimantan Selatan, pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin sebanyak 231.000
orang (7,19% dari total penduduk), dan pada tahun 2005 sebanyak 335.700 orang
(7,23% dari total penduduk) yang berarti terdapat kenaikan sebanyak 104.700
orang (0,6% dari jumlah penduduk Kalimantan Selatan). Pada tahun 2007 penduduk
miskin di Kalimantan Selatan sebanyak 233.500 orang (7,01% dari total
penduduk). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2005,
maka terdapat penurunan sebanyak 102.200 orang (0,22%) dari jumlah penduduk Kalimantan
Selatan (Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan, 2007).
Untuk Kota
Banjarbaru yang luas wilayahnya mencapai 362,27 km2 dan berpenduduk 150.496
jiwa, sebelum pemekaran jumlah penduduk miskin menurut BPS Kota Banjarbaru jumlahnya mencapai 7.033 KK atau 23.181
anggota rumah tangga (ART). Penduduk miskin ini terdistribusi di 3 (tiga)
kecamatan Kota Banjarbaru, yaitu Kecamatan Landasan Ulin, Kecamatan Cempaka,
dan Kecamatan Banjarbaru. Berhubung wilayah Kota Banjarbaru termasuk wilayah
perkotaan, maka karakteristik penduduk miskin perlu diidentifikasi secara
cermat. Kajian yang memfokuskan pada
karakteristik penduduk miskin ini perlu dilakukan, agar kebijakan untuk
pengentasan kemiskinan tidak dibuat secara seragam, tetapi disesuaikan dengan
kelompok sasaran, sehingga intervensi
program akan lebih tepat sasaran, dan tujuan program pemberdayaan masyarakat
akan segera terwujud.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi
penduduk miskin usia sekolah yang tersebar di setiap kelurahan dan kecamatan,
(2) mengetahui karakteristik penduduk miskin menurut kelompok umur dan usia
sekolah di setiap kecamatan/kelurahan, (3) mengetahui karakteristik penduduk
miskin usia sekolah menurut status dalam keluarga, dan (4) mengetahui
karakteristik penduduk miskin usia sekolah menurut jumlah anggota keluarga.
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah: (1) pemerintah Kota Banjarbaru dapat mengambil dan
menetapkan kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta karakteristik
masing-masing wilayah dan kelompok masyarakat miskin usia sekolah, (2) masyarakat
miskin dapat mengikuti program pengentasan kemiskinan sesuai usia sekolah
berdasarkan potensi dan kemampuan diri.
B. Kajian
Pustaka
1. Kemiskinan
a. Pengertian kemiskinan :
a) Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos 2007)
b) Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada
di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan
(poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis
kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk
dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan
kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian,
kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS
dan Depsos 2004).
c) Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari
segi pendapatan dalam bentuk uang tambahan dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang.
Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan,
keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (Suharto,
2004).
d) Kemiskinan
adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan
sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (1) modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat
produksi, kesehatan), (2) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (3)
organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (4)
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (5)
pengetahuan dan keterampilan, dan (6) iformasi yang
berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, 2004).
e) Kemiskinan dapat dikatakan sebagai
kesejahteraan yang kurang, dilihat dari banyak dimensi, antara lain pendapatan yang rendah, ketidakmampuan untuk mendapatkan barang dasar dan layanan jasa yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup yang bermartabat.
Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan,
keterbatasan akses terhadap air bersih
dan sanitasi, keamanan fisik yang kurang
memadai, dan kurangnya kebebasan berpendapat, serta
ketidakcukupan kapasitas kesempatan untuk
hidup lebih baik. Kriteria batas kemiskinan adalah $
1.25. (World Bank, 2000).
Dari
berbagai pandangan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa kemiskinan
merupakan keadaan atau kondisi di mana seorang individu tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya untuk hidup layak minimal sesuai dengan kebutuhan hidup
minimum baik makanan maupun non makanan dan berdampak pada ketidak mampuan
untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial.
b. Dimensi Kemiskinan
David Cox (2004)
membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi:
a) Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi.
Globalisasi memghasilkam pemenang dan yang kalah. Pemenang
umumnya adalah negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh
persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.
b) Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan.
Kemiskinan subsistem (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan
pedesaan (kemiskinan akibat terpinggirkannya pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan
(kemiskinan yang disebabkan oleh hakikat dan percepatan pertumbuhan perkotaan)
c) Kemiskinan sosial, Kemiskinan yang dialami
oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas.
d) Kemiskinan konsekuesional. Kemiskinan yang
terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si
miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya
jumlah penduduk.
Pada sisi yang lain, SEMERU
(2001) menyatakan, bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi:
a)
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,
sandang dan papan).
b) Tidak
adanya akses terhadap kebutuhan terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
c) Tidak
adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).
d)
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun masal.
e)
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan
sumber alam.
f)
Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.
g)
Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan.
h)
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
i)
Ketidakmampuan dan ketidak-beruntungan
sosial (Suharto, 2004).
2. Pemberdayaan
a. Pengertian dan Indikator
Pemberdayaan
a)
Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau
tidak beruntung (Ife, 1995).
b)
Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui
pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987).
c)
Pemberdayaan adalah suatu cara dengan nama rakyat, organisasi dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport,
1984).
d)
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi kehidupan terhadap sesuatu. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi
kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Parson, 1994)
e)
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan
lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka meningkatkan pendapatannya dan
memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan dan (b) berpatisipasi dalam
proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Kesimpulannya, pemberdayaan
sebagai proses merupakan kegiatan untuk memperkuat keberdayaan kelompok lemah termasuk
individu yang mengalami kemiskinan dalam masyarakat. Sementara
pemberdayaan sebagai tujuan, menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang
berdaya, memiliki kekuasaan dan kemampuan memenuhi kebutuhan hidup baik fisik, ekonomi, maupun sosial. Pemberdayaan
sebagai tujuan sering digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan
sebagai proses.
b. Pendekatan Pemberdayaan
Munrut Ife (1995) pemberdayaan memuat arti kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan tidak hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit
melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas :
a)
Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup;
kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya
hidup, tempat tinggal, dan pekerjaan.
b)
Pendefinisian kebutuhan:
kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi
dan keinginannya.
c)
Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan
menyumbangkan gagasan-gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan
tanpa tekanan.
d)
Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau kesejahteraan sosial,
pendidikan, kesehatan.
e)
Sumber-sumber:
kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.
f)
Aktivitas
ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi
dan pertukaran barang serta jasa
g)
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di
atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan.
