PEMBERDAYAAN KEHIDUPAN BERAGAMA ANAK JALANAN DI KOTA BOGOR

Nusa P.,Maemunah S,. Santi LUNJ & UIKA
Abstarak
[d1]             Penelitian pemberdayaan atau Participatory Action Research (PAR) ini dilaksanakan berdasarkan masalah yang dialami anak jalanan, mereka secara sosial terpinggirkan, memiliki pendidikan yang rendah, ekonomi yang lemah, dan pengetahuan agama yang kurang. Karena itu fokus penelitian  adalah pemberdayaan kehidupan beragama. Tujuan pemberdayaan  adalah agar anak jalanan memiliki kemampuan memelihara kebersihan diri, bertutur kata sopan, berpengetahuan agama dan mampu mempraktekannya, serta secara perlahan mengurangi frekuensi mereka turun ke jalan.. Metode yang digunakan adalah participatory action research yaitu segala tindakan yang dilaksanakan merupakan gagasan bersama dan dijalankan bersama. Tahapan PAR ini merupakan siklus yang saling terkait yang dimulai dari 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) mengkaji ulang tindakan, 4) tindakan dan pengamatan lanjutan, 5) mengkaji ulang (refleksi).PAR ini dilaksanakan selama 10 bulan. Hasil pemberdayaan adalah: anak jalanan cenderung dapat mengubah perilaku ke arah yang lebih baik, mereka sudah mulai memperhatikan kebersihan diri, seperti kebersihan tubuh, kuku dan rambut. Memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an, melaksanakan shalat, menghafal do’a sehari-hari dan surat pilihan, mulai jarang turun ke jalan, dan cenderung untuk ingin berhasil dan sukses dengan cita-cita yang dimiliki. Untuk dapat mempertahankan perilaku baik ini maka selanjutnya perlu pemberdayaan yang lebih komprehensif,  melibatkan berbagai pihak dalam memberikan bekal keterampilan dan tingkat pendidikan yang lebih baik bagi anak jalanan.

Abstract
Empowerment research or Participatory Action Research (PAR) was conducted based on the problems experienced by street children, they are socially marginalized, have low education, the economy is weak, and the lack of religious knowledge. Therefore the focus of research is the empowerment of religious life. The goal of empowerment is that street children have the ability to maintain personal hygiene, politely-spoken, knowledgeable and able to practice religion, and gradually reduce the frequency of their taking to the streets. The method used is participatory action research that is conducted every action is an idea together and run together. Stages of PAR is a cycle of interrelated starting from 1) planning, 2) action, 3) review the action, 4) actions and follow-up observation, 5) reviewing (reflections). PAR was implemented for 10 months. Results of empowerment are: street children tend to change behavior toward a better, they have started to pay attention to personal hygiene, such as the cleanliness of the body, nails and hair. Having the ability to read the Qur'an, praying, memorizing the daily prayer and surah, ranging rarely take to the streets, and tend to want to be successful with the ideals held. To be able to maintain this good behavior will then need a more comprehensive empowerment, involving various stakeholders in the provision of skills and provide a better level of education for street children.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  Masalah
Dua kasus itu merupakan “puncak gunung es” dari beragam persoalan yang membelit anak jalanan. Dalam catatan LSM yang bekerja untuk anak jalanan yang terhimpun dalam “Dehumanisasi Anak Marjinal: Berbagai Pengalaman Pemberdayaan“ tercatat beberapa hal yaitu semakin meningkatnya jumlah anak jalanan, semakin meningkat kekerasan terhadap mereka dan semakin banyak anak jalanan yang terlibat masalah- masalah pelanggaran moral, hukum dan kekerasan seksual.
Fenomena yang sama tampak semakin merajalela di Kota Bogor sejak awal tahun 2000an. Dewasa ini jumlah anak jalanan semakin meningkat. Mereka membentuk banyak komunitas anak jalanan di banyak tempat strategis di terminal, prempatan jalan dan tempat – tempat keramaian dengan bekerja sebagai pengamen. Beberapa di antara mereka menjadi ‘polisi gopek’ yang mengatur kendaraan dan menjadi juru parkir illegal. Ada pula, terutama yang berumur 4 – 7 tahun beraktivitas sebagai pengemis.
Keberadaan mereka yang semakin banyak, di banyak tempat telah mulai menjadi gangguan bagi anggota masyarakat lain terutama karena perilaku mereka yang dapat dikategorikan “menyimpang”. Mulai dari merokok, mabuk dan bersikap seenaknya sebagai ekspresi kebebasan di jalanan. Ini semua dikategorikan menyimpang terutama dikaitkan dengan usia mereka yang pada umumnya masih dalam rentang usia 9 – 15 tahun, yang merupakan usia sekolah.
Oleh karena itu PAR ini dilakukan untuk memberdayakan anak –anak itu dalam hal: 1) peningkatan pemahaman anak jalanan terhadap pengetahuan keislaman, 2). pembiasaan melakukan ibadah terutama shalat 5 waktu, 3). peningkatan kemampuan membaca Al Qur’an, terutama bagi anak jalanan yang belum bisa membaca Al Qur’an, secara khusus dilakukan kegiatan pemberantasan buta aksrara Al Qur’an, 4). pembiasaan perilaku – perilaku yang baik mulai dari menyayangi diri sendiri, menjaga kebersihan diri, menghargai orang lain, bersikap santun terutama kepada orang tua karena banyak diantara mereka yang berkonflik dengan orang tuanya, 5) secara bertahap berkelanjutan, dan empatik mengubah perilaku – perilaku buruk seperti merokok, mabuk, berjudi, dan kekerasan seksual, 6) membangun kembali hubungan dengan keluarga, khususnya bagi anak jalanan yang telah memisahkan diri dari keluarganya, 7) membuat pesantren kilat khusus pada bulan Ramadhan untuk membiasakan mereka mejalankan puasa Ramadhan, melakukan tarawih dan tadarus Al Qur’an dan kegiatan agama yang biasa dilakukan selama bulan Ramadhan.
            Adapun gambaran  kondisi dampingan saat ini secara umum adalah sebagai berikut:  1) beberapa di anatara mereka putus sekolah, 2)  pada umumnya belum dapat membaca dan menulis huruf Al qur’an, ada beberapa yang bisa, namun pemahamannya perlu ditingkatkan, 3) kondisi kebersihan tubuh mereka kurang bagus, 4) mereka belum memiliki kebiasaan shalat, 5) mereka memiliki kebiasaan – kebiasaan buruk seperti merokok, mabuk, berjudi, dan beberapa sudah ada yang melakukan aktivitas seksual, 6) kebanyakan berusia relatif muda 8 – 15 tahun, dalam jumlah terbatas ada yang berusia 4 – 7 tahun, dan di atas 15 tahun. Itu berarti usia perkembangan yang masih dapat diberdayakan kearah yang lebih baik, 7) mereka sudah membentuk komunitas dan jaringan komunitas yang dikendalikan orang – orang dewasa yang biasa disebut preman untuk berbagai kepentingan yang tidak baik, 8) ada di antara mereka yang menjaga jarak, bahkan meninggalkan keluarganya untuk bergabung ke dalam komunitas – komunitas anak jalanan, 9) di antara mereka sudah berhubungan dengan polisi karena tindakan kriminal, 10) jumlah mereka terus bertambah.
B. Kondisi Dampingan yang Diharapkan
PAR yang melibatkan partisipasi aktif para anak jalanan diharapkan dapat memberdayakan mereka dalam hal – hal berikut ini: 1) untuk yang putus sekolah yang belum dapat baca tulis – hitung    (calistung) diupayakan agar memiliki kemampuan itu, 2) mereka memiliki kemampuan membaca dan menulis huruf Al Qur’an dan bisa membaca Al Qur’an dengan tepat dan benar, 3) mereka dapat meningkatkan pemeliharaan tubuhnya, 4) mereka meninggalkan kebiasaan –kebiasaan buruk seperti merokok, mabuk, berjudi dan aktivitas seksual dan menggantikannya dengan kebiasaan –kebiasaan yang baik, 5) mempengaruhi atau membentuk komunitas – komunitas yang membiasakan perilaku dan kebiasaan – kebiasaan yang baik, 6) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang ajaran Islam dan nilai – nilai  Keislaman, 7) membangun kembali hubungan mereka dengan keluarganya, ini khusus untuk mereka yang telah meninggalkan keluarganya, 8) memiliki kesadaran tindakan kriminal merugikan dan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
LANDASAN TEORI
A.    Pemberdayaan 
Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.  Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment menurut Merrian Webster dalam Oxford English Dictionary mengandung dua pengertian :
a.       To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai memberi kecakapan/kemampuan
b.      To give power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.
Menurut Suharto (2005) secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). [d2] Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.
Risyanti & Roesmidi (2006:32) Pemberdayaan pada intinya  adalah “membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer daya dari lingkungan.”        Sementara Shardlow dalam Risyanti & Roesmidi (2006:32) mengatakan pada intinya: “pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka” [d3] 
Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam mayarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

