Oleh:
Murbangun Nuswowati
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang
ABSTRACT
The second principle of the eleven principles of character
education state that: Define 'character' comprehensively include thoughts,
feelings, and behavior (Lickona, 2007). This is the same that must be done by
teachers in evaluation of learning outcomes of students. After
being a parent this scope easily forgotten. Example:
Understand that borax, formaldehyde, illegal dyes, artificial sweeteners and so
it is dangerous to health, but still added to make food by using of another
person/ other children’s. Otherwise, food for own biological child and his
family made by healthy and safe. Understand that littering is prohibited, but
still being done by someone in individuals, families or companies. Those
activities are very contrary to good human character. Based on research about
the implementation of environmental chemistry lectures at four universities are
not implemented problem-based lectures. There are two universities
conducting case studies of pollution treatment. Integrating
the values of the characters has not been programmed properly. The interview
to students, problem based environmental chemistry learning is more fun, but on
other lecture may not be suitable. Based on interview to the majority lecturer said
that problem based environmental chemical learning is very suitable for the
problem. The results of
the pretest and there
is an increasing mastery of the material posttes rombel 01 from
an average of 75 to 83, the values of the characters from 2.3 to 3.2. Rombel
02 from an average of 73 to 83, values
of 2.2 characters
(enough) to 3.4 (good).
Increasing mastery of the material
and character values
are expected as an example of a lecturer and teacher
candidates, especially chemistry environmental
in order to participate to
implement problem-based and
serve as to bring
the idea to develop the character of participant students in the future.
Keywords: Building
character; Environmental
Problems; Environmental Chemistry; Problem-Based
Learning
(PBL); an idea.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya
memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan.
Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari,
atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di
sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Dalam pendidikan karakter penting
sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran,
keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama
dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang
tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik.
Berpikir kreatif juga termasuk
indikator pendidikan karakter, termasuk berpikir tingkat tinggi yang harus
dimiliki oleh setiap makhluk yang
berakal. Berpikir kreatif memang dimiliki sejak lahir, namun jika tidak diarahkan
akan mudah muncul kreativitas yang mendukung tindakan tidak bertanggung jawab. Mengerti
bahwa borax, formalin, zat warna terlarang, pemanis buatan dan sebagainya itu
berbahaya bagi kesehatan, namun tetap membuat makanan dengan menggunakan itu
semua untuk orang lain/anak orang lain.
Makanan untuk sendiri, anak kandung dan keluarganya dibuat tersendiri
yang sehat dan aman. Mengerti dilarang membuang sampah sembarangan, tetap
dilakukan oleh seseorang secara individu, keluarga atau perusahaan. Perbuatan seperti ini sangat bertentangan
dengan karakter manusia yang baik. Muncul juga berbagai penipuan, korupsi,
pemalsuan, ketidakjujuran, tidak
bertanggungjawab atas tindakannya. Pengusaha besar, punya Instalasi Pengolah
Air Limbah, namun secara diam-diam membuat saluran limbah rahasia langsung
menuju sungai, padahal sungai tersebut airnya sebagai bahan baku perusahaan air
minum. Malam hari limbah dialirkan
langsung ke sungai atau pada saat hujan. Masyarakat banyak yang tahu,namun
kalau lapor juga kurang ditanggapi. IPAL digunakan hanya kalau ada peninjauan.
Dari latar belakang di atas dapatkah
guru dijadikankan alat utama dalam propaganda kepada peserta didik, teman,
orang tua siswa, masyarakat sebagai pengarah nilai/ sikap manusia terhadap
perilaku lingkungan bersih,hidup sehat dan berkarakter? Saat ini pendidikan karakter sedang dan telah
menjadi trend dan isu penting dalam sistem pendidikan kita. Upaya
menghidupkan kembali (reinventing) pendidikan karakter ini
tentunya bukanlah hal yang mengada-ada, tetapi justru merupakan amanat yang
telah digariskan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan lingkungan juga merupakan salah
satu faktor penting dalam meraih keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dari uraian
tersebut dapat dituliskan pertanyaan
permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana perkuliahan kimia lingkungan di
beberapa perguruan tinggi dalam kontribusi membangun karakter mahasiswa untuk
ikut menyelesaikan masalah lingkungan ?; 2) bagaimana pendapat mahasiswa
tentang perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah?; 3) bagaimana pendapat
dosen tentang perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah?, 4) bagaimana
peningkatan penguasaan materi kimia lingkungan setelah diterapkan perkuliahan
berbasis masalah. Tujuan dari
penelitian ini adalah: 1) Mengetahui koontribusi perkuliahan kimia lingkungan
di beberapa perguruan tinggi dalam membangun karakter mahasiswa untuk ikut
menyelesaikan masalah lingkungan; 2) Mengetahui pendapat mahasiswa perkuliahan
kimia lingkungan berbasis masalah; 3) Mengetahui pendapat dosen perkuliahan
kimia lingkungan berbasis masalah; 4) Bagaimana peningkatan penguasaan materi
kimia lingkungan setelah diterapkan perkuliahan berbasis masalah.
