Ida Farida
1 Dosen Prodi Pendidikan
Kimia, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Liliasari
Dosen Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini dilandasi pemikiran
pentingnya pengembangan kompetensi pedagogi
mahasiswa calon guru pada area kemampuan representasi kimia, agar kelak menjadi guru yang
handal di lapangan. Kemampuan representasi merupakan aspek
penting agar dapat berhasil memecahkan masalah kimia. Pemahaman seseorang
terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya
mentransfer dan menghubungkan multiple representasi kimia, yaitu
makroskopik, submiskroskopik dan
simbolik dengan berbagai mode representasi atau disebut juga interkoneksi multiple
level representasi kimia (IMLR). Mahasiswa
calon guru harus mampu menghubungan ketiga level representasi
kimia secara internal dan dapat
menyajikannya kembali dalam
pembelajaran. Untuk itu, solusi
peningkatan kualitas calon guru kimia diupayakan dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung
pengembangan kemampuan IMLR, melalui model
perkuliahan menggunakan pembelajaran berbasis web. Adapun desain
pembelajaran dikembangkan dengan memanfaatkan fitur-fitur; lesson page, forum
diskusi, penugasan (assignment)
dan pengintegrasian animasi,
simulasi dan tools representasi Chemsense yang memfasilitasi pengembangan kemampuan representasi mahasiswa. Penelitian yang
menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain
one group pre test-postest ini melibatkan 31 orang
mahasiswa calon guru kimia di salah satu LPTK di
Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah implementasi pembelajaran berbasis web terjadi peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru secara
signifikan pada topik hidrolisis garam. Mahasiswa
memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran dan mengharapkan
pembelajaran serupa dilanjutkan untuk topik kimia yang lain. Hasil penelitian menyarankan perlunya dikembangkan
lebih luas desain belajar interkoneksi
multiple level representasi berbasis web untuk meningkatkan mutu program
pendidikan calon guru ataupun program peningkatan kompetensi professional guru
kimia di lapangan.
Kata kunci : Pembelajaran berbasis web, interkoneksi multiple level
representasi, mahasiswa calon guru kimia, hidrolisis
garam/
DEVELOPMENT OF INTERCONNECTION
OF MULTIPLE LEVELS OF REPRESENTATION COMPETENCE PRESERVICE CHEMISTRY TEACHERS
USING WEB-BASED LEARNING MANAGEMENT SYSTEM *)
Ida Farida
Program of Chemistry
Education, Sunan Gunung Djati Islamic
State University
Liliasari
Program of Science
Education, Graduate School of Indonesia University of Education
ABSTRACT
Based on consideration that the
effectiveness of teaching and learning in school depend on teachers’ pedagogy competence,
so the institution of higher education of teaching have a task to
improve quailty of their graduated
teachers.
Representational competence is an important aspect of successful problem
solving in chemistry. Students can
use representations to solve problems if they are able to make deep connections
between the three levels of chemical representation or also called the
interconnection of multiple levels of representation (IMLR) competence.
The
teacher or preservice chemistry teachers must achieve to internal connection of
three levels of representations, as well as re-representing of three levels of
representations in their teaching.
Effort to
improve the quality of preservice
chemistry teachers carried out by
development
of web-based learning
management system that
support the IMLR competence. Web-based learning with Moodle 2.0 was utilizing features; lesson page, discussion forums,
assignment and integration of animations, simulations and tool of Chemsense representation. The implementation of web-based learning using
quasi experiment method with one group
pretest-postest design. Involvement of 31 preservice
chemistry teachers at teacher
education program in Bandung. Results showed that after
implementation web-based learning, IMLR competence preservice chemistry teachers increase
significantly in topic of
hydrolysis of salt. Most of students gave positive
feedback and expected to continue web-based learning on other topics of
chemistry. It is suggested
to applied web-based learning design to enhance
IMLR competence preservice chemistry teachers more widely at teacher education
programs as well as to enhance professional
competence of inservice chemistry teachers.
Key words: Web-based learning, interconnection of multiple levels of
representation, preservice
chemistry teachers, hydrolysis of
salt
PENDAHULUAN
Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun bidang ilmu pengetahuan alam yang memfokuskan mempelajari materi dan energi ditinjau dari
segi sifat-sifat, reaksi, struktur, komposisi dan perubahan energi yang
menyertai reaksi. Karakteristik kimia diperlihatkan oleh tiga level representasi kimia (multiple level
representasi) yaitu makroskopik, sub mikroskopik dan simbolik
(Johnstone dalam Tasker & Dalton, 2006). Pemahaman seseorang
terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya
mentransfer dan menghubungkan antar representasi fenomena
makroskopik, dunia submiskroskopik dan
simbolik atau disebut juga interkoneksi multiple level representasi kimia (IMLR).
Realitas di lapangan, umumnya pembelajaran
kimia belum mengembangkan secara utuh ketiga level tersebut, sehingga menghambat kemampuan
pebelajar dalam memecahkan masalah. Umumnya guru dalam pembelajaran membatasi pada level representasi makroskopik dan simbolik,
sedangkan kaitannya dengan level submikroskopik diabaikan. Siswa diharapkan dapat mengintegrasikan
sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku tanpa pengarahan dari
guru. Selain itu, siswa juga
lebih banyak belajar memecahkan soal
matematis tanpa memaknai maksudnya. Keberhasilan siswa dalam memecahkan soal
matematis, cenderung menjadi ukuran bahwa siswa telah memahami konsep kimia. Terjadi kecenderung siswa menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik dalam bentuk deskripsi kata-kata, akibatnya mereka tidak mampu untuk membayangkan dan merepresentasikan
bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi. Masalah tersebut
diindikasikan akibat kurangnya kemampuan guru menggunakan dan menghubungkan
tiga level representasi dalam
pembelajaran (Sopandi & Murniati, 2002 ; Farida, 2008).