B.     Keberagamaan
1.      Pengertian
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Agama diartikan sebagai ajaran, Sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Beragama : menganut  (memeluk agama). Keberagamaan berarti : Perihal Beragama.
Berdasarkan pada istilah agama dan religi muncul istilah religiusitas. Pengertian religiusitas yang dikemukan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.
Sesungguhnya dorongan  beragama merupakan fitrah, potensi yang telah dimiliki manusia sejak kelahirannya.  Berkaitan dengan hal ini sebagaimana Maw Al aqil mengatakan bahwa fitrah adalah sesuatu yang diarahkan kepadaNya hati seluruh makhluk dari sesuatu yang diinginkan dan dikehendakiNya.
Menurut Abuddin Nata (2009) nampaknya para ulama sepakat bahwa potensi yang terkandung dalam diri manusia tidak hanya potensi beragama yang hanif namun juga potensi-potensi lain yang lebih luas walaupun  Al-Qur’an tentang itu menggunakan  ungkapan-ungkapan lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan  bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah asal kejadian manusia atau potensi dasar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Fitrah tersebut terbagi kepada dua bagian, yaitu fitrah yang bersifat fisik biologis, dan fitrah yang bersifat psikis yang mencakup kecenderungan beragama, menyukai hal-hal yang bersifat materi serta kemampuan memilih jalan  yang benar dan yang salah. Dengan demikian proses pemberdayaan fitrah manusia harus dimulai sejak pertumbuhan awal kehidupan manusia agar pertumbuhan fisik dan psikisnya berjalan secara beriringan.
2.      Karakteristik Keberagamaan Pada  Anak
Perkembangan religiositas pada usia anak memiliki karakteristik tersendiri. Sesuai dengan perkembangan anak maka pemahaman anak tentang Tuhan dipengaruhi oleh fase perkembangan anak. Menurut Ernes Harmas  dalam Ramayulis (2002:51-57) bahwa pemahaman anak tentang Tuhan mengalami tiga fase, yakni; 1) Fase fairy tale stage (3-6 tahun.) Pada fase ini anak memahami tentang Tuhan lebih dipengaruhi oleh daya fantasi dan emosinya daripada sifat rasional, 2) Fase realistic stage (7-12 tahun.) Pada fase ini anak mampu memahami konsep Ketuhanan secara realistik dan konkrit. Pemahaman melalui hubungan sebab akibat misalnya, akan membentuk kecintaan dan keyakinan anak terhadap Tuhan, 3) Fase individualistic stage (terjadi pada usia remaja.) Dua situasi jiwa yang mendukung perkembangan rasa ketuhanan pada usia ini adalah kemampuannya untuk berfikir abstrak dan kesensitifan emosinya. Tahapan pemahaman anak tentang Tuhan pada dasarnya seiring dengan perkembangan berpikir anak.
            Secara spesifik Clark dalam Ramayulis (2002) menjelaskan karakteristik religiositas pada anak, meliputi; [d4] 1)  Ideas accepted on authority, yaitu semua pengetahuan yang dimiliki anak adalah datang dari luar dirinya, terutama dari orangtuanya. Dalam hal ini maka orangtua mempunyai otoritas yang kuat untuk membentuk religiositas anak, 2) Unreflectiveanak menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas. Jarang terdapat anak yang melakukan perenungan (refleksi) terhadap konsep keagamaan yang diterima. 3) Egocentric, dalam proses pembentukan rasa “pentingnya keberadaan diri”, tumbuhlah egocentrisme, oleh karena itu pendidikan agama sebaiknya lebih dikaitkan pada kepentingan anak, misalnya ketaatan ibadah dikaitkan dengan kasih sayang Tuhan terhadap dirinya, 4) Anthropomorphic, sifat anak yang mengkaitkan keadaan sesuatu yang abstrak dengan manusia. 5) Verbalized and ritualistic, perilaku keagamaan pada anak – baik yang menyangkut ibadah maupun moral – semuanya masih bersifat lahiriyah, verbal dan ritual, tanpa keinginan untuk memahami maknanya. Anak sekedar meniru dan melaksanakan apa yang dilakukan dan diajarkan oleh orang dewasa, 6) Imitative, dalam perilaku keagamaan anak mampu memiliki perilaku keagamaan karena menyerap secara terus menerus perilaku keagamaan dari orang-orang terdekatnya, 7) Spontaneous in some respect, berbeda dengan sifat imitative anak dalam melakukan perilaku keagamaan, kadang-kadang muncul perhatian secara spontan terhadap masalah keagamaan yang bersifat abstrak, 8) Wondering,pada anak rasa takjub ini dapat menimbulkan ketertarikan pada cerita-cerita keagamaan yang bersifat fantastis.
            Dengan demikian dapat dipahami bahwa keagamaan pada anak sesungguhnya belum sampai kepada pemaknaan yang mendalam. Namun demikian anak membutuhkan pembiasaan dan pengalaman yang menuntunya pada sebuah kesadaran dan kehidapan beragama.