Ruang lingkup penelitian:
Pendidikan karakter difokuskan pada Prinsip ke dua dari sebelas prinsip
pendidikan karakter berbunyi: Definisikan
'karakter' secara komprehensif mencakup pikiran,
perasaan, dan perilaku (Lickona, 2007). Secara pendekatan peneliti berkunjung
ke empat perguruan tinggi, untuk menanyakan langsung pada dosen/tim nya tentang
pelaksanaan perkuliaahan kimia lingkungan yang dilakukan (Silabus, SAP dan
Pelaksanaan SAP), juga kepada mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah kimia
lingkungan. Melakukan penelitian dengan
menyiapkan perangkat perkuliaahan kimia lingkungan berbasis masalah dan melaksanakan perkuliahan kimia lingkungan
berbasis masalah. Dalam proses penelitian, minta bantuan dosen, teman untuk
jadi observer. Observasi dilakukan selama proses perkuliahan
berlangsung dengan rambu-rambu yang telah dipersiapkan. Penguasaan materi dilakukan pretes dan postes
dengan soal tes subyektif yang telah disiapkan yang sudah divalidasi.
Kajian
Pustaka
Karakter (berupa nalar pikir, sikap
dan aksi seseorang) pada dasarnya memang lebih mudah dibangun dengan aksi
nyata, dalam pedagogi kritis adalah pelibatan sosial, bukan semata-mata dengan
cara belajar di kelas, apalagi indoktrinasi. Jika kembali ke depan, inilah yang disebut
sebagai kurikulum tersembunyi, yakni membangkitkan kesadaran kritis melalui
praksis pedagogi di luar kurikulum resmi. Secara praktis, dalam pelibatan
sosial tersebut, siswa dan mahasiswa misalnya, harus kritis terhadap lingkungan
sekolah dan kampus sendiri, juga lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam struktur kurikulum Program Studi Kimia/
Pendidikan Kimia , di beberapa perguruan tinggi, mata kuliah Kimia Lingkungan
diselenggarakan ada yang sebagai mata kuliah wajib, yang diselenggarakan di semester
II, ada yang semester V, bahkan ada yang di semester VI.
Dalam segi materi atau standar
kompetensi, hampir sama yaitu yang
termasuk mata kuliah keahlian berkarya bertujuan untuk mengantar mahasiswa yang
ahli kimia terutama kimia lingkungan, mengkaitkan dengan keadaan lingkungan,
kemudian berkarya untuk mewujudkan karya mereka dalam implementasi
konsep-konsep,dan proses kimia di lapangan.
Kalau tujuan tersebut telah tercapai maka guru kimia tersebut dapat
berperan dan berfungsi untuk mengajarkan, menularkan, mengajak, memberi contoh
perbuatan yang mendukung upaya pemerintah mengatasi masalah lingkungan. Sampai saat ini pemerintah, pengusaha, dan masyarakat umum
tidak menyadari adanya krisis lingkungan yang mengancam terjadinya keambrukan
negara bahkan dunia. Lingkungan hidup masih dianggap sebagai isu yang marjinal
dan dipandang sebelah mata. Karena itu usaha pertama dan utama yang bisa
dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran lingkungan dan mengubah pembangunan
menjadi pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Perkuliahan Kimia Lingkungan yang
selama ini diselenggarakan di perguruan tinggi baik LPTK ataupun non LPTK,
telah berusaha agar mahasiswanya lebih tanggap terhadap
permasalahan-permasalahan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa
perguruan tinggi telah melaksanakan perkuliahan dengan berbagai strategi, namun
beberapa tahun terakhir mahasiswa masih kurang mampu untuk mengaplikasiskan
pengetahuan kimianya dalam menyelesaikan masalah riil, menangani data dan informasi,
apalagi memberikan ide pemecahan
masalah. Kecuali itu, sikap dan
perilaku pada saat diajak studi lapangan
atau di luar perkuliahan, belum dapat diandalkan sebagai contoh atau
teladan. Hal ini kemungkinan mahasiswa
belum terbiasa untuk peduli pada masalah-masalah yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Faktor dosen pengampu,
fasilitas perkuliahan atau lingkungan kampus juga berpengaruh pada keadaan
tersebut. Hasil observasi dan wawancara
dengan dosen pengampu mata kuliah kimia lingkungan di Bandung, Semarang dan
Yogyakarta, hampir semua dosen berusaha meningkatkan sikap peduli mahasiswa terhadap lingkungan, namun belum
dikaitkan dengan asesmennya. Dalam
evaluasi masih mengutamakan konten materi yang diutamakan. Sudah banyak juga dosen, guru mengembangkan
model pembelajaran dan selalu mengkaitkan dengan program pemerintah, seperti
yang dilakukan oleh Darmiyati Zuchdi,
2010: “Model pendidikan karakter dengan pendekatan komprehensif, yang
dipadukan dengan pembelajaran bidang studi dan dilandasi pengembangan
kultur sekolah, dapat meningkatkan hasil studi, kualitas karakter peserta
didik, persepsi mengenai suasana sekolah yang kondusif, serta kualitas
kepemimpinan kepala sekolah”. Demikian juga yang penulis lakukan, Nuswowati
2007 menemukan bahwa: penambahan faktor evaluasi dengan membuat contoh-contoh mutakhir
masalah lingkungan dan cara penyelesaiannya, meningkatkan prestasi belajar
kimia lingkungan dan membuat mahasiswa puas dan proses perkuliahan lebih
menyenang.
Untuk mahasiswa terutama calon guru,
harus berlatih memasukkan pendidikan karakter sehingga siswanya kelak jadi
manusia harapan bangsa. Menurut
Lickona dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan
efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja
pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik, (2) definisikan 'karakter'
secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan
pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan
karakter, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa
kesempatan untuk melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang
bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan
karakter, dan membantu siswa untuk berhasil, (7) usahakan mendorong motivasi
diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral
yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi
nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa, (9) tumbuhkan
kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif
pendidikan karakter, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai
mitra dalam upaya pembangunan karakter, (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi
staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan
karakter yang baik.