Hasil studi pendahuluan di salah satu LPTK di Bandung menunjukan sebagian besar
mahasiswa calon guru
kimia mengalami kesulitan dalam memberikan eksplanasi mengenai representasi
submikroskopik yang diberikan berdasarkan representasi makroskopik dan
simbolik. Mahasiswa calon guru kimia
cenderung memecahkan masalah hanya menggunakan
level transformasi makroskopik ke simbolik atau sebaliknya. Mereka belum
sepenuhnya memahami peranan model/gambar (representasi submikroskopik) untuk
menjelaskan fenomena yang terjadi pada level makroskopik dan
mentransformasikannya ke representasi simbolik. Diduga lemahnya
kemampuan representasi mahasiswa calon guru kimia, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung
memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi
proses pembelajaran yang mereka alami di sekolah menengah atas (Farida, et.al, 2010). Berdasarkan hasil studi tersebut,
dipandang sangat penting pengembangan kemampuan IMLR bagi
mahasiswa calon guru kimia , agar kelak mereka menjadi guru yang
handal di lapangan.
Selama ini sistem perkuliahan yang relevan dengan
pengembangan kompetensi pedagogi mahasiswa calon guru kimia, yaitu mata
kuliah Kapita Selekta Kimia Sekolah dipandang belum mampu memfasilitasi
mahasiswa untuk memiliki kemampuan IMLR. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain; 1)
Keluasan cakupan materi tak berimbang dengan waktu tatap muka yang tersedia; 2)
Terbatasnya pengeksplorasian tools
pembelajaran oleh mahasiswa, seperti animasi, simulasi dan software pendukung;
3) Kesulitan mahasiswa mengkomunikasikan permasalahan secara individual dan men’sharing’ pengetahuannya secara
kolaboratif serta ; 4) Adanya perbedaan kecepatan dan gaya belajar antar
mahasiswa (Farida,et.al,
2010).
Untuk itu, solusi
peningkatan kualitas calon guru kimia harus diupayakan
dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan kemampuan IMLR,
yaitu melalui pembelajaran berbasis web (e-learning). Perangkat lunak
yang sesuai untuk kebutuhan tersebut, adalah sistem manajemen belajar berbasis Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Moodle mengaplikasikan prinsip dan strategi pembelajaran berdasarkan pedagogi kontrustruktivisme sosial (social constructionist pedagogy). Web
berbasis Moodle memiliki
keunggulan dalam; 1) pengelolaan unit
bahan pembelajaran yang interaktif ; 2) pengaturan upload
konten secara periodik; 3) pengintegrasian multimedia yang dapat memfasilitasi
multiple level representasi; 4) pengaturan fitur-fitur manajemen belajar melalui menu-menu dinamis; 5) Pengaturan forum
komunikasi dan asesmen yang dapat memfasilitasi desain
belajar yang sesuai dengan kebutuhan
(Gudimetla & Mahalinga, 2006 ; Stocker, 2010).
Berdasarkan
uraian di atas, maka makalah ini difokuskan untuk membahas hasil penelitian yang
ditujukan untuk mengetahui: bagaimanakah efektivitas pembelajaran berbasis web pada Mata Kuliah Kapita
Selekta Kimia Sekolah yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru kimia di salah satu Lembaga
Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) di
Bandung. Pada makalah ini pembahasan dibatasi
pada topik Hidrolisis Garam
KAJIAN PUSTAKA
Pada
masa kini, terjadi pertumbuhan kesepakatan dalam penelitian pendidikan sains bahwa belajar sains
memerlukan praktik representasional dari materi subyek sains. Literasi sains dipahami
sebagai mengetahui bagaimana cara menginterpretasikan dan mengkonstruksikan
literasi sainsnya. Dari perspektif
ini, belajar konsep dan metode ilmiah
menuntut terjadinya pemahaman dan konseptualisasi yang menghubungkan konstruksi multiple representasi. Waldrip
(2006) menyatakan pengertian multiple representasi adalah praktik
merepresentasikan kembali (re-representing)
konsep yang sama melalui berbagai bentuk atau mode representasi. Dengan
menggunakan mode representasi yang berbeda dapat membuat konsep-konsep menjadi
lebih mudah dipahami dan menyenangkan (intelligible,
plausible dan fruitful) bagi pebelajar. Karenanya multiple representasi berfungsi
untuk memberikan dukungan dan
memfasilitasi terjadinya belajar bermakna
dan/atau belajar mendalam (deep
learning) serta meningkatkan motivasi belajar sains (Treagust, 2008). Kategori mode-mode
dalam multiple representasi untuk belajar konsep sains adalah analogi,
pemodelan, diagram dan multimedia.
Berdasarkan
karakteristik ilmu kimia, mode-mode representasi kimia diklasifikasikan dalam
bentuk level-level representasi, yaitu representasi makroskopik, representasi
submikroskopik dan representasi simbolik (Chandrasegaran, et.al, 2007). Representasi makroskopik yaitu representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat (visible) dan dipersepsi oleh panca
indra (sensory level) atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pebelajar.