C.    Anak Jalanan
1.      Pengertian Anak Jalanan
Secara umum anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau di tempat-tempat umum. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berusia antara 5 sampai dengan 24 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi dan memiliki kemandirian secara ekonomi’
Pengertian anak jalanan menurut Putra (2004) anak jalanan atau sering disingkat Anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak di jalanan atau anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan
            Menurut M. Ishaq (2000), ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari kepuasan;  (2) mengais nafkah; dan (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall
Intinya anak jalanan  adalah mereka yang berkeliaran di jalanan dengan berbagai aktivitas khususnya aktivitas ekonomi di jalanan baik yang menggunakan waktunya secara part time atau mereka yang seluruh waktunya berada di jalanan. Sebagian dari mereka ada yang masih memiliki keterikatan dengan keluarga mereka bahkan tidak sedikit yang menjadi tulang punggung keluarga mereka, disamping yang telah meninggalkan keluarga sama sekali dengan berbagai alasan.

METODOLOGI PENELITIAN
A.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian pemberdayaan pada komunitas anak jalanan ini berlokasi di Kota Bogor. lama waktu pemberdayaan yaitu 10 bulan, mulai dari Februari – Desember 2010.
B.     Metode Penelitian
Putra (2010) Metode penelitian pemberdayaan atau Participatory Action Research memiliki karakteristik tersendiri.[d5]  Meskipun berlandaskan pada inquiry naturalistik, tetapi tidak berakhir pada penemuan dan mengambarkan masalah, akan  tetapi secara bersama melakukan langkah-langkah penyadaran dan perbaikan bersama komunitas pemberdayaan. Metode yang digunakan mengikuti siklus yang dikembangkan oleh Lewin (1982), Kemmis (1983). Dalam penelitian ini tahapan yang  dilakukan adalah: 1) perencanaan, 2) tindakan dan pengamatan, 3) mengkaji ulang, 4) tindakan dan pengamatan lanjutan dan  5) refleksi.[d6] 
1. Perencanaan
Beberapa anak jalanan yang diakui senior atau pentolan dipilih untuk membentuk kelompok – kelompok yang akan melakukan diskusi untuk memahami, menggambarkan, dan menceritakan kondisi mereka saat ini. Semua yang muncul dalam diskusi ini akan dicatat oleh pendamping. Diskusi bersifat curah gagasan (Brainstorming) untuk mengungkapkan kenyataan mereka apa adanya.
Selanjutnya diskusi dapat difokuskan untuk merumuskan rancangan tindakan nyata yang akan dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan mereka kearah yang lebih baik. Rancangan ini dapat dipertajam, diperhalus, difokuskan oleh para pendamping. Rancangan ini disusun menjadi lebih sistematis agar dapat dilaksanakan secara terjadwal dan terukur.
2. Tindakan dan Pengamatan
Semua yang telah dirancang pada tahap perencanaan dilaksanakan atau diwujudkan dalam tahapan ini. Tentu saja tidak semua dilaksanakan secara sekaligus. Rancangan itu akan dibagi ke dalam beberapa fokus. Fokus pertama yang dilaksanakan adalah membiasakan mereka untuk memperhatikan kebersihan badan. Kemudian para pendamping mulai mendiskusikan dengan mereka ajaran ajaran utama Islam dan nilai – nilai Keislaman bukan dengan cara pembelajaran formal.
3. Mengkaji Ulang
Semua yang terlibat dalam tahap sebelumnya diberi kesempatan untuk menilai semua rancangan tindakan yang telah dilaksanakan. Pencapaian keberhasilan dicatat, kelemahan – kelemahannya juga didiskusikan dan dicatat agar pelaksanaan tindakan selanjutnya dapat dilaksanakan dengan sebaiknya.
4. Tindakan dan Pengamatan Lanjutan
Apa yang telah dicapai pada tindakan dan pengamatan yang pertama diperluas dan diperdalam pada bagian ini. Waktunya untuk lebih memperhatikan pembiasaan shalat. Mulai diambil langkah – langkah untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku – perilaku buruk seperti merokok, berjudi dan mabuk.  Bersama – sama dengan anak – anak jalanan ditentukan mekanisme kontrol agar ada kepastian bahwa perilaku buruk itu sungguh dapat dikurangi dan secara perlahan dihilangkan.
5. Mengkaji ulang (Refleksi)
Keseluruhan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam tahapan tindakan dan pengamatan lanjutan dinilai, dievaluasi dan dianalisa pada tahapan baik oleh anak jalanan sendiri dan para pendamping dalam diskusi kelompok – kelompok gabungan.
Semua aspek secara rinci dinilai, dikaji apakah perilaku – perilaku buruk sudah berkurang atau menghilang. Jika belum tuntas dianalisis   mengapa. Apakah kebiasaan – kebiasaan baik sudah mulai tumbuh. Apakah anak – anak jalanan sudah dapat membaca Al Qur’an, apakah Shalat mereka sudah teratur. Kebiasaan –kebiasaan baik apa saja yang sudah menjadi kebiasaan. Apakah mereka sudah dapat bersikap lebih baik kepada teman – teman, anggota keluarga dan orang lain.
C.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagaimana diuraijelaskan Putra (2011) Beberapa teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah: 1) observasi yang bersifat ‘grand tour’, 2) observasi yang bersifat ‘mini tour’. 3) observasi terfokus dan wawancara naturalistik[d7] 
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis pada penelitian kualitatif. Data kualitatif berupa catatan lapangan dianalisis dengan tahapan yang dikemukakan Miles dan Huberman dalam Nusa Putra (2011) tahapan itu adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. [d8] Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) seluruh catatan lapangan dibagi ke dalam paragraf, 2) setelah dibagi dalam paragraf diberi pengkodean sesuai dengan kategorinya, 3) semua katagori dari semua catatan lapangan yang telah diberi pengkodean disatukan dalam suatu kategori, 4) berbagai kategori itu dicari keterkaitannya untuk mendapatkan makna yang holistik, 5) kesimpulan akhir.

