UJI NYALI NYETIR MEDAKI KELOK 44


Sebetulnya saya ingin untuk menginap satu malam di Maninjau. Saya berkeinginan membawa anak-anak saya berjalan-jalan  di pinggir danau. Namun setelah berembuk, anggota rombongan lain termasuk istri saya  tidak setuju menginap di Maninjau. Mereka menginginkan perjalanan dilanjutkan ke Bukit Tinggi. Mau tak mau saya harus mengalah. Inilah susahnya kalau menerapkan demokrasi.

Begitulah, sekitar pukul 16.00 Wib saya sudah memasuki belokan untuk mendaki Kelok Ampek Puluah Ampek yang terkenal itu. Ini adalah pengalaman pertama mendaki kelok yang berjumlah 44 itu dengan mengemudi sendiri.  Bagi saya ini cukup menantang dan mendebarkan. Dan sebenarnya inilah tujuan dan keinginan saya untuk mencoba kemampuan saya mengemudi melewati kelok ampek puluah ampek yang  menantang ini.
Kelok Ampek puluah Ampek, saya punya kenangan tersediri dengan jalan berliku menuruni bukit atau mendaki gunung ini,  yang begitu membekas dalam memori saya.
Bermula ketika masa remaja waktu kelas 2 SMA dengan tiga orang teman, kami ingin berpetualang mengelilingi Sumatra barat. Dari Bukittinggi kami naik bus Harmonis menuju Maninjau. Sampai di Embun pagi, sebelum menuruni Kelok Ampek puluah Ampek kami turun dari bus. Kami akan menyusururi Kelok Ampek Puluah Ampek dengan berjalan kaki.

Kami begitu terpesona dengan pemandangan alamnya, yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Demikinan juga Kelok Ampek Puluah Ampek ini. Mulailah kami menuruni Kelok an menurun yang berjumlah 44 itu. Betapa gembira dan semangatnya kami ketika itu. Kadang-kadang kami meluncur ke bawah memotong kelokan. Oh indahnya.  Monyet-monyet  yang ada disana juga ikut bergembira melihat kami menyusuri daerah mereka dengan semangat dan bahagia.
Penglaman ini sangat membekas di hati saya. Ketika itu saya beranggapan  tak ada jalan  berbelok sebanyak dan seindah Kelok ampek Puluah Ampek itu di dunia ini. Sampai suatu ketika setelah menjadi guru saya dapat kesempatan ke Jepang, di sana dalam perjalanan ke Niko, di kaki gunung Fujiyama, rupanya ada jalan seperti kelok apek puluah ampek itu. Malah saya menghitung kelokannya 48. Namun  yang di Jepang ini pemandangannya tidak seindah Kelok Ampek puluah ampek Danau Maninjau.  Yang di jepang itu pemandangannya hanya pemandangan  hutan saja.
Karena begitu terkesannya saya dengan kelok puluah ampek  ini, maka ketika saya kuliah di IKIP Padang saya kembali menyusuri nya dengan speda motor bersama seorang teman.
Peristiwa lain dalam hidup saya yang berhubungan dengan Kelok ampek puluah ampek  ini berkenaan dengan seorang tetangga dan teman akrab saya. Ini terjadi ketika VCD baru mulai beredar secara luas. Waktu itu ada VCD lagu minang  Elly kasim yang judul lagunya Kelok ampek Puluah Ampek pula. Dalam video klipnya, mobil yang sedang menuruni kelok ampek puluah ampek. Entah bagai mana, teman itu senang betul video klip itu. Dan menimbulkan kerinduan yang amat sangat padanya untuk mendatangi jalan yang fantastis itu. Keinginan dan kerinduannya ini dikemukakannya kepada kami setiap hari, sehingga menimbulkan  belas kasihan kami padanya. Maka dengan mencharter sebuah mobil Carry saya dan 4 orang teman lainnya menyusuri kelok puluah ampek. Bukan perjalanan sebenarnya yang membekas pada saya. Tapi, mungkin karena ini permintaan terakhir, rupanya tak sampai beberap bulan kemudian, kawan ini meninggal karena sakit perut. Kami betul-betul tidak menyadari waktu itu, rupanya perjalanan teman ini adalah perjalanannya terkhir di kelok ampek puluah ampek  dan juga keinginan  terakhirnya sebelum ia kembali ke Haribaan NYA.
Sekarang saya bersama dengan anak istri saya dan seorang teman dengan keluarganya juga akan melewati lagi jalur yang meninggalkan kenangan ini. Saya belum pernah punya pengalaman menyetir mobil kondisi jalan seperti kelok ampek puluh ampek ini. Maka hati saya cemas-cemas juga. Namun dengan mengucapkan Bismillah  saya mulai masuk pada kelokan pertama. Rupanya hitungannya dimulai dari bawah.

Tikungan pertama dilewati dengan sukses, tikungan kedua dan ketiga. Namun makin lama makin mendebarkan dan mencemaskan. Lawan dari atas kadangkala tidak nampak. Seandainya bertabrakan dengan mobil yang datang dari atas, akibatnya sangat fatal. Sebetulnya kalau semua mengikuti aturan, tidak perlu ada yang dicemaskan.  Mobil yang dari atas harus berhenti memberi kesempatan kepada mobil yang dibawah mendaki kelokan yang terjal. Dan ini sangat dipatuhi oleh sopir-sopir bus dan truck. Yang mencemaskan adalah mobil –mobil pribadi yang sudah tidak lagi menghiraukan aturan. Sedangkan dikota saja kadangkala mereka berbelok tanpa menghidupkan lampu sign.
Rasa was-was ini cukup menguras energi, karena pada belokan yang menanjak kita harus super waspada. Disamping itu saya juga ragu, kalau dengan verseneling dua mungkin mobil tak kuat untuk mendaki belokan yang terjal, sehingga saya banyak menggunanak preseneling 1. Akibatnya suara mesin melenguh dengan dasyat. Sungguh perjalanan yang memicu adrenalin, sebab kalau terjadi kesipan sedikit saja, jurang yang menganga akan bersiap menelan. Sungguh mengerikan.
Pada kelokan 22 saya berhenti untuk istirahat, menenangkan pikiran yang tegang dan rasa cemas. Saya tidak tahu, apa kain rem atau kain kompling yang bermasalah pada mobil sehingga menimbul kan bau karet terbakar yang menyengat. Ketika saya keluar dari mobil  teman yang dibelakang berhenti juga. Mula-mula saya kira istri teman saya yang keluar dari mobil ketawa-ketawa bahagia menikmati pemandangan alam kelok ampek puluah ampek itu. Rupanya ia menangis kengerian dan menyesali kami yang membawa mereka menempuh jalan yang mengerikan seperti  itu . Ia bersumpah tidak akan mau lagi  melewati jalan itu
Kami beristirahat sejenak di sebuah warung di kelok 22 itu. Rileks sejenak untuk menenangkan pikiran dan memikirkan langkah selanjutnya. Keponakan saya menawarkan untuk menggantikan saya menyetir, namun saya menolaknya. Inilah kesempatan saya untuk mencoba nyetir sendiri di area yang menantang ini. Entah kapan lagi saya akan dapat menempuhnya kembali. Disamping itu saya orangnya pencemas. Saya akan merasa cemas lagi kalau saya hanya sebagai penumpang makanya lebih baik saya yang nyetir.
Tidak berlama-lama ngaso di warung itu, perjalanan  dilanjutkan. Kelok 23 dilewati, lanjutlagi kelok 24. Rasanya tidak lagi setegang menjelang kelok 22. Mungkin karena saya sudah mendapatkan tipnya, sehingga sedikit agak santai. Namun ketika sampai k epuncak, melewati  kelok  yang ke 44  yaitu di desa Embun pagi, persaan saya begitu plong. Lega rasanya seperti baru saja melewati ujian yang berat. Ya, berarti saya sudah lulus ujian mengemudi ditempat yang sulit.