Telah diakui oleh
banyak praktisi pendidikan sains bahwa
memang seharusnya sains diajarkan secara utuh, termasuk aspek-aspek
proses dan sikapnya, namun kenyataannya tidak mudah dilaksanakan. Pengalaman
peneliti membimbing praktikum kimia fisika, kimia dasar, kimia bahan makanan
dari tahun 1984 sampai sekarang sebagian besar mahasiswa hanya memboroskan
bahan-bahan kimia yang kurang bermakna (Nuswowati,2005). Sinaradi (2005)
menyatakan bahwa pelajaran sains mencakup produk, proses dan sikap. Pengajaran
sains di Indonesia cenderung menekankan produk saja. Staf kedutaan Besar Australia bidang
pendidikan Claudia Milawati menuturkan metode pembelajaran selama ini membuat
sains seolah hal yang asing dari kehidupan sehari-hari (Mada, 2006). Banyak
peserta didik di Indonesia tidak mampu mengaitkan pengetahuan sains yang
dipelajarinya dengan fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia, karena mereka
tidak memperoleh pengalaman untuk mengaitkannya (Firman 2007). Pembelajaran sains yang dikemas terintegrasi
dalam tema-tema atau konteks ternyata mampu meningkatkan literasi sains siswa
secara utuh dalam semua dimensi konsep, aplikasi, proses dan nilai yang terkandung
di dalamnya (Permanasari 2010). Binadja
(2005) telah membahas pengembangan multi media interaktif pembelajaran
kecakapan hidup berbasis kimia hijau kaitannya dengan pendidikan bervisi SETS
Mata kuliah kimia lingkungan membahas tentang kimia lingkungan dan peranannya, pencemaran tanah, udara dan air,
pengaruh dan cara mengatasinya, pengolahan air limbah, zat aditif dalam makanan
dan pestisida (kurikulum th 1986, sebagai mata kuliah
pilihan di semester 6). Setiap materi terdiri dari beberapa bab yang harus
dibahas satu persatu dan sedapat mungkin diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
(Tim Dosen Kimia Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA UNNES). Melewati kurikulum program studi pendidikan
kimia 1994, 2002 dan saat ini mengacu kurikulum 2008, zat aditif dan pestisida
dimasukkan dalam mata kuliah bahan makanan. Mata
kuliah ini meliputi: 1) Peranan dan Pentingnya Kimia Lingkungan; 2) Kimia
Atmosfer, Polusi Atmosfer dan Cara Mengatasinya; 3) Kimia Tanah, Polusi Tanah
dan Cara mengatasinya 4); Kimia Air, Polusi Air dan Cara Mengatasinya, 5)
Pemanasan Global; 6) Zat Kimia dan Kesehatan Manusia. Dosen pengampu
matakuliah kimia lingkungan harus bisa mengajak, memotivasi mahasiswa untuk
menerapkan teori yang didapat dengan kenyataan sedemikian rupa sehingga merupakan
pengalaman belajar menarik serta menyenangkan bagi mahasiswa, bukan justru
sebaliknya. Tujuan utama dari
pembelajaran adalah agar siswa belajar.
Melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan, perkembangan,
kemajuan, baik dalam aspek fisik- motorik, intelek, social-emosi maupun sikap
dan nilai. Makin tinggi perubahan-perkembangan itu, maka makin baiklah proses
belajar (Mulyati 2007:442).
Pendidikan mahasiswa adalah termasuk
pendidikan orang dewasa yaitu pendidikan yang menitikberatkan pada cara bertanya sepanjang hayat dan
mempelajari ketrampilan untuk mengarahkan diri sendiri. (Ida, 1997). Tujuan dari perkuliahan kimia lingkungan
adalah memberi pembekalan mahasiswa supaya:
1) Meningkatkan pemahaman terhadap prinsip dan konsep kimia lingkungan,
2) meningkatkan pemahaman saling keterkaitan antara masalah dan solusi
pemecahan masalah yang ditekankan pada kimia lingkungan dengan pencemaran air,
pencemaran udara dan pencemaran tanah, 3)
Meningkatkan pemahaman bagaimana proses berpikir ilmiah, 4) Mengembangkan
berpikir menyelesaikan masalah (esensial) yang sesuai dengan sub-sub
materi kimia lingkungan, 5) Melatih selalu bersikap positif adanya informasi
baru lewat internet atau jurnal, 6) Mempertajam untuk cepat mengambil sikap
ikut memecahkan masalah lingkungan.