HASIL PEMBERDAYAAN
A.    Teknik-Teknik Identifikasi Anak Jalanan
Untuk melakukan pemberdayaan yang fokus, efektif dan berdaya guna dibutuhkan data anak jalanan yang akurat dan rinci. Untuk itu dilakukan proses identifikasi menggunakan tiga teknik yang berbeda namun tidak terpisah agar didapat data yang akurat dan rinci.
1.      Observasi yang bersifat ‘Grand Tour’ dilakukan sebagai berikut:
1)   Perempatan Lampu Merah Jl. KH, Sholeh Iskandar, Tugu Narkoba yang dilakukan adalah: a) mengamati keadaan di sekitar lampu merah, b) mengajak ngobrol beberapa pengamen yang sedang duduk di warteg dekat lampu merah. Belakang diketahui tenyata tempat ini menjadi tempat peristirahatan para pengamen. dan c) mengajak ngobrol pedagang di sekitar tempat ini. 
2)    Perempatan Tugu Kujang, Jl. Raya Pajajaran, yang dilakukan adalah: a) mengamati kehidupan dan hiruk pikuk di sekitar jembatan dekat tugu kujang, yang ramai pengemis, b) ngobrol dengan beberapa pengemis dan pengamen.
3)   Mesjid Raya Bogor, Jalan Pajajaran Bogor, yang dilakukan adalah: a) mengamati sejumlah anak yang mengamen dan duduk di sekitar mesjid, b) ngobrol dengan pengurus Dapur Umat yang mengurusi miskin, dhuafa dan juga anak jalanan.
4)   Pertigaan Lampu Merah Yasmin, Jl. KH. Sholeh Iskandar, Bogor, yang dilakukan adalah: a) mengamati sekitar tempat anak mengamen, yang ternyata belakang diketahui mereka adalah sekeluarga terbiasa mengamen di tampat ini, b) mengajak ngobrol beberapa anak yang mengamen di tempat ini.
5)   Depan Yogya Depstore Jl. KH. Iskandar, Bogor, yang dilakukan adalah  mengamati anak yang nongkrong dan belakang diketaui tempat ini adalah transit pengamen dari rute lampu merah yasmin atau perempatan rel kereta. 
2.    Observasi yang bersifat ‘Mini Tour’ mulai mengarah kepada beberapa tempat sebagai berikut: 1) sepanjang pinggi rel kereta api, Pondok Rumput, Kebun Pedes, Bogor. 2) Sepanjang pinggir kali,Cipakancilan, Kedung Badak Sentral, Bogor, dan 3) Sukadamai, Budi Agung, Bogor
3.    Observasi terfokus dan wawancara naturalistik, kegiatan ini meliputi: 1) wawancara dengan sesepuh di rel, 2) wawancara dengan tokoh masyarakat di cipakancilan, 3) wawancara dengan tokoh masyarakat/guru ngaji cilebut atas, 4) wawancara dengan anak jalanan yang tinggal sepanjang di rel Kebun Pedes. 5) wawancara dengan anak jalanan yang tinggal di sepanjang pinggir kali cipakancilan, 6) wawancara dengan anak jalanan yang tinggal di Suka Damai

B.     Hasil-Hasil Identifikasi Anak Jalanan
Berdasarkan kegiatan observasi sebagai cara untuk mengidentifikasi anak jalanan terdapat hasil-hasil sebagai berikut:
1.      Observasi yang bersifat “Grand Tour”
a.       Terdapat sejumlah titik tempat anak-anak jalanan berkumpul membuat sebuah komunitas.
b.      Mereka berada di titik tempat tersebut berusia heterogen mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua.
c.       Mereka memiliki beragam bentuk pekerjaan di jalanan ada yang mengamen, mengemis, ojek payung, jualan Koran, mulung barang sampai jual asongan.
d.      Jambu Dua dan Kali Cipakancilan, di daerah Pasar Jambu 2 dengan bertemu anak yang sudah lama turun kejalan dan mengajak untuk berkeliling di sekitar Pasar Jambu 2. Lalu melakukan perjalanan kedaerah Kali Cipakancilan di sana mengamati anak-anak yang riang bermain air, mandi di kali yang kami lewati, rumah-rumah yang berjejer di kawasan irigasi pemerintas dengan luas bangunan 2x4 m tiap rumah.
e.       Ruko depan Kampus UIKA, mengamati anak-anak jalanan yang sedang “ngelem” dan mulai berbincang dengan mereka dan menjalin komunikasi dengan mereka.
f.       Terdapat kebiasaan yang tersruktur  mereka adalah keluarga mulai dari anak sampai orang tua.
g.      Tidak kurang dari 30 orang yang turun ke jalanan sepanjang jalan Sholeh Iskandar - Pajajaran Bogor.
h.      Secara penampilan hampir tidak ada yang bersih, rata-rata pakaian mereka kotor, kulit dan rambut kering terjemur matahari dan bau yang khas dari jalanan.