Di Desa Embun pagi ini kami berhenti lagi, merayakan keberhasilan mendaki kelok 44. Kami berbaur dengan turis lokal lainnya menikmati pemandangan yang spektakuler danau maninjau yang nampak nun jauh di bawah.

MENYUSURI RUTE PARIAMAN, TIKU, LUBUK BASUNG DAN MANINJAU DI AKHBIR TAHUN 2012


Setelah cukup rasanya menikmati keindahan pantai Gondoriah Pariaman, sehabis zuhur kami mulai lagi perjalanan. Setelah bertanya kepada beberapa orang kami sampai ke jalan menuju Tiku.  Mulai lah perjalanan kami menyusuri jalan yang dahulunya ketika remaja saya menyusuri jalan ini berjalan kaki  dengan arah yang berlawanan dari Maninjau, Lubuk Basung, Tiku dan Pariaman.
Saya membawa mobil dengan santai saja tidak terburu-buru. Saya inginmenikati perjalanan yang sebenarnya napak tilas petualangan  saya ketika remaja kelas 1 SMA berjalan kaki keliling Sumbar. Pekerjaan gila-gilaan yang kalau dipikir-pikir sekarang ini tidak masuk akal. Tapi itulah romantika masa remaja yang penuh khayalan dan mencari jati diri.
Kami menyusuri jalan aspal yang cukup mulus. Kiri kanan sawah membuat pemandangan nampak semakin indah. Di beberapa tempat kami berhenti untuk mengambil foto-foto pemandangan alam yang memukau.

Tak berapa lama kami sampai di Tiku. Saya mencari di mana kira-kira pantai  tempat kami berkemah puluhan tahun yang lalu. Tanjung Mutiara saya, ingat betul tempat itu. Dpantai itulah kami berkemah, bersenang-senang stelah berjalan kaki selama 2 hari dari Maninjau  dan Lubuk Basung. Waktu itu kami berempat betul-betul menikamati pantai. Maklum di daerah kami tidak ada laut, yang ada hanya sungai Kampar kebanggaan kami.

Nampaknya pantai Tiku tidak banyak perubahan. Dari Tiku kami terus mengemudi dengan santai terus ke arah Lubuk Basung.
Lubuk basung ini benar-benar sudah berubah. Sekitar 5 tahun yang lalu saya pernah juga lewat di sini. Tapi keadaannya benar-benar beda. Menjelang memasuki kota jalan sudah dua jalur. Jalan dua jalur ini cukup panjang hingga sampai pula keluar kota. Parit di Pinggir jalan atau oleh orang setempat di sebut banda tidak ada lagi. Dulu ciri khas Lubuk Basung adalah Parit  yang lebar sekitar  dua meter itu yang mengalir sepanjang jalan dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk mencuci dan  beternak ikan.

Sekarang pemandangan itu tidak nampak lagi, Lubuk Basung sudah berubah menjadi kota kabupaten dengan perkantorannya yang megah dan nampak masih  baru. Saya juga tidak berhasil menemukan Rumah Lasuang yang pernah kami numpang tidur dalam petualangan  masa remaja  setelah berjalan kaki dari Maninjau. 
Perjalanan diteruskan, xenia yang saya kemudikan meluncur dengan tenang menuju Maninjau. Menyusuri jalan aspal yang mulus, melewati persawahan, bukit-bukit yang mengapit kiri kanan jalan.
Mendekati Maninjau, desa Muko-muko yang dahulunya ditandai dengan rumah makan yang menjorok ke danau,  sekarang tidak kelihatan lagi. Yang nampak adalah water boom yang penuh dengan pengunjung.


Danau Maninjau sudah di depan mata. Diantarai oleh bentangan sawah yang luas, danau maninjau nampak dengan warna yang agak  kebiruan. Di pinggir danau kelihatan kerambah-kerambah  milik penduduk yang memelihara ikan.


Mendekati pusat kota Maninjau, jalan aspal yang dilalui diapit oleh rumah-rumah penduduk kiri dan kanan. Jarak rumah dan jalan sangat dekat sekali. Sehingga kalau kenderaan roda empat berhenti, maka akan terjadi kemacetan, karena menghalangi mobil yang banyak lalu lalang di jalan. Dengan demikian kami memutuskan tidak dapat melihat-lihat penganan yang dijual dipinggir jalan. Padahal saya ingin melihat penganan khas Maninjau.
Akhirnya kami sampai di persimpangan, ke kiri kelok ampek puluah ampek, terus ke Sungai Batang kampungnya Buya Hamka, belok kanan ke tempat peristirahan Maninjau Indah. Kami belok kanan ke Maninjau Indah

Waktu saya kuliah di IKIP Padang dulu, saya pernah berlibur di Maninjau Indah ini. Saya masih terkesan  di sebuah kantin saya duduk-duduk menikmati secangkir kopi sambil ngantuk-ngantuk mendengarkan lagu Edy Fergrina dari kaset. Lagu yang membuat saya terlena, Memory of our dreams, Since You’ve been gone, what am I living for, dll.
Saya ingin duduk-duduk lagi di Kantin yang sama menikmati lagi setidaknya secangkir kopi pula. Sayang, rupanya Maninjau Indah tidak ada lagi, atau mungkin tidak buka hari itu, sedangkan plang namanya. Sayang, tidak bisa mengulangi nostalgia lama. 

BUKIT TINGGI SEBAGAI KOTA WISATA


Bagi penduduk provinsi Riau, Jambi, dan  provinsi Sumatra utara atau bahkan penduduk sumatra barat sendiri,  Bukit tinggi  merupakan pilihan yang favorite untuk berwisata. Kota yang identik dengan jam gadangnya ini memang cocok untuk tujuan wisata karena pemandangan alamnya yang indah. Ini sesuai dengan kondisi geaografisnya  yang terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Dengan  ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, kota ini memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Disamping itu, Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan dan sebagainya. Sementara terdapat lembah yang dikenal juga dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang didasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.
 Tidak bisa di pungkiri, setiap tahun, pada saat libur sekolah, dan hari-hari libur lain, kota ini diserbu oleh  ribuan turis lokal dan manca negara yang  ingin menikmati keindahan alam Sumatra barat yang  terkenal juga dengan adat istiadatnya yang terjaga.
Kalau berbicara kota Bukit tinggi, tentu tidak akan lengkap jika tidak  mengunjungi jam gadang yang merupakan titik sentral kota.  Nah disinilah persoalannya. Jam gadang yang begitu ramai dikunjungi karena merupakan landsmark kota, namun para pendatang yang menggunakan  kenderaan pribadi sering kecewa, karena tempat parkirnya yang sangat terbatas.  