Representasi submikroskopik yaitu
representasi kimia yang menjelaskan
mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekul)
terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Representasi submikroskopik sangat
terkait erat dengan model teoretik yang melandasinya,
agar pebelajar
dapat mengeksplanasi dinamika yang terjadi pada level partikel. Mode representasi
pada level ini dapat diekspresikan mulai dari yang sederhana hingga menggunakan
teknologi komputer, yaitu
menggunakan kata-kata, gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi,
baik diam maupun bergerak (animasi) atau simulasi. Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara
kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia,
diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan
perhitungan matematik (Treagust,et.al, 2003)
Walaupun
pengamatan fenomena kimia secara makroskopik merupakan basis kimia, eksplanasi
fenomena tersebut sebenarnya dilandasi representasi level submikroskopik dan
simbolik. Konsekuensinya, aspek penting
untuk menurunkan eksplanasi tergantung pada kemampuan pebelajar untuk memahami
peranan setiap level representasi dan kemampuan untuk mentransfer satu level ke
level lain. Perolehan pengetahuan
tanpa pemahaman yang jelas akan menyebabkan pebelajar mengalami kebingungan,
karena secara bersamaan mereka harus
berurusan dengan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
Ada dua
kategori pemahaman pebelajar berkaitan dengan kedalaman pemahaman dan kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan yaitu ; instrumental
understanding (knowing how) dan relational understanding (knowing why). Level pemahaman instrumental (instrumental understanding) mencerminkan
belajar hafalan (rote-learning), yaitu
pebelajar memiliki pengetahuan mengenai suatu konsep dan menggunakannya. Sebaliknya pemahaman relasional (relational understanding) mencerminkan belajar bermakna, yaitu
pebelajar mengetahui apa yang harus dilakukan dan mengapa mereka harus
melakukannya demikian (knows what to do
and why they are doing it) (Skemp dalam
Treagust,et.al, 2003).
Berkaitan
dengan kemampuan representasi, unit-unit level representasi (discrete representation) menunjukkan kemampuan pebelajar
mengembangkan level pemahaman instrumental (instrumental
understanding), sedangkan pada level
relasional (relational understanding)
skema pengetahuan pebelajar akan saling
berkaitan dan berinterkoneksi (interconnected chemical representations).
Skema konseptual itu digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Hubungan kemampuan representasi dengan
pemahaman relasional (dikutip dari Treagust, et.al 2003)
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara
kedua jenis pemahaman tersebut; para pebelajar dapat saja mengetahui fakta yang
sama dari suatu subjek, tetapi cara mengetahuinya masing-masing berbeda.
Perspektif epistemologis inilah yang
menjadi landasan pentingnya belajar
dengan menyajikan keterhubungan tiga level representasi
kimia - makroskopik, submikroskopik, dan simbolik sebagai bagian dari struktur
konseptual atau skema. Derajat menghubungkan ketiga level dapat menyediakan insight
untuk terbentuknya ontological knowledge
network pebelajar. Semakin besar level menghubungkan antara tiga
representasi kimia, pemahaman pebelajar semakin meningkat (Treagust,et.al.,
2003).
Dengan
demikian, interkoneksi multiple level representasi dapat mendukung pemahaman kimia secara lengkap, bila pebelajar mampu memformulasikan gambaran
mentalnya terhadap obyek atau proses pada level submikroskopik yang secara
fisik tidak dapat diobservasi. Kemudian mampu menghubungkan level
submikroskopik dengan fenomena makroskopik serta
mengekspresikannya ke dalam representasi simbolik atau sebaliknya. Oleh karena
itu, sangatlah penting pembelajaran kimia diarahkan untuk memberikan bimbingan
kepada pebelajar untuk menggunakan multiple level representasi, baik secara
verbal maupun visual. Seorang
guru atau calon guru tidak hanya dituntut untuk memahami hubungan ketiga level
representasi (internal representasi),
namun juga mereka dituntut untuk menyajikannya kembali ketiga representasi
tersebut dalam pembelajaran (eksternal
representasi). Jadi ada dua dimensi
representasi yang harus mereka kembangkan yaitu internal representasi dan
eksternal representasi.
Dalam konteks
pemecahan masalah, internal
representasi merupakan cara seseorang
yang memecahkan masalah menyimpan komponen-komponen internal dari masalah dalam pikirannya (model mental), sedangkan eksternal
representasi berkaitan dengan simbolisasi atau merepresentasikan
obyek atau dan/atau proses. Dalam hal
ini, representasi digunakan untuk memanggil kembali pikiran melalui deskripsi,
penggambaran atau imajinasi (Bodner dan Domin dalam Rosengrant, Van Heuleven,
& Etkina, 2006; Chittleborough & Treagust,2006)
Pengembangan
kemampuan interkoneksi multiple level representasi dapat optimal bila lingkungan belajar dapat memfasilitasi saling
keterhubungan (interkoneksi) secara
konseptual antara ketiga level representasi. Hasil penelitian
terdahulu, umumnya menyatakan
keunggulan dukungan tools multimedia
interaktif yang diintegrasikan dengan pembelajaran berbasis web melalui display
simultan dan instruksi yang dapat menyediakan
dukungan untuk pengembangan kemampuan
tesebut. Kozma & Rusell (2005) dan
Venkataraman (2009) secara terpisah menyatakan
visualisasi molekular berbasis computer,
animasi dan simulasi yang diintegrasikan
dalam pembelajaran dapat membantu pebelajar memahami konsep-konsep yang sulit
yang berhubungan dengan dinamika sistim kimia yang kompleks termasuk
molekul-molekul dan reaksi. Rancangan
animasi dan simulasi interaktif yang
tepat sesuai prinsip-prinsip belajar dapat efektif memperbaiki proses belajar mengajar maupun untuk belajar
mandiri. Pengintegrasian multimedia interaktif (simulasi dan animasi) dengan
pembelajaran berbasis web sebagai medium untuk proses belajar mengajar akan
lebih efektif karena menyediakan lebih banyak penugasan dan mengatasi perbedaan
gaya dan kecepatan belajar para pebelajar (Yeung, Schmid & Tasker, 2008).