2.      Observasi yang bersifat ”mini tour”
a.       Terdapat sejumlah anak yang terpaksa turun ke jalanan karena membantu ekonomi keluarga.
b.      Beberapa dari mereka adalah anak putus sekolah karena berbagai alasan, karena ekonomi ada juaga karena kemalasan mereka sendiri.
c.       Kebiasaan di jalanan membuat mereka merasa “berbeda” dengan anak lain yang tidak turun kejalan, sehingga membuat mereka tidak percaya diri jika ketika harus berkumpul bersama.
d.      Tempat tinggal mereka memprihatinkan, petak ukuran 2x3 meter yang terbuat dari papan baik yang yang rel maupun cipakancilan.
e.       Mereka berasal dari keluarga besar, orang tua mereka memiliki banyak anak yang masih kecil-kecil.
f.       Lingkungan anak-anak jalanan ini bereda pada daerah yang kurang baik karena terdapat kebiasaan yang buruk yang dilakukan oleh para orang dewasa seperti merokok, meminum minuman keras, ngelem dan narkoba yang dilakukan di depan umum.
g.      Lampu merah Auto 2000, anak-anak yang mengamen dan pengemis IK, I dan Win mulai becerita mengapa mereka harus turun ke jalan. Kebanyakan dari mereka turun kejalan karena ekonomi keluarga.
h.      Rel kereta kebon pedes, kegiatan dengan mendatangi wilayah tersebut serta bertemu dengan “sesepuh” pinggiran rel untuk dapat berkomunikasi dengan beberapa anak yang berprofesi selain pelajar tapi mereka juga mengamen.
i.        Kali cipakancilan, mereka ada sekitar  5 orang tapi yang konsisten turun kejalan ada sekitar 3 orang yaitu N, E dan S ketiganya putus sekolah.
j.        Menelusuri komplek perumahan Budi Agung, melintasi gang-gang kecil yang mencari rumah A dan J di RT 001 RW 08. Terletak di kawasan pemukiman padat penduduk. Akhirnya Anak jalan yang terbina ada sekitar 6 orang

3.      Hasil observasi terfokus dan wawancara naturalistik
a.         Berdasarkan wawancara selama proses pembinaan kebanyakan dari mereka turun ke jalan karena ekonomi keluarga yang tidak mencukupi sehingga memaksa mereka untuk membantu ekonomi keluarga dengan cara mengamen dan mulung barang. Ada yang tetap bersekolah dan kegiatan tersebut dilakukan sepulang sekolah ataupun sebelum mereka sekolah. mereka mengatakan turun ngamen setiap pulang sekolah.
b.        Terdapat eksploitasi dikalangan komunitas, yang bersifat tuntutan secara langsung dari orang tua, seperti yang dituturkan N ketika ditanya berapa besar penghasilan dia dari mengamen dan penggunaan uang yang dia peroleh
c.         Terdapat kekerasan yang berlapis mulai dari kekerasan fisik maupun psikis yang mereka dapat, kekerasan fisik lebih banyak didapat ketika mereka turun kejalan.
d.        Pengetahuan agama yang mereka miliki berbeda-beda ada yang sudah mengetahui tentang agama ada pula yang belum tahu sama sekali tentang agama.
e.         Kemampuan membaca Al Quran ada beberapa yang sudah lancar Al Quran di komunitas rel dan situ pete ada F, S dan DI serta E  dan sebagian masih di level iqro dan yang lebih memperihatinkan ada anak yang tidak mengenal  huruf sama sekali.
f.         Keadaan rumah anak-anak jalan sangat memprihatinkan kurang dari layak. Komunitas rel kebon pedes berada di pinggrian rel kereta api yang berjarak hanya satu meter antara rumah dan rel kereta dan berjejer sepanjang deretan rel, rumah yang terbuat dari papan yang berlantaikan karpet plastic, rumah mereka hanya sekitar 2 x 3 meter dan di huni oleh satu keluarga yang berjumlah 4  sampi 7 orang.
g.        Narkoba, rokok dan miras. Sebagian besar anak-anak jalan komunitas rel dari semuanya pernah merasakan rokok tetapi tidak sampai nyandu karena masih takut sama orang tua.
C.    Pelatihan Relawan Pemberdayaan Anak Jalanan
Agar  para relawan yang berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan anak ajalanan ini memiliki keterampilan melaksanakan  Participatory Action Research (PAR) terutama keterampilan pendampingan dan pemberdayaan dilakukan pelatihan. Ada dua jenis pelatihan yang dilaksankan yaitu: 1) Ceramah, Tanya jawab dan diskusi tentang karakteristik dan tipologi anak jalanan serta upaya-upaya atau teknik-teknik pemberdayaan. 2) Praktek lapangan yang mengharuskan para relawan melakukan berbagai kegiatan untuk memahami, mendalami dan melakukan pemberdayaan anak jalanan.
D.    Pemberdayaan Anak Jalanan
Penjelasan mengenai pemberdayaan anak jalanan ini dimulai dengan pemaparan berbagai kegiatan yang dilakukan selama pemberdayaan. Uraian kegaiatan dalam pemberdayaan berdasarkan catatan lapangan dari data berupa observasi partisipatif dan wawancara naturalistik. Setelah hasil pengkodean, maka kategori kegiatan diurai berdasarkan kategori. Adapun contoh cuplikan lapangan tertera sebagian  di bawah ini:
1.      Menonton VCD pelajaran agama
Pada kegiatan Pesantren Ramadhan nonton bareng film kartun “Islam pembukaan konstantinopel” membuat mereka berdecak kagum dengan keperkasaan para pahlawan Islam.

2.      Membiasakan membaca do’a pada setiap kegiatan
Selesai membelikan nasi untuk mereka,  kami melihat sebagian dari mereka masih ada yang mencuci tangan dan berdoa, setelah selesai makan ditanya ada yang tau bacaan doa sebelum makan, hanya ada satu orang saja yaitu D.

Setelah E datang dengan samak yang di pinjamnya dari tetangga, kamipun segera memulai belajar dengan sama-sama membaca al-fatihah. Belajarpun diwarnai dengan tawa riang mereka, mulai dari membaca iqra secara bergiliran sampai menghafal bacaan do’a-do’a seperti do’a untuk kedua orangtua yang sedikit demi sedikit dihafal mereka.