Pernah, serombongan pengunjung dari Riau yang menggunakan bus akhirnya tidak jadi  dapat berkunjung ke jam Gadang, karena setelah berputar-putar beberapa lama tidak bisa menemukan tempat parkir. Padahal saat itu bukan  waktu liburan. Bisa dibayang kan bagaimana kalau pada hari libur.
Itu yang terjadi sehari menjelang  tahun baru 2013, kami dengan 2 kenderaan pribadi dari Pekanbaru ingin menikmati makan nasi kapau di pasar lereng tidak jauh dari jam Gadang. Syukur saya setelah berputar-putar akhirnya dapat satu tempat parkir. Tidak demikian dengan  teman lain, setelah lama berputar-putar, tidak dapat sedikitpun celah untuk parkir dan akhirnya terpaksa meneruskan perjalalanan menuju ke Padang dan dimimta menunggu di luar kota, Padang Luar.
Yang disesalkan sebenarnya bukan tidak dapat tempat parkir, namun sangat disayang kan dari dulu-dulu keadaan tempat tamasya di Jam gadang begitu-begitu saja, tidak ada pembenahan dari pemerintah Kota Bukittinggi untuk mencipatkan kenyamanan pengunjung. Seolah-olah pemerintah tidak  menyadari manfaat dari kedatangan turis lokal ini.
Dengan kedatangan turis yang sedemikian banyak dipastikan Pemerintah Kota Bukit tinggi menikmati keuntungan atau manfaat yang tidak sedikit. Hotel-hotel dan penginapan penuh, kerajinan-kerajinan setempat dan souvenir lainnya laku keras, belum lagi rumah-rumah makan; produk lokal yang menjadi andalan seperti gerupuk sanjai, kelamai dan lain-lainnya yang kedainya berjajar sepanjang  jalan utama, tentu yang mereka bidik sebagai pembeli adalah para turis lokal ini.(Kalau turis mancanegara nampaknya tidak lagi begitu ramai seperti dahulunya)
Saya yakin pemerintah kota Bukit tinggi menyadari sekian persen dari penduduknya menggantungkan hidup pada pariwisata ini. Oleh karena itulah selayaknya mereka menciptakan fasilitas yang  dapat mendatangkan kenyamanan pada pendatang.
Misalnya saja, di bawah sebelum Jam gadang disediakan lapangan parkir yang cukup luas sehingga para pendatang tidak perlu lagi membawa kenderaan pribadi ke taman dekat Jam gadang. Untuk itu, dari tempat parkir di bawah disediakan kenderaan mirip trem  seperti yang banyak ditemui untuk mengelilingi tempat wisata yang terdiri dari gerbong-gerbong yang ditarik. Nah dengan kenderaan itulah para pengunjung naik dan turun ke taman Jam gadang. Dengan demikian pusat pariwisata  itu menjadi sedikit lapang, sehingga mendatangkan kenyamanan bagi para pengunjung.  
Atau bisa saja pemerintah kota memikirkan cara lain bagaimana menata tempat wisata dan inikan sebenarnya tugas dinas pariwisata kota. Dengan demikian tidak terkesan pemerintah kota Bukit tinggi hanya ingin dapat keuntungan saja dari para turis lokal, namun juga memikirkan bagaimana turis lokal makin lama makin betah dan makin banyak  berkunjung ke Bukittinggi.

Meningkatkan kemampuan memahami reading text


MENINGKATKAN   KEMAMPUAN  DALAM  MEMAHAMI READING TEXT
MELALUI PENERAPAN GENRE BASED APPROACH
SISWA KELAS X DI SMA N 1 SIAK
Oleh: Leli Satini, S.Pd
SMA N 1 SIAK
                                                                 BAB 1
                                                        PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
                      Menurut pendapat Tampubolon (1993) menjelaskan pada hakekatnya membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf. Dan menerut pendapat Smith (Ginting,2005) bahwa membaca merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang tertulis.
                    Adapun beberapa hal pentingnya membaca yaitu dapat membuka wawasan baru, memberikan pencerahan baru pada pemikiran siswa. Mencerdaskan intelektual, spiritual, emosional dan kepercayaan diri yang berpadu dengan kerendahan hati. Membaca juga dapat membentuk   kemampuan siswa dalam berfikir lewat proses, menangkap gagasan / informasi, memahami, mengimajinasikan, menerapkan dan mengekspresikan.
            Adapun harapannya di dalam mempelajari reading text ini siswa harus mampu memahami berbagai makna (interpersonal, ideasional, tekstual dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog terutama yang berbentuk news item text.
            Sementara dalam proses belajar mengajar kemampuan siswa masih sangat rendah dalam memahami reading text tersebut.Hal ini di tandai dengan adanya sebagian siswa yang tidak mencapai nilai kkm pada saat ulangan harian atau mendapat program remedial.
                   Adapun penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam memahami reading text tersebut kemungkinan di antaranya kegiatan pembelajaran menonton atau kosa kata siswa yang terbatas atau kemungkinan kurangnya motivasi siswa atau bisa juga di sebabkan kurangnya strategy guru dalam pengajaran reading.
                 Sebagai seorang guru penulis merasa terpanggil untuk memecahkan masalah-masalah yang di hadapi dalam proses belajar – mengajar termasuk juga rendahnya kemampuan siswa dalam memahami reading text dan penulis merasa menemukan alternative pemecahannya yaitu melalui penerapan genre based approach namun peningkatan kemampuan siswa dalam memahami reading text belum teruji secara ilmiah oleh karena alas an inilah penulis membuat penelitian dengan judul MENINGKATKAN KEMAMPUAN DALAM MEMAHAMI READING TEXT MELALUI PENERAPAN GENRE BASED APPROACH SISWA KELAS X DI SMA N 1 SIAK.
B.     Identifikasi Masalah
Identifikasi dalam penelitian ini adalah:
1.      Kegiatan pembelajaran menonton
2.      Kosa kata siswa terbatas
3.      Kurang motivasi siswa
4.      Kurangnya strategy guru dalam pengajaran reading
C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas pembatasan penelitian ini hanya di batasi pada meningkatkan kemampuan siswa dalam reading text melalui penerapan genre based approach.
D.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah melalui penerapan genre based approach dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas x dalam memahami reading text.
E.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mendapatkan informasi seberapa jauh meningkat.
F.     Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan belajar siswa.

                                                  BAB II
                                       KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teoritik
B. Penelitian yang relevan
C. Kerangka berpikir
                                                 BAB 111
                           METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau pencapaian belajar siswa.Adapun metodologi penelitiannya adalah:
A.    Setting Penelitian
1.      Tempat
             Penelitian ini diadakan di SMA N 1 SIAK kelas x di ambil kelas ini karena penulis mengajar di kelas ini, di samping itu juga kemampuan siswa dalam memahami reading text sangat lemah sekali khususnya dalam genre news item.Oleh karena itu penulis ingin meneliti bagaimana kemampuan siswa dalam memahami reading text tersebut.
2.      Waktu
       Penelitian ini di perkirakan akan di lakukan pada pertengahan bulan januari 2013, yaitu pada ajaran tahun 2012-2013.
3.      Subject
       Adapun subject penelitian ini adalah siswa kelas x yang berjumlah 35 siswa, 15 laki-laki dan 20 perempuan.
B.     Prosedure Penelitian
           Penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus.
1.      Siklus Pertama
     Yaitu: Mencari materi, merancang RPP,memberikan pre-test boleh jika ada ataupun tidak ada. Memberikan tindakan atau perlakuan, kemudian mengadakan  pengujian.   
2.      Siklus Kedua
      Yaitu: Menganalisa hasil, refleksi dan memberikan tindakan.
3.      Siklus Ketiga
      Yaitu: Menganalisa hasil dan refleksi
C.    Instrumen Penelitian
            Instrumen penelitian ini berupa test tertulis, ini untuk menguji kemampuan  
D.    Analisis Data
            Keberhasilan penelitian ini di tentukan oleh meningkatnya hasil belajar siswa dan respon yang baik dari siswa oleh karena itu di gunakan test tertulis untuk mengukur hasil belajar siswa tersebut. Setiap siklus analisa data dilakukan dengan melihat peningkatan hasil dari siklus 1,2 dan 3, yang di jelaskan berupa angka dan deskripsi kemajuan.
    