Linn,
Davis & Bell, (2004) berdasarkan
studinya menyatakan, bahwa lingkungan
belajar berbasis web dapat meningkatkan pemahaman sains melalui pembuatan
material pendukung dan tools yang tersedia di kelas sains dan penyediaan
pengalaman untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Pengajaran dalam kelas on-line
memerlukan materi pembelajaran yang dikembangkan dalam bentuk format elektronik,
sehingga dapat didistribusikan dari satu komputer ke komputer lain. Hal ini
membuka kemungkinan untuk mengintegrasikan konten pembelajaran secara dinamik
yang mencakup animasi, simulasi, audio, video dan komponen interaktif lain yang
dengan mudah didukung oleh komputer (Snelson, 2005).
Namun
demikian efektifitas pembelajaran berbasis web berkaitan erat dengan model
pedagogi (strategi pembelajaran) yang melingkupi aktifitas pembelajaran melalui
teknologi. Tanpa keterampilan dan dukungan yang memadai, pebelajar seringkali
mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mendiskusikan pengaturan tugas, daripada untuk memahami fenomenanya. Selain
itu, kelemahan yang umum terjadi pada pembelajaran berbasis web atau on-line
learning, antara lain:
lingkungan belajar seringkali kurang terstuktur, sehingga
pembelajar mengalami masalah terlalu
banyaknya arus informasi (overload)
dan tugas-tugasnya sebagai pembelajar
menjadi tidak jelas (Gudimetla & Mahalinga, 2006).
Howard, et.al (2006) menyatakan: menempatkan
materi pelajaran secara online tidak secara otomatis akan terjadi proses
pembelajaran, apalagi pada proses tersebut terjadi kehilangan kontak langsung
manusia secara interaksi fisik (face-to-face). Mode pengajaran dengan pengantaran tunggal seperti
itu tidak memberikan pilihan cukup untuk meningkatkan kontak social dan relevansi
dengan konteks yang dibutuhkan untuk memfasilitasi
keberhasilan kinerja pembelajaran. Suatu
tantangan yang sangat besar untuk menciptakan bahan pembelajaran e-Learning yang baik dan mengembangkan
kultur dan keterampilan belajar yang relevan.
Oleh
karena itu, pembelajaran berbasis web disarankan menggunakan generasi
kedua e-learning yang mengkombinasikan
berbagai mode pengantaran (multiple delivery media) untuk mempromosikan
belajar dan perilaku aplikasi pebelajar (Singh,2003). Salah satu bentuk dari
program e-learning yang berkembang
pesat adalah Learning Management System berbasis Moodle.
LMS ini menggunakan pendekatan
pedagogi yang mengkombinasikan keefektifan dan pengalaman bersosialisasi kelas
dengan teknologi yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan belajar online yang dapat meningkatkan aktifitas
belajar. Moodle didesain untuk mendukung gaya belajar dan
pembelajaran berdasarkan prinsip konstruktivisme sosial menurut Vygostky. dan memiliki
karakteristik : 1) Perpindahan dari
pengajaran menjadi pembelajaran berpusat
pada siswa, sehingga siswa menjadi pembelajar aktif dan interaktif; 2) Pertukaran informasi antara pebelajar dengan pengajar
sesuai waktu yang ditentukan, baik secara synchronous
maupun asynchronous yang dilandasi
metodologi learning object.; 3) Mengintegrasikan
mekanisme asesmen formatif dan sumatif; 4) Dapat
menyertakan berbagai bentuk alat belajar , antara lain : real-time virtual/
collaboration software, perkuliahan berdasarkan tujuan mandiri
melalui web, sistem dukungan performans elektronik yang disertai lingkungan
tugas-kerja, sistem manajemen
pengetahuan melalui fitur-fitur manajemen dan menu-menu dinamis (Oliver &Trigwell, 2005).
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen dengan desain one group pre test-postest. Subyek penelitian adalah 31 orang mahasiswa pada salah satu LPTK di
Bandung. Sebelum dilakukan penelitian, draft model dan perangkat instrumen yang
digunakan telah diuji kelayakannya melalui judgement ahli.
