Kepemimpinan Jawa 5

5. BUMI (KISMO)
Bumi kuwi ambege lumuh kapotangan. Nadyan ketiban wiji jagung tukule yo jagung, yen wiji pari tukule yo pari. Lan bumi watake kamot lan momot. Tegese kamot dienciki opo wae, ora ngemongake manungso, sanadyan gunung ono nduwuring bumi, ora nate kapireng sesambate. Momot tegese biso madhahi sekalir ingkang kumelip. Mengkono panjenenganing nalendro opo dene satrio, kudu kerep ngrungokake sesambating poro kawulo dasih, ojo amung sarono mandheg awit saka nampa pradul, nanging luwih cetho lan trewoco yen to poro satria lan nalendro, nggone anggung midhangetake suarane kawulo dasih, sarana namur kawulo dadi biso cetho sarta gamblang, wekasan biso momot lan kamot.

Arti bebas:
Bumi sifatnya tidak merasa dihutangi, apa saja yang datang akan diterima dan tidak pernah menggerutu. Demikian halnya seorang pemimpin harus sering mendengarkan keluh kesahnya rakyat, dan jangan hanya mendengar lewat orang lain. Oleh karena itu agar memperoleh informasi secara jelas, harusnya pemimpin menyelidiki secara diam-diam dengan berperan sebagai rakyat biasa.

Kepemimpinan Jawa 4

4. AWAN (MEGO)
Mendhung iku duwe watak adil. Yen wis wancine tumiboning mendung dadi udan, ora mawas papan. Nadyan ngungkulono gunung, ngungkulono alas, kutho, lan praja, udan mesti tumibo. Mangkono dadi sanepane poro kang ngasto ambeg adil. Poro kang ngasto jejeging adil, ojo ndadak mawas sanak kadang pawong mitro. Sopo wae kang wajib nompo adil kudu diadili kang murwat adhedhasar ukum sarta nganggo lelandhesan pidana.

Arti bebas:
Awan memiliki sifat adil, artinya kalau sudah saatnya menjadi hujan, tidak pernah melihat tempat, baik di hutan, kota, dan lautan. Begitulah seharusnya seorang pejabat harus berwatak adil. Pada saat menerapkan keadilan, tidak melihat hubungan sanak saudara. Siapa yang harus diadili berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepemimpinan Jawa 3

3. BINTANG (KARTIKO)
Lintang dadi kekembanging ngantorikso. Mengkono mungguh satrio opo dene nalendro, tingkah laku muno muni, tandang tanduk, solah bowo, sarawung, kudu tetepo dadi kekembanging poro manungso. Mungguh dayaning kembang mau, biso pinundi, biso rinonce, biso kinaryo cecundhuk, nanging biso kinaryo pepasren. Dene mungguh paedahe poro satrio, ucape gampang digugu, prentahe gampang dituhoni, lumadining srawung bakal kajen keringan.

Arti bebas:
Bintang menjadi bunganya langit. Begitu pula seharusnya seorang pemimpin, tingkah laku, cara bicara, dan cara pergaulannya harus bisa menjadi bunga atau buah bibir setiap manusia. Kekuatan bunga itu bisa dirangkai dan bisa menjadi penghias. Demikian pula sebagai pejabat, setiap ucapannya mudah diterima dan diikuti, perintahnya mudah dilaksanakan, yang pada akhirnya akan dihormati dalam pergaulan.

Kepemimpinan Jawa 2

2. BULAN (CONDRO)
Rembulan iku pepadhang jroning ratri. Padhang jingglang maweh hawa adhem lan jinem, nanging ugo dadi cecoloking laku, dadi oboring lelakon. Mengkono mungguh salokane, poro satria lan nalendro, nulato marang lekase sang hyang condro. Ojo mriksani poro kawulo dasih amung sarana swasono kang padhang. Jroning peteng gagapono, endi sing marakake dadi pepeteng, sirnakno sarono sengseming roso adhedhasar gelem korban kang sepi ing pamrih. Yen tetelo mangkono, kang podho nompo parentah, nggone nggugu ora mandheg aneng nun inggih dhateng sendiko, nanging hanerusing batin, opo kang cinandhak kecakup, opo kang ditindakake biso rampung.