Metode Penelitian
Penelitian pendahuluan (awal tahun
2010) dilakukan terhadap empat perguruan tinggi di Indonesia (A;B;C dan D) tentang pelaksanaan perkuliahan kimia lingkungan yang telah dilakukan oleh dosen di
masing-masing perguruan tinggi tersebut. Terutama tentang pengintegrasian
pendidikan karakter dan perkuliahan berbasis masalah. Penelitian inti dilakukan
di jurusan Kimia pada sebuah LPTK di Kota Semarang dan telah terakreditasi baik
dalam program studi pendidikan kimia (awal tahun 2011). Subyek penelitian adalah mahasiswa prodi
pendidikan kimia yang mengontrak mata kuliah kimia lingkungan, yang terdiri
dua kelas dengan jumlah mahasiswa (20 dan 23 orang) . Untuk mengetahui pendapat dosen
dan mahasiswa tentang pelaksanaan perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah
menggunakan angket. Peningkatan penguasaan materi kimia lingkungan sebelum setelah
diterapkan perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah dilakukan pretes dan
posttes dengan soal yang sama. Demikian
juga penilaian karakter mahasiswa dengan memfokuskan penilaian pikiran,
perasaan dan perilaku pada perkuliahan minggu pertama berlangsung dan diadakan penilaian terus menerus
sampai proses perkuliahan selesai (minggu ke 16)
Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara simultan antara data kuantitatif dan
kualitatif yang Creswell (2008) disebut triangulasi
mix-method design. Dasar pemikiran
dari desain analisis data ini adalah kekurangan dari satu jenis data akan dilengkapi
oleh jenis data yang lain. Data kuantitatif menyediakan cara untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian, sementara data kualitatif menyediakan
informasi tentang konteks dan setting. Analisis kualitatif dilakukan terhadap
hasil observasi terbuka (catatan lapangan) dan wawancara dengan mahasiswa
tentang karakteristik dan tanggapan mahasiswa pada implementasi pengembangan
perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab." Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional”.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pengembangan Perkuliahan
Kimia Lingkungan Berbasis Masalah (PPKLBM) dirancang dan dikembangkan terutama
untuk mahasiswa calon guru. Bagan dari paradigma dalam penelitian ini dapat
digambarkan pada gambar 1.
Tujuan
Pendidikan Nasional PP No 20, th 2003
|
Mahasiswa yang: Ingin tahu, berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai
keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta
ilmu
|
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
|
Mahasiswa yang berkarakter positif
|
Masalah-masalah lingkungan
|
Konten
materi Kimia Lingkungan
|
Program Pemerintah tentang Pendidikan Karakter
|
Program Perkuliahan
Kimia
Lingkungan Berbasis Masalah (PPKLBM)
|
Gambar
1. Paradigma Penelitian dalam
Pengembangan Program Perkuliahan Kimia Lingkungan
Berbasis Masalah (PPKLBM)
Validasi
model
|
Developp
|
Uji coba Program Perkuliahan dan perangkatnya
|
Implementasi Program
|
Produk Penelitian:
·
Program
pembelajaran kimia lingkungan berbasis masalah
|
Pengolahan data
|
Analisis kurikulum dan silabus mata kuliah kimia linngkungan
|
Analisis
kompetensi Pendidikan Kimia Lingkungan
|
Analisis perkuliahan kimia
lingkungan berbasis masalah
|
Analisis Pendidikan Karakter
Mahasiswa
|
Design
|
Perancangan
perkuliahan kimia lingkungan,
Perancangan
perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah ;
Penyusunan instrument pre dan
post-test,dll
|
Analisis
kebutuhan
Studi
literature dan studi lapangan
Perumusan
tujuan penelitian
|
Define
|
Gambar 2. Desain Pengembangan Perkuliahan Kimia Lingkungan
Berbasis Masalah
Hasil dan Pembahasan
Perkuliahan
kimia lingkungan di empat perguruan
tinggi (PT) dalam kontribusi membangun karakter mahasiswa belum terprogram
dengan baik. Namun untuk PT A dan B,
selama ini memang belum memasukkan nilai-nilai karakter mahasiswa baru tahun
ajaran baru 2011-2012 telah membuat kebijakan untuk semua dosen, yaitu semua
mata kuliah harus disampaikam dengan bervisi
membangun karakter bangsa. Kecuali
bervisi membangun karakter bangsa, ada satu PT yang ditambah bersemangat konservasi. Empat PT tersebut
melakukan studi kasus. Studi kasus di
wilayah masing-masing, ada yang secara berkelompok ataupun tugas individu
tergantung dari instruksi dosen masing-masing.
Untuk penelitian inti yang dilakukan, karena perkuliahan berbasis
masalah, maka tugas-tugas dilakukan secara berkelompok. Kuliah kerja lapangan
(KKL) dilakukan di tempat-tempat penanganan limbah, baik dari limbah pabrik
tekstil, kulit, sepatu, penyepuhan.
Melalui implementasi perkuliahan kimia
lingkungan barbasis masalah, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuan awalnya (prior
knowledge), mengelaborasi dan menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari
dalam konteks dunia nyata atau mirip dengan dunia nyata (simulasi). Mahasiswa tidak hanya menguasai apa yang
mereka pelajari. Temuan-temuan ini
sejalan dengan temuan temuan yang telah dilaporkan sebelumnya (Akinoglu &
Tandogan, 2007).
Pendapat
mahasiswa tentang perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah pada perkuliahan kimia lingkungan,
menunjukkan bahwa: 32 mahasiswa
menyatakan menyenangkan, sangat termotivasi ikut menyelesaikan masalah
lingkungan dan 11 mahasiswa menjawab terlalu banyak tugas yang harus
dikerjakan. Masalah-masalah yang ada
dapat diselesaikan kadang dampaknya
kurang jelas, sehingga agak sulit untuk memunculkan gagasan untuk ikut menyelesaikan
masalah lingkungan.
Empat dari enam dosen kimia mengatakan
bahwa perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah sangat erat dengan
kehidupan sehari-hari. Mata kuliah kimia lingkungan sangat komplek, tergolong
sukar kalau ingin mendalami sampai mekanisme-mekanisme yang terjadi secara
mendalam. Tidak ada dosen ataupun mahasiswa yang mengatakan perkuliahan kimia
lingkungan itu membosankan. Penyelesaian
masalah secara berkelompok, melatih mahasiswa trampil mengkomunikasikan pendapat yang berbeda-beda, sehingga
didapatkan kesepakatan dari pendapat yang terpilih sesuai dengan hubungan peningkatan
penguasaan materi kimia lingkungan setelah diterapkan perkuliahan berbasis
masalah.