3.      Bermain dan bernyanyi
Setelah lama berbincang dengan anak-anak, kami sepakati untuk bertemu lagi minggu depan ba’da ashar. Sebelum pulang anak-anak meminta kami melihat mereka bernyanyi membawakan lagu voice Indonesia.

Kamipun memulai mengaji seperti biasa, membaca al-fatihah, membaca iqra, membaca do’a-do’a yang sudah diberikan dan tak lupa menyanyi lagu yang kemarin sudah diajarkan. Mereka antusias dengan pertemuan kali ini meskipun masih diselingi becanda-becanda. Dan akhirnya waktunya untuk pulang, dengan ditutup surat al-asr.
Sambil menunggu jam makan siang, diisi beberapa kegiatan, diantaranya permainan. Permainan ringan melempar bola dan bernyanyi, hingga permainan tim yang menuntut mereka untuk bekerja sama dalam mencapai sebuah target yaitu membawa sebatang pensil dengan menggunakan simpul tali yang masing-masing memegang kendali tali, dan membawa pensil itu masuk dalam sebuah gelas yang diletakan jauh dari tempat mereka memulai merentang tali.

4.      Hafalan Bacaan Shalat, Wudhu & Do’a
Beberapa teman yang lain menyiapkan alat shalat, dan yang lain memandu untuk berwudhu. Menunggu waktu shalat temen-temen anjal dibimbing membaca shalawat, lalu dilanjutkan dengan tausiyah.

Adzan Ashar berkumandang, kami semua sholat berjamaah. Game di lapangan membuat anak-anak tetap semangat walaupun lapar dahaga setia menemani kami.
Setelah mereka ganti baju lalu pengajian dimulai, kali ini tempat ngaji kita    agak sedikit berbeda tidak didalam rumah N melainkan di belakang rumah N. Di halaman belakang rumah Nr ±20 Meter dari tempat pembuatan areng terdapat     sebuah      pohon besar nan rindang tinggi pohon ±10 Meter dengan diameter ±45 Cm. Di bawah     pohon itulah kita mengaji dengan beralaskan tiker yang terbuat dari anyaman     bambu. Sebelumnya kami menugaskan mereka untuk menghapalkan doa untuk kedua orang tua, dan dari kelima orang tersebut yang hafal hanya E. Setelah mengaji iqra, kami menghafal doa untuk kedua orang tua lagi.

Mengajinya seperti biasa, dibuka dengan sama-sama membaca surat al-fatihah, dilanjutkan dengan membaca iqra secara bergiliran dan hafalan do’a-do’a. Ada W dan T, mereka diajarkan memnyanyi yang isinya tentang kewajiban orang islam untuk menunaikan shalat wajib.
5.      Tausiyah
M yang waktu itu memberikan pelajaran-pelajaran yang terkandung pada surat an-naas sangat inspiratif dan memotivasi anak-anak. Selesai itu, diadakan sedikit permainan yang menguji kekompakan mereka. Dengan beberapa utas tali rapia kami semua beraksi. Kegembiraan pun terpancar diwajah mereka yang polos.

6.      Permainan & Harapan
mereka sedang memegang kertas dan pulpen untuk menuliskan apa yang meraka harapkan  
            W   : coba sekarang kalian tulis, “kalian akan sukses jika apa”
T   : iya, nanti setelah itu kalian harus membacakan secara bergantian. Waktunya 5    Menit  yah…

Seperti biasa setelah mengadakan game dan melatih daya ingat mereka dengan olah kata.

7.      Tadabur Alam
kami meminta izin kepada orangtua mereka untuk membawa mereka pergi tadabbur alam nanti dan Alhamdulillah diizinkan. Selepas meminta izin, kamipun langsung pamit pulang karena waktu sudah sore.

Setelah melewati perjalanan Bogor-Cipanas yang lumayan padat kendaraan, terutama di jalur puncak kendaraan bisa berhenti total sejenak karena penggunaan satu jalur bergantian. Beragam kegiatan dilakukan di dalam bis. Mulai dari menonton VCD “Aku  Muslim”, mendengarkan lagu dan hingga mereka menyanyikan lagu. Pukul 10.30 akhirnya sampai di lokasi Taman Bunga Cipanas tempat tujuan rihlah & tadabur alam.

8.      Lomba Kebersihan Tubuh
sore ini kami mengadakan lomba “kuku siapa yang paling bersih”. Rupanya tidak ada satupun kuku dari ke sepuluh anak yang bersih, anak-anak pun antusias dengan kegiatan itu.

Setelah melakukan perbincangan, anak-anak kami lombakan” korek kuping”. Tapi sayang, yang ada hanya tissue.  Akhirnya kami lombakan membersihkan muka dan alangkah menariknya tissue-tisue itu lumayan tidak bersih yang paling tidak bersih kami beri reward yang paling banyak.

9.      Berkunjung di luar jadwal rutin pembinaan
Sampainya disana, ternyata mereka sedang mandi di aliran sungai yang ada didekat rumah mereka. Mereka tampak kaget melihat kedatangan kami, dan langsung menghampiri kami kemudian bersalaman.
            E          : kak, emang sekarang kita mau ngaji?
            R          : engga ko, Cuma mau mampir aja kan udah lama ga ketemu.
S          : oh gitu, yaudah kak ikut kita aja mandi
            I : waduh, ga ah dingin..hehe. yaudah kalian lanjutin aja mandinya,  nanti di foto  sama kak  R deh..
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan anak jalanan meliputi: 1) menonton tayangan film dan VCD pelajaran agama, 2) membiasakan membaca do’a pada setiap kegiatan, 3) bermain dan bernyanyi, 4) hafalan bacaan shalat, wudhu & do’a, 5) tausiyah, 6) permainan & harapan, 7) tadabur alam, 8) lomba kebersihan tubuh, 9) berkunjung di luar jadwal rutin pembinaan.