Arti bebas:
Bulan merupakan penerang di malam hari. Terang benderangnya memberikan suasana dingin dan tenang, yang menjadi penerang dalam perjalanan, dan menjadi obor dalam kehidupan. Begitu seharusnya seorang pemimpin, berkacalah pada sifatnya bulan. Jangan hanya melihat kondisi rakyat di saat suasananya sedang bahagia. Di saat rakyat dalam keadaan susah, pemimpin harus segera mendalami penyebab masalahnya, hilangkan masalah tersebut dengan rasa suka cita dengan landasan berkorban tanpa pamrih. Kalau demikian adanya, niscaya rakyat yang menerima perintah segera melaksanakan secara sukarela lahir batin.

Kepemimpinan Jawa

KEPEMIMPINAN JAWA
Para pembaca sekalian, dikala orang Indonesia sekarang sudah mulai kehilangan arah, dengan tidak adanya contoh yang dapat diteladani, mungkin ada baiknya kita mengkaji lagi filosofi kepemimpinan yang sudah ada dalam budaya kita. Untuk itu, disini saya akan muatkan catatan singkat kepemimpinan dari budaya jawa. Semuanya ada delapan dan akan saya muatkan satu persatu. Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita!

1. MATAHARI (BASKORO)

Pambekane satrio lan nalendro, nulato sang hyang suryo, ora ngemongake gawe pepadhang atine kawulo dasih, nanging kudu ono dhasar-dhasar wani anguripi, tetulung marang kang kacingkrangan, mbebantu marang kang karepotan, ngayomi marang kang karibetan, nuduhake dalan-dalan kang anjog marang kautaman, lan ora singlar saka adeg-adege kasucen.

Arti bebas:
Sifat dan watak seorang pemimpin berkacalah pada matahari, yang tidak saja membuat terang dan penyejuk hati rakyat, tetapi yang dilakukan harus ada landasan keberanian memberikan kehidupan, menolong kepada yang hidupnya serba kekurangan, membantu kepada orang yang menghadapi kesulitan, melindungi orang yang sedang dilanda masalah, dan memberikan petunjuk kepada jalan kebaikan tanpa mengabaikan dasar-dasar kebenaran.

PERJALANAN KE MANILA PHILIPINA (1)



Saya masih di Solo, ketika dapat sms dari kantor, agar saya mempersiapkan paspor untuk berangkat ke Philipina, saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa Philipina. Selama ini, menurut pengetahuan saya Philipina bukan Negara maju, malah termasuk Negara miskin, indikatornya sama dengan Indonesia, Philipina adalah Negara di asia tenggara pengekspor TKW. Di Malaysia dan Negara-negara timur tengah yang tegolong makmur, pembantu rumah tangganya banyak yang berasal dari Philipina, disamping dari Indonesia tentunya.
Di bidang pendidikan dan bidang lainnya, Philipina juga tidak ada yang menonjol. Jadi apa alasan kantor untuk Study visit Philipina, Inilah yang terbersit di pikiran saya ketika menerima SMS dari kantor tersebut. Namun bagaimanapun juga saya kirimkan juga paspor saya ke petugas yang ditunjuk kantor. Saya serahkan ke duanya, paspor pribadi dan paspor dinas. Hitung-hitung perjalanan gratis dari kantor, bodoh Amat kalau saya tolak.
Perjalanan ke Philipina dimulai dari Bandara Sukarno Hatta.Dari Pekanbaru Riau kami sampai ke Bandara Internasional kebanggaan Jakarta itu pukul 09 WIB pagi hari tanggal 29 Juli 2011. Kami segera menuju ke kantor Philipina Airlines yang berkantor di bagaian penerbangan international di Bandara Sukarno Hatta. Maksud kedatangan kami sebenarnya ingin titip barang bawaan kami disana, karena kami tahu pesawat berangkatnya lewat tengah malam. Jadi semntara itu kami akan menikmati dulu kota Jakarta. Namun di kantor itu tidak ada tempat untuk menitip barang, dan kepada kami disarankan untuk pergi ketempat penitipan khusus yang disediakan tak jauh dari sana. Setelah itu kamipun segera berkeliaran di kota Jakarta. Saya dan beberapa orang teman memilih untuk berburu buku murah di Blok M .
Ketika kami ingin ke4mbali ke Bandar sore harinya, kami mencari temmpat penukaran mata uang di Blok M. Kami ingin menukarkan rupiah ke Peso uang Philipina. Namun dari beberapa counter penukaran uang yang kami datangi tidak satupun yang menyediakan uang peso. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli Peso di bandara saja. Namun ternyata di Bandara juga tidak ada couter penukaran uang yang menyediakan Peso. Sudahlah kata teman-teman nanti di Philipina saja.
Pukul 1.30 tengah malam Tanggal 30 Juni 2011 Kami sudah berada dalam pesawat pesawat Philipina Air Line. Pesawatnya cukup besar. Perjalanan ke Philipina berlansung sekitar 6 jam. Pelayanan dalam pesawat hampir sama dengan pelayanan perjalanan ke luar negeri lainnya. Kita ditawari makanan dan minuman.
Subuh pesawat sudah mulai bersiap untuk mendarat. Udara di luar nampak terang. Dari udara nampak pemandangan yang cukup indah. Perumahan dilereng-lereng gunung dan jalan-jalan yang melingkar-lingkar di puncak gunung atau bukit. Ini mengingatkan saya dengan Banda Aceh, di mana diatas pesawat nampak jalan menuju gunung dan bukit- bukit. Namun di Aceh perguungan masih didominasi oleh hutan namun di manila nampak banyak perumahan. Dan menonjol nampak jalan yang kelihatan putih dari udara melingkara menambah indahnya pemandangan. Berdasarkan pemandangan dari atas pesawat ini, kota Manila nampak seperti sebuah lembah yang dikelilingi oleh perbukitan.