KUESIONER
UNTUK MENGETAHUI TANGGAPAN DOSEN TENTANG MATA KULIAH KIMIA LINGKUNGAN
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
|
ya
|
tidak
|
||
1
|
Apakah
mata kuliah Kimia Lingkungan sangat berhubungan erat dengan kehidupan
sehari-hari?
|
|
|
2
|
Apakah
mata kuliah kimia lingkungan sangat kompleks?
|
|
|
3
|
Apakah
belajar pengantar kimia lingkungan tergolong sukar?
|
|
|
4
|
Apakah
pembelajaran/perkuliahan pengantar kimia lingkungan tergolong membosankan?
|
|
|
5
|
Apakah
penerapan pembelajaran berbasis masalah cukup mudah dilaksanakan dalam
perkuliahan pengantar kimia lingkungan?
|
|
|
6
|
Tuliskan
kelebihan dan kekurangan bapak/ibu tentang pelaksanaan perkuliahan kimia
lingkungan selama ini!
|
||
7
|
Tuliskan
ide-ide bapak ibu supaya pelaksanaan perkuliahan kimia lingkungan lebih
menyenangkan mahasiswa dan efektif untuk ikut menyelesaikan masalah
lingkungan!
|
Semarang, Mei
2011
Nama Dosen:
RESPON
MAHASISWA TERHADAP PERKULIAHAN
KIMIA LINGKUNGAN di LPTK
(Kuesioner
tentang Matakuliah Kimia Lingkungan di LPTK)
Nama
Mahasiswa :
Semester:
Pilih
salah satu (lingkari nomor): 1. Belum
menempuh matakuliah Kimia Lingkungan
2. Sedang menempuh matakuliah Kimia Lingkungan
3. Sudah menempuh matakuliah Kimia Lingkungan
No
|
PERTANYAAN
|
JAWABAN
|
|
YA
|
TIDAK
|
||
1.
|
Apakah
Mata Kuliah Kimia Lingkungan di Prodi Pendidikan Kimia (LPTK) sangat penting
?
|
|
|
2.
|
Apakah
perkuliahan Kimia Lingkungan yang akan /sedang atau sudah anda ikuti banyak
member wawasan dan menyenangkan?
|
|
|
3.
|
Apakah
materi Kimia Lingkungan tergolong abstrak?
|
|
|
4.
|
Apakah
materi perkuliahan Kimia lingkungan sangat komplek
|
|
|
5.
|
Apakah
materi perkuliahan Kimia Lingkungan sukar dimengerti?
|
|
|
6.
|
Apakah
metode, pendekatan dan strategi perkuliahan Kimia Lingkungan sudah tepat?
|
|
|
7.
|
Apakah
anda mengalami kesulitan dalam menempuh perkuliahan kimia lingkungan?
|
|
|
8.
|
Tuliskan
kesulitan anda dalam mengikuti perkuliahan Kimia Lingkungan:
|
||
9.
|
Tuliskan
penambahan dan pengurangan tentang
metode, pendekatan dan strategi dalam proses perkuliahan Kimia Lingkungan?
|
||
10.
|
Tuliskan
penambahan dan pengurangan tentang materi yang harus
dikuasai oleh mahasiswa dalam
perkuliahan Kimia Lingkungan
|
Berdasar uraian diatas dan perlunya
sinkronisasi antara kurikulum pendidikan, kebijakan-kebijakan pemerintah
dimengerti betul oleh guru/dosen dalam bidang masing-masing, penulis merasa
perlu untuk membudayakan para guru/dosen supaya dalam proses pembelajaran
selalu memotivasi peserta didik, berdasar ilmu yang telah didapat dimanfaatkan
sebagai landasan melakukan bertindak (action)
untuk ikut menyelesaikan masalah lingkungan
Sudah dua tahun pak Timbul jualan bakso celup di sekitar SD, TPQ dan
berpindah-pindah tempat. Awal berjualan
pak Timbul beli dua buah panci, 1
diameter 23cm, 2 diameter 18 cm sama merknya. Panci 1 untuk merebus bakso langsung untuk
tempat bakso yang telah ditusuk di kala berjualan, panci 2 untuk tempat mengencerkan dan merebus
saus langsung dipakai tempat saus dikala
berjualan. Satu bulan berjualan, panci 2
mulai bocor kemudian ditambal dan dua bulan sudah tidak dapat dipakai. Selama dua tahun pak Timbul beli panci untuk
tempat saus 12 kali, sedangkan panci untuk merebus bakso masih bagus. Pak
timbul berpikir: panci aluminium saja cepat kropos apalagi usus anak-anak kecil
yang suka beli bakso pakai saus. Langsung
muncul ide: paginya tidak berjulan bakso
celup tetapi beli peralatan dan bahan untuk membuat leker, lalu latihan
sebentar, dan esuk harinya ganti berjualan leker. Pak Timbul telah melakukan berpikir kompleks atau
berpikir tingkat tinggi, dia telah
berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Bertolak belakang dengan bu Yatik, aktifis
PKK RT di kota Semarang, punya toko klontong, membuat es lilin berwarna warni, kecuali
dijual di tokonya sendiri juga dititipkan di toko-toko lain. Sudah sering ada
penyuluhan bahwa tidak boleh menggunakan zat-zat warna terlarang, tidak boleh
menggunakan pemanis buatan, karena sangat berbahaya. Apalagi jajanan untuk
anak-anak. Namun bertahun dan sampai
sekarang masih berbangga hati kalau dia membuat es lilin untuk anak kandungnya
itu khusus dari buah asli, tidak pakai pewarna dan hanya menggunakan gula tebu
asli. Sudah dapat kita nilai kepribadian
pak Timbul dengan bu Yatik bertolak belakang.