Parson (1994) mengemukakan bahwa proses pemberdayaan
umumnya dilakukan secara kolektif. Dalam
beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual,
meskipun pada gilirannya strategi ini tetap berkaitan dengan
kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di
luar dirinya
C. Metode
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Wilayah
penelitian meliputi seluruh kelurahan dan kecamatan di Kota Banjarbaru. Data
sekunder berupa buku-buku dan dokumen-dokumen lain bersumber dari BPS dan
Bappeda Kota Banjarbaru, sedangkan data primer diperoleh dari observasi yang
dilakukan di 5 (lima) kelurahan sebagai
representasi semua Kecamatan baik di kota maupun pinggiran. Observasi dilakukan
di tempat-tempat yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Observasi dilakukan
dengan mengamati kondisi fisik rumah, sanitasi, dan kondisi lingkungan sekitar.
Sumber data primer diperoleh dari para informan yaitu penduduk miskin yang
mewakili berbagai kelompok, seperti kepala keluarga, istri, dan anggota
keluarga lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi.. Wawancara dilakukan terhadap beberapa warga miskin
sebagai informan kunci. Analisis data meliputi : reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi data. Reduksi data dilakukan dengan cara merangkum, memilih
hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari pola dan
temanya. Selanjutnya penyajian data dengan cara mengorganisasikan dan menyusun
dalam pola hubungan sehingga data menjadi mudah dipahami. Terakhir adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Kondisi Geografis dan Kependudukan
Kota Banjarbaru
merupakan salah satu kabupaten/kota di
Kalimantan Selatan. Wilayah Kota Banjarbaru terdiri dari 5 (lima)
kecamatan dan 20 (duapuluh kelurahan). Berdasarkan data penduduk tahun 2008,
jumlah rumah tangga di Kota Banjarbaru mencapai 43.889 dengan jumlah penduduk
sekitar 164.216 jiwa, terdiri dari 83.735 laki-laki dan 80.481 perempuan,
dengan sex ratio mencapai 104,00. Mengenai luas wilayah dan jumlah penduduk,
tingkat kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga,
Kepadatan, dan Jumlah Penduduk Per Rumah Tangga di Kota Banjarbaru Pada Setiap
Kecamatan/Kelurahan Tahun 2008
Kecamatan/Kelurahan
|
Luas (km2)
|
Jumlah Penduduk
|
Jumlah
RT
|
Kepadatan Per Km2
|
Jumlah Penduduk Per RT
|
Liang Anggang
|
87,89
|
25.092
|
7.087
|
286
|
4,3
|
Landasan Ulin Barat
|
45,36
|
11.038
|
3.049
|
244
|
3,7
|
Landasan Ulin Tengah
|
23,86
|
7.679
|
1.481
|
322
|
5,2
|
Landasan Ulin Utara
|
18,67
|
6.375
|
2.557
|
342
|
3,2
|
Landasan Ulin
|
92,33
|
38.274
|
10.515
|
415
|
3,37
|
Landasan Ulin Timur
|
18,67
|
12.084
|
3.006
|
647
|
4,0
|
Guntung Payung
|
15.25
|
5.922
|
1.741
|
388
|
3,4
|
Syamsuddin Noor
|
18,67
|
8.702
|
2.636
|
466
|
3,3
|
Guntung Manggis
|
39,74
|
11.566
|
3.132
|
291
|
3,7
|
Cempaka
|
146,70
|
27.498
|
6.233
|
187
|
4,3
|
Palam
|
14,75
|
3.115
|
742
|
212
|
4,1
|
Bangkal
|
29,80
|
4.015
|
987
|
135
|
4,0
|
Sungai Tiung
|
21,50
|
8.327
|
1.875
|
387
|
4,3
|
Cempaka
|
80,65
|
12.041
|
2.629
|
149
|
4,5
|
Banjarbaru Utara
|
24,44
|
36.228
|
9.686
|
1.482
|
3,7
|
Loktabat Utara
|
14,24
|
13.533
|
3.798
|
267
|
3,6
|
Mentaos
|
1,62
|
7.673
|
2.098
|
1.295
|
3,6
|
Komet
|
2,44
|
3.702
|
904
|
370
|
3,6
|
Sungai Ulin
|
6,14
|
11.320
|
2.886
|
470
|
3,9
|
Banjarbaru Selatan
|
21,96
|
36.477
|
10.759
|
1.661
|
3,2
|
Loktabat Selatan
|
8,58
|
7.624
|
2.507
|
889
|
3,1
|
Kemuning
|
3,61
|
7.173
|
1.997
|
1.987
|
3,1
|
Guntung Paikat
|
2,47
|
8.862
|
2.463
|
3.588
|
3,1
|
Sungai Besar
|
7,3
|
12818
|
3.792
|
1.756
|
3,4
|
Jumlah
|
373,32
|
163.569
|
44.280
|
439
|
3,7
|
Sumber Data : BPS Kota
Banjarbaru, Tahun 2008 dan 2009
2. Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Kota
Banjarbaru antara lain: terdiri dari 88 buah sekolah negeri, 100 buah sekolah
swasta. Jumlah murid seluruhnya 37.603 orang, dan jumlah guru 2.831 orang.