Model
perkuliahan berbasis web dikembangkan menggunakan software Moodle 2.0 yang menggunakan format topik. Ada empat topik yang dikembangkan,
yaitu : 1) Kesetimbangan asam-basa ; 2)
Hidrolisis garam ; 3) Larutan penyangga dan 4) Kesetimbangan kelarutan. Setiap
topik memiliki pengaturan alur pembelajaran (learning path), agar mahasiswa dapat secara terstruktur dengan
tenggang waktu tertentu mengakses modul-modul belajar dalam setiap topik. Secara keseluruhan progress belajar setiap mahasiswa dapat ditelusuri dengan
memanfaatkan setting block completion
tracking sebagaimana disarankan Stocker (2010) dan Cooch (2010). Pada
setiap topik dilakukan uji kemampuan awal IMLR (pretes) dan uji kemampuan IMLR
setelah melakukan aktifitas belajar
(postes).
Adapun
modul yang dikembangkan pada web
berbasis Moodle 2.0 adalah :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrolisis garam merupakan topik kimia yang berkaitan
dengan penggunaan prinsip-prinsip
kesetimbangan kimia dalam menjelaskan sifat garam dalam pelarut air. Pengembangan kemampuan IMLR pada topik asam basa
tergantung pada pemahaman mahasiswa
terhadap konsep asam-basa Bronsted-Lowry, reaksi transfer proton, kekuatan
asam-basa dan pH larutan.
Pada tahap awal konsep-konsep
prasyarat tersebut dipelajari melalui modul lesson
activity. Pada modul yang bersifat
adaptif ini bertindak
sebagai trigering event (pemberian
wacana untuk pemicu) : pemberian wacana
untuk pemicu agar timbul keingin-tahuan mahasiswa dan mendefinisikan pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab mahasiswa. Pada modul lesson terdapat pengaturan pemilihan konten dan sekuens belajar berdasarkan urutan
tertentu dan display pembelajaran
digital (digital learning obyect) berupa animasi, simulasi dan powerpoint. Adanya fasilitas pengontrolan alur belajar (flow control) pada modul ini memungkinkan feedback secara langsung dan segera pada setiap usaha menjawab,
sehingga mahasiswa dapat mengases dan mereviu pengetahuannya sendiri (self assessment) dan mengulang kembali
hingga benar-benar memahami konten pembelajaran. Sebagian besar mahasiswa (70%) mengulang aktifitas ini hingga tiga kali. Dengan pengaktifan block
navigasi, mereka dapat mengeksplorasi aktifitas itu sesuai kebutuhannya, apakah mengulang dari awal ataukah pada sub bagian tertentu yang belum
mereka pahami. Berdasarkan hasil rekaman akses terhadap aktifitas ini,
rata-rata waktu yang dipergunakan mahasiswa adalah 1 jam 24 menit untuk 38
kartu pertanyaan/halaman.
Tahap berikutnya
mahasiswa diberi tugas untuk membuat animasi proses pelarutan beberapa garam
yang mengalami hidrolisis sebagian, hidrolisis total dan tidak terhidrolisis
dengan menggunakan software Chemsense.
Software Chemsense merupakan tools
animasi yang sederhana dan mudah digunakan untuk membuat animasi dalam format
file berekstensi gif dan mov (quicktime
mov). Mahasiswa mendapatkan
kemudahan untuk menggunakan tools ini, karena sudah tersedia model-model atom
dan sistem periodik. Animasi yang dibuat harus mengkoneksikan tiga level
representasi kimia, mulai dari proses pelarutan garam, terjadinya hidrasi,
proses transfer proton pada saat reaksi hidrolisis dan simbolisasi reaksi
dengan menggunakan persamaan reaksi. Modul penugasan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa (secara berkelompok –
perkelompok 2-3 orang) untuk menunjukan pengalaman belajarnya dan mengukur
kinerjanya berkaitan dengan kemampuan IMLR. Dari hasil
analisis tugas yang dikerjakan mahasiswa (15 kelompok). Hampir seluruh kelompok
dapat mendeskripsikan bagaimana terjadinya hidrasi kation dan anion dengan arah
orientasi molekul air terhadap kation dan anion dengan benar. Namun dari lima
macam garam yang diberikan, hampir semua kelompok tidak dapat membuat animasi
transfer proton pada reaksi hidrolisis garam AlCl3 dengan benar,
meskipun secara simbolik dapat menuliskannya.
Adanya forum
diskusi on-line untuk setiap topik ditujukan agar mahasiswa terlibat aktif
membangun makna dalam wacana kritis dan reflektif serta mengkonfirmasikan pemahamannya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan representasi. Pada forum diskusi ini dapat terungkap
berbagai kesalahan pemahaman mahasiswa, terutama yang berkaitan dengan cara
mengeksplanasi mengapa suatu garam dapat terhidrolisis ataukah tidak. Pada
forum diskusi ini juga, kesulitan yang berkaitan dengan tugas diperbaiki dengan
mendisplaykan animasi dan gambar-gambar yang relevan. Namun demikian hasil tracking forum
menunjukkan tidak semua mahasiswa aktif menanggapi atau mengemukakan
permasalahannya. Sebanyak 40 % mahasiswa terlihat hanya sebagai pengamat forum (viewing forum) tidak ikut berpartisipasi dalam diskusi (hanya
membaca, tidak mempost ataupun memberi komentar) .Bahkan ada seorang mahasiswa
tercatat sama sekali tak memasuki forum.
