Christiana Hari Soetjiningsih
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Abstract
This
research is aimed at verifying whether
the theoretical model of the factors affecting the university
students’subjective well-being (SWB) complies with the empirical model, and
finding out the direct and indirect effects of the character strengths (religiosity,
self-esteem, optimism, and emotional
intelligence) on university students’ SWB. Participants were 160
university students who were selected by proportionate stratified random
sampling. Five questionnaires were used in collecting data. A Structural Equation
Modeling procedure, especially path analysis, was used to examine the model of
best fit. The results showed that the theoritical
model could be accepted (the model was
fit). There are influences of character strengths (religiosity, self-esteem, optimism,
and emotional intelligence) on students’SWB both direct and indirect ways.This
result also shows that 33 % of the variances of the students’SWB can be explained through religiosity,
self-esteem,optimism, and emotional intelligence. Based on the results of
research, it was suggested that the efforts of increasing university students’SWB should simultaneously take the above
mentioned factors into account by improving the quality of the factors.
Keywords: character
strengths, subjective well-being.
I. PENDAHULUAN
Upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui bidang pendidikan sering hanya difokuskan
pada peningkatan prestasi studi (nilai) peserta didik sejak tingkat pendidikan
dasar sampai pendididkan tinggi. Pada tingkat pendidikan tinggi, mahasiswa dikatakan berhasil bila
memiliki Indeks Prestasi (IP) yang tinggi, hal ini nampak sekali pada pemberian
penghargaan khusus kepada winisuda tertentu yang hanya dilihat dari tingginya
IP. Kenyataan ini dapat merupakan salah satu penyebab yang membuat para
mahasiswa hanya berkutat meraih IP yang tinggi tetapi melupakan pengembangan
aspek lainnya terutama berkaitan dengan kekuatan karakter (character strengths). Pengembangan aspek kognitif yang ditunjukkan
dari IP yang baik memang penting, tetapi bila disertai dengan memiliki karakter
yang kuat jauh lebih baik karena itulah sesungguhnya tujuan pendidikan.
Beberapa
tinjauan literatur menyatakan bahwa
kekuatan karakter berefek positif pada well
being individu (Peterson & Seligman,
2004). Akhir-akhir ini banyak pendapat yang menyatakan pentingnya human well-being, yang diistilahkan oleh
Diener (2000) sebagai subjective
well-being (kesejahteraan subjektif), dimiliki oleh setiap individu,
termasuk mahasiswa. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa subjective well-being (SWB) mempunyai pengaruh positif dalam berbagai gerak
kehidupan individu. SWB merupakan penilaian individu tentang hidupnya mencakup cognitive judgments yaitu kepuasan hidup,
dan evaluasi afektif (moods and emotions)
yaitu emosi positif dan emosi negatif.(Diener, 2000). SWB yang tinggi
berkorelasi dengan rendahnya problem-problem sosial dan psikologi, kurang
mengalami depresi, mampu memecahkan
masalah dengan baik, tahan stress, dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik
(Diener, 2000; Frisch, 2000; Park, 2004).
Pada kenyataannya
dari berbagai penelitian maupun pengamatan penulis, banyak mahasiswa yang
cenderung sulit menyesuaikan diri, mengalami masalah-masalah psikologis
tertentu, mudah stres, yang kesemuanya itu merupakan indikator
kurang adanya SWB dalam dirinya yang akan berdampak pada keberhasilan study dan
hidupnya kelak.
SWB merupakan kebutuhan
universal manusia yang harus dicapai (Diener, 2000) terlebih dengan makin
kompleksnya permasalahan yang dihadapi generasi muda saat ini. Mahasiswa sebagai
generasi penerus harus membangun potensi diri untuk meningkatkan SWB karena
seperti dikemukakan oleh Park, Peterson, dan Seligman (2004), SWB berkaitan
dengan berbagai perilaku positif positif
dalam berbagai kondisi dan situasi dan sebagai “buffer” berbagai perilaku
negatif. Perilaku yang positif akan meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itu
diperlukan upaya intervensi yang efektif untuk peningkatan SWB mahasiswa yang harus
dimulai dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi. Penelitian menunjukkan
bahwa bahwa hanya 15 persen variasi dari SWB dapat dijelaskan oleh variabel
penghasilan, kecerdasan, dan pendidikan (Park dkk., 2004). Selain faktor-faktor
eksternal tertentu, maka menurut Myers (2003) faktor internal lebih memengaruhi
SWB. Beberapa peneliti menyatakan bahwa faktor internal yang penting adalah
karakter individu. Park dkk. (2004) menyatakan bahwa kekuatan karakter individu sangat memengaruhi SWB nya. Banyak
penelitian mengaitkan kekuatan karakter dengan SWB namun hasilnya belum
konklusif. Beberapa kajian masih bersifat parsial dan belum komprehensif. Selain
itu belum banyak dilakukan penelitian dengan subjek mahasiswa. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji
pengaruh beberapa kekuatan karakter secara simultan (bersama). Berdasarkan
penelusuran hasil-hasil penelitian dalam berbagai jurnal, yang diduga
berpengaruh kuat secara langsung dan tak langsung pada SWB mahasiswa yaitu religiusitas, harga
diri, optimism, dan kecerdasan emosi.