Rincian dari sekolah, jumlah guru dan jumlah murid dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut.
Tabel 2
Jumlah Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid Negeri dan
Swasta Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
|
Sekolah
|
Kelas
|
Ruang Kelas
|
Guru
|
Murid
|
|||||
|
Neg.
|
Swt
|
Neg.
|
Swt
|
Neg.
|
Swt
|
Neg.
|
Swt
|
Neg.
|
Swt
|
STK
|
1
|
59
|
6
|
178
|
6
|
154
|
20
|
330
|
117
|
4.435
|
SD/MI
|
68
|
12
|
598
|
94
|
577
|
84
|
1006
|
161
|
18.144
|
1.962
|
SMTP/MTs.
|
12
|
12
|
148
|
76
|
135
|
85
|
392
|
224
|
4.993
|
2.702
|
SMTP Tbk
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
SMU/MA
|
4
|
13
|
65
|
72
|
68
|
68
|
191
|
273
|
2.076
|
2.114
|
SMK
|
3
|
4
|
37
|
31
|
28
|
31
|
132
|
102
|
955
|
105
|
Jumlah
|
88
|
100
|
854
|
451
|
814
|
422
|
1.741
|
1.090
|
26.285
|
11.318
|
Sumber Data : BPS Kota Banjarbaru, Tahun 2008.
Selain
fasilitas pendidikan tingkat sekolah dasar dan menengah, terdapat perguruan
tinggi negeri dan swasta antara lain: Universitas Lambung Mangkurat dengan 8
(delapan) Fakultas di dalamnya, dan Politeknik Kesehatan Banjarmasin, serta 15
(lima belas) perguruan tinggi swasta lainnya.
3. Pemetaan Penduduk Miskin
Hasil pemetaan penduduk miskin di
tingkat Keluarga di semua Kelurahan dapat diamati pada tabel berikut.
Tabel 3
Penduduk Miskin Kota Banjarbaru Tahun
2010
No.
|
KECAMATAN
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||
SELURUHNYA
|
MISKIN
|
MISKIN USIA SEKOLAH
|
||||
1
|
LANDASAN
ULIN
|
Landasan
Ulin Timur
|
11,099
|
1,752
|
512
|
|
Guntung
Payung
|
4,951
|
1,009
|
288
|
|||
Syamsuddin
Noor
|
9,086
|
1,697
|
492
|
|||
Guntung
Manggis
|
10,718
|
1,834
|
515
|
Lanjutan Tabel 3
2
|
LIANG
ANGGANG
|
Landasan
Ulin Barat
|
4,437
|
2,122
|
676
|
Landasan
Ulin Selatan
|
6,168
|
741
|
236
|
||
Landasan
Ulin Tengah
|
5,873
|
1,056
|
308
|
||
Landasan
Ulin Utara
|
6,133
|
1,707
|
465
|
||
3
|
CEMPAKA
|
Palam
|
2,946
|
511
|
241
|
Bangkal
|
3,795
|
576
|
176
|
||
Sungai
Tiung
|
7,874
|
1,286
|
380
|
||
Cempaka
|
11,387
|
1,643
|
452
|
||
4
|
BANJARBARU
UTARA
|
Loktabat
Utara
|
14,442
|
1,119
|
265
|
Mentaos
|
7,763
|
773
|
287
|
||
Komet
|
3,744
|
373
|
113
|
||
Sungai
Ulin
|
12,512
|
1,059
|
334
|
||
5
|
BANJARBARU
SELATAN
|
Loktabat
Selatan
|
6,866
|
690
|
247
|
Kemuning
|
6,243
|
750
|
281
|
||
Guntung
Paikat
|
7,714
|
883
|
295
|
||
Sungai
Besar
|
12,442
|
1,557
|
418
|
||
|
Jumlah
|
|
156,193
|
23,138
|
6,981
|
Secara keseluruhan jumlah Kepala Keluarga dari
seluruh penduduk yang bermukim di Kota Banjarbaru berjumlah 7.033 buah dengan
rincian jumlah anggota rumah tangga mencapai 23.181 orang.
4. Identifikasi Kelompok Umur dan Usia Pendidikan
Pada Penduduk Miskin
Berdasarkan isi Tabel 3,
diidentifikasi jumlah penduduk miskin menurut kategori umur dan diperoleh data
penduduk miskin per Kecamatan dan per Kelurahan, yang dapat diamati pada
Tabel-tabel berikut. Berdasarkan tabel-tabel tersebut maka pada setiap
Kecamatan dan Kelurahan dapat diketahui komposisi jumlah penduduk miskin
menurut usia pendidikan.