KARDOBA

Kardoba, sayup-sayup dan sepi

Kudaku zanggi bulan purnama

Dan buah zaitun di kantung pelana

Walau-pun kukenal jaring jalanya

Rasakan tak sampai ke Kardoba

Itulah bait-bait puisi yang di tulis oleh Lorna Lorca. Saya tidak tahu pasti apa yang ada di dalam benak sang penyair ketika menulis puisi tersebut. Semula saya kira Lorca itu adalah seorang penyair muslim yang menangisi kejatuhan Kardoba dan lenyapnya islam dari bumi Spanyol. Namun akhirnya saya tahu, Lorna Lorca bukan seorang Muslim

Terlepas dari muslim atau tidaknya sang penyair, namun syair itu menggambarkan kegemasan dan kepedihan hati kita terhadap nasib warga muslim yang hancur dan lenyap dari Kardoba dan Spanyol pada umumnya setelah bercokol disana selama lebih kurang 800 tahun.

Dimulai dari kesah heroik Tarik bin Ziad yang akan dikenang oleh sejarah, dengan pasukannya yang tidak terlalu besar mendarat di Spanyol, kemudian membakar armada kapa-kapalnya, sehingga hanya memunculkan dua pilihan kepada pasukannya, menang atau mati, tidak ada jalan mundur. Kisah ini berlanjut dengan kemenangan gemilang dari generasi kegenerasi muslim di bumi Eropa. Kemajuan teknologi dan pengetahuan yang akhirnya mendatangkan kemakmuran yang berlimpah limpah.

Kemakmuran yang berlimpah-limpah inilah yang sebenarnya menjadi malapetaka. Para muslim tidak lagi hidup sebagai mana layaknya tuntutan islam. Pesta mabuk-mabukan, mengumbar nafsu syawat adalah kebiasan mulai dari raja-raja sampai kepada rakyat. Saling berebut kekuasaan, bunuh membunuh sesama muslim untuk melanggengkan kekuasaan, peperangan tujuannya tidak lagi mengembangkan islam tapi lebih banyak karena keserakahan dan mendapatkan perempuan-perempuan cantik untuk dijadikan hamba sahaya untuk pemuas nafsu. Pada akhirnya kerajaan islam di sana terpecah-pecah menjadi kerajaan kerajaan kecil yang lemah dengan kepentingan sendiri-sendiri. Dan seperti sudah diramalkan, bahwa umat islam tidak akan berjaya jika jalan hidupnya tidak lagi berpegang pada tuntutan Quran dan hadis. Begitulah nasib kaum muslimin di Spanyol, merka dilindas oleh kerajaan kristen katolik Ratu Isabela dan Ferdinan Aragon. Mereka hanya punya pilihan murtad pindah agama atau mati dipancung atau di tiang gantungan. Rata-rata mereka lebih sayang pada nyawa dan pindah agama.

Pada mulanya banyak dari mereka pindah agama menjadi kristen karena ketakutan tapi tetap secara sembunyi sembunyi menjalankan syariat islam, namun apa yang terjadi, yang ketahuan berpura-pura pindah agama ini hukumannya dibakar- hidup hidup setelah mereka melalui penyiksaan yang amat keji. Dari generasi kegenerasi, secara beransur namun pasti, islam menghilang dari bumi Spanyol. Kelalaian satu generasi menyebabkan kemusnahan yang sangat menghina

Kadoba, sayup-sayup dan sepi

PEMBANGUNAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN MAHASISWA PADA PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI

Oleh:
Asep Mahpudz**
ABSTRACT



** Dr. H. Asep Mahpudz, M.Si, Dosen Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Tadulako, Magister (S2) Ketahanan Nasional (Universitas Indonesia, 1996), Doktor Pendidikan (S3) Pendidikan Ilmu Sosial (Universitas Pendidikan Indonesia, 2002). Alamat kontak: Perum BTN UNTAD Blok A7 No. 12 Tondo Palu, HP.081342767624, email: surafudz66@yahoo.co.id, dan asepmahpudz@gmail.com
So far, the implementation of the learning courses of personality development (MPK) in Higher Education (PT) is more concentrated on the delivery of content with less effective cognitive. Consequently the expectation that learning MPK in PT as an effort to deliver the student to establish the human personality as Indonesia is still not optimal.
The study was conducted at the University of Tadulako. Research subjects are lecturers MPK (Citizenship Education, Religious Education and Indonesian) who met at the University of Tadulako in the period December 2010 - June 2011. Until the end of the study, has been interviewed as many as 22 lecturers. This study applied a descriptive qualitative research approach using the techniques of documentation and interview studies.
The findings of this study: First, the organization of educational material on the MPK is still directed at the systemic and systematic efforts to address social change and globalization. Second, the commitment MPK educators in developing learning pedagogical approach still requires strengthening. Third, the development of the learning organization perspective MPK in character and personality development of students requires the support of management college governance is good (good university governance).
The following policy recommendations: First, the organization of educational material as an important character education developed ethical values, like honesty, responsibility, caring, and fairness. Second, it takes a reorientation towards conditioning and character building strategies in teacher training and improving the competence of MPK at PT. Third, university must be committed to developing the character of learners (students) through policies that applied to implement the MPK in the perspective of learning and personality development of student character.
Keywords: learning, character development, personality development, student.
Pendahuluan
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas RI) Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah pengembangan kepribadian di Perguruan Tinggi, disebutkan pada Pasal 1 bahwa; “Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya”. Visi kelompok MPK di perguruan tinggi tersebut dikembangkan ke dalam misi kelompok MPK sebagaimana diatur dalam Pasal 2 yakni, membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
Dalam konteks pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa di Perguruan Tinggi agar dapat menjadi wahana strategis bagi peningkatan kompetensi mahasiswa dalam pembelajaran, maka setidaknya terdapat masalah pembelajaran yang penting untuk dikaji agar dapat dilakukan perbaikan di masa depan, diantaranya;
Pertama, dalam perspektif pengorganisasian materi pendidikan, materi perkuliahan pengembangan kepribadian (mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia) disusun belum berdasarkan asas kontinuitas, urutan dan integrasi. Kedua, lemahnya komitmen pendidik (dosen) MPK yang belum sepenuhnya mendasarkan pada standar yang disepakati oleh Ditjen Dikti untuk di Perguruan Tinggi secara kontinu, terutama kemampuan pengelolaan pembelajaran MPK di PT yang sesuai dengan rasio mahasiswa. Ketiga, penyelenggaraan pembelajaran MPK belum terpola dan didesain secara baik dan sistemik dalam format, model pembelajaran yang terbuka dan memberi peluang bagi peserta didik untuk dapat berinteraksi dengan dosen, berdiskusi secara intensif untuk pendalaman materi yang dikaji dan pengembangan potensi diri secara baik.
Selama ini penyelenggaraan pembelajaran MPK di PT lebih terkonsentrasi dalam penyampaian materi kognitif dengan waktu kurang efektif lagi. Akibatnya harapan bahwa pembelajaran MPK di PT sebagai upaya mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya masih belum optimal. Kenyataannya jumlah peserta yang secara penuh mengikuti kegiatan tidak konsisten, antusiasme peserta dalam pengembangan materi kurang terfokus, (perbandingan jumlah materi, bobot materi dan waktu pelaksanaan tidak relevan), sedangkan nilai akhir kuliah umumnya dalam kategori baik.
Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketiga masalah dimaksud yakni, (1) pengorganisasian materi pendidikan, pada MPK di PT (mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia), (2) komitmen pendidik (dosen) MPK, dan (3) pengembangan penyelenggaraan pembelajaran MPK dalam perspektif pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa.
Kajian Pustaka
1. Kurikulum dan Metode Pembelajaran Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di PT
Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006, pada pasal 4 yang terdiri atas 3 ayat, yaitu ayat (1) tentang Pendidikan Agama, ayat (2) tentang Pendidikan Kewarganegaraan, dan ayat (3) tentang Bahasa Indonesia. Substansi Pasal 4 ini sesuai dengan dan berdasarkan pada pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 37 ayat (2) menentukan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; dan bahasa.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006, Pendidikan Agama meliputi 9 pokok bahasan, yaitu: (a) Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Keimanan dan ketaqwaan dan Filsafat ketuhanan/teologi); (b) Manusia (Hakikat manusia, Martabat manusia, dan tanggung jawab manusia); (c) Hukum (Menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan dan Fungsi profetik agama dalam hukum); (d) Moral (Agama sebagai sumber moral dan Akhlak mulia dalam kehidupan); (e) Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni/Ipteks (Iman, ipteks dan amal sebagai kesatuan; Kewajiban menuntut dan mengamalkan ilmu; dan Tanggung jawab ilmuwan dan seniman); (f) Kerukunan antarumat beragama (Agama merupakan rahmat Tuhan bagi semua dan kebersamaan dalam pluralitas beragama); (g) Masyarakat (Masyarakat beradab dan sejahtera; Peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan sejahtera; serta Hak Asasi Manusia/HAM dan demokrasi); (h) Budaya (Budaya akademik serta Etos kerja, sikap terbuka, dan adil); serta (i) Politik (Kontribusi agama dalam kehidupan berpolitik serta Peranan agama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa).
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006, Pendidikan Kewarganegaraan meliputi 8 pokok bahasan, yaitu: (a) Filsafat Pancasila (Pancasila sebagai sistem filsafat dan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara); (b) Identitas Nasional (Karakteristik identitas nasional dan Proses berbangsa dan bernegara); (c) Politik dan Strategi (Sistem konstitusi serta Sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia); (d) Demokrasi Indonesia (Konsep dan prinsip demokrasi serta Demokrasi dan pendidikan demokrasi); (e) Hak Asasi Manusia dan Rule of Law (Hak Asasi Manusia/HAM dan Rule of Law); (f) Hak dan Kewajiban Warga Negara (Warga Negara Indonesia serta Hak dan kewajiban warga negara Indonesia); (g) Geopolitik Indonesia (Wilayah sebagai ruang hidup dan Otonomi daerah); serta (h) Geostrategi Indonesia (Konsep Asta Gatra serta Indonesia dan perdamaian dunia).
Matakuliah bahasa Indonesia sebagai MPK menekankan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional secara baik dan benar untuk menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai perwujudan kecintaan dan kebangsaan terhadap bahasa Indonesia. Substansi kajian hendaknya dipadukan ke dalam kegiatan penggunaan Bahasa Indonesia melalui keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan keterampilan menulis akademik secara fokus.
Substansi kajian matakuliah Bahasa Indonesia difokuskan pada menulis akademik. Secara umum, struktur kajian terdiri atas: (a) sejarah bahasa Indonesia; (b) bahasa negara; (c) bahasa persatuan, (d) bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (e) fungsi dan peran bahasa Indonesia dalam pembangunan bangsa. Menulis: (a) makalah, (b) rangkuman/ringkasan buku atau bab; dan (c) resensi buku. Membaca untuk menulis: (a) membaca tulisan/artikel ilmiah; (b) membaca tulisan populer, dan (c) mengakses informasi melalui internet. Berbicara untuk keperluan akademik: (a) presentasi; (b) berseminar; (dan (c) berpidato dalam situasi formal.
Mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai MPK meliputi 3 pokok bahasan, yaitu: (1) keterampilan menggunakan bahasa Indonesia, (2) kegiatan penggunaan bahasa Indonesia, dan (3) 1menulis akademik. Struktur kajian terdiri atas : (a) kedudukan bahasa Indonesia, (b) menulis, (c) membaca untuk menulis, dan (d) berbicara untuk keperluan akademik.
Pasal 5 Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006 menentukan bahwa proses pembelajaran kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di PT diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian, dengan menempatkan mahasiswa sebagai subyek pendidikan, mitra dalam proses pembelajaran, dan sebagai umat, anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara. Apabila hal ini dapat dilaksanakan, maka suasana yang terbangun akan memudahkan bagi dosen dalam mengembangkan materi dan mencapai tujuan pembelajaran.
Selanjutnya pada Pasal 5 ayat (2) Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006, menyebutkan bahwa pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses yang mendidik, yang di dalamnya terjadi pembahasan kritis, analitis, induktif, deduktif, dan reflektif melalui dialog kreatif partisipatori untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran substansi dasar kajian, berkarya nyata, dan untuk menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat. Hal ini berimplikasi pada bentuk aktivitas proses pembelajaran Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian yang perlu dikembangkan melalui kuliah tatap muka, ceramah, dialog (diskusi) interaktif, studi kasus, penugasan mandiri, tugas baca, dan seminar kecil.
2. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di PT sebagai Wahana Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan di Indonesia dan menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak warga bangsa Indonesia. Pada Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan Negara”. Amanah yang tertuang dalam undang undang ini mengindikasikan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga kelak akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal (sekolah dan perguruan tinggi). Tetapi sampai saat ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang. Jika dikaji secara mendalam, pada dasarnya pembentukan karakter dan kepribadian manusia itu dimulai dari fitrah yang diberikan Illahi, yang kemudian membentuk jati diri dan perilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah Illahi ini dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan perilaku.