Perumusan masalah secara
operasional yaitu: (1) Apakah ada kesesuaian antara model teoritis pengaruh
keempat karakter (religiusitas, harga diri, optimisme, dan kecerdasan emosi) terhadap SWB mahasiswa,
dengan model empiris? (2) Bagaimanakah pengaruh
langsung dan tak langsung keempat karakter tersebut terhadap SWB mahasiswa?
Tujuan penelitian ini yaitu: (1) menguji
kesesuaian model teoritis pengaruh kekuatan karakter (religiusitas, harga diri,
optimisme, dan kecerdasan emosional) terhadap SWB mahasiswa, dengan model
empiris, (2) mengetahui pengaruh langsung dan tak langsung serta besarnya
sumbangan kekuatan karakter (religiusitas, harga diri, optimisme, dan
kecerdasan emosi) terhadap SWB mahasiswa. Apabilanya model fit dan pengaruhnya signifikan, maka dapat dipakai sebagai landasan
pembuatan program-program training pendidikan karakter untuk meningkatkan SWB
mahasiswa.
II.
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Subjective Well-Being (SWB)
SWB merupakan penilaian individu tentang hidupnya
mencakup cognitive judgments yaitu
kepuasan hidup dan evaluasi afektif (moods and emotions) yaitu emosi positif
dan emosi negatif. Individu dikatakan memiliki SWB tinggi bila mereka merasa
puas dengan kondisi hidupnya dan banyak mengalami emosi positif serta sedikit
atau relatif tidak adanya emosi negatif (Ben Zur, 2003; Diener, 2000; Eid &
Larzen, 2008). Menurut Stein dan Book (2000), individu dengan SWB tinggi
cenderung merasa riang dan gembira serta penuh semangat, memiliki kemampuan
yang kuat untuk menikmati hidup, bersenang-senang, bersikap spontan, kesehatan
fisik, dan dapat menikmati hal-hal kecil dalam hidupnya. Individu dengan SWB rendah
cenderung jarang merasa gembira, cenderung terjebak dalam gaya hidupnya, dan
jarang menunjukkan spontanitas; sedangkan yang ekstrim dapat mengalami gejala
khas depresi, perasaan sedih dan muram, pesimis, rasa bersalah yang berlebihan
tentang hal-hal sepele, memikirkan bunuh diri, dan mengalami gangguan tidur,
kehilangan berat badan, dan kehilangan minat seksual. SWB juga berkaitan dengan
kesehatan mental yang baik, usia panjang, dan kesuksesan.
B. Faktor-faktor yang Memengaruhi
SWB
Ada berbagai faktor yang memengaruhi SWB.
Selain faktor-faktor eksternal tertentu, maka menurut Myers (2003) faktor internal
lebih memengaruhi SWB remaja. Dari beberapa studi menyebutkan variabel yang memengaruhi antara
lain gender, usia, status sosial ekonomi, keluarga, teman, locus of control,
daya tarik fisik, religiusitas dan spiritualitas, pekerjaan, pendidikan, status
nikah, sikap dan dukungan orangtua, kepribadian, dan budaya (Diener dkk., 2003; Lewis, Maltby & Day,
2005; Tuzgol-Dost, 2008). Park dkk. (2004) menyatakan bahwa
karakter yang kuat sangat memengaruhi SWB individu. Dengan subjek penelitian
sejumlah 5299 orang dewasa, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 24 karakter
maka yang memiliki hubungan yang kuat dengan SWB adalah hope (optimis dan
orientasi masa depan), zest
(vitalitas, semangat), gratitude
(rasa syukur), love (hubungan dengan orang lain), dan curiosity. Peneliti lain
menyatakan karakter yang penting adalah hope (Snyder, 2000), kindness (Taylor et al., 2000), gratitude (Emmons & Hill, 2001), forgiveness (McCullough, 2000), open–mindedness (Baron, 2000). Berdasarkan latar belakang dan perumusan
masalah yang telah dipaparkan sebelumnya maka karakter yang diduga berpengaruh
kuat pada SWB mahasiswa akan diuraikan lebih lanjut yaitu religiusitas, harga
diri, optimism, dan kecerdasan emosi.
1.