Tabel 4
Penduduk Miskin Kecamatan
Landasan Ulin Th. 2010
NO
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||||
TOTAL
|
MISKIN
|
||||||
JUMLAH
|
<16 o:p="" th="">16>
|
16
- 30 TH
31
- 45 TH
>45
TH
1
Landasan
Ulin Timur
11,099
1,752
512
468
441
330
2
Guntung
Payung
4,951
1,009
288
272
276
173
3
Syamsuddin
Noor
9,086
1,697
492
440
415
350
4
Guntung
Manggis
10,718
1,834
515
450
493
376
Tabel 5
Penduduk Miskin Kecamatan
Liang Anggang Th. 2010
NO
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||||
TOTAL
|
MISKIN
|
||||||
JUMLAH
|
<16 o:p="" th="">16>
|
16
- 30 TH
31
- 45 TH
>45
TH
1
Landasan
Ulin Barat
4,437
2,122
676
584
501
361
2
Landasan
Ulin Selatan
6,168
741
236
166
145
164
3
Landasan
Ulin Tengah
5,873
1,056
308
294
254
200
4
Landasan
Ulin Utara
6,133
1,707
465
472
387
383
Tabel 6
Penduduk Miskin Kecamatan
Cempaka Th. 2010
NO
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||||
TOTAL
|
MISKIN
|
||||||
JUMLAH
|
<16 o:p="" th="">16>
|
16
- 30 TH
31
- 45 TH
>45
TH
1
Palam
2,946
511
241
118
103
114
2
Bangkal
3,795
576
176
146
120
134
3
Sungai
Tiung
7,874
1,286
380
336
221
349
4
Cempaka
11,387
1,643
452
437
321
433
Tabel 7
Penduduk Miskin Kecamatan
Banjarbaru Utara Th. 2010
NO
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||||
TOTAL
|
MISKIN
|
||||||
JUMLAH
|
<16 o:p="" th="">16>
|
16
- 30 TH
31
- 45 TH
>45
TH
1
Loktabat
Utara
14,442
1,119
265
314
265
275
2
Mentaos
7,763
773
287
163
152
171
3
Komet
3,744
373
113
96
87
77
4
Sungai
Ulin
12,512
1,059
334
340
214
171
Tabel 8
Penduduk Miskin Kecamatan
Banjarbaru Selatan Th. 2010
NO
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||||
TOTAL
|
MISKIN
|
||||||
JUMLAH
|
<16 o:p="" th="">16>
|
16
- 30 TH
31
- 45 TH
>45
TH
1
Loktabat
Selatan
6,866
690
247
168
155
120
2
Kemuning
6,243
750
281
199
164
106
3
Guntung
Paikat
7,714
883
295
212
189
187
4
Sungai
Besar
12,442
1,557
418
405
376
348
Berdasarkan isi Tabel 4 sampai dengan Tabel 8,
dapat dirangkum jumlah penduduk usia pendidikan di seluruh wilayah Kecamatan dan
Kelurahan sebagaimana termaktub pada Tabel 9, sementara itu rincian untuk
setiap individu dan rumah tangga dapat dicermati pada rangkuman data penduduk
miskin usia pendidikan per individu dan rumah tangga (tidak dilampirkan).
Jumlah penduduk miskin usia sekolah mencapai 6.981 jiwa dari jumlah penduduk
yang miskin sejumlah 23.138 jiwa. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 156.193
jiwa, berarti jumlah penduduk miskin usia sekolah mencapai 4,47% dari total penduduk
seluruhnya, dan jumlah penduduk miskin mencapai 14,81% dari total penduduk
seluruhnya. Jumlah ini jika dibiarkan tanpa intervensi kebijakan yang relevan
dengan penuntasan wajib belajar dan lainnya di bidang pendidikan, dimungkinkan
akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.
Tabel 9
Jumlah Penduduk Seluruhnya, Miskin dan Miskin Usia
Sekolah (<16 banjarbaru="" di="" kota="" o:p="" tahun="">16>
No.
|
KECAMATAN
|
DESA
|
PENDUDUK
|
|||
SELURUHNYA
|
MISKIN
|
MISKIN
USIA SEKOLAH
|
||||
1
|
LANDASAN ULIN
|
Landasan
Ulin Timur
|
11,099
|
1,752
|
512
|
|
Guntung
Payung
|
4,951
|
1,009
|
288
|
|||
Syamsuddin
Noor
|
9,086
|
1,697
|
492
|
|||
Guntung
Manggis
|
10,718
|
1,834
|
515
|
|||
2
|
LIANG ANGGANG
|
Landasan
Ulin Barat
|
4,437
|
2,122
|
676
|
|
Landasan
Ulin Selatan
|
6,168
|
741
|
236
|
|||
Landasan
Ulin Tengah
|
5,873
|
1,056
|
308
|
|||
Landasan
Ulin Utara
|
6,133
|
1,707
|
465
|
|||
3
|
CEMPAKA
|
Palam
|
2,946
|
511
|
241
|
|
Bangkal
|
3,795
|
576
|
176
|
|||
Sungai
Tiung
|
7,874
|
1,286
|
380
|
|||
Cempaka
|
11,387
|
1,643
|
452
|
|||
4
|
BANJARBARU UTARA
|
Loktabat
Utara
|
14,442
|
1,119
|
265
|
|
Mentaos
|
7,763
|
773
|
287
|
|||
Komet
|
3,744
|
373
|
113
|
|||
Sungai
Ulin
|
12,512
|
1,059
|
334
|
|||
5
|
BANJARBARU SELATAN
|
Loktabat
Selatan
|
6,866
|
690
|
247
|
|
Kemuning
|
6,243
|
750
|
281
|
|||
Guntung
Paikat
|
7,714
|
883
|
295
|
|||
Sungai
Besar
|
12,442
|
1,557
|
418
|
|||
|
Jumlah
|
|
156,193
|
23,138
|
6,981
|
Sumber: Tabel 7 sampai dengan Tabel 11
Dilihat dari karakteristik penduduk
miskin menurut kelompok umur dan usia sekolah di setiap kecamatan/kelurahan,
ternyata persebaran jumlah anak usia
sekolah yang orangtuanya miskin di Kecamatan Landasan Ulin: 1.807 anak, di
Kecamatan Liang Anggang: 1.685 anak; di Kecamatan Cempaka: 1.249 anak; di Kecamatan
Banjarbaru Selatan: 1.241 anak dan di Kecamatan Banjarbaru Utara: 999 anak. Status
pekerjaan orangtua mereka kebanyakan anak buruh tani, pedagang, tukang
bangunan, swasta dan jasa makelar taksi serta pendulang.