Sama-sama kreatif, apakah boleh dikatakan pak Timbul berpikir kreatif yang
positif, sedang bu Yatik berpikir kreatif negatif?
Ada juga pabrik makanan yang senang
hati kalau dikunjungi oleh mahasiswa, ibu-ibu PKK, Darma Wanita, namun ada juga
yang tidak pernah mau menerima kunjungan mahasiswa apalagi anggota PKK dan
Darma Wanita. Sejak tahun tujuh puluhan
sampai sekarang penulis mengamati tidak pernah mau dikunjungi. Berarti perusahaan tersebut tidak mendukung
pendidikan di daerah ataupun tingkat nasional. Gedung perusahaan tersebut
nampak tertutup, dan suatu saat gemetar
tangannya menerima tamu yang observasi tentang IPAL yang dimiliki. Padahal sejak diperlakukan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), diharapkan siswa sejak SD bahkan TK perlu dikenalkan
potensi wilayahnya. Jangan sampai orang pekalongan(Ja-Teng) tidak mengenal
batik, orang Jepara (Jateng) tidak mengenal ukir, orang Palembang tidak kenal
Pempek, dan masih banyak lagi.
Guru merupakan alat utama dalam
propaganda kepada peserta didik, teman, orang tua siswa, masyarakat sebagai
pengarah nilai/ sikap manusia terhadap perilaku lingkungan bersih dan hidup
sehat. Pendidikan
lingkungan juga merupakan salah satu faktor penting dalam meraih keberhasilan
dalam pengelolaan lingkungan hidup, menjadi sarana yang sangat penting dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan
berkelanjutan. Gurulah yang menjadi
pelopor untuk membiasakan, mengajak, menumbuhkembangkan kreativitas siswa dan
masyarakat. Kreativitas yang dilandasi pendidikan karakter, yaitu kreativitas
yang positif sesuai karakter yang diinginkan. Melalui perkuliahan kimia
lingkungan diharapkan dapat menumbuhkan nalar pikir untuk tanggap terhadap
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, tanggap dan bersikap positif
dengan adanya masalah-masalah yang ada, kemudian dimotivasi untuk memunculkan
ide-ide menyelesaikan masalah berdasarkan ilmu yang telah didapat sebelumnya.
Dalam International Forum
on Scientific and Technological Literacy For All di Paris tgl 5 -10 Juli
1993 telah disepakati bahwa
masing-masing negara dapat mendifinisikan literasi sains dan teknologi sesuai
dengan perkembangan masyarakatnya (Anna, 2004).
Forum diskusi di Paris tersebut memberi petunjuk dan arah tentang
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan literasi sains dan teknologi bagi pembangunan bangsa. Hal ini sesuai dengan pelaksanaan dokumen Agenda 21 Indonesia yang
mempunyai tujuan untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan
lingkungan ke dalam “satu paket kebijakan”
dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
(Anonim, 1997). Untuk mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan SDM harus
mempunyai keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif bahkan yang lebih
tinggi.. Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan
baru dan orisinil. Bahkan pada orang yang merasa tidak mampu menciptakan ide
baru pun sebenarnya bisa berpikir secara kreatif, asalkan dilatih. Costa
(Liliasari, 2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir
tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan
(decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif
(creative thinking).
CONTOH
PERKULIAHAN KIMIA LINGKUNGAN UNTUK MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LINGKUNGAN
Pada pertemuan pertama dilakukan kontrak
perkuliahan dan menjelaskan secara gamblang
Satuan Acara Perkuliahan (SAP) selama satu semester, tagihan dan tugas
apa saja yang harus dikerjakan, sesuai dengan
topik bahasan. Untuk mendukung
nilai-nilai karakter mahasiswa, dibagi kelompok kecil untuk didiskusikan dengan
teman Mahasiswa dituntut tidak hanya peduli terhadap lingkungan namun dituntut
juga untuk bertindak/action ikut
mengatasi masalah yang ada terutama di wilayah tempat tinggal atau di sekitar
kampus.
Kompetensi
dasar: Kimia atmosfer, polusi atmosfer
dan cara pengendaliaannya.
Pertemuan ke III,
IV, dan V ( a. 2 x 50 menit):
1. Dosen
menjelaskan secara singkat materi yang akan dibahas, sumber-sumber belajar yang
penting dan memberi contoh berupa gambar, tabel data, dampak, masalah dan cara
mengatasi masalah yang berhubungan dengan: Kimia atmosfer, polusi atmosfer dan cara pengendaliannya.
Dosen
memperjelas tugas yang harus dikerjakan masing-masing kelompok untuk
dipresentasikan, dilanjutkan Tanya jawab.
2. Masing-masing
kelompok presentasi menjawab, menanggapi pertanyaan, sanggahan dari teman yang
lain. Masing-masing makalah harus ada data berupa gambar, tabel, dampak,
masalah, cara mengatasi masalah yang sudah dilakukan peneliti terdahulu atau
merupakan kebijakan pemerintah, dan yang terpenting mengemukakan cara mengatasi
masalah hasil diskusi kelompok.