Religiusitas
Kibuuka (2005) menyatakan bahwa religiusitas
berkaitan dengan bagaimana individu menjadi orang yang baik. Religiusitas
merupakan keterikatan dalam
hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku
sehari-hari yang sesuai dengan tuntunan agamanya, meliputi empat dimensi yaitu
peribadatan (the ritualistic practice n), pengetahuan (the
religious knowledge),
keimanan/kepercayaan(the religious belief), dan penghayatan (the religious experience).
Religiusitas
memainkan peran penting dalam perkembangan dan kehidupan individu) seperti
penyesuaian diri yang baik, kepuasan hidup, kesejahteraan atau kebahagiaan,
kesehatan fisik, kesehatan mental, harga diri, dan fungsi-fungsi psikologis
yang positif (Fry, 2000). Dari tinjauan sistimatis pada 43 studi antara 1998-2003,
Rew dan Wong (2006) menyimpulkan bahwa religiusitas mempunyai efek positif pada
sikap dan perilaku sehat. Religiusitas individu akan berpengaruh positif pada
kesehatan, kepuasan hidup, fungsi-fungsi pikologis yang positif (Trivelli, 2004),
dan SWB individu (Compton, 2000; Lewis, Maltby & Day, 2005;
Sreekumar, 2008; Brown & Tierney, 2008 ).
2. Harga diri
Harga diri merupakan penilaian/evaluasi
keseluruhan tentang diri (Sedekides & Gregg, 2003), yang merefleksikan
seberapa jauh individu menerima dan menyukai dirinya. Menurut Coopersmith
(Soetjiningsih, 2008) harga diri berkaitan dengan hasil evaluasi individu
terhadap kemampuan, keberartian, ketaatan, dan kompetensi. dirnya. Menurut Thames (2002)
harga diri sangat memengaruhi semua aspek kehidupan individu karena bagaimana
individu berperilaku dipengaruhi oleh hasil penilaian individu terhadap
dirinya. Individu yang memiliki harga diri
tinggi akan lebih merasa mampu melakukan sesuatu sehingga berefek pada
kepuasan dalam dirinya dan muncul perasaan bahagia yang menunjukkan adanya SWB
dalam dirinya. Pyszczynski dkk (2004) menyatakan bahwa harga diri berfungsi
sebagai penyangga kesejahteraan psikologis dan penentu sehat tidaknya kondisi
psikologis individu. Penelitian Bosson dkk. (Scimmick &Diener, 2003)
menunjukkan ada pengaruh positif harga diri terhadap SWB individu , demikian
pula hasil penelitian dari Abe (2004), Betton (2001), Betton (2004), Joahanloo dan Rastegar (2004), Xi dkk.
(2011), dan Yamaki dkk. (2011).
3. Optimisme
Diener (2000)
menjelaskan bahwa individu yang melaporkan hidupnya lebih bahagia dan merasakan
kepuasan hidup adalah individu yang optimis. Menurut Seligman (McCann, 2002) optimisme
yaitu harapan untuk memperoleh hasil
yang baik, mencakup aspek-aspek permanence,
pervasiveness, dan personalization Riset
membuktikan secara konsisten bahwa kepribadian , salah satunya optimisme, merupakan
prediktor SWB yang sangat kuat dan konsisten. (Diener dkk., 2003). Menurut
Scheier dkk. (2001) individu yang optimis akan memiliki kecenderungan terus
berupaya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, dan menunjukkan hasil yang
lebih baik, stres yang lebih rendah, dan coping yang adaptif. Dengan demikian
optimisme dapat menjadi prediktor untuk kesejahteraan individu dalam jangka
lama (Carver dkk., 2005)
4. Kecerdasan emosi
Individu (mahasiswa) yang memiliki kecerdasan
emosi yang berkembang dengan baik merupakan salah satu indikasi bahwa mahasiswa tersebut mempunyai kualitas
psikologis yang baik. Penelitian tentang kecerdasan emosi (Stein & Book,
2002) telah memperlihatkan bahwa
kecerdasan emosi dapat mencegah munculnya perilaku buruk. Kecerdasan emosi perlu dan
dapat dikembangkan karena setiap batu-bata pembangun kecerdasan emosi dan
keseluruhan bangunannya dapat diperbaiki dengan pendidikan , pelatihan, dan
pengalaman. Upaya ini harus senantiasa dilakukan, apalagi kecerdasan emosi
tersebut dapat menghantarkan mahasiswa mencapai SWB yang akan mendorongnya
untuk mencapai sukses dan dapat menuju tahap perkembangan berikutnya
tanpa hambatan.
C. Landasan Teori
Dibandingkan dengan
faktor-faktor luar, maka faktor
dalam diri individu diyakini lebih berpengaruh terhadap SWB.Pendapat ini
berdasarkan pendekatan/teori Top-down
(Diener dkk., 2003). Salah satu faktor dalam diri individu yaitu karakter. Dari
berbagai penelitian dapat disimpulkan
kekuatan karakter akan berefek pada SWB individu. Kekuatan karakter yang
diduga berpengaruh kuat baik secara langsung maupun tak langsung pada SWB
mahasiswa yaitu religiusitas, harga diri, optimism, dan kecerdasan emosi.