Imigrasi di bandara tidak setegang dan mencemaskan seperti di Australia. Petugas nampaknya ramah. Pemeriksaan dokumen berlansung cepat. Memang ada juga beberapa teman kopernya harus dibuka, namun sikap mereka ramah tidak menakutkan, sekali lagi tidak seperti Australia yang sangat menjenkelkan. Malah petugas pabean yang memeriksa saya bertanya dengan sopan alasan kami berkunjung ke philipina. Sungguh menyenangkan sama dengan bandara Thailand yang tidak banyak tetek bengek yang menjengkelkan.
Secara fisik penampilan orang philipina sama dengan orang Indonesia. Sehingga kita susah membedakan antara orang Philipina dengan orang Indonesia. Jika dilihat secara lebih spesifik prototype orang philipina kebanyakan cendrung pada prototype orang batak. Demikian juga irama bahasa tagalog yang mereka gunakan mendekati dialek Batak, tapi tidak kata-katanya atau kosakatanya.
Sepanjang perjalanan dari bandara ke Manila yang b erjarak hanya 2 km, kami juga melihat rumah-rumah reot dari seng seperti yang banyak kita jumpai di Indonesia. Ketika kenderaan berhenti pada lampu merah, beberpa pengemis ada yang menggendong anak, datang meminta sedekah. Pedagan asongan banyak juga dijalanan. Rata-rata prempuan philipina yang melintas di jalanan, baik tua maupun muda suka berpakaian minim, ini yang nampak kontras dengan pemandangan di jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia maupun Jakarta.

UJIAN NASIONAL

Ketika gencar-gencarnya tuntutan untuk menghapus Ujian Nasional, saya termasuk orang yang tidak setuju ujian nasional dihapuskan. Karena secara logika saja yang namanya setiap pembelajaran itu harus ada ujiannya, untuk mengetahui apakah proses belajar mengajar itu berhasil atau tidak. Ini tidak hanya berlaku pada belajar di dalam kelas saja, tapi juga untuk belajar yang tidak formal seperti kursus, bahkan untuk latihan bela diri seperti karate, silat , taek wondo dan sebagainya. Setelah belajar kita lihat hasilnya, apakah berhasil atau tidak.