5. Analisis Kebutuhan Pendidikan Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin di Kota
Banjarbaru mencapai 14,81% dan dari jumlah ini terdapat penduduk miskin usia
sekolah mencapai 4,47%. Dalam rangka
meningkatkan mutu layanan di bidang pendidikan dan agar mencapai penuntasan
wajib belajar 12 tahun, maka perlu diketahui faktor latar yang memungkinkan
dirumuskannya kebijakan untuk penuntasan wajib belajar yang bersumber dari
masyarakat. Untuk kepentingan menggali data kebutuhan pendidikan bagi kelompok
yang tak terjangkau layanan pendidikan ini diperlukan studi mendalam melalui survei,
wawancara dan angket.
Jumlah
kepala keluarga yang disurvei mencapai
40 orang kepala keluarga dengan rincian di Kecamatan Banjarbaru Utara 8
(delapan) orang; Banjarbaru Selatan 6 (enam) orang; Landasan Ulin 10 (sepuluh)
orang; Cempaka 10 (sepuluh) orang; dan di Liang Anggang 6 (enam) orang. Mereka
adalah penduduk miskin yang memiliki anak usia sekolah dan anaknya sedang
sekolah di SD/MI atau SMP/MTs.. Hal-hal yang diwawancarakan menyangkut
aspek-aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah setempat baik berupa sosialisasi maupun bentuk bantuan
intervensi lain seperti bantuan fisik, dana, sarana dan prasarana untuk
kepentingan sekolah anak yang sedang sekolah di pendidikan dasar (SD/MI atau
SMP/MTs.). Dua program pemerintah yang relevan dan bersinggungan langsung
dengan masalah layanan pendidikan untuk masyarakat penyandang miskin dikaji
sebagai fokus penelitian, yakni program BOS (bantuan operasional sekolah) dan
RASKIN (bantuan beras untuk keluarga miskin). Kepada kelompok responden
keluarga miskin dan memiliki anak usia sekolah dilakukan survei dan
diwawancarai tentang masalah ke-dua program pemerintah tersebut.
Selain variabel identitas responden,
kepada mereka diwawancarai tentang hal-hal yang berkaitan dengan status dalam
keluarga (suami/isteri/anak/warga batih), usia, jumlah tanggungan keluarga,
pekerjaan utama, penghasilan rata-rata (perhari/perbulan) dan pendapat mereka
tentang realisasi program bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan beras untuk
keluarga miskin (RASKIN). Keempatpuluh orang kepala keluarga yang disurvei ini
dalam kategori keluarga miskin dengan rata-rata tanggungan keluarga mencapai 3,81
jiwa dengan usia rata-rata 41,2 tahun. Penghasilan mereka rata-rata per hari
Rp. 6.523,08 dan per bulan rata-rata Rp. 135.608,05. Sebagian besar telah
menerima bantuan beras untuk penduduk miskin (RASKIN) dan juga termasuk
kategori penerima bantuan operasional sekolah (BOS) untuk anak-anaknya yang
sedang sekolah. Terdapat dua (2) orang yang tidak menerima RASKIN maupun BOS
yakni responden yang berasal dari Kecamatan Banjarbaru Selatan 1 (satu) orang
dan dari Kecamatan Cempaka 1 (satu) orang, keduanya beralasan tidak tahu-menahu
tentang program BOS dan RASKIN. Selanjutnya jika ditanya tentang realisasi
program itu, 33 (tigapuluh tiga) orang menyatakan benar telah terealisasi
dengan baik, sementara ada 7(tujuh)
orang yang menyatakan tidak terealisasi dengan alasan tidak termasuk yang
didata oleh petugas atau tidak terdaftar di RT dan ada satu orang yang merasa
tidak tahu.
Bantuan
program BOS dan RASKIN sangat dihajatkan oleh kepala keluarga dari kelompok
penduduk miskin, mereka merasakan manfaatnya. Program BOS dirasakan oleh mereka
untuk memenuhi peralatan dan perlengkapan sekolah terutama untuk membeli buku
dan tas sekolah. Sementara itu program RASKIN dirasakan manfaatnya karena dapat
mengurangi kebutuhan hidup dan beban hidup sehari-hari meskipun pada beberapa
keluarga bantuan itu dirasa belum cukup atau hanya sekedar dirasa mengurangi
jatah pengeluaran belanja untuk jatah beras saja. Meskipun begitu program RASKIN telah terbukti
dapat memberi manfaat setidaknya dapat meringankan beban keluarga penduduk
miskin. Mereka yang tidak menerima bantuan program BOS atau RASKIN merasa
kecewa dan menyalahkan pihak petugas yang tidak mendata mereka sebagai anggota
kelompok penerima bantuan.
Jika ditanyakan atas pendapat mereka
tentang ketepatan sasaran dari program BOS, hampir seluruh responden menjawab
bagus, namun demikian ada beberapa yang menyatakan belum tepat sasaran karena
mereka kebetulan tidak terdaftar sebagai penerima program BOS, dan ada lagi seorang
responden dari Kecamatan Cempaka menyatakan bahwa realisasi program BOS tidak
sesuai karena pernah dapat beasiswa Rp. 350.000,00 tetapi yang diterima Rp.
35.000,00, selain itu pernyataan yang dilontarkan dengan ungkapan menyangkal bahwa
‘SPP gratis tetapi buku bayar’. Pada
sisi yang lain tanggapan mereka terhadap bantuan program RASKIN, hampir
seluruhnya menyambut baik, ‘bagus sekali’, tetapi ada yang masih menyayangkan
karena belum tepat sasaran, tidak merata ke seluruh warga miskin, tidak ajeg
terkadang dapat, terkadang tidak dapat, dan uangnya kurang. Selain itu mereka
juga menyayangkan akan kualitas beras yang dibagikan yang rata-rata di bawah kualitas
beras yang biasa dikonsumsi sehari-hari, ungkapan mereka menyatakan bahwa ‘rasanya
tidak nyaman’.