Tinjauan beberapa studi menunjukkan bahwa religiusitas memengaruhi SWB (Compton, 2000; Lewis, Maltby & Day, 2005;
Sreekumar, 2008; Brown & Tierney, 2008 ). Mahasiswa dengan tingkat
religiusitas yang tinggi akan cenderung memiliki sikap dan perilaku positif
karena seperti dikemukakan oleh Trivelli (2004) religiusitas individu akan
berpengaruh positif pada kesehatan, kepuasan,hidup, dan fungsi-fungsi
psikologis yang positif. Pengaruh religiusitas tidak hanya berpengaruh secara
langsung pada SWB mahasiswa tetapi juga memunculkan rasa optimisme dalam
dirinya. Optimisme akan memunculkan keyakinan pada diri individu bahwa dirinya
mampu mencapai hasil yang lebih baik yang akhirnya mmeunculkan rasa bahagia dan
kepuasan. Selain itu optimism akan membuat individu memiliki rasa tenang dan
tidak mudah putus asa bila mengalami masalah atau kegagalan, seperti
dikemukakan oleh Seligman (McCann, 2002) bahwa orang yang optimis tidak mudah
menyalahkan dirinya bila mengalami masalah atau musibah, dan percaya bahwa
kegagalan hanya bersifat sementaradan segera berlalu serta terjadi pada satu
sisi kehidupan saja. Optimisme juga
menjadi penyangga untuk kondisi stress karena meningkatnya pertahanan diri dan
perilaku yang lebih sehat. Dengan kondisi yang demikian, individu yang optimis
akan memiliki SWB dalam dirinya. Religiusitas juga berkorelasi dengan harga
diri individu. Mahasiswa yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi
cenderung berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agamanya dan berusaha melakukan
tindakan-tindakan positif. Makin tinggi kecenderungan melakukan perilaku
positif makin meningkatkan harga diri
individu karena akan memunculkan penghargaan dari diri sendiri dan orang lain.
Harga diri muncuk karena persepsi individu terhadap apa yang dilakukannya dan
dari penilaian orang lain atas apa yang dilakukannya. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa harga diri yang tinggi
akan memengaruhi munculnya SWB pada diri individu. Demikian pula
religiusitas akan memengaruhi kecerdasan emosi mahasiswa, karena individu yang
memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung memiliki pemahaman yang
lebih baik tentang ajaran untuk mengatur emosi, menahan emosi, memahami diri dan orang lain. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwadengan kecerdasan emosi yang baik, individu akan
memiliki tingkat SWB yang baik pula (
Caruso dkk., 2002; Gallagher & Vella-Brodrick, 2008).
Dinamika pengaruh antarvariabel dituangkan
dalam model teoritis pengaruh religiusitas, harga diri,
optimisme, dan kecerdasan emosi terhadap SWB mahasiwayang digambarkan berikut
ini
Tabel tabel
Hipotesis: 1).Ada kesesuaian
antara model teoritis pengaruh optimisme, harga diri, kecerdasan emosi, dan
religiusitas terhadap SWB mahasiswa
dengan data empiris, 2). Ada pengaruh langsung (positif) dan tak langsung religiusitas
terhadap SWB mahasiswa, 3). Ada pengaruh langsung (positif) dan tak langsung harga diri terhadap SWB mahasiswa, 4). Ada
pengaruh langsung (positif) optimisme terhadap SWB mahasiswa, 5). Ada pengaruh
langsung (positif) kecerdasan emosi terhadap SWB mahasiswa.
III. METODE
PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian.
SWB sebagai variabel tergantung serta optimisme, harga diri,
kecerdasan emosi, dan religiusitas sebagai variabel bebas. Dalam analisis data,
religiusitas dan harga diri berfungsi
sebagai variabel eksogen, sedangkan kecerdasan emosi, religiusitas, dan SWB
sebagai variabel endogen, dan keduanya merupakan variabel terukur (teramati).
B. Definisi Operasional.
1.
Religiusitas yaitu keterikatan mahasiswa
dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku
sehari-hari yang sesuai dengan tuntunan agamanya, meliputi empat dimensi yaitu
peribadatan (the ritualistic practice n), pengetahuan (the
religious knowledge),
keimanan/kepercayaan(the religious belief), dan penghayatan (the religious experience).
Variabel ini diungkap dengan Skala Religiusitas yang dikembangkan berdasarkan konsep
tentang religiusitas dari Kibuuka (2005). Makin tinggi skor total makin tinggi tingkat religiusitasnya, dan sebaliknya.
