Bagaimana Menangani Tindakan Bullying Terhadap Siswa SMA/SMK di Sekolah (Bagian Pertama)


Artikel ini ditulis berdasarkan laporan Hasil  Penelitian Seorang dosen dari FakultasPsychologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta ibu S. Hafsah Budi A. Laporan penelitian ini pernah dipresentasikan oleh peneliti di Bali beberpa tahun yang lalu yang kebetulan saya ikut menghadiri.  Saya tertarik menuliskannya dalam bentuk artikel popular karena hampir semua sekolah siswanya pernah mengalami tindakan bullying ini. Karena tulisan ini terlalau panjang bagi artikel yang ditulis internet, maka tulisan ini saya bagi menjadi tiga bagian. Selamat membaca semoga bermanfaat.




Dalam bahasa sederhana bullying digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan secara terencana oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan ini. Dalam kamus bahasa bullying adalah orang yang mengganggu orang yang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang lebih tua mengganggu anak yang lebih muda (Sadely, 2003).

Hampir semua sekolah/madrasah mulai tingkat SD, SMP dan SMA mengalami masalah bullying ini. Dan sepertinya‘Bullying’  sudah menjadi ‘bagian hidup’ siswa. Kasus bullying dalam bentuk paling ‘ringan’ seperti kata-kata hingga yang ‘keras’ seperti kekerasan fisik mudah ditemukan di lingkungan sekolah. Ada lagi siswa yang takut ke pusat perbelanjaan atau tempat keramaian karena takut ketemu kakak kelas. Sehingga dibeberapa sekolah, lingkungan sekolah jadi tempat yang tidak menyenangkan, bahkan menakutkan bagi sebagian siswa.   Bentuk bullying lain, termasuk electronic bullying di dunia maya, yang lebih memprihatinkan, bullying nyaris sudah terjadi di banyak sekolah selama bertahun-tahun. Seperti itukah wajah pendidikan kita?
Fakta tentang bullying di sekolah ini jelas membuat kita miris , tidak hanya saat bullying terjadi tetapi karena dampaknya dapat sangat luar biasa terutama bagi korban. Penelitian yang dilakukan Psikolog Diena dari Sejiwa (2005-2007) pada pelajar usia 9 sampai 19 tahun di 3 kota, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya 70% siswa mengaku pernah mendapat perlakuan bullying, dan yang tertinggi adalah pelajar di Yogyakarta. Argiati (2008) dalam penelitiannya menemukan dari 113 siswa SMA di Kota Yogyakarta 92,99% siswa mendapatkan bullying psikhis, 75% terkena bullying fisik. Sedangkan tempat bullying 69,3% disekolah, dan pelaku bullying 71,68% dilakukan teman sekolah. Situasi dan kondisi di Jogja seperti tersebut diatas menjadi keprihatinan bagi warga Jogja. Apabila persoalan-persoalan ini tidak segera diatasi tentunya akan menjadi citra buruk sehingga dapat mengurangi minat masyarakat dari luar untuk menyekolahkan putra putrinya di Jogja.



Bentuk-bentuk Bullying,
 Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mengelompokkan perilaku  bullying dalam 5 bentuk yaitu:
a.  Kontak fisik Langsung antara lain: memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
b.  Kontak verbal Langsung antara lain mengancam, mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
c.   Perilaku non-verbal langsung: melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam.
d.  Perilaku non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
e.  Pelecehan Seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Berdasarkan pendapat diatas khususnya dengan mengacu pada teori Riauskina dkk (2005) dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek bullying adalah kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung, pelecehan seksual.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan terkena Bullying
  Faktor yang menjadikan anak menjadi korban bullying menurut Pepler dan Craig (1989) adalah:
a.    Faktor Internal. Anak-anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya  memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai situasi sosial, atau memiliki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut atau kulit yang berbeda atau kelainan fisik.
b.    Faktor Eksternal. Anak yang pada umumnya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami masalah keluarga yang berat, dan berasal dari strata ekonomi/kelompok sosial yang terpinggirkan atau dipandang negatif oleh lingkungan.


            Beberapa ciri yang bisa dijadikan korban bullying (Sejiwa, 2008):
a) Berfisik kecil, lemah, b) berpenampilan lain dari biasa, c) siswa yang rendah kepercayaan dirinya, sulit bergaul, d) anak yang canggung, gagap, e) anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully, dan f) anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully
(Bersambung ke bagian 2)


Catatan :
2.      Ilustrasi gambar diambil dari google



No comments:

Post a Comment