Aktifitas mahasiswa dalam forum ternyata sangat berpengaruh terhadap
perolehan nilai postes, mahasiswa yang tidak atau kurang aktif, kurang
meningkat kemampuan IMLRnya. Mahasiswa yang aktif cenderung dapat meningkatkan
kemampuan IMLRnya dengan lebih baik. Ini
menunjukkan bahwa kebergunaan forum diskusi sebagai ajang sharing konsisten
dengan pedagogi
kontrustruktivisme sosial (social
constructionist pedagogy) sebagaimana dinyatakan oleh Cooch (2010).
Modul kuis digunakan untuk mengukur kemampuan
IMLR mahasiswa. Bagi mahasiswa, kuis merupakan alat evaluasi diri (self
assesment) untuk menguji kemampuan awal (pretes) dan kinerja hasil belajar
mereka untuk meningkatkan kemampuan IMLR (postes). Pencapaian
nilai yang diperoleh pada setiap kuis dapat langsung diketahui mahasiswa. Kuis
tersebut dilaksanakan bukan untuk menentukan kelulusan mata kuliah, namun untuk mendapatkan feedback dari progress
kinerja belajar mahasiswa secara individual. Oleh karena itu, mahasiswa dapat mengakses kuis tanpa
pengawasan dosen (tidak seperti halnya pada ujian offline) pada tenggang waktu yang telah ditentukan. Untuk menyadarkan pentingnya mengerjakan kuis
secara mandiri, sebelumnya mereka telah diberikan pengarahan mengenai tujuan
kuis, sehingga tak ada gunanya bagi mereka ber’kolaborasi’ dengan rekannya
dalam mengerjakan kuis-kuis tersebut.
Berikut ini dideskripsikan hasil analisis data
mengenai pencapaian kemampuan IMLR mahasiswa sebelum dan sesudah aktifitas belajar
melalui web. Kuis hidrolisis garam terdiri dari delapan soal yang
mengukur delapan indikator. Di halaman web, kuis tipe ini dianggap sebagai
nomor soal tersendiri, sehingga perhitungan total untuk soal-soal tersebut
menjadi dua kali lipat, yaitu menjadi 16 butir soal. Adapun indikator-indikator
IMLR yang diukur pada topik hidrolisis garam, adalah sebagai berikut :
1)
Menjelaskan terjadinya hidrolisis anion dengan
memberikan alasan representasi submikroskopik yang tepat.
2)
Memprediksi kation logam yang terhidrolisis
berdasarkan representasi submikroskopik kation terhidrasi dengan didukung
data rasio muatan dan jari-jari kation.
3) Memprediksi reaksi transfer
proton yang lebih dominan berlangsung berdasarkan representasi submikroskopik dari
larutan garam yang terhidrolisis total.
4)
Menuliskan terjadinya reaksi hidrolisis dari kation terhidrasi berdasarkan
representasi submikroskopik.
5) Menjelaskan terjadinya reaksi
hidrolisis kation dengan memberikan representasi
submikroskopik yang tepat.
6) Membandingkan kekuatan
anion yang terhidrolisis
berdasarkan representasi submikroskopik
kesetimbangan larutan garam
7) Menjelaskan terjadinya
hidrolisis total dari suatu garam berdasarkan pertimbangan harga Ka
dan Kb dengan memberikan representasi
submikroskopik yang tepat.
8) Menentukan pH dan Kh dari larutan garam yang anionnya
mengalami hidrolisis berdasarkan representasi submikroskopik
Topik hidrolisis garam merupakan topik yang telah dipelajari oleh
mahasiswa sejak mereka di SMA dan kemudian di tahun pertama pada mata kuliah
kimia dasar. Mereka telah memiliki
konsepsi awal yang berpengaruh terhadap kemampuan representasinya. Namun
demikian, tantangan yang diberikan pada model pembelajaran berbasis web berbeda
dengan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hasil uji kemampuan IMLR awal
(pretes) reratanya rendah (25 %). Ini menunjukkan mereka belum dapat memecahkan
masalah yang diberikan dengan menghubungkan antara ketiga level representasi. Namun setelah mahasiswa melakukan aktifitas belajar web, dari hasil
analisis data untuk setiap kelompok prestasi secara keseluruhan terjadi
peningkatan kemampuan IMLR yang
ditunjukkan rerata gain sebesar 23 %
(lihat tabel 1). Kecenderungan peningkatan
kemampuan IMLR diuji lebih lanjut dengan
uji statistik inferensial, yaitu menggunakan uji t. Berdasarkan hasil uji t pada taraf signifikasi (α) = 0,05 diperoleh nilai t hitung
= 9,9157 lebih besar dari nilai t tabel, yaitu t 0,95(30) = 2,04227. Dengan demikian, secara signifikan dapat diambil
kesimpulan, bahwa terjadi peningkatan
kemampuan IMLR mahasiswa pada topik hidrolisis garam setelah melakukan
aktifitas belajar melalui web.
Berikut ini
disajikan data hasil pretes-postes untuk topik Hidrolisis garam :
Tabel 1. Rerata skor kemampuan IMLR setiap kelompok
prestasi
Kelompok
|
Rerata Skor (%) Kemampuan IMLR
|
||
Pretes
|
Postes
|
Gain
|
|
Tinggi
|
32
|
64
|
32
|
Sedang
|
21
|
43
|
22
|
Rendah
|
21
|
38
|
16
|
Rerata
|
25
|
48
|
23
|
Sdev
|
6
|
14
|
8
|
Visualisasi peningkatan kemampuan IMLR untuk seluruh indikator dengan grafik
adalah sebagai berikut :
Grafik. 1 . Peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa seluruh
indikator
Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan IMLR
untuk setiap indikator, berikut ini disajikan tabel data hasil pretes-postes
untuk kedelapan indikator yang dikembangkan pada topik Hidrolisis
garam.