2.Harga
diri yaitu
hasil evaluasi mahasiswa terhadap dirinya sendiri, mencakup kemampuan, keberartian, ketaatan, dan kompetensinya. Variabel ini diukur dengan Skala Harga Diri yang dimodifikasi dari skala self-esteem
Coopersmith. Makin tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan
tingkat harga diri yang makin tinggi, dan sebaliknya.
3.
Optimisme yaitu pendapat
individu tentang harapannya untuk memperoleh hasil yang baik, mencakup
aspek-aspek permanence, pervasiveness,
dan personalization. Variabel ini diungkap dengan Skala Optimisme yang
dibuat oleh penulis. Makin tinggi skor
total yang diperoleh menunjukkan tingkat harga diri yang makin tinggi, dan
sebaliknya.
4.
Kecerdasan emosi yaitu
kemampuan mahasiswa untuk emotional
management, emotional integration, emotional perception, dan emotional
understanding. Variabel ini diukur dengan Skala Kecerdasan Emosi yang dimodifikasi oleh penulis dari skala
Mayer dan Salovey.. Maki tinggi skor total menu njukkan makin tinggi kecerdasan
emosinya, dan sebaliknya.
5.
Subjective well-being (SWB) yaitu
penilaian mahasiswa tentang hidupnya mencakup kepuasan
hidup dan evaluasi afektif yaitu emosi positif dan emosi negatif. Variabel ini diungkap dengan
Skala Subjective Well-being. Makin
tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan tingkat SWBnya makin tinggi, dan
sebaliknya.
C.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian berjumlah 160 mahasiswa
Universitas Kristen Satya Wacana dari Fakultas Psikologi, berusia antara 18-23 tahun, tidak cuti
kuliah, dan belum menikah. Penentuan jumlah subjek menggunakan Nomogram Harry
King (Sugiyono, 2006) dari N = 534 (jumlah mahasiswa angkatan 2006-2009) diperoleh
182 orang. Agar setiap angkatan terwakili, teknik samplingnya menggunakan proportionate stratified random sampling, diperoleh 44 orang dari angkatan
2006, 45 orang dari angkatan 2007, 43
orang dari angkatan 2008, dan 50 orang dari
angkatan 2009. Pengambilan data penelitian pada bulan Desember 2010 dan sesudah diseleksi data yang memenuhi kriteria
untuk dianalisis sebanyak 160.
D.
Instrumen Penelitian. Menggunakan skala lapor-diri (self-report) yaitu (a) skala religiusitas, (b) skala harga diri, (c)
skala optimisme, (d) skala kecerdasan emosi, dan (e) skala SWB; dengan model
penilaian summated ratings dari
Likert.
E. Uji Coba Instrumen. Menggunakan uji korelasi tiap butir dengan total dengan batas validitas angka korelasi 0,30 (Azwar,
2008) dan reliabilitas dengan teknik alpha Cronbach dengan batas nilai 0,70
(Azwar, 2008; Ferdinand, 2000).
F.
Analisis Data Penelitian. Uji
asumsi dihitung dengan Program SPSS version 16.0 dan uji hipotesis
menggunakan Structural Equation Modeling
/SEM (pemodelan persamaan struktural) khususnya
analisis jalur dengan bantuan program AMOS 5.0.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Uji asumsi.
Uji Normalitas dengan
teknik Kolmogorov-Smirnov, semua variabel berdistribusi normal (p>0.05). Uji normalitas
multivariat dengan AMOS 5.0. sebaran
data juga normal, memenuhi nilai
rekomendasi yaitu tidak >2,58 (Arbuckle, 1999). Uji Linieritas dengan uji F
beda semua p>0,05 menunjukkan semua
variabel bebas berkorelasi linier. Juga tidak terjadi multikolinieritas karena
nilai tolerance dan VIF untuk semua variabel memenuhi kaidah
dan melalui AMOS 5.0, fasilitas ”warning”
multikolinieritas tidak muncul dan nilai determinan matriks kovariansnya sangat
besar (Ferdinand, 2000) yaitu 3097234,054.
2. Uji hipotesis.
Hasil perhitungan dipaparkan pada Gambar 2
berikut ini :
Hasil indeks goodness-of-fit : nilai kai-kuadrat sebesar 2,201 dengan
probabilitas 0,310 (p>0,05), hal ini menunjukkan bahwa model fit. Demikian pula GFI (0,990), AGFI
(0,950), TLI (0,995), CFI (0,998), RMSEA (0,031) memenuhi syarat yang direkomendasikan untuk
model fit. Selanjutnya walaupun model fit, tetapi perlu dilakukan evaluasi bobot regresinya. Evaluasi bobot
regresi menunjukkan adanya koefisien hubungan tidak signifikan antara harga diri
dengan SWB karena p = 0,464 (p > 0,05),
sehingga seperti dikemukakan oleh Ferdinand (2000) perlu dilakukan evaluasi
terhadap model.