Mahasiswa yang bertanya, menyanggah dengan pertanyaan dan sanggahan yang
dapat dipertanggungjawabkan akan diberi nilai yang bagus. Setelah semua kelompok tampil, maka dosen
akan mengulas tampilan dari masing-masing kelompok dan meluruskan dari proses
atau topik bahasan yang berkembang. Ditutup oleh dosen dengan menugaskan
mahasiswa untuk menyiapkan ide lain secara individu menyelesaikan masalah topik
kelompoknya berdasar ilmu yang sudah didapat. Dosen akan menunjuk beberapa
mahasiswa secara acak untuk mempresentasikan ide mahasiswa secara individu
dalam menyelesaikam masalah dari topik kelompoknya dalam pertemuan selanjutnya.
3. Pertemuan
terakhir diawali dengan presentasi mahasiswa secara individu, dilanjutkan tanya
jawab dan tes tertulis.
Selama proses belajar mengajar mahasiswa
diobservasi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya, yaitu dari
bagaimana mahasiswa presentasi, menjawab/menanggapi pertanyaan/sanggahan.
Contoh tes
tertulis, yang dapat mengases aspek
kognitif, afektif dan psikomotor mahasiswa:
1. Kondisi
: Di Wilayah P, seorang sarjana
peternakan beternak ayam yang jumpahnya
puluhan ribu, sayang berada di pemukiman penduduk. Warga sekitar sangat
terganggu dengan bau kotoran ayam, sampai ada yang malu sekali kalau ada
saudara berkunjung. Seolah-olah rumahnya itu jorok dan berbau. Ada juga warga
menyimpulkan, Eyang Siti tidak pernah sakit, tahu-tahu sesak nafas dan
meninggal. warga mengatakan kalau pemicu meninggalnya eyang Siti adalah
bertahun-tahun bernafas tidak leluasa dengan adanya bau kotoran ayam, jengkel
dengan adanya bau itu, malu kalau ada tamu.
Pertanyaan:
1) Bau
menyengat dari limbah kotoran ayam itu didominasi oleh zat apa?
2) Tuliskan
komposisi gas pada udara bersih!
3) Kembangkan
cara mengatasi masalah limbah yang memungkinkan:
a) Warga
sekitar tetap nyaman
b) Produk
ayam potong tetap berlangsung.
2. Kondisi: Di sekitar jalan raya menuju tempat
Bandungan banyak ditanam kubis. Kubis
dibuat berbagai macam sayur atau dimakan langsung sebagai lalapan. Lihat tabel:
Konsentrasi
Pb pada kubis dan tanah dari berbagai jarak tanam dari jalan raya menuju
Bandungan ( Nuswowati, 1997)
Jarak tanam dari jalan raya (m)
|
Kadar Pb dalam
…(mg/kg)
|
|||
Kubis
|
Rata-rata
|
Tanah
|
Rata-rata
|
|
5
|
0,2863
0,2988
|
0,2926
|
3,4715
2,1986
|
2,8351
|
20
|
0,5799
0,5911
|
0,5855
|
5,0619
5,5851
|
5,3235
|
35
|
0,3506
0,3389
|
0,3448
|
3,7112
3,5914
|
3,6513
|
50
|
0,2998
0,3114
|
0,3056
|
4,1633
2,3738
|
3,2686
|
65
|
0,2578
0,2695
|
0,2637
|
2,4673
2,8029
|
2,6366
|
80
|
0,3031
0,3031
|
0,3031
|
2,0671
2,5264
|
2,2968
|
95
|
0,2403
0,2403
|
0,2403
|
2,0775
2,7958
|
2,4367
|
Pertanyaan:
1)
Makin dekat jalan raya kandungan timbal dalam
kubis ataupun tanah semakin banyak atau sedikit? Apa penyebabnya? Jelaskan.
2)
Kembangkan cara mengatasi masalah keberadaan
logam timbal dalam kubis tersebut, petani tetap produktif, produk kubis sehat,
konsumen sehat dan aman
Penulis menganggap bahwa nilai karakter
seseorang kecuali dapat dilihat dari kata demi kata tes tertulis yang
mengungkap pikiran, perasaan dan perilaku, memerlukan pengamatan yang terus
menerus selama proses perkuliahan dari awal sampai selesai. Untuk itu diperlukan lembar observasi yang
dapat mengungkap itu semua dan dapat dipakai untuk observer yang lain yang
membantu pelaksanaan penelitian.
KESIMPULAN
1) Perkuliahan
kimia lingkungan di beberapa perguruan tinggi dalam membangun karakter
mahasiswa untuk ikut menyelesaikan masalah lingkungan belum terprogram secara
baik. Perkuliahan kimia lingkungan di beberapa perguruan tinggi, telah mengembangkan bermacam
pendekatan dengan menggunakan media yang sederhana.
2) Menurut mahasiswa perkuliahan kimia lingkungan
berbasis masalah menyenangkan.
3) Beberapa dosen berpendapat
bahwa perkuliahan kimia lingkungan berbasis masalah sangat sesuai untuk
membangun karakter bangsa;
4) Terjadi peningkatan
penguasaan materi kimia lingkungan setelah diterapkan perkuliahan berbasis
masalah, ternyata juga meningkatkan nilai-nilai karakter.
SARAN
1) Mengembangkan sikap mahasiswa untuk peduli
terhadap lingkungan, dirasa masih perlu usaha yang berkelanjutan, apalagi kalau
mengajak untuk sampai mengemukakan gagasan untuk bertindak, perlu dukungan dari
tim pengembang dan pemerhati masalah lingkungan. Misal: mengajak kunjungan
lapangan di sebuah industri (seperti penyamakan kulit, penyepuhan emas, batik)
yang mengolah limbahnya dengan baik. 2) Masalah-masalah nyata yang didapat dari
lapangan secara langsung, dari media dan dari yang lain dapat digunakan sebagai
topik pembahasan atau untuk
tes/evaluasi; Contoh-contoh soal untuk membangun karakter mahasiswa perlu selalu dikembangkan,
mengikuti masalah-masalah penting yang baru berkembang terutama masalah
lokal. Kontribusi nilai-nilai pendidikan karakter harus seiring
dengan membangun kreativitas peserta didik dalam ikut berpartisipasi
menyelesaikan masalah lingkungan, sehingga hanya gagasan positif yang muncul.