Tentang harapan untuk peningkatan mutu
layanan pendidikan terutama untuk suksesnya wajib belajar 12 tahun, dapat
dihimpun pernyatan responden sebagaimana pada tabel berikut. Hampir semua
responden di semua wilayah yang disurvei memiliki harapan bahwa program-program
seperti BOS dan RASKIN tetap dipertahankan dan dilanjutkan bahkan khusus untuk
layanan pendidikan diharapkan dapat gratis total. Sementara itu untuk bantuan
RASKIN perlu ditingkatkan kualitas bantuannya agar layak konsumsi. Harapan para
responden selain hal-hal
Tabel 10
Rangkuman Harapan dan Saran Dari Responden
Penduduk Miskin
No.
|
Responden Asal
Kecamatan
|
Harapan dan Saran
|
Bantuan Lain yang
diperlukan
|
1
|
Liang Anggang
(6 orang)
|
1. Pendataan langsung kepada yang bersangkutan
2. Perlu ada bimbingan belajar
3. Bantuan program tetap dilanjutkan dan diteruskan
untukjenjang pendidikan selanjutnya.
4. Jumlah dan besar bantuan ditambah.
|
Les tambahan di sekolah,
kursus keterampilan, dan mengaji.
|
2
|
Banjarbaru Selatan
(6 orang)
|
1. Layanan pendidikan semua gratis baik SPP, buku
dan lainnya.
2. Kualitas bantuan layak untuk diterima.
3. Pemda memiliki Tim Analisis Kebutuhan Bantuan
yang handal.
4. Program tetap dilanjutkan dengan peningkatan
ketepatan sasaran.
5. Kualitas beras bantuan harap ditingkatkan.
|
Les tambahan di sekolah
dan gratis.
|
3
|
Banjarbaru Utara
(8 orang)
|
1. Buku pelajaran digratiskan dan tiadakan
bentuk-bentuk sumbangan.
2. Kualitas dan jumlah bantuan ditingkatkan.
3. Ketepatan waktu layanan ditingkatkan.
4. Program dilanjutkan untuk semua satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
|
Les tambahan di sekolah
dan gratis atau tambahan waktu belajar.
|
4
|
Landasan Ulin
(10 orang)
|
1. Sekolah untuk SD dan SMP gratis, termasuk buku
pelajaran digratiskan.
2. Beasiswa untuk anak yang tidak mampu dan tepat
sasaran.
3. Program dilanjutkan.
|
|
5
|
Cempaka
(10 orang)
|
1.
Gratiskan layanan
pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar.
2.
Lakukan
pengawasan realisasi bantuan sampai di tingkat operasional/bawah.
3.
Program
tetap dilanjutkan, diikuti dengan peningkatan kualitas dan jumlah/besar
bantuan.
|
Les tambahan di sekolah
atau tambahan waktu belajar dan gratis.
|
Saran dari para responden,
mengharuskan pemerintah untuk memikirkan alternatif kebijakan tentang perlunya kebijakan
afirmative yang memungkinkan adanya peluang aksesibilitas bagi mereka. Semua
bentuk layanan semestinya dapat dinikmati secara gratis, sebagaimana yang
diharapkan, misalnya les tambahan atau tambahan waktu belajar di sekolah secara
gratis. Saran ini memerlukan tindak
lanjut pemikiran pentingnya diversifikasi layanan pendidikan bagi anak usia
sekolah yang orangtuanya termarginalkan aksesnya terhadap layanan pendidikan
akibat miskin. Bentuk layanan pendidikan bagi mereka memerlukan kajian tersendiri,
setidaknya harus dapat mengakomodasi kepentingan subjek kelompok penyandang
kemiskinan yang diikuti penyediaan alokasi sumberdaya pemerintah daerah yang
memadai.
Jika peta penduduk miskin usia sekolah
telah diketahui dan telah teridentifikasi subjek sasaran secara jelas, maka
dapat ditempuh dua pendekatan untuk peningkatan layanan pendidikan, khususnya
untuk penuntasan wajar 12 tahun. Pertama, dapat ditempuh melalui
kebijakan pemisahan subjek secara kluster wilayah. Karakteristik setiap kluster
wilayah dengan potensinya dipetakan, kemudian dirumuskan model pengembangan
penuntasan wajar pendidikan dasar untuk setiap satuan pendidikan yang sesuai
dengan karakteristik subjeknya. Bentuk dan pola layanan dirancang dan
ditentukan oleh pemerintah daerah. Kedua, dilakukan pengkajian mendalam
harapan dan saran dari para responden untuk diajak merumuskan bentuk layanan
pendidikan gratis untuk anak-anaknya dengan melibatkan langsung mereka dalam
konteks gugus sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk dapat
melakukan akses layanan pendidikan. Alternatif dan rumusan intervensi kebijakan
seperti yang diajukan sebagai gagasan ini diuraikan pada sesi berikut.
6. Alternatif Kebijakan Intervensi Pendidikan Bagi
Penduduk Miskin
Harapan dan saran responden merupakan
titik tolak untuk membuat rumusan alternatif kebijakan intervensi yang berbasis
pada hajat hidup penduduk penyandang kemiskinan. Untuk itu rumusan berikut
ditawarkan sebagai alternatif kebijakan yang mungkin dapat digunakan sebagai
intervensi peningkatan mutu layanan pendidikan secara gratis kepada mereka. Kedua
alternatif kebijakan yang ditawarkan ini masih model tentatif dan memerlukan
telaah tersendiri melalui penelitian.