Modifikasi model, dilakukan
dengan cara menghapus garis hubungan variabel harga diri dengan SWB karena
tidak signifikan. Secara teoritis pengaruh pengaruh harga diri terhadap SWB
masih tetap ada tetapi secara tidak langsung yaitu melalui variabel optimisme.
Hasil modifikasi :
Hasil analisis model modifikasi, goodness-of-fit: nilai kai-kuadrat
sebesar 2,250 dengan probabilitas 0,320 (p>0,05), hal ini menunjukkan bahwa
model fit. GFI (0,990), AGFI (0,950),
TLI (0,995), CFI (0,999), RMSEA (0,028) memenuhi syarat rekomendasi untuk model
fit. Modifikasi model tidak dilakukan
lagi, karena dari evaluasi tidak
ada variabel yang memiliki nilai residual standard > 2,58 yang berarti model diterima.
Juga dari modification indicesnya model tidak
perlu dimodifikasi lagi karena output
path diagramnya tidak menampilkan
apapun (Ferdinand, 2000). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hipotesis
pertama yaitu ada kesesuaian model teoritis pengaruh kekuatan karakter (religiusitas,
harga diri, optimisme, dan kecerdasan emosi) terhadap SWB mahasiswa, dapat
diterima.
Analisis koefisien regresi efek
langsung, efek tidak langsung, dan efek total dan koefisien determinasi dapat
disimpulkan bahwa
1. Koefisien determinasi SWB mahasiswa
sebesar 0,33, yang bermakna bahwa 33 persen dari variasi SWB mahasiswa dapat
dijelaskan atau diprediksi secara simultan (bersama) melalui variabel optimisme,
harga diri, kecerdasan emosi, dan religiusitas. Sisanya yaitu 67 persen dari
variasi SWB mahasiswa dijelaskan atau diprediksi melalui variabel-variabel lain
di luar model penelitian ini.
2. Variabel religiusitas
selain berpengaruh langsung (positif dan
signifikan) terhadap SWB mahasiswa juga berpengaruh tidak langsung terhadap SWB
mahasiswa melalui variabel kecerdasan emosi dan optimisme. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-dua yaitu ada pengaruh langsung (positif)
dan tak langsung religiusitas terhadap SWB mahasiswa, dapat diterima.
3. Harga diri tidak berpengaruh
langsung tetapi berpengaruh tak langsung terhadap SWB mahasiswa melalui
variabel optimisme. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-tiga
yaitu ada pengaruh langsung (positif) harga diri terhadap SWB mahasiswa
ditolak; tetapi ada pengaruh tak langsung harga diri terhadap SWB mahasiswa, dapat
diterima.
4. Optimisme berpengaruh langsung (positif dan signifikan) terhadap SWB mahasiswa.
Optimisme dipengaruhi oleh harga diri dan religiusitas dengan koefisien
determinasi sebesar 0,51 yang berarti bahwa 51 persen dari variasi optimisme
dapat dijelaskan atau diprediksi melalui variabel harga diri dan religiusitas. Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-empat yaitu ada pengaruh
langsung (positif) optimisme terhadap SWB mahasiswa, dapat diterima.
5.
Kecerdasan emosi berpengaruh langsung (positif dan signifikan) terhadap
SWB mahasiswa. Variabel ini dipengaruhi oleh harga diri dan religiusitas dengan
koefisien determinasi sebesar 0,15 yang berarti bahwa 15 persen dari variasi kecerdasan
emosi dapat diprediksi melalui variabel harga diri dan religiusitas. Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima yaitu ada pengaruh langsung
(positif) kecerdasan emosi terhadap SWB mahasiswa, dapat diterima.