3) Hasil-hasil penelitian yang berhubungan
dengan lingkungan dapat digunakan sebagai contoh yang baik. Misal dengan adanya
hasil penelitian bahwa kadar CO2 di lingkungan kita sudah melampaui ambang
batas, maka kita dapat langsung berpikir, bersikap bertindak dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Akinoglu,
O & Tandogan, R. O. (2007). The Effecths of Problem-Based Active
Learning in Science Education on
Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science &
Technology Education. 3(1),71-81
Anna, Poedjiati. (2004). Kumpulan
Makalah Tentang Litearsi Sains dan Teknologi. Bandung: FMIPA, UPI.
Anwar. (2005) Sikap manusia : Teori
dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Anna
Permanasari. (2010). Membangun Keterkaitan Antara Mengajar dan
Belajar Pendidikan Sains SMP Untuk Meningkatkan Sciencs Literacy Siswa.
Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks
Indonesia. Bandung: FMIPA UPI.
Binadja,
Achmad. (2005). Pengembangan Multimedia Interaktif Pembelajaran
Kecakapan Hidup Berbasis Kimia Hijau Kaitannya Dengan Pendidikan Bervisi SETS.
Semarang: Seminar dan Lokakarya KBK SMA, Kimia-FMIPA UNNES
Darmiyati
Zuchdi, (2010). Pengembangan model pendidikan karakter dengan pendekatan komprehensip,
terpadu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, IPA dan IPS di Sekolah Dasar.
Firman
H. 2007. Laporan Analisis Literasi Sains
Berdasarkan Hasil PISA National Tahun 2006. Jakarta: Balitbang Depdiknas
Liliasari
(2009). Beberapa pendekatan dan
Metode Dalam Pembelajaran IPA . Bahan Kuliah.
Mulyati, Arifin. (2007). Pendidikan
Lingkungan, Rujukan Filsafat, Teori, dan Praktis Ilmu Pendidikan. Bandung :
UPI Press
______________ (2010). Pendidikan Lingkungan, Rujukan Filsafat, dan Praktis Ilmu
Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press
Murbangun
Nuswowati. (1997). Pengaruh Jarak Tanam dari Jalan Raya Terhadap Kadar Timbal dalam Kubis
___________________.(2007)
Penambahan Faktor Evaluasi Pembelajaran
Kimia Lingkungan dengan Tugas Pembuatan Makalah yang Didominasi Perluasan
Contoh Mutakhir pada SetiaA materi. Naskah Seminar. Semarang: Pascasarjana
UNNES
___________________ (2005) .Peningkatan
Kerja Bermakna dan Hasil Belajar Praktikum
Kimia Fisika I dengan Tes Awal
dan Presentasi Hasil Praktikum Beracuan CTL (Teaching Learning). Laporan Penelitian.
Semiawan,
Conny
R.; I Made Putrawan; dan TH Setiawan. (1999). Dimensi Kreatif Dalam Filsafat
Ilmu. Bandung: Rosda Karya.
Woro Sri Hastuti. (2010) Penerapan
Metode Problem Based Learning (PBL)
Untuk
Meningkatan Kreativitas
Mahasiswa Dalam Merancang Eksperimen IPA SD. Simposium
Nasional 2010, PUSLITJAKNOVBALITBANG
BIODATA PESERTA PENULIS
Nama
(lengkap dg gelar)
|
:
|
Dra.
Murbangun Nuswowati, M.Si.
|
NIP/NIK
|
:
|
NIP:
195811061984032004
|
Golongan
Kepangkatan
|
:
|
IVc, Pembina Utama Muda
|
Tempat dan tanggal
lahir
|
:
|
Pati,
06 Nopember 1958
|
Jabatan
Fungsional
|
:
|
Lektor
Kepala
|
Perguruan
Tinggi
|
:
|
Universitas
Negeri Semarang (UNNES)
|
Alamat
Kantor
|
:
|
Jur. Kimia
FMIPA UNNES
Gedung D6 lantai 2
Kampus
Sekaran Gunungpati Semarang Semarang 50229
|
Telepon
Kantor
|
:
|
(024)70770401/ (024)8508033
|
Telepon
Genggam
|
:
|
081325773499
|
Faks
|
:
|
(024)
70770401
|
E-mail
|
:
|
murbangun@yahoo.com
|
Alamat Rumah
|
:
|
Jl. Menoreh
Barat VI / 3
Semarang
50236
|
Telepon
Rumah
|
:
|
(24) 8319831
|
Lulusan
Perguruan Tinggi
|
:
|
S1: IKIP
Negeri Semarang (sekarang jadi UNNES),
S2: UGM Yogyakarta.
|
Bidang Ilmu
|
:
|
S1: Pend.
Teknik Kimia, S2: Ilmu Lingkungan, baru menempuh S3: Pendidikan IPA (Kimia)
|
Tahun
Kelulusan
|
:
|
S1: th
1982; S2: th 2000;
S3: baru penelitian
|
Hobby
|
:
|
Pemerhati
masalah pendidikan dan lingkungan hidup; Ketrampilan wanita, musik, senam.
|
Blog makalah ini memang salah satu andalan saya
ReplyDelete