Pendidikan merupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu. Melalui pendidikan, ditanamkan pengetahuan, mental dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. (Azyumardi Azra, 2006)
Dari sejumlah fakta positif dan potensi besar yang dimiliki bangsa Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi modal yang paling penting untuk memajukan bangsa dan meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Masalah-masalah politik, ekonomi dan sosial budaya dapat diselesaikan dengan SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi untuk menjadi Indonesia yang lebih maju diperlukan revitalisasi dan penguatan karakter SDM yang kuat. Salah satu aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah melalui pendidikan. Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM yang berkarakter merupakan kebutuhan yang amat vital. Ini dilakukan untuk mempersiapkan tantangan global dan persaingan antar bangsa di dunia.
Ary Ginanjar Agustian (2001) melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak paten tersendiri. Konsep pelatihan ESQ oleh Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang: (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial.
Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Ia menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah kecerdasan majemuk (multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002).
Dalam konteks di Indonesia kini, dengan mendasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003, Kementrian Pendidikan Nasional telah menetapkan acuan terkait dengan pendidikan karakter dengan mengelompokan konfigurasi karakter, yakni olahhati, olahpikir, olahraga, dan olahrasa-karsa. Olahhati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional, olahpikir bermuara pada pengelolaan intelektual, olahraga bermuara pada pengelolaan fisik, sedangkan olahrasa bermuara pada pengelolaan kreativitas. Hal ini berimplikasi pada proses pendidikan yang bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai, dan budaya peserta didik.
Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas, juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, pendidikan karakter secara singkat dapat dipahami sebagai upaya menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik sehingga menjadi faham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik tersebut dalam segenap kehidupannya secara konsisten.
Metode Penelitian
Studi ini dilakukan di lingkungan Universitas Tadulako, dengan lingkup kajian mencakup tentang; (1) pengorganisasian materi pendidikan pada MPK (mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia), (2) komitmen pendidik (dosen) MPK, dan (3) pengembangan penyelenggaraan pembelajaran MPK dalam perspektif pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa.
Subjek penelitian adalah para dosen MPK di Universitas Tadulako yang ditemui peneliti pada kegiatan lokakarya, seminar dan diskusi kelompok dosen di Universitas Tadulako dalam kurun waktu Desember 2010 – Juni 2011. Penetapan subjek penelitian dengan pusposive sampling. Jenis data adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan analisis dokumen. Sampai akhir penulisan ini telah diwawancara sebanyak 22 orang dosen, terdiri dari 10 orang dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 7 orang dosen bahasa Indonesia, dan 5 orang dosen Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini menerapkan pendekatan penelitian kualitatif secara deskriptif dengan menggunakan teknik studi dokumentasi dan wawancara. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan cara mengkategorikan dan mengklasifikasikan berdasarkan analisis secara logis, kemudian ditafsirkan dalam konteks keseluruhan permasalahan penelitian. Proses kerja penelitian dilakukan dengan menggunakan perspektif emik, dengan mengutamakan pandangan dan pendirian subjek penelitian terhadap situasi yang dihadapinya. Proses pemaknaan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada interpretasi bersama antara peneliti dengan subjek penelitian dengan tujuan mempertajam hasil penelitian. Keabsahan data kualitatif yang terkumpul, dilakukan dengan melihat derajat kepercayaan (credibility) melalui teknik triangulasi sumber dan metode, wawancara berulang, pengecekan teman sejawat, derajat keteralihan (transferability), derajat kebergantungan (dependability) dan derajat kepastian (confirmability).
Hasil dan Pembahasan
1. Pembelajaran MPK di PT dan Pengembangan Nilai Kepribadian
Berdasarkan ketentuan Undang-undang yang ada disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi: HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajuan bangsa, sebagai satu kesatuan yang sistemik, diselenggarakan dengan sistem terbuka, multi makna dan dipandang sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat[1]. Dengan memperhatikan hal ini, maka selayaknya penyelenggaraan pendidikan saat ini dan ke depan adalah memberi keteladanan, membangun kemauan, mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran[2].
Hal ini penting dilakukan karena karakteristik masyarakat di masa depan akan sangat berbeda dengan masyarakat saat ini. Setidaknya kondisi masyarakat di masa depan dicirikan dengan religiusitas, kepastian hukum, penghargaan pada hak asasi, dan kontak budaya yang tidak dibatasi negara. Implikasi dari hal demikian bagi penyelenggaraan pendidikan adalah perhatian terhadap perubahan tuntutan tersebut terutama dalam pencapaian kompetensi lulusan pada institusi penyelenggara pendidikan.
Apabila kita mengkaji substansi mata kuliah ini, dapat dikemukakan bahwa adanya mata kuliah pengembangan kepribadian, seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia memiliki visi dan misi yang diarahkan untuk menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya[3].
Tabel 1: Aspek dan Arah Penyelenggaran Pendidikan di PT
Aspek
Arah Penyelenggaraan
Output
menghasilkan lulusan yang memenuhi tuntutan kompetensi kehidupan masyarakat dalam dinamika global[4]
Proses
penyelenggaraan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, mengungkap potensi mahasiswa (kepribadian, keilmuan, keterampilan sosial)[5]
Metode
membangun hubungan antara pendidik dan peserta yang harmonis yang mendasarkan pada hubungan saling membutuhkan[6].
Sumber: diolah dari beberapa pandangan subjek penelitian (hasil wawancara)
Misi kelompok MPK adalah membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab. Dengan demikian diharapkan kompetensi yang dimiliki mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di PT adalah mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berfikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
Visi dan misi penyelenggaraan pendidikan di PT yang menekankan pada pengembangan kepribadian mahasiswa ini, perlu didukung oleh adanya kesepahaman dosen dan pimpinan PT dalam mengembangkan kondisi perguruan tinggi yang nyaman, aman dan dinamis, terutama dalam mengembangkan nilai-nilai religiusitas, moral, estetika, etika, dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mengantarkan mahasiswa mengembangkan kemampuan diri, pemahaman dan penguasaan tentang hakekat kemanusiaan sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan mahluk Tuhan[7].
Berkaitan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di PT, telah disepakati bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa dan pemberdayaan warga negara, membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945[8]. Aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions)[9]. Dalam konteks dengan kompetensi nilai-nilai kehidupan, maka yang dikembangkan adalah kompetensi nilai harmoni yang mencakup; harmoni diri; harmoni sesama; serta harmoni alam. Sedangkan dalam konteks nilai kebangsaan, Pendidikan Kewarganegaraan dapat diorientasikan pada mengungkap nilai-nilai kebenaran kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, yakni keragaman budaya (Bhinneka Tunggal Ika), nilai dasar berbangsa (Pancasila), nilai dasar bernegara (landasan konstitusional) UUD 1945, dan keyakinan wujud negara kesatuan Indonesia[10]. Sedangkan matakuliah bahasa Indonesia mengarahkan mahasiswa untuk menumbuhkan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia, menerapkan penggunaan bahasa Indonesia, dan mengembangkan kemampuan menulis akademik[11]. Mata kuliah Pendidikan Agama diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran mahasiswa sebagai umat beragama dalam hubungannya dengan manusia lainnya[12].
Pada era globalisasi dewasa ini dan perubahan sosial yang tidak dapat diduga lagi, menimbulkan ketidakpastian dan menyebabkan bergesernya nilai yang dianut masyarakat. Kondisi seperti demikian, menjadi tantangan bagi pelaksanaan pembelajaran MPK di PT. Oleh karena itu, perolehan hasil pendidikan yang didapat peserta didik selayaknya berupa kemampuan yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam kehidupan sosialnya, semakin dibutuhkannya kemampuan beradaptasi pada kehidupan sosial dengan kemampuan yang dimiliki dalam ilmu pengetahuan dan kematangan afeksi secara keseluruhan. Kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terus berubah fluktuatif ini akan menjadi tuntutan dari proses pendidikan di jenjang pendidikan tinggi, terutama pelaksanaan pembelajaran MPK di PT[13].
Tabel 2: Pandangan terhadap Proses Pembelajaran MPK di PT
No
Pandangan Dosen terhadap MPK di PT
1
proses belajar mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya secara berkelanjutan
2
proses belajar mahasiswa untuk mempersiapkan diri dalam menjalani kehidupan dengan situasi dan kondisi yang berbeda beda
3
proses belajar mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi sosial
4
proses belajar mahasiswa untuk melakukan refleksi sebagai bagian bangsa yang hidup dalam realitas sebagai warga negara Indonesia yang memiliki tanggung jawab dan konsekuensinya
Sumber: diolah dari catatan proses diskusi di Lab PPKn dan di UPT MKU
Peranan Dosen MPK di PT dalam proses pendidikan, setidaknya merupakan sosok yang dapat tampil dalam kemampuan; (1) bersikap ilmiah dengan perhatian dan penguasaan proses pembelajaran, (2) membangkitkan kemauan menyelidiki dan menerapkan pendekatan ilmiah pada mahasiswa, dan (3) membentuk dan mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan bersikap kritis sehingga mampu mengambil sikap secara bertanggungjawab. Dengan mendasarkan pada pertimbangan dan pemikiran yang dikemukakan, maka dapat digambarkan keterkaitan antara pendidik dan peserta didik dalam mengembangkan proses pembelajaran sebagai berikut:


