Bahagia Itu Saat Kamu dan Aku Menjadi Kita

 


Ada banyak cara untuk menjelaskan arti bahagia, tetapi tidak ada yang benar-benar mampu menggambarkan rasa hangat yang muncul saat dua hati saling menemukan rumahnya. Bahagia bukan sekadar tawa, bukan pula sekadar momen sempurna yang terlihat indah dari luar. Bahagia, bagiku, adalah ketika kamu dan aku perlahan berhenti berjalan sendiri… dan mulai melangkah sebagai kita.




Karena pada akhirnya, hidup ini bukan tentang siapa yang paling kuat bertahan sendirian. Hidup adalah perjalanan panjang yang diam-diam merindukan kebersamaan. Dan saat kamu hadir, segalanya berubah. Hari-hari yang dulu terasa datar kini punya warna. Malam yang dulu sunyi kini punya cerita. Bahkan hal sederhana—seperti nada pesan singkatmu—mengubah suasana hatiku seolah dunia ikut tersenyum.

Bahagia itu ternyata sederhana. Sederhana seperti caramu memandangku dan membuatku merasa tidak perlu menjadi orang lain. Seolah “cukup” bukan lagi kata yang menakutkan, melainkan pelukan yang menenangkan. Di sisimu, aku belajar bahwa cinta bukan tentang dramanya, tetapi tentang ketenangan yang ia bawa. Bahwa cinta tidak harus berisik untuk terasa begitu dalam.

 


Saat kamu datang, aku mengerti bahwa kebahagiaan tidak selalu muncul dalam bentuk kejutan besar. Kadang ia hadir dalam langkah-langkah kecil: percakapan yang jujur, genggaman tangan yang tulus, atau diam yang nyaman tanpa merasa canggung. Bahagia itu ketika kamu berada di sampingku dan aku tidak perlu menjelaskan mengapa aku butuh kamu di sana—karena kamu sudah mengerti tanpa harus bertanya.



Kita tidak sempurna, dan mungkin tidak akan pernah sempurna. Tetapi bukankah cinta justru tumbuh dari ketidaksempurnaan itu? Dari cara kita mencoba memahami satu sama lain, dari usaha memperbaiki yang kurang, dari keberanian menerima perbedaan tanpa saling menghakimi? Bahagia itu bukan menemukan seseorang yang tidak punya kekurangan, tapi menemukan seseorang yang tetap ingin berjalan bersamamu meski tahu jalan itu tidak selalu mulus.




Saat kamu dan aku menjadi kita, dunia seakan mempunyai ritme baru. Ada hal-hal yang dulu terasa berat kini menjadi lebih ringan. Ada mimpi yang dulu tampak terlalu jauh kini terasa lebih mungkin. Dan ada luka lama yang perlahan sembuh hanya karena kamu mau hadir tanpa terburu-buru menyembunyikan getirnya.




Bahagia itu saat aku tahu bahwa apa pun yang terjadi, kita memilih untuk tetap ada. Bukan selalu mudah, bukan selalu indah, tetapi selalu layak diperjuangkan. Karena kebahagiaan bukan ditentukan oleh seberapa sering kita tersenyum, melainkan seberapa kuat kita bertahan satu sama lain—bahkan ketika dunia mencoba memisahkan.




Dan jika suatu hari seseorang bertanya kepadaku, “Apa arti bahagia bagimu?” Aku akan menjawab tanpa ragu: bahagia adalah saat dua hati akhirnya berani saling membuka, saling memilih, dan saling menjaga. Bahagia adalah saat kamu dan aku berhenti menjadi dua… dan berubah menjadi satu kata yang paling indah untuk diucapkan: kita.

No comments:

Post a Comment