E.  Hasil- hasil Pemberdayaan
Pemberdayaan keberagamaan anak jalanan di Kota Bogor yang telah dilakukan menunjukan beberapa keberhasilan yaitu:
1.      Cenderung bertutur kata sopan/tidak kasar
2.      Anak jalanan yang terlibat dalam pemberdayaan ini sudah cenderung dapat mengontrol perkataan. Pada awalnya makian dan kata kasar sering terlontar dalam percakapan atau bercanda dengan sesama temannya, namun seiring dengan kegiatan pemberdayaan kata-kata kasar jarang mereka lontarkan lagi.
3.      Sudah dapat berpenampilan bersih dan rapih
Kebersihan anak-anak jalanan  seperti kuku, rambut, gigi dan lainnya mulai terlihat bersih. Mereka sudah mulai memperhatikan kebersihan tubuhnya. Setiap pertemuan distimulus dengan lomba-lomba kebersihan, mereka tergerak untuk berperilaku bersih, seperti memotong kuku, memotong rambut dan menyikat gigi.
4.      Memiliki kemampun menghafal doa sehari-hari
Mengawali doa pada setiap aktivitas bagi sebagian anak jalanan cenderung tidak terbiasa, terlebih jika mereka tidak berinteraksi dengan pengajian atau mengaji. Namun mereka memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghafal. Beberapa doa sehari-hari sudah dapat mereka hafal seperti do’a sebelum makan, tidur, dan sesudahnya, doa untuk kedua orangtua dan lainnya.
5.      Sudah mulai rajin shalat dan ngaji
Motivasi melakukan shalat dan mengaji sudah mulai tumbuh, mereka berinisiatif menentukan jadwal dan persipan mengaji. Mereka juga dibiasakan untuk shalat berjama’ah di mesjid. Beberapa kegiatan yang dilaksankan di mesjid jika bertepatan dengan waktu shalat mereka melakukan shalat berjama’ah.
6.      Mulai Jarang Turun ke Jalan
Beberapa anak melaporkan bahwa mereka kini sudah jarang turun ke jalan untuk mengamen, mereka memilih untuk bermain bola atau diam di rumah. Begitu pula dengan orangtua mereka mengatakan bahwa anak-anak mereka turun ke jalan tidak lagi setiap hari, ada waktu anak-anak libur dan bermain-main. Jika hari libur ke jalanan, mereka pergi berenang di gelanggang olah raga yang ada di Kota Bogor, yang harga tiketnya sangat terjangkau..
7.      Mulai Tumbuh Kesadaran untuk Sukses
Anak-anak memiliki harapan dan cita-cita untuk masa depannya. Beberapa diantara mereka bercita-cita menjadi tentara, polisi, dan pemain bola. Padahal ada di antara mereka yang putus sekolah, berhenti sekolah, hanya sampai di kelas III SD. Mereka memahami bagaimana bisa sampai kepada sebuah cita-cita. Namun kesadaran untuk lebih baik sudah muncul dalam diri mereka, dengan kesenangan dan dukungan mereka kepada program pemberdayaan merupakan tanda bahwa mereka ingin berubah.

F.     Evaluasi & Refleksi
Selama kegiatan pemberdayaan berlangsung, maka beberapa keberhasilan yang dicapai adalah sebagai berikut:
1)          Anak sudah mulai mengurangi bahasa yang tidak sopan dan kasar. Meskipun baru terlihat hanya ketika bersama para pembina, sedangkan dengan teman komunitasnya, mungkin masih terjadi. Ini dikarenakan faktor kebiasaan dan keakraban mereka.
2)          Sudah mulai bersih, terlihat perubahan dari penampilan mereka. Mereka lebih terlihat bersih dan rapih. Sebelum pemberdayaan dilaksanakan  mereka  kurang memperhatikan kebersihan tubuhnya.
3)          Anak sudah mulai dapat membaca doa-doa harian. Sebelumnya kebanyakan anak-anak jalanan tidak peduli terhadap bacaan-bacaan doa harian karena terbiasa dilupakan, doa-doa harian seperti doa makan dan sesudah makan, doa mau tidur dan sesudah tidur saat ini sudah dapat mereka hafal dan dilafalkan dengan lancar.
4)          Perubahan yang sangat nyata dan membanggakan adalah mereka sudah mulai rajin melaksanakan shalat dan mengaji, ini dikarenakan selalu ada pemberian motivasi setiap pembinaan kepada mereka, ditambah pemberian perlengkapan alat shalat dan mengaji, seperti mukena, kain sarung, peci, sejadah, baju koko, al-qur’an dan Iqro kepada masing-masing anak.
Beberapa kelemahan atau kegagalan dalam pemberdayaan ini adalah:
1)      Sulit membuang stigma masyarakat akan label anak jalanan, sehingga mempengaruhi mereka dalam berinteraksi di masyarakat. Mereka merasa rendah diri jika mesti bergabung dengan komunitas yang ada di lingkungannya.
2)      Keterlibatan mereka dalam kegiatan agama di lingkungan tempat tinggal nya, cenderung disalah artikan oleh kelompok yang ada di sekitarnya, sehingga mempengaruhi anak mereka dalam kegiatan yang diadakan di lingkungan seperti kegiatan pengajian di mushola dan lainnya. Akibatnya mereka memilih tidak mengaji di lingkungan dekat mereka tinggal. Dibutuhkan waktu lama untuk saling membangun pengertian.
3)      Frekuensi turun ke jalan yang sudah berkurang selama pemberdayaan tidak bertahan lama pada anak yang turun ke jalan karena tuntutan ekonomi keluarga. Sehingga dibutuhkan program pemberdayaan lanjutan yang memungkinkan mereka untuk berkurang frekuensi turun ke jalanan.
4)      Kesulitan untuk membuat alat kontrol dalam hal membiasakan kegiatan keagamaan yang telah dilakukan selama pemberdayaan terjadi pada anak yang tidak tinggal dengan orangtua dan tidak bersekolah. Karena tidak ada yang dijadikan panutan atau yang didewasakan dalam kelompoknya.