Text Box: Lingkungan belajar
Text Box: Proses pembelajaran
Gambar 1: Kaitan Faktor Pengaruh terhadap Kualitas Proses Pembelajaran
Dalam konteks pengembangan kepribadian mahasiswa di Perguruan Tinggi agar dapat menjadi wahana strategis bagi peningkatan kompetensi mahasiswa dalam pembelajaran, maka setidaknya perlu dilakukan beberapa alternatif perbaikan pembelajaran[14], diantaranya;
Pertama, Dalam perspektif pengorganisasian materi pendidikan, selayaknya materi perkuliahan pengembangan kepribadian (Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan bahasa Indonesia) disusun berdasarkan asas kontinuitas, urutan dan integrasi. Asas kontinuitas (continuity) diartikan sebagai adanya kesinambungan dari suatu materi ke materi selanjutnya sehingga peserta didik memiliki kesempatan luas untuk belajar dengan baik dan benar dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Asas urutan (sequence) dapat diartikan sebagai adanya keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, sehingga materi pendidikan tersebut terlihat keterhubungannya (dalam perspektif proses pembelajaran di PT). Sedangkan asas integrasi (integration) dapat diartikan sebagai adanya kaitan dan hubungan antara dan antar materi pendidikan satu dengan lainnya sebagai bagian keseluruhan materi pembelajaran MPK.
Kedua, dibutuhkan komitmen dari pendidik (dosen) MPK yang mendasarkan pada standar yang disepakati oleh Ditjen Dikti untuk di Perguruan Tinggi secara kontinu, terutama untuk kesinambungan jumlah dosen MPK di PT yang sesuai dengan rasio mahasiswa. Selain itu agar dapat berlangsung pertukaran informasi berkenaan dengan perkembangan model, pola, strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi mutakhir sesuai dinamika perubahan sosial.
Ketiga, penyelenggaraan pembelajaran MPK di PT sebaiknya dikembangkan dalam format, model pembelajaran yang terbuka dan memberi peluang bagi mahasiswa untuk dapat berinteraksi dengan dosen di PT masing-masing, berdiskusi secara intensif untuk pendalaman materi yang dikaji. Selama ini penyelenggaraan pembelajaran MPK di PT lebih terkonsentrasi dalam penyampaian materi kognitif dengan waktu kurang efektif lagi.
2. Pembangunan Karakter dan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa melalui Pembelajaran MPK di PT
Pandangan yang dikemukakan oleh Daniel Goleman (1999) bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ) dalam perspektif pedagogis memang layak dipercaya. Ia yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Ia mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berkenaan dengan aspek ini, potensi individu dalam aspek-aspek non akademis yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan individu di masa datang[15].
Berangkat dari pandangan ini, sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya, pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya[16].
Mahasiswa yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, dan bergaul. Mahasiswa yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak awal masuk kuliah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai semester akhir masa studi. Sebaliknya para mahasiswa yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh mahasiswa umumnya[17]. Dengan demikian, karakter yang diharapkan lahir dari dunia pendidikan tinggi adalah karakter yang jujur, mandiri, dan mampu menemukan jati diri[18].
Memulai penanaman nilai-nilai karakter dan kepribadian di kalangan mahasiswa dapat diawali dari penerimaan mahasiswa baru, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan dan pembelajaran di perkuliahan[19]. Tantangan saat ini dan ke depan adalah bagaimana kita mampu menempatkan perkuliahan MPK sebagai bagian pendidikan karakter merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam pembelajaran di perguruan tinggi dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pimpinan PT, dosen, dan suasana kondusif kampus[20].
Dalam pembelajaran MPK sebagai pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika, seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya, seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan, sebagai basis karakter yang baik. Perguruan Tinggi harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik (mahasiswa) berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan kampus sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antar manusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di kampus dan masyarakat[21]. Yang terpenting, semua komponen perguruan tinggi bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Langkah yang dapat dikembangkan dalam mengembangkan pembelajaran MPK sebagai pendidikan karakter di PT[22] antara lain sebagai berikut;
Pertama, memberikan bekal pendidikan karakter kepada seluruh dosen MPK sebagai bagian yang tak terpisahkan dari profesionalisme pendidik secara simultan dan berkelanjutan. Merosotnya nilai-nilai luhur di kalangan generasi muda, penanganannya tidak cukup hanya diserahkan kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama saja, tetapi secara kolektif harus melibatkan semua dosen. Semua dosen dari berbagai program studi perlu diajak secara khusus melalui pelatihan intensif dengan lebih menekankan pada penguasaan substansi materi dan pendekatan-pendekatan inovatif agar penanaman nilai-nilai dan karakter kepada mahasiswa tidak kaku, monoton, dogmatis, dan indoktrinatif.
Kedua, Selayaknya pembelajaran MPK sebagai pendidikan karakter menjadi salah satu kegiatan pengembangan diri di kampus. Penting dikembangkan pembelajaran dengan suasana yang menarik, dialogis, interaktif, dan terbuka, siswa diajak bertukar fikir, berdebat, dan mendemonstrasikan nilai-nilai kehidupan ke dalam kegiatan pengembangan diri.
Ketiga, mengembangkan situasi lingkungan yang kondusif yang memungkinkan MPK sebagai pendidikan karakter bisa berkembang dalam pembelajaran di kampus. MPK sebagai pendidikan karakter tidak hanya cukup diajarkan melalui mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia saja. Namun, harus melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan. Pelaksanaannya dapat dilakukan baik secara spontan, terprogram, maupun dengan keteladanan. Kegiatan pembiasaan secara spontan misalnya dilakukan dengan saling menyapa antar teman, antar dosen, maupun antara dosen dengan mahasiswa.
Nilai-nilai kepribadian yang layak dikembangkan di perguruan tinggi sebagai persiapan memasuki dunia kerja yang menjadi tuntutan antara lain; integritas, inisiatif, motivasi, kerja sama dalam tim, etika kepemimpinan, kemauan belajar, komitmen, mendengarkan, tangguh, fleksibel, komunikasi lisan, jujur, berargumen logis, dan lainnya[23]. Dengan dasar pemikiran ini, maka selayaknya untuk meningkatkan daya saing lulusan di masyarakat, diperlukan pengembangan kepribadian mahasiswa secara intensif dan berkelanjutan. Hal ini mengisyaratkan bahwa di PT penting dikembangkan proses pembelajaran yang memberikan kesempatan dan keterampilan kepada mahasiswa untuk belajar dan berkembang secara optimal, dan memberikan ruang yang cukup bagi pengembangan kepribadian, bakat, minat, dan pembinaan diri.
Dalam konteks demikian, pelaksanaan pembelajaran MPK (Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia) selayaknya dapat dipandang sebagai wahana untuk membangun karakter mahasiswa, dalam arti bukan sebatas mengajari nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang baik, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana melatih dan membiasakan karakter yang kuat, dan terpuji itu dalam kehidupan sehari-hari. Sebatas mengetahui dan atau mengenali sesuatu yang baik tidak cukup menjamin yang bersangkutan akan menjadikannya sebagai dasar berperilaku.
Faktor yang sangat berpengaruh untuk menginternalisasikan nilai-nilai kepribadian kepada para mahasiswa adalah dimulai dari dosen[24]. Dosen atau pendidik dapat menjadi teladan, contoh dalam kehidupan, misalnya datang tepat waktu, mengoreksi tugas[25]. Adanya fenomena mahasiswa menyontek selayaknya jangan dianggap biasa, ini masuk faktor kejujuran dan etika dalam kepribadian. Selayaknya arah kebijakan pengembangan mutu pembelajaran MPK di PT mendasarkan pada upaya mengembangkan karakter dan kepribadian mahasiswa juga. Program pengembangan seperti ini akan mendukung pencapaian kompetensi lulusan secara utuh dengan multi kecerdasan.
Dalam kaitan dengan pengembangan karakter dan kepribadian secara sistemik di PT, dalam pembinaan pembelajaran dan kemahasiswaan akan sangat dibutuhkan tahapan yang jelas dan terukur dengan program yang sistemik dan berkesinambungan[26].
Tahap pertama, adalah tahap antara semester 1 sampai semester 3, pembelajaran untuk pembentukan jati diri. Proses yang dikembangkan adalah dengan mengantarkan mahasiswa menemukan jati dirinya sebagai manusia yang memiliki beragam potensi, sekaligus memiliki beragam kelemahan. Potensi dan kelemahan yang dimiliki mahasiswa sebagai fitrah manusia ini patut dikelola, demi peningkatan kualitas serta mempersiapkan mereka untuk dapat menjadi bagian dari masyarakat intelektual yang ingin dibangun melalui perguruan tinggi. Pada tahapan ini, proses pembelajaran yang dikembangkan oleh dosen diharapkan terjadi perubahan mind-set mahasiswa baru, khususnya dalam bersikap di lingkungan kehidupan kampus. Pemetaan potensi dan kemampuan mahasiswa baru perlu dilakukan sejak penerimaan dan orientasi mahasiswa baru. Kepada mereka perlu diperkenalkan budaya kehidupan akademik dan budaya kampus yang merupakan komunitas ilmiah.
Tahap kedua adalah antara masa semester 4 sampai 6, tahap pembelajaran dan pembimbingan untuk pembentukan daya kreasi dan inovasi mahasiswa. Pada tahap ini proses pembelajaran dikembangkan untuk mempersiapkan, membangun suatu kondisi sehingga kreasi, kreatifitas dan daya inovasi mahasiswa dapat ditingkatkan dan mahasiswa berperan aktif dalam berbagai aktivitas belajar dan kegiatan kemahasiswaan.
Tahap ketiga adalah masa antara semester 7 sampai 8 adalah tahapan pembelajaran yang lebih diorientasikan pada pembentukan dan pematangan jiwa kewirausahaan, kepemimpinan dan manajemen mahasiswa, sehingga peningkatan karakter dan kepribadian mahasiswa lebih berfokus pada latihan kepemimpinan dan keterampilan komunikasi, berargumentasi secara ilmiah. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses pembinaan pembelajaran bagi mahasiswa di kampus.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut;
Pertama, pengorganisasian materi pendidikan pada MPK masih belum diarahkan pada upaya sistemik dan sistematis menyikapi adanya perubahan sosial dan globalisasi. Kedua, komitmen pendidik MPK dalam mengembangkan pembelajaran masih membutuhkan penguatan pendekatan pedagogis. Ketiga, pengembangan penyelenggaraan pembelajaran MPK dalam perspektif pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa membutuhkan dukungan manajemen tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance).
Rekomendasi kebijakan sebagai berikut; Pertama, pengorganisasian materi pendidikan pada MPK sebagai pendidikan karakter penting dikembangkan nilai-nilai etika, seperti kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan keadilan. Kedua, dibutuhkan reorientasi ke arah strategi pembiasaan dan pembinaan karakter pada pelatihan dan peningkatan kompetensi dosen MPK di PT. Ketiga, Perguruan tinggi harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik (mahasiswa) melalui kebijakan yang aplikatif untuk melaksanakan pembelajaran MPK dalam perspektif pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa.
Daftar Pustaka
Ary Ginanjar Agustian. 2001. ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam; Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga
Azyumardi Azra, 2006, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta: Buku Kompas
Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning for The 21st Century (terj. Dedi Ahimsa). Bandung : Nuansa
Daniel Goleman.1999. Working With Emotional Intelligence. (terj. Alex Tri Kancono Widodo), Jakarta : PT Gramedia.
Dokumen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tanggal 8 Juli 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara RI 2003 No. 78, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4301).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara RI 2005 No. 157, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4586).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tanggal 16 Mei 2005 tentang Standar nasional Pendidikan (Lembaran Negara RI 2005 No. 41, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4496).
Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi.
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, Desain Induk Penddidikan Karakter, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, 2010, Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, Jakarta.