Begitu juga ujian nasional, berguna untuk melihat hasil setelah sekian tahun proses belajar mengajar berlansung. Suara-suara yang tidak setuju pada ujian nasional mengatakan, cukup ujian sekolah saja, sehingga anak tidak perlu stress. Namun pertanyaanya, sudah akuratkah hasil ujian yang diperoleh dengan ujian yang hanya diberikan oleh guru di sekolah? Kita sudah berpengalaman dengan tidak ada ujian nasional beberapa tahun yang lalu, ada beberapa atau mungkin banyak sekolah yang proses belajar mengajarnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ada sekolah, seminggu sehabis libur semester atau lebaran, belum belajar secara efektif. Malah kami pernah menjumpai ada sekolah setelah libur lebaran siswa belajar hanya sampai pukul 11 siang. Ada seperti arisan diantara guru-guru untuk makan siang. Hari ini makan siang dirumah guru A. Maka pukul sebelas siswa dipulangkan pukul 11 karena guru bersama-sama pergi kerumah guru A. Besoknya kerumah guru B dan anak juga dipulangkan pukul 11. Demikian seterus. Jika guru disekolah itu 50 orang, maka selama 50 hari belajar anak dipulangkan pukul 11. Ini belum termasuk kalau ada rapat, maka siswa bisa saja tidak belajar dari pagi.

Kalau tidak ada ujian nasional, semua siswa dilulus seratus persenkan saja setiap tahun, apa susahnya. Oleh karena itu perlu ujian nasional agar ketahuan nantinya bagaimana hasilnya. Diprediksi, kalau tidak ada ujian nasional, akan banyak sekolah yang mengabaikan proses belajar mengajar. Dengan ada ujian nasional, sekolah mau tidak mau harus melaksanakan proses belajar mengajar sebagai mana mestinya. Begitulah asumsinya.

Sebenarnya tida ada yang harus dicemaskan dengan ujian nasional, selama proses belajar mengajar berlansung dengan baik. Namun untuk itu guru harus mengikuti standar proses dan standar penilaian dengan benar. Untuk materi prlajaran yang dipedomani adalah standar isi. Seedangkan untuk mempersempit materi dalam mempersiapkan siswa kelas akhir menghadapi ujian nasional sudah ada setandar keluslusan yang natinya dijabarkan dengan kisi-kisi prediksi ujian nasional. Dengan kisi-kisi prediksi UN ini setiap mata pelajaran itu, soal nomor 1, nomor 2, nomor 3 dan seterusnya dapat diprediksi materi soalnya. Sehingga guru tidak perlu susah-susah dalam mempersiapkan siswa. Dan dari pengalaman membantu guru-guru mengahadapi ujian nasional ini, kami dari LPMP sudah menemukan kiat atau strategi agar siswa lulus sertus presen. Tapi strateginya strategi yang benar, tidak curang dan seratus persen halal. Dengan kata lain tidak ada yang perlu dicemaskan dengan ujian nasional ini. Dan ujian nasional mutlak perlu karena ujian nasional hasilnya akan baik kalau standar proses dan standar penilaian dijalankan dengan konsisten dan materi pelajaran mengikuti standar isi dan standar kelulusan.

Namun apa yang terjadi disekolah dengan ujian nasional? Beberapa sekoalah membentuk tim sukses untuk membantu siswa. Banyak kecurangan terjadi. Kunci soal beredar dengan gencar. Heran bin jengkel kita, soal disimpan dikantor polisi subuh baru bisa diambil, namun malam sudah beredar kunci jawaban melalui sms. Kawan-kawan guru mengatakan dan siswa-siswa yang ditanyai mengatakan kunci yang beredar itu banyak yang cocok. Ini terjadi dari tahun ketahun dan modusnya makin lama makin gencar. Kecurangan tidak lagi dari guru dan sekolah tapi dari lembaga lain yang memberikan bimbingan belajar dengan jaminan pasti lulus juga. Namun pasti lulusnya dengan curang, mengedarkan kunci jawaban. Tahun ketahun makin canggih saja caranya dan dari pengalaman bertahun-tahun nampaknya hal-hal begini memang sangat sulit untuk diberantas. Pengawasan ujian memang sudah diperketat, pengawasan silang, melibatkan kepolisisn, tim independent, paket soal yang berbeda dalam satu lokal, malah tahun ini soal dalam satu kelas ada lima. Namun persoalannya ternyata bukan disitu, persoalannya tidak dalam kelas, tapi diluar kelas. Kesimpulannya, usaha apa saja yang dilakukan, hanya akan menambah biaya saja, namun pasti ada saja celanya untuk berbuat curang itu.