Tabel 2. Rerata skor kemampuan IMLR untuk indikator
(1-4)
Kelompok
|
Rerata Skor Tiap Indikator (%)
|
|||||||||||
1
|
|
2
|
|
3
|
|
4
|
|
|||||
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
|
Tinggi
|
25
|
44
|
19
|
25
|
50
|
25
|
25
|
75
|
50
|
31
|
75
|
44
|
Sedang
|
17
|
40
|
23
|
40
|
40
|
0
|
20
|
17
|
-3
|
0
|
43
|
43
|
Rendah
|
6
|
25
|
19
|
25
|
44
|
19
|
19
|
13
|
-6
|
6
|
44
|
38
|
Tabel 3. Rerata skor kemampuan IMLR untuk indikator
(4-8)
Kelompok
|
Rerata Skor Tiap Indikator (%)
|
|||||||||||
5
|
|
6
|
|
7
|
|
8
|
|
|||||
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
Pre
|
Pos
|
Gain
|
|
Tinggi
|
31
|
50
|
19
|
19
|
19
|
0
|
19
|
81
|
62
|
31
|
38
|
7
|
Sedang
|
37
|
53
|
16
|
20
|
3
|
-17
|
3
|
57
|
54
|
10
|
27
|
17
|
Rendah
|
31
|
31
|
0
|
6
|
25
|
19
|
25
|
56
|
31
|
13
|
38
|
25
|
Berikut ini grafik visualisasi peningkatan kemampuan IMLR untuk setiap
indikator :
Grafik. 2 . Peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa pada
setiap indikator
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa indikator IMLR yang mengalami peningkatan
tinggi adalah pada indikator 3, 4 dan 7, sedangkan peningkatan yang terendah
pada indikator 6, yaitu : membandingkan kekuatan
anion yang terhidrolisis
berdasarkan representasi submikroskopik
kesetimbangan larutan garam.
Dari hasil penelusuran kuesioner,
mahasiswa menyatakan merasa senang dengan pembelajaran melalui web dan
menyarankan model perkuliahan dengan web diaplikasikan juga untuk topik kimia
yang lain atau pada perkuliahan lain.
Berikut ini, diringkaskan pendapat mahasiswa mengenai proses belajar
melalui web (nilai % = persentase mahasiswa yang menyatakan persetujuaanya
terhadap pernyataan tersebut) :
1)
Alur pembelajaran
berdasarkan batas waktu tertentu membuat mahasiswa ; lebih
terstruktur belajar (87%) dan lebih
bertanggung jawab untuk menyelesaikan
tugas-tugas (96%).
2)
Mahasiswa makin menyadari
potensi dan kemampuan untuk belajar
mandiri (89%). mengelola
waktu belajar (97%)
dan lebih
bebas menentukan waktu dan kecepatan belajar (79%).
3)
Proses pembelajaran
E-learning : memberikan tantangan
untuk belajar aktif (96%), meningkatkan
semangat mencari informasi yang
berkaitan dengan topik perkuliahan (98%), termotivasi
untuk meningkatkan kemampuan interkoneksi multiple level representasi (100%), meningkatkan
kolaborasi di antara mahasiswa (86%) dan
meningkatkan kualitas komunikasi antar dosen dan mahasiswa (93%).
4)
Simulasi-simulasi yang
digunakan membantu meningkatkan kemampuan IMLR (100%). Animasi-animasi membantu meningkatkan kemampuan IMLR (98%).
5)
Tugas-tugas yang
diberikan mendukung peningkatan kemampuanIMLR (92%)
6) Petunjuk
kegiatan web dan tugas-tugas mudah dipahami (86%)
7) Forum diskusi
bermanfaat menshare pengetahuan dan
memperbaiki kemampuan IMLR (76%)
8) Resume
materi bermanfaat membantu
peningkatan kemampuan IMLR (86%)
9) Kuiz
on-line bermanfaat mengukur kemampuan sendiri (97%)
10) Mahasiswa menyukai
perkuliahan melalui e-learning (92%) dan setuju
bila perkuliahan melalui e-learning dilakukan lagi untuk materi-materi kimia yang lain (68%)
Adapun
tanggapan mahasiswa mengenai kualitas tampilan web diringkaskan sebagai berikut
:
1)
Penamaan website mudah diingat (83%)
2)
Pengaksesan website mudah (95%)
3)
Penyajian teks dapat dibaca dan
mudah dipahami (64%)
4)
Penggunaan jenis dan ukuran huruf ;
proposional (93%)
5)
Warna teks dengan latar belakang
kontras : baik (99%)
6)
Kemudahan web menggunakan browser
Internet Explorer (68%)
7)
Kemudahan web menggunakan browser
Mozilla Firefox (99)
8)
Kemudahan web menggunakan browser
Google Chrome (72%)
9)
Kemudahan pengaksesan link (79)
10) Petunjuk
penggunaan aplikasi mudah dipahami (86%)
11) Keterbacaan
teks/tulisan pada web (79%)
12) Kualitas
tampilan gambar : Baik (88%)
13) Animasi yang
ditampilkan dapat diakses dengan baik (88%)
14) Simulasi mudah diakses (90%)
15) Kejelasan
outline perkuliahan (65%)
16) Kejelasan
petunjuk penggunaan aplikasi (97%)
17) Kejelasan umpan
balik/respon (75%)
18) Kemudahan
navigasi untuk akses setiap halaman web (86%)
19) Terdapat
bantuan yang dapat diakses setiap saat
(85%)
20) Program
menyajikan hasil/skor pencapaian hasil belajar dengan akurat : (85%)
Respon terbuka yang diberikan mahasiswa, sebagian besar menyatakan
seringkali mengalami hambatan teknis
dengan akses ke jaringan internet, karena mahasiswa tidak memiliki komputer
pribadi yang terhubung langsung ke internet. Mereka menggunakan warnet untuk
melaksanakan aktifitas belajar web. Hambatan
teknis dapat berupa aliran listrik yang mati ketika tengah mengerjakan kuis,
kecepatan akses internet yang menyebabkan tampilan animasi menjadi lambat atau
gambar yang terpotong-potong/tidak tampil penuh. Jadwal pelaksanaan
pembelajaran berbasis web ini juga dirasakan terlalu singkat untuk empat topik
dan bentrokan dengan persiapan ujian ahir semester/penyelesaian tugas-tugas
ahir pada perkuliahan yang lain. Dampak dari hambatan teknis itu, beberapa
mahasiswa merasa kekurangan waktu untuk mengakses modul dalam web, sehingga
menganggap hambatan inilah yang menyebabkan mereka kurang dapat maksimal
meningkatkan kemampuan IMLRnya.
