Oleh:
Duwi Tri Lestari, S.Si, M.Pd
ABSTRAK
Jumlah guru yang
banyak tidak memungkinkan para guru dapat mengikuti kegiatan keprofesionalan yang
dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengatasi
permasalahan tersebut, salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu wadah
profesi untuk guru yaitu MGMP. Hasil wawancara dengan 72 orang guru IPA SMP
Kota Pekanbaru, diperoleh data bahwa kegiatan MGMP memberikan pengaruh terhadap
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional mereka. Agar hasil yang didapat
lebih maksimal, hendaknya instansi pemerintah yang terkait dengan pendidikan
seperti LPMP dan dinas pendidikan perlu terus meningkatkan koordinasi mendorong
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan kompetensi guru melalui
pembuatan kebijakan yang memudahkan penyelenggaraan MGMP dengan menyediakan
fasilitas-fasilitas pendukung guru dalam melaksanakan pengembangan
keprofesionalannya seperti menyediakan sarana prasarana, bantuan dana, tenaga
instruktur serta melakukan evaluasi secara berkala.
Kata Kunci: MGMP, Kompetensi Pedagogik,
Kompetensi Profesional
A.
Pendahuluan
Seorang guru yang
profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dalam layanan dan produknya.
Layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan
pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasarkan potensi dan
kecakapan yang dimiliki masing-masing individu. Individu-individu tersebut
diharapkan mampu bersaing dalam dunia akademisi dan dunia kerja yang tidak lain
berfokus pada mutu setelah lulus dari sekolah.
Seorang guru yang
profesional juga ditandai dengan adanya sertifikat pendidik yang didapat
melalui program sertifikasi guru. Seorang
guru dapat mengikuti sertifikasi dengan dua jalur, yaitu jalur portofolio dan
jalur Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Bagi guru yang akan mengikuti
PLPG terlebih dahulu mereka mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA.) Pelaksanaan
UKA ini dimulai dari Tahun 2012 hingga 2014. Materi yang diujikan adalah materi
yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan profesional, karena kedua
kompetensi inilah yang secara langsung bersentuhan dengan mutu pendidikan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Scales (2011) dalam bukunya “Continuing Professional Development in the Lifelong Learning Sector”, bahwa ada dua bagian penting yang berkaitan
dengan professional guru dan guru harus secara berkesinambungan meningkatkan
kemampuannya yaitu terkait kemampuannya dalam mengajarkan bidang studi yang
diampu (kompetensi professional) dan kemampuannya mengelola pembelajaran di
kelas (kompetensi pedagogik).
Melalui pemberian dana
sertifikasi ini, pemerintah memiliki harapan yang tinggi terhadap guru dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan dana sertifikasi
diharapkan guru menyisihkan sebagian dananya untuk meningkatkan kompetensi
mereka, seperti mengikuti kegiatan
pelatihan, seminar, workshop atau pemagangan baik yang diselenggarakan oleh
lembaga pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga non pemerintah. Namun
nyatanya upaya ini tidaklah berhasil, para guru tetap mengharapkan mengikuti
pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah.
Jumlah
guru yang banyak tidak memungkinkan para guru ini bisa mengikuti kegiatan
keprofesionalan seperti di atas karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan
tersebut, salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu wadah profesi untuk
guru yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Menurut Pedoman
Penyelenggaraan MGMP (1995), MGMP merupakan forum/wadah kegiatan profesional
guru mata pelajaran sejenis di sanggar yang terdiri dari dua unsur yaitu
Musyawarah dan Guru Mata Pelajaran. Musyawarah mencerminkan kegiatan dari,
oleh, dan untuk guru, sedangkan Guru Mata Pelajaran adalah guru SMP dan SMA
Negeri maupun Swasta yang mengasuh dan bertanggung jawab mengelola mata
pelajaran yang ditetapkan di dalam kurikulum.
Melalui wadah MGMP ini diharapkan guru dapat tetap mempertahankan
kualitas profesionalismenya sesuai tuntutan zaman dan kebutuhan sekolah.
A.
Konsep
MGMP
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah dan pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Salah satu tujuan disusunnya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen juga untuk member kesempatan kepada guru untuk mengembangkan
keprofesionalannya secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat agar
mutu pelayanan dan hasil pendidikan meningkat sesuai dengan harapan.
Dian Mulyawati dalam Makalah Workshop TOT MGMP (2005)
mengemukakan bahwa MGMP adalah salah satu bentuk bentuk penataran yang
diselenggarakan oleh guru dan pesertanya juga guru-guru tersebut, yang memiliki
manfaat sebagai berikut: a) MGMP merupakan wadah yang efektif untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru di kelas, b) satu MGMP terdiri
dari sejumlah guru yang memiliki gaya mengajar yang berbeda dan memiliki siswa
dengan karakteristik berbeda pula, sehingga mereka dapat berbagi pengalaman dan
mencari solusi permasalahan yang dihadapi di kelas, c) memfasilitasi kebutuhan
yang diperlukan guru, karena program MGMP ini dirancang sesuai dengan kebutuhan
guru mata pelajaran.
B.
Kompetensi
Pedagogik dan Profesional Guru
Kompetensi
pedagogik yaitu kemampuan guru dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:
1.
Pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan
2.
Pemahaman terhadap
peserta didik
3.
Pengembangan
kurikulum/silabus
4.
Perancangan
pembelajaran
5.
Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6.
Evaluasi hasil belajar
7.
Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki
Kompetensi professional yaitu kemampuan guru dalam
menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
1.
Konsep,
struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang koheren dengan materi ajar
2.
Materi
ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
3.
Hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait
4.
Penerapan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
5.
Kompetisi
secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional
C.