[1] Sumber dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tanggal 8 Juli 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[2] Hasil wawancara dengan subjek PKn1, PKn2 dan PAg1 (tanggal 24 Januari 2011 di Auditorium Untad)
[3] Dokumen Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi
[4] Hasil wawancara dengan subjek PBI1, PBI3, PKn2, PKn3, PKn4, PKn5, PAg1, PAg2, PAg3 (tanggal 24 dan 26 Januari 2011 di Auditorium Untad)
[5] Hasil wawancara dengan subjek PBI1, PBI3, PKn2, PKn3, PKn4, PKn5, PAg1, PAg2, PAg3 (tanggal 24 dan 26 Januari 2011 di Auditorium Untad)
[6] Hasil wawancara dengan subjek PBI1, PBI3, PKn2, PKn3, PKn4, PKn5, PAg1, PAg2, PAg3 (tanggal 24 dan 26 Januari 2011 di Auditorium Untad)
[7] Hasil wawancara dengan subjek PAg1, PKn2, PKn5 (di UPT MKU Untad tanggal 8 Februari 2011)
[8] Hasil wawancara dengan subjek PKn1, PKn2, PKn5, PKn 8 (di Lab PPKn dan di Auditorium Untad, tanggal 2 Maret 2011, dan 18 juni 2011)
[9] Hasil wawancara dengan subjek PKn3, PKn6, PKn10 (di Auditorium Untad 18 Juni 2011)
[10] Hasil wawancara dengan subjek PKn1, PKn5, PKn6, PKn9 (di Auditorium Untad 18 Juni 2011)
[11] Hasil wawancara dengan subjek PBI1, PBI2, PBI3, PBI5, PBI6 (di FKIP Untad, 5 Mei 2011)
[12] Hasil wawancara dengan subjek PAg1, PAg2,PAg3 (di Ruang pertemuan Jurusan PIPS dan UPT MKU Untad, 19 dan 25 April 2011)
[13] Hasil wawancara dengan subjek PAg1 dan PKn3 (di Lab PPKn, dan UPT MKU Untad, tanggal 25 April 2011) dan diformulasikan oleh peneliti.
[14] Formulasi dari hasil diskusi dengan subjek Dosen Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama Islam, dan Pendidikan Kewarganegaraan (di UPT MKU dan di Auditorium Untad, tanggal 19, 25 April dan 18 Juni 2011)
[15] Hasil wawancara dengan PAg1, dan PBI4 (di UPT MKU dan FKIP Untad, tanggal 17 Juni 2011)
[16] Hasil wawancara dengan PAg1, dan PBI4 (di UPT MKU dan FKIP Untad, tanggal 17 Juni 2011)
[17] Hasil wawancara dengan PAg1 dan PBI4 (di UPT MKU dan FKIP Untad, tanggal 17 Juni 2011)
[18] Hasil wawancara dengan PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[19] Hasil wawancara dengan PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[20] Hasil wawancara dengan PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[21] Hasil wawancara dengan PAg1, PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[22] Formulasi dari hasil diskusi dengan subjek Dosen Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama Islam, dan Pendidikan Kewarganegaraan (di UPT MKU dan di Auditorium Untad, tanggal 19, 25 April dan 18 Juni 2011)
[23] Formulasi dari hasil diskusi dengan subjek Dosen Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama Islam, dan Pendidikan Kewarganegaraan (di UPT MKU dan di Auditorium Untad, tanggal 19, 25 April dan 18 Juni 2011)
[24] Hasil wawancara dengan PAg1, PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[25] Hasil wawancara dengan PAg1, PAg 3, PKn3, PBI1, PBI4 ( di FKIP Untad, tanggal 16 Mei 2011)
[26] Formulasi dari hasil diskusi dengan subjek Dosen Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama Islam, dan Pendidikan Kewarganegaraan (di UPT MKU dan di Auditorium Untad, tanggal 19, 25 April dan 18 Juni 2011)