B. Pembahasan
Dari uji model dapat dikemukakan bahwa
model yang diajukan memenuhi syarat fit dan kekuatan karakter (religiusitas,
harga diri, optimisme, dan kecerdasan emosi) berpengaruh langsung dan tak
langsung terhadap SWB mahasiswa. Sumbangan efektif variabel optimisme, harga
diri, kecerdasan emosi, dan religiusitas sebesar 33 persen, ini menunjukkan bahwa 33 persen dari variasi
SWB pada mahasiswa dapat dijelaskan atau diprediksi secara simultan (bersama)
melalui variabel-variabel tersebut. Adanya pengaruh variabel-variabel tersebut dapat dipahami karena mahasiswa yang memiliki
karakter-karakter tersebut akan menunjukkan perilaku-perilaku positif yang
berefek pada peningkatan SWB. Mahasiswa dengan tingkat
religiusitas yang tinggi akan cenderung memiliki sikap dan perilaku positif
karena seperti dikemukakan oleh Trivelli (2004) religiusitas individu akan
berpengaruh positif pada kesehatan, kepuasan,hidup, dan fungsi-fungsi
psikologis yang positif. Pengaruh religiusitas tidak hanya berpengaruh secara
langsung pada SWB mahasiswa tetapi juga memunculkan rasa optimisme dalam
dirinya. Mahasiswa yang optimis akan cenderung
memiliki pandangan yang penuh harapan yang membuat individu memiliki pikiran
positif bahwa segala sesuatunya; baik itu peluang, orang-orang disekitarnya,
masa depan, dan keadaan hari ini akan menjadi lebih baik. Kondisi ini menjadi kekuatan untuk menunjukkan performance sebaik mungkin ketika
dihadapkan pada tugas- tugas penting dalam kehidupannyai. Salah satu tugas
penting seorang mahasiswa adalah mencapai keberhasilan studi. Prestasi studi
yang baik, menurut Giman dan Huebner (2003) akan memengaruhi SWBnya. Demikian
pula McCann (2002) menyatakan bahwa
individu yang optimis mampu melihat
kesempatan yang lebih banyak daripada individu yang pesimis, lebih mampu
memecahkan masalah, penuh energi, dan antusias. Mahasiswa yang memiliki
kecenderungan-kecenderungan ini akan merasakan kondisi yang tenang, tidak
stres, tidak merasa sedih, penuh semangat, gembira dan merasakan kepuasan hidup
yang merupakan indikator adanya SWB pada
dirinya. Hasil penelitian ini memperkuat review beberapa jurnal (Chen,Chenny,
Bond, & Leung, 2006) yang menunjukkan bahwa optimisme merupakan prediktor
yang baik untuk SWB dalam diri individu. Selain optimisme, variabel lain yang
juga memengaruhi SWB mahasiswa adalah harga diri
Harga diri (self-esteem)
yang tinggi dapat mempengaruhi mahasiswa untuk tidak melakukan perilaku yang
negatif, seperti dikemukakan oleh Halford (2004) bahwa remaja dengan harga diri
tinggi akan berusaha menghindar dari situasi yang merugikan dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
berefek buruk bagi dirinya. Harga
diri itu sendiri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap
dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif (tinggi)
dan negatif (rendah). Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan
mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-hari. Harga diri yang positif
(tinggi) akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin
akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di
dunia ini sehingga remaja cenderung terbebas dari pengaruh orang lain dan
lingkungan, bisa menerima kritikan dari luar dirinya, mandiri dan bisa menjadi
dirinya sendiri. Dengan kondisi demikian, individu dimungkinkan untuk mengalami
kepuasan hidup dan berada dalam keadaan yang menyenangkan sehingga menunjukkan
adanya tingkat SWB yang tinggi dalm dirinya. Sebaliknya, yang memiliki harga
diri rendah cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga,
cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina
komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia. Demikian
pula, mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosi akan cenderung mampu memahami
dan mengelola emosinya dengan baik, sehingga mampu melakukan hubungan
interpersonal yang baik dnegan orang lain dan tidak mudah mengalami masalah.
Kondisi ini memungkinkan bagi mahasiswa untuk cenderung tiak mudah mengalami
konflik dengan orang lain, tidak mudah stres, dan merasa senang dan bahagia
dengan kondisinya sehingga memunculkan SWB dalam dirinya. Juga beberapa
penelitian menunjukkan hasil bahwa religiusitas sangat berperan dalam menentukan
subjective well-being individu. Hal ini dapat dipahami karena dengan
religiusitas yang tinggi, mahasiswa cenderung memiliki hubungan yang baik
dengan penciptaNya yang berefek pada ketenangan hati dan kebahagiaan, suka
menolong orang lain, tidak cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang
negative, dan tidak mudah stress. Demikian pula
religiusitas akan memengaruhi kecerdasan emosi mahasiswa, karena individu yang
memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung memiliki pemahaman yang
lebih baik tentang ajaran untuk mengatur emosi, menahan emosi, memahami diri dan orang lain. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwadengan kecerdasan emosi yang baik, individu akan
memiliki tingkat SWB yang baik pula (
Caruso dkk., 2002; Gallagher & Vella-Brodrick, 2008).
Dengan adanya keempat kekuatan karakter
(religiusitas, harga diri, optimism, dan kecerdasan emosi) akan muncul
kondisi-kondisi tertentu yang telah dipaparkan; sehingga dapat dipahami apabila
mahasiwa yang memiliki keempat karakter tersebut akan memiliki subjective
well-being yang akan berefek pada kualitas kehidupan yang lebih baik.
V. SIMPULAN DAN
SARAN
1. Simpulan
- Ada kesesuaian model teoritis pengaruh kekuatan karakter (optimisme, harga diri, kecerdasan emosi, dan religiusitas) terhadap SWB mahasiswa, dengan model empiris. Variabel optimism, harga diri, kecerdasan emosi, dan religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap SWB mahasiswa dengan sumbangan efektif sebesar 33 persen.