Pada alternatif yang pertama masih diperlukan
kajian tentang pengembangan model Program Sekolah Pendekatan Antar Keluarga
baik untuk kluster wilayah perkotaan maupun pinggiran. Sementara alternatif
yang kedua diperlukan kajian lebih mendalam terhadap sujek sasaran secara
individual, dan dilakukan penyamaan persepsi tentang bentuk dan model layanan
yang sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing subjek.
Tabel 11
Alternatif Kebijakan Intervensi Peningkatan Mutu
Layanan Pendidikan
Bagi Penduduk Miskin Usia Sekolah
No.
|
Alternatif
|
Bentuk
|
Prosedur
|
1
|
Penuntasan berdasar kluster wilayah
|
Program Sekolah Pendekatan Antar Keluarga (Sekolah PAK) untuk yang belum
sekolah dan tambahan waktu belajar remedial untuk yang sudah belajar.
|
- Pendataan (sudah ada)
- Pembentukan kluster dan penunjukkan sekolah
pembina program.
- Pembentukan gugus/kelompok berdasarkan
kemampuan.
- Pembuatan RAPBP (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Program)
- Tes bekal awal belajar subjek sasaran.
- Pengembangan kurikulum dan modul belajar.
- Rekruitmen dan pelatihan guru dan tutor sebaya.
- Pembuatan program pertemuan remedial (semester,
bulan, mingguan).
- Monitoring dan evaluasi.
- Pelaporan
|
2
|
Penuntasan berdasar karakteristik subjek sasaran
|
Guru kunjung untuk anak yang sudah sekolah maupun yang belum sekolah.
|
- Pendataan subjek (sudah ada)
- Analisis kebutuhan layanan pendidikan menurut
standar kompetensi dan karakteristik subjek.
- Pembuatan RAPBP (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Program)
- Pengembangan kurikulum dan modul belajar.
- Pembuatan program pembelajaran guru kunjung.
- Monitoring dan evaluasi.
- Pelaporan.
|
E. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
- Jumlah penduduk miskin usia sekolah di Kota
Banjarbaru mencapai 6.981 jiwa dari jumlah penduduk yang miskin sejumlah
23.138 jiwa. Jumlah penduduk seluruhnya berdasarkan pemetaan ini adalah
156.193 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk miskin usia sekolah mencapai
4,47% dari total penduduk seluruhnya, sementara itu jumlah penduduk miskin
mencapai 14,81% dari total penduduk seluruhnya. Karena jumlah penduduk
terus mengalami perkembangan, maka angka ini selalu bergerak secara
tentatif.
- Dilihat dari karakteristik penduduk miskin
menurut kelompok umur dan usia sekolah dapat dipetakan jumlahnya, antara
lain di setiap Kecamatan tercatat Landasan Ulin: 1.807 anak, Liang Anggang:
1.685 anak; Cempaka: 1.249 anak; Banjarbaru Selatan: 1.241 anak dan di
Banjarbaru Utara: 999 anak.
- Dilihat segi status pekerjaan orangtuanya
kebanyakan anak usia sekolah berasal dari orangtua yang pekerjaannya buruh
tani, pedagang, tukang bangunan, swasta dan jasa makelar taksi dan
pendulang.
- Dilihat dari asal keluarganya, anak-anak usia
sekolah yang miskin berasal dari keluarga yang rata-rata tanggungan
keluargnya 3,81 jiwa atau minimal 3 jiwa dengan tingkat
penghasilan perkapita per
hari rata-rata Rp. 6.523,08 dan per bulan rata-rata Rp. 135.608,05.
2. Saran-saran
a.
Dalam rangka memperhatikan
harapan dan saran dari para subjek penerima bantuan layanan kesejahteraan oleh
Pemerintah Daerah setempat perlu diperhatikan dua hal (1) meningkatkan mutu dan
efektivitas semua bentuk bantuan dan layanan kepada masyarakat, dan (2) setiap
realisasi bantuan program perlu dilakukan kajian evaluasi tentang dampak
pemberdayaan bagi masyarakat sasaran dan lainnya sehingga dapat disusun tindak
lanjut yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat sasaran.
b.
Dalam rangka
merumuskan alternatif kebijakan tentang peningkatan mutu layanan pendidikan
dalam kerangkan penuntasan wajar 12 tahun perlu disusun kebijakan untuk
memberikan layanan pendidikan secara gratis dengan mutu yang layak pada jenjang
pendidikan dasar. Untuk memberikan akses layanan pendidikan bagi kelompok anak
usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin, perlu ditempuh model Program
Sekolah Pendekatan Antar Keluarga (Sekolah PAK) untuk yang belum sekolah dan
tambahan waktu belajar remedial untuk yang sudah belajar, serta pola layanan
model Guru kunjung untuk anak yang sudah sekolah maupun yang belum sekolah bagi
keluarga miskin.
Daftar Pustaka
·
Ala, Andre
Bayo, 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta : Liberty.
·
Bappeda
Provinsi Kalimantan Selatan, 2007, “Arah Kebijakan Umum Pengentasan
Kemiskinan Propinsi Kalimantan Selatan’, makalah pada Sosialisasi
Program PNPM-PPK Tahun 2007 di Hotel Pesona Banjarmasin, 19 November 2007.
·
Bappeda dan
BPS Kota Banjarbaru, 2009. Kota Banjarbaru Dalam Angka Tahun 2009
·
Bappeda dan
BPS Kota Banjarbaru, 2006. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Kota
Banjarbaru Tahun 2006.
·
Bappeda dan
BPS Kota Banjarbaru, 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kota Banjarbaru
Tahun 2005.
·
Chambers,
Robert, 1983. Pembangunan Desa : Mulai Dari Belakang. Jakarta
: LP3ES.
·
Giddens,
Anthony, 2000. The Third Way : Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi
Sosial. Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama.
·
Gilbert, Alan
dan Josef Gugler, 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta
: Tiara Wacana.