Berdasarkan kenyataan diatas, sekarang saya pun berkesimpulan ujian nasional ini yang bermaksud baik untuk meningkatkan mutu itu bagus juga tidak ditiadakan, karena banyak kalangan yang memanfaatkan untuk berbuat kecurangan. Memang payah dinegeri yang punya penduduk yang banyak tidak jujur.

Solusinya, biarkansaja sekolah ujian sendiri, meskipun nnati ada yang hanya sekedar memberi nilai saja, biarkan saja karena tidak dapat juga dicegah, serahkan saja pada seleksi alam, sekolah yang baik bermacu menuju kebaikan, sekolah yang jelek biarkan saja sekedar mengeluarkan ijazah. Tapi untuk melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi atau untuk bekerja harus ada ujiannya. Dari SD masuk SMP, dan dari SMP ke SMA/K serta masuk perguruan tinggi ada tesnya. Demikian juga memasuki dunia kerja. Dengan demikian akan ketahunan bagaimana hasil dari suatu pendidikan itu. Konsekwensinya sekolah yang outcomenya jelek akan ditinggalkan dan tidak dapat murid.

NEGARA ISLAM INONESIA, MUNGKINKAH?

Akhir akhir ini kita disibukkan dengan berita maraknya Negara Islam Indonesia. Ramai diberitakan bukan karena terror bom yang mereka lakukan tapi cara prekrutannya yang rada aneh yaitu dengan menghilangkan beberapa kader dari keluarga dan lingkungan. Sehingga menimbulkan keresahan.

Negara Islam Indonesia ini muncul dari sekelompok orang punya impian merobah Negara Kedaulatan Republik Indonesia menjadi Negara yang berlandaskan islam yang sebenarnya ini tidak ide baru tapi ide lama yang dipelopori oleh almarhum Kartosuwiryo. Melihat kenyataannya, tidak hanya NII yang bercita-cita seperti itu, tapi kelompok yang sekarang ini disebut teroris yang membom di sana sini konon kabarnya juga bercita-cita untuk mendirikan Negara Indonesia yang berlandaskan islam.

Sepintas lalu kita terkagum-kagum dengan cita-cita yang mulia itu. Sementara orang Indonesia lainnya bergulat memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka-mereka itu berkorban nyawa untuk negara Indonesia yang berlndaskan Islam. Patut diacungi jempol.

Namun kemudian muncul tanda tanya, mungkinkah NegaraIslam Indonesia itu terjadi? Saya tidak mempermasalahkan mereka yang bercita-cita itu bisa atau tidak meruntuhkan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini menjadi negara yang berlandaskan Islam. Yang saya maksud disini apakah ada pemimpin yang sanggup menjalankan kepemimpinan sebagai negara Islam yang dicita-citakan itu.

Saya tidak hanya meragukan manusia indonesia tapi juga negara Islam lanilla di dunia ini yang bisa menjadi kepala negara yang berlandaskan Islam itu nantinya. Karena jira negara Islam tentu presidennya berprilaku sebagai yang dituntut oleh ajaran Islam yang begitu sempurna.

Dalam sejarah kita mengetahui, pemimpin atau Khalifa setelah nabi, dari 4 Khulafaur Rasyidin saja nota bene laansung dibina oleh Nabi Muhammad SAW, hanya Abubakar dan Umar bin Khatab saja yang dapat menjalankan pemerintah yang ideal berlandaskan Islam itu. Khalifa yang ke-3 dari Khulafaur Rasyidin itu Usman bin Affan mulai menyimpang dengan mempraktekkan apa yang disebut nepotisme yaitu mengangkat saudara-saudara dari kluarganya menjadi penjabat pemerintahannya. Karena nepotismo inilah kemudian terjadi pemberontakan yang akhirnya mengakhiri hidupnya. Dan nepotismo ini juga lah yang menjadi bibit perpecahan antara umat Islam sampai Semarang ini

Ali bin Abithalib ketika terpilih berusaha mengganti pejabat-pejabat yagn diangkat oleh Usman bin Affan. Yang terjadi kemudian hádala perlawanan dari mereka yang dipecat itu. Ujung-ujungnya Ali pun kehilangan kekuasaannya berkat kelicikan dari Muawiyah gubernur mesir yang diangkat oleh Usman.