Temuan
dan Pembahasan
Hasil wawancara terhadap 72 orang guru
IPA SMP Negeri se-Kota Pekanbaru menggambarkan bahwa kegiatan MGMP memberikan pengaruh yang positif terhadap
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru. Para guru menyebutkan
bahwa melalui kegiatan MGMP guru-guru dalam satu
mata pelajaran dapat mendiskusikan permasalahan-permasalahan serta alternatif
pemecahannya yang berkaitan dengan proses pembelajaran maupun dengan tugas
pokok guru, seperti merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasil
belajar siswa.
Agar kegiatan MGMP bermanfaat dan dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan para anggotanya, hendaknya para anggota
dilibatkan pada setiap tahapan kegiatan organisasi seperti tahap perencanaan
program, pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Namun hasil penelitian menunjukkan
bahwa para guru pada dasarnya hanya
dilibatkan dan terlibat secara optimal pada tahap pelaksanaan aktivitas MGMP
saja. Guru tidak banyak dilibatkan pada
tahap perencanaan seperti dalam penyusunan program maupun penetapan jadwal. Terlihat bahwa peranan pengurus lebih dominan
dan penyusunan program ini juga tidak dilakukan melalui analisis kebutuhan
guru. Begitu juga halnya pada tahap evaluasi, di mana guru hanya sebagai objek
evaluasi, yaitu orang yang dievaluasi.
Sementara kita tahu
bahwa pada suatu organisasi, anggota merupakan inti suatu organisasi. Pelibatan
penuh anggota memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk manfaat organisasi.
Mereka harus dilibatkan pada setiap proses untuk menyusun arah dan tujuan serta
peralatan yang dibutuhkan untuk mencapai mutu, sehingga setiap individu akan
terlibat dan memiliki tanggung jawab untuk mencari perbaikan yang terus menerus
terhadap proses yang berada pada lingkup tugasnya (Umiarso dan Gojali,
2010:153). Begitu pula halnya dengan MGMP yang merupakan organisasi non
struktur, bersifat mandiri, dan berasaskan kekeluargaan. Ketika guru diundang hanya untuk mengikuti
pelaksanan saja, maka mereka merasa hanya sebagai tamu undangan, tetapi jika
mereka dilibatkan pada setiap tahapan kegiatan MGMP seperti perencanaan dan
pengendalian, mereka akan ikut merasa memiliki. Hal ini tercermin dari prinsip
kerja MGMP yaitu dari guru, oleh guru, dan untuk guru (Zamroni, 2002).
Dari dua kompetensi yang ditanyakan, ternyata
kegiatan MGMP memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap peningkatan
kompetensi pedagogik guru dibandingkan dengan kompetensi professional guru. Hal ini terjadi dikarenakan materi-materi yang diberikan
dan dibahas dalam kegiatan MGMP lebih banyak materi-materi yang menunjang kompetensi pedagogik. Materi-materi yang
menunjang kompetensi pedagogik seperti
penyusunan silabus, pembuatan RPP, dan penyusunan LKS selalu diberikan
pada awal tahun ajaran baru, sedangkan pada waktu-waktu lain mereka lebih
sering mendiskusikan mengenai metode dan model pembelajaran yang cocok untuk
digunakan pada materi-materi tertentu. Pembahasan mengenai materi sangat jarang
dilakukan, kecuali jika ada acara lesson
study.
Penguasaan guru
dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswanya (kompetensi pedagogik) memanglah penting agar materi yang
disampaikan akan mudah dipahami dan diinternalisasi oleh siswa. Namun
penguasaan materi adalah hal yang paling penting, karena sepintar-pintarnya
guru menyampaikan materi pembelajaran, akan terjadi salah konsep jika guru
tersebut tidak menguasai materi yang diajarkannya secara mendetail.
Hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menambah porsi untuk materi-materi yang berkaitan dengan konten
dalam kegiatan MGMP. Materi-materi IPA untuk tingkat SMP banyak, namun tidak
mungkin dapat diberikan semua pada waktu satu tahun.
Masalah lain yang muncul adalah kurangnya
tenaga nara sumber dalam forum tersebut. Biasanya yang menjadi nara sumber
adalah para guru inti yang telah diberikan pelatihan, baik itu pelatihan yang
diberikan oleh dinas pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
maupun oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) IPA. Namun jika tidak ada nara sumber yang memadai, maka
mereka dapat mengundang nara sumber dari tempat lain seperti guru dari forum
lain, dosen dari perguruan tinggi maupun widyaiswara dari LPMP/PPPTK IPA.
D. Penutup
Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat jelas bahwa
MGMP memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kompetensi guru. Untuk itu Instansi
pemerintah yang terkait dengan pendidikan seperti Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP), Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan kabupaten/kota
perlu terus meningkatkan koordinasi mendorong kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada peningkatan kompetensi dan kinerja guru melalui pembuatan kebijakan yang
memudahkan terselenggaranya kegiatan MGMP. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung guru dalam melaksanakan
pengembangan keprofesionalannya seperti menyediakan infocus, memberikan bantuan
dana operasional kegiatan, menyediakan tenaga instruktur yang kompeten dan
melakukan evaluasi secara berkala.
Referensi:
Scales, P., Pickering, J., Senior, L.
(2011). Continuing Professional
Development in the Lifelong Learning Sector. England: Open University
Press.
Umiarso dan Gojali, I. (2010). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi
Pendidikan “Menjual” Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi
Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD
Zamroni. (2002). Konsepsi Revitalisasi MGMP dalam Konteks
School Reform dengan Pendekatan MBS/MPMBS. Makalah disajikan pada Workshop
dan TOT MKKS dan MGMP Program Pendidikan Menengah Umum di Jakarta Tahun 2002.
No comments:
Post a Comment