- Ada pengaruh langsung dan tidak langsung optimisme, kecerdasan emosi, dan religiusitas terhadap SWB mahasiswa; sedangkan harga diri hanya berpengaruh secara tak langsung terhadap SWB mahasiswa.
2. Saran
a.
Model pengaruh kekuatan karakter (religiusitas,
harga diri, optimisme, dan kecerdasan emosi) terhadap SWB mahasiwa, dapat
dipakai sebagai model untuk meningkatkan SWB mahasiswa berbasis kekuatan karakter.
b.
Pemerintah, dalam hal ini Kmenterian Pendidikan,
dapat membuatkebijakan yang mengharuskan
setiap fakultas untuk merancang dan melakukan pendidikan karakter ( terutama religiusitas, harga diri, optimisme, dan
kecerdasan emosi) bagi mahasiswanya karena terbukti berefek signifikan pada SWB
mahasiswa
c.
Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi
mempunyai tugas untuk membantu mahasiswa memiliki kekuatan karakter terutama
optimisme, harga diri, kecerdasan emosi, dan religiusitas melalui program
pendidikan karakter dalam proses pembelajaran
dan atau melalui kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler bagi mahasiswa. Untuk itu
diperlukan pelatihan bagi para dosen untuk dapat memasukkan pendidikan karakter
dalam proses belajar mengajar. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan SWB mahasiswa
yang dapat berefek pada berkembangnya perilaku-perilaku positif sebagai
indikator individu yang berkualitas.
d.
Unit penunjang Lembaga Konsultasi/Konseling bagi
mahasiswa di setiap perguruan tinggi harus
ditingkatkan perannya melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan SWB
mahasiswa melalui pengembangan karakter (optimisme, harga diri, kecerdasan
emosi, dan religiusitas).
e. Peneliti berikutnya disarankan
membuat model dengan subjek penelitian mahasiswa dengan karakteristik yang
lebih heterogen. Juga dapat menambahkan atau mengkaitkan terutama dengan
variabel-variabel lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, J. (2004). Self-esteem,
perception of relationship, and emotional distress: Across cultural study. Personality Relationship, 11, 231-247.
Arbuckle, J. L., & Wothke, W. (1999). AMOS user’s guide. Chicago: Small Waters.
Azwar, S. (2008). Reliabilitas dan
validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron,
J. (2000). Thinking and deciding (3rd
ed.). New York: Cambridge University Press.
Ben-Zur,
H. (2003). Happy adolescent: The link between subjective well-being, internal
resources, and parental factors. Journal of
Youth and Adolescence, 32, 67-79.
Betton,
A. C. (2001). Psychological well-being: A comparison of correlates among
minority and non minority females college student. Unpublished master’s thesis, The Ohio State University, Colombus.
Betton,
A. C. (2004). Psychological well-being and spprituality among African American
and European American college students. Unpublished
doctoral’s dissertation, The Ohio University, Colombus.
Brown,
P. H., & Tierney, B. (2008). Religion and subjective well-being among the
elderly in China. Journal of
Socio-Economics, 38, 310-319.
Caruso,
D., Mayer, J., & Salovey, P. (2002). Emotional intelligence and emotional
leadership. In F. Pirozzolo (Ed.). Multiple
Intelligences and leadership. Mahwah, New.Jersey: Lawrence Erlbaum.
Carver, C. S., Smith,
R. G., Anthony, M., H. (2005). Optimistic
personality and psychosocial well-being. Health Psychology, 24, 508-516.
Chen, S. X., Chenny,
F. M., Bond, M. H., & Leung, P.
(2006). Going beyond self-esteem to predict life satisfaction: The Chinese
case. Asian Journal of Social Psychology,
9, 24-35.
Diener, E. (2000).
Subjwective well-being: The science of happiness and a proposal for a na-
tional index. American
Psychologist, 55, 34–43.
Diener, E., Oishi, S.,
& Lucas, R.E. (2003). Personality, culture, and Subjective
well-being:Emotional and cognitive evaluation of live. Annual Review of Psychology, 54, 403-425.
Emmons,
R. A., & Hill, J. (2001). Words of gratitude for the mind, body,
and soul. Radnor,
PA:Templeton Foundation
Press
Eid,M. & Larsen, R. J.
(2008). The science of subjevtive
well-being. London: The Guilford Press.
Ferdinand,
A. (2000). Structural equation modeling dalam penelitian manajemen. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Frisch, M. B. (2000).
Improving mental and physical health care through quality of life ther-
apy and assessment. In E. Diener &
D. R. Rahtz (Eds.), Advances in quality of life: The-
ory and research
No comments:
Post a Comment