Muawiayah ini mulai memerintah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kekhalifahan yang digariskan Nabi Muhammad SAW dan islam. Ia merobah kehalifahan menjadi kerajaan meskipun namanya tetap califa. Yang khalifahnya adalah keturunannya, tidak beda dengan kerajaan-kerajaan lain. Dari sekian banyak Khalifa dinastih Umayah yang kembali menjalankan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam itu hánya satu orang yaitu Umar bin Abdul Aziz. Cicit Umar bin Khatab ini memerintah hanya sekitar 2 tahun 5 bulan Namun hasilnya luar biasa, ia berhasil mengentaskan kemiskinan di seluruh kerajaannya. Tidak ada lagi orang miskin, sehingga membayar zakat jadi susah mencari orang yang berhak menerima. Mungkin Umar bin Abdul Aziz inilah model kepala negara pemerintahan yang berlandaskan Islam disamping Abubakar shiddiq dan Umar bin Chatab,

Nah, adakah orang Indonesia atau manusia lain yang sanggup berbuat seperti Abubakar Shiddiq, Umar bin Khatab dan Umar bin Adul Aziz? Yang memerintah dengan tujuan yang suci Lillahi Taala hanya mengharapkan ridho Allah, tanpa berkeinginan sedikitpun untuk keuntungan pribadi dan keturunannya? Yang mereka pikirkan hanya bagaimana melindungi dan mensejahterakan rakyat? Adakah manusia Indonesia yang sanggup menjadi president dengan hidup Sangat bersahaja tanpa kemegahan dan menetapkan gajinya hanya 2 dirham seharí atau 60 dirham sebulan? Tanpa memberi fasilitas dan kemudahan acepada anak dan saudara-saudaranya?

Inilah yang diragukan, tersedianya manusia Indonesia yang sanggup berbuat seperti model ideal itu. Apakah mungkin mereka-mereka yang merasa kelompok mereka saja yang benar dan mengkafirkan orang lain yang tidak sealiran dengan mereka akan bisa menjalankan pemerintahan seperti tiga Khalifa yang disebutkan diatas? Apakah mereka yang katanya bertujuan perjuangan suci menegakkan Islam dengan mengorbankan nyawa orang lain akan berlaku adil kalau seandainya mereka yang nanti mengendalikan pemerintahan? Apakah kita yakin mereka yang menghalalkan membunuh manusia di tempat Ibadan seperti mesjid yang suci dimata orang Islam akan menegakkan pemerintahan Islam?

Sudah banyak negara-negara bereksprimen dengan negara Islam, contohnya saja Pakistan yang mula berdiri adalah Republik Islam. Namur kita sendiri bisa melihat hasilnya. Banyak negara-negara Arab awalnya bertekat memerintah berdasarkan Islam, Namur setelah mereka memegang tampuk kekuasaan rupanya tidak mampu menjalan kan seperti yang dicontohkan islam. Hasilnya jangankan mensejahterakan rakyat malah yang memerintah berobah menjadi tirani-tirani yang menghisap rakyat. Demikian juga partai-partai di Indonesia banyak yang mencoba berlandaskan Islam, tapi kita lihat sendiri apakah pemimpin-pemimpin mereka sanggup menjalani kehidupan ideal seperti yang diinginkan Islam? Akhirnya prinsip-prinsip Islam hanya sebagai retórica untuk menuju puncak kekuasaan, setelah kekuasaan ditangan mereka terlena menikati manisnya kekuasaan. Sayang, biasanya tokoh-tokoh yang katanya memperjuangkan Islam itu sering hanya mengeksploitir generasi muda Islam yang masih Lugu untuk mencapai keinginan mereka yang tidak benar-benar tulus. Maka oleh karena itu generasi muda Islam berhati-hati, dengan mereka-mereka yang berkedok Islam ini untuk tidak terpengaruh oleh retorika mereka yang palsu yang ujung-ujungnya hanya menghancurkan kehidupan dan masa depan yang sedang dibangun