·
Kian Wie,
The, 1981. Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan. Jakarta : Sinar
Harapan.
·
Rahardjo,
1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
·
Sumodiningrat,
Gunawan, 1996. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta : Bina Rena Pariwara.
·
Ul Haq,
Mahbub, 1983. Tirai Kemiskinan : Tantangan-tantangan Untuk Dunia Ketiga.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
·
Wahyu, 2006. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin : FKIP Unlam.
·
World Bank,
2000. World Development Report 2000/2001:
Attacking Poverty. Washington, DC:
World Bank.
BIODATA
PENELITI
a.
Nama dan Gelar : Dr. Suratno, M.Pd.
b.
Jenis Kelamin : Pria
c.
NIP :
195702061981031001
d.
Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda/IV-c
e.
Program Studi/Jurusan : Pendidikan Ekonomi/Pendidikan IPS
f.
Bidang Keahlian : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
g.
Pendidikan :
·
S1 : Pend. Ekonomi Perusahaan FKIS-IKIP Malang,
1980
·
S2 :
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, IKIP Jakarta, 1985
·
S3 :
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, UNY, 2009.
h.
Alamat
Rumah : Jln. A. Yani Km. 4,5
Buncit Indah I No. 36, Rt. 7
Banjarmasin (70249)
i.
Nomor
HP : 081 2500 4704
k.
Pengalaman
Jabatan :
·
Ketua
P3AI UNLAM, 2011-Sekarang
·
Ketua
Micro Teaching FKIP UNLAM, 20010-sekarang.
·
Konsultan
Lapangan bidang Finance and Project Management pada Second Junior Secondary
Education Project, ADB Loan No. 1573/1574-INO wilayah Kalimantan Selatan
dibawah koordinasi PPA Consultant Jakarta, Tahun 2002-2003
·
Konsultan
Lapangan Management Local Education Centre di Kalimantan Selatan pada Extension
Private Junior Secondary Education Project (Package II – Project Operation and
Management Consultant), ADB Loan No. 1359-INO Propinsi Kalimantan Selatan
dibawah koordinasi PT. Multi Area Conindo (MACON) Jakarta, Tahun 2001-2002
·
Konsultan
Pendidikan bidang Finance and Project Management pada Bagian Proyek Peningkatan
SLTP Swasta Kalimantan Selatan , Private Junior Secondary Education Project(
Package II – Project Operation and Management Consultant), ADB Loan No.
1359-INO dibawah koordinasi PT. Multi Area Conindo (MACON) Jakarta, Tahun
1997-2000.
·
Konsultan
Lapangan bidang Operation Management pada Senior Secondary Education Project,
ADB Loan No. 1360-INO; PPIU Kalimantan Selatan, Tahun 1996-1997.
l.
Pengalaman
Penelitian :
·
Evaluasi
Kebijakan Implementasi KTSP Pada SD/MI di Kalimantan Selatan, 2010.
·
Pengembangan Model Asesmen Teman Sejawat Kompetensi
Akuntansi Berbasis Model Pembelajaran Kolaboratif,
2009.
·
Studi
Dampak Pemanfaatan Internet Terhadap Perilaku Guru dan Siswa di Kabupaten
Barito Kuala, 2009.
·
Pemetaan Penduduk
Miskin dan Usia Sekolah di Kota Banjarbaru, 2009.
·
Studi Kebijakan Mutu dan Relevansi Pendidikan di
Kalimantan Selatan, 2007.
·
Manajemen Pengelolaan Perguruan Tinggi Tinjauan Implementasi
pada Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin,
Tahun 2003.
m.
Daftar
Publikasi (Seminar, artikel, dll.):
·
Seminar/Simposium:
i.
Pemanfaatan Asesmen Kinerja Berbasis Adversity Quotient
(AQ) dalam Pembelajaran, Seminar Nasional Surat Nomor: 027/HIMA
PEKON/09/2010 Tanggal 19 Oktober 2010
ii.
Pengembangan Model Asesmen Teman Sejawat Kompetensi
Akuntansi Berbasis Model Pembelajaran Kolaboratif, Simposium
Nasional Puslitjak, Balitbang Kemdiknas Tanggal 4-6 Agustus 2009.
iii.
Metodologi Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research /CAR), Workshop di Fakultas Tarbiyah IAIN
Ar-Raniry Banda Aceh Surat Nomor In.01/Kj.TMA/PP.001/161/09 Tanggal 3 Agustus
2009.
iv.
Asesmen Teman Sejawat sebagai Alternatif Penilaian Sikap
Berbasis Pembelajaran Kolaboratif,
2009.
·
Artikel
Jurnal:
i.
Asesmen Teman Sejawat pada pembelajaran Kolaboratif
Pemecahan Masalah Akuntansi Perusahaan Jasa,
Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 13 Nomor 2, 2009. ISSN 1410-4725
ii.
Studi Kebijakan Mutu dan Relevansi Pendidikan di
Kalimantan Selatan (Telaah Implementasi Kebijakan di Tingkat Sekolah) Jurnal LITBANGDA ISSN 1907-6193 Volume 3 Nomor 3
(Juli-September 2008)
iii.
Efektivitas
Distribusi Buku Paket SD/MI tahun 1997/1998 Analisa Komparatif di Propinsi
Kalsel, Kalimantan Scientiae, Edisi No. 56 Th. XVIII Vol. Agustus 2000
·
Buku
Referensi:
i.
Akuntansi Perusahaan Jasa (Bahan Penunjang Praktikum), Penerbit: Multi Pressindo Yogyakarta, 2009
ii.
Asesmen Pembelajaran di sekolah panduan bagi Guru dan
calon Guru, Penerbit: Multi Pressindo Yogyakarta, 2009.
iii.
Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini, Penerbit: Multi Pressindo Yogyakarta, 2009.
No comments:
Post a Comment