G.    Hasil-hasil Akhir Pemberdayaan
1.      Perhatian mereka akan kebersihan diri pada anak jalanan, seperti kebersihan kuku, gigi, rambut dan badan meningkat. Jika sebelumnya mereka tidak peduli akan kebersihan diri kini sudah mulai tumbuh kepedulian.  
2.      Mulai tumbuh kesadaran pentingnya agama bagi mereka, ditandai dengan kemauan mereka untuk memilik kemampuan membaca Al Qur’an, melaksanakan shalat dan menghafal do’a-do’a. 
3.      [d9] Mulai tumbuh kesadaran menggunakan kata yang sopan. Pada awalnya kata ejekan dan kata – kata kasar sangat terbiasa keluar dari mulut mereka. Kini mereka mulai mengendalikan perkataan dengan memilih kata yang  baik.
4.      Kemampuan menghafal surat-surat pendek dalam Al Qur’ an, Secara perlahan mereka mulai mampu menghafal surat tertentu dalam Qur’an dengan bacaan yang baik.
5.      Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan, seperti shalat berjamaah di masjid, mengikuti kegiatan yang diselenggarakan di lingkungan mereka.
6.      Dukungan orangtua dalam kegiatan pemberdayaan keagamaan anak-anaknya. Mereka mulai memperhatikan anak-anaknya dengan mengingatkan shalat, ngaji dan bahkan tidak memakasakan anak-anaknya turun ke jalan.
7.      Mulai berkurangnya frekuensi turun ke jalan terutama anak-anak yang memang di rumah tidak dipaksa untuk ke jalan. Mereka memilih banyak di rumah dan mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan mereka.

PENUTUP
A.    SIMPULAN
Dari uraian pemberdayaan anak jalanan di Kota Bogor maka dari hasil pemberdayaan dapat disimpulkan  bahwa:
1.      Hasil identifikasi anak jalanan  di Kota Bogor yang mengungkap anak jalanan di Kota Bogor adalah sebagai berikut : 1) mereka turun ke jalan dengan berbagai bentuk pekerjaan di jalanan seperti mengamen, mengemis, ojek payung, penjual asongan, dan pemulung, 2) mereka turun ke jalan dengan berbagai faktor, yang paling dominan adalah alasan ekonomi, karena tuntutan  untuk memenuhi kebutuhan hidup, 3) penampilan mereka terlihat kurang terawat, dan kurang memperhatikan kebersihan, 5) anak jalanan turun ke jalan mengalami kekerasan yang berlapis baik secara fisik dan psikis yang dilakukan oleh orangtua/orang dewasa di rumah. Sedangkan di luar mereka  juga mendapat kekerasan, 6) kemampuan keagamaan yang mereka miliki pada umunya sangat minim.
2.      Kegiatan pemberdayaan keagamaan anak jalanan yang telah dilakukan adalah; 1) menonton tayangan film dan VCD pelajaran agama, 2) membiasakan membaca do’a pada setiap kegiatan, 3) bermain dan bernyanyi, 4) hafalan bacaan shalat, wudhu & do’a, 5) tausiyah, 6) permainan & harapan, 7) tadabur alam, 8) lomba kebersihan tubuh, 9) berkunjung di luar jadwal rutin pembinaan, 10) menyapa  dan berbincang saat bertemu.

B.     SARAN/REKOMENDASI
1.      Pemberdayaan keagamaan anak jalanan yang telah berlangsung merupakan langkah awal yang perlu dipertahankan dan dikembangankan. Maka dibutuhkan pemberdayaan lanjutan yang tetap mempertahankan keberagamaan dan pembiasaan yang sudah berlangsung.
2.      Permasalahan anak jalanan adalah masalah yang kompleks yang perlu ditangani secara bersinergi dan komprehensif dari berbagai elemen. Karena itu kerjasama dan keterlibatan berbagai pihak terutama Departemen Sosial, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dalam pemberdayaan yang cukup luas, akan mampu mengurangi dan  menanggulangi permasalahan anak jalanan. Sehingga mereka dapat meningkatkan keterampilan, memiliki kepribadian yang baik, serta pendidikan yang memadai.
3.      Anak jalanan bukanlah kelompok orang yang tidak dapat diandalkan, mereka adalah kelompok yang kurang diuntungkan dan kurang mendapat kesempatan. Karena itu kesempatan pendidikan dan keterampilan dapat memungkinkan memutuskan mata rantai untuk turun ke jalan.  Tentunya perhatian dan kesempatan yang luas mesti diberikan kepada mereka, agar mereka terbebaskan dari mata rantai kemiskinan.





DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, (2009). Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ancok, Djamaluddin. (2005) Psikologi Islami, Solusi Atas Problem-problem Psikologi Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cresswell, John W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quatitative and Qualitative Research. New Jersey: Reason.
Edi Suharto, 2005, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, Bandung: Reflika Aditama.
Gumiandari, Septi (2009), Pemberdayaan Anak Jalanan Perempuan Melalui Life Skill         Development. Yogyakarta: UIN Sunan Kali Jaga.
Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kuswarno, Engkus. (2009). Fenomenologi: Fenomena Pengemis Kota Bandung. Bandung: Widya Padjadjaran.
MAW. al-'Aqil. Manhaj 'Aqidah Imam asy-Syafi'I.  Jakarta: Niaga Swadaya.
Nati, Indriya. (2010). Anak Perempuan di jalanan.  Yogyakarta: YIN.
Oxford English Dicteonary,
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Putra, Nusa. (2007). Pembentukan Perilaku HAM: Pengembangan Model  Pembelajaran  Bahasa Indonesia Terpadu di SD (Disertasi) Jakarta: PPs UNJ.
____________(2010). Participatory Action Research.
_____________ (2006). Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat . Yogyakarta: Kreasi Wacana.
______________ (2004). Pendidikan Anak Jalanan. Jurnal Hukum & HAM Bidang Pendidikan. Vol. 2. No. 2. Agustus 2004. Jakarta: Depdiknas.
____________ (2011) Penelitian Kualitatif: Proses & Aplikasi. Jakarta:Indeks.
Ramayulis, (2002) Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia.
Risyanti dan Roesmidi. (2006), Pemberdayaan Masyarakat , Sumedang : Alqaprin
Roostien Ilyas (Ketua Yayasan YNDN) (2003.), Anak-anakku di Jalanan, Jakarta: Pencil-324.
Suharo, Edi. (2005)  Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung:Aditama
Umrah, Yuliati. (Direktur Eksekutif ALIT) (2009).  Profil Pekerja Anak Di Jalanan (Anak Jalanan Perempuan Yang Dilacurkan. Surabaya: Alit.







 [

No comments:

Post a Comment