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan pada penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1) Kemampuan interkoneksi multiple level representasi mahasiswa calon guru
pada topik hidrolisis garam dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berbasis
web
2) Sebagian besar mahasiswa memberikan tanggapan positif, karena membuat
mahasiswa lebih terstruktur, interaktif, dan termotivasi untuk belajar. Mereka
mengharapkan pembelajaran berbasis web dapat dilanjutkan untuk topik kimia yang
lain.
Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Pembelajaran
berbasis web disarankan
untuk dikembangkan dan diterapkan untuk meningkatkan kemampuan Interkoneksi multiple
level representasi mahasiswa calon guru kimia pada topik kimia lain yang berhubungan topik kimia di
Sekolah Menengah.
2)
Penerapan pembelajaran berbasis web seperti
yang dirancang dalam penelitian ini dapat berjalan efektif, apabila didukung oleh perangkat keras
pendukung yang memadai. Karenanya disarankan institusi terkait memfasilitasi
pengadaan perangkat pendukung yang dibutuhkan tersebut, agar mahasiswa calon
guru dapat optimal mengembangkan kemampuan interkoneksi multiple level
representasinya.
3) Diharapkan kemampuan interkoneksi multiple level representasi dapat
dikembangkan lebih luas sebagai upaya peningkatan kualitas mutu program
pendidikan calon guru kimia atau program peningkatan kompetensi professional
guru di lapangan, baik melalui model perkuliahan/pelatihan tatap muka,
melalui model e-learning ataupun kombinasi keduanya (blended learning)
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Dirjen Dikti, Kemendiknas yang telah memberikan dukungan dana penelitian
sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penugasan Penelitian Disertasi Doktor Nomor:
496/SP2H/PP/DP2M/VI/2010
DAFTAR PUSTAKA
Chandrasegaran, Treagust &
Mocerino. (2007). The development
of a two tier multiple choice diagnostic instrument for evaluating secondary
school students’ ability to describe and explain chemical reactions using
multiple levels representation. Chem.
Educ. Res. Pract., 8 (3): 293-307.
Chittleborough, & Treagust,
(2006). The Descriptive And Explanatory Nature Of Chemical Diagrams Does Not
Guarantee Understanding. Paper
presented at the National Association for Research in Science
Cooch, Mary. (2010). Moodle 2.0 First Look. Brimingham : Packt Pub. Ltd (www.packtpub.com)
Farida,
Ida. (2008). Kemampuan Mahasiswa Merepresentasikan Tingkat Makroskopik,
Mikroskopik Dan Simbolik Pada Topik Sintesis Amonia (Skala Lab). Prosiding Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia IV. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Farida, Ida, Liliasari, Widyantoro & Wahyu Sopandi (2010). Representational competence’s profile of pre-service chemistry teachers
in chemical problem solving. Proceeding The 4th
International Seminar on Science Education. SPS UPI Bandung
Gudimetla, P. and Iyers, R.
Mahalinga (2006). The Role for E-learning in Engineering Education: Creating
Quality Support Structures to Complement Traditional Learning. In Proceedings 17th Annual Conference of
the Australasian Association for Engineering Education, Auckland, New Zealand.
Howard,
Larry, Zsolt Remenyi, Gabor Pap (2006). Adaptive Blended Learning
Environments. 9th International Conference on Engineering
Education : July 23 – 28.
Kozma, R., & Russell, J.
(2005). Students Becoming Chemists: Developing Representational Competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in
science education. Volume 7. Dordrecht: Springer. pp. 121-145
Linn, M. C., Davis, E. A. and
Bell, P. (2004). Inquiry and Technology. In: Linn, M. C., Davis, E. A. and
Bell, P. (Eds.), Internet Environments for Science Education. Mahwah,
New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates: 3 – 27
Michalchik, V., Rosenquist, A.,
Kozma, R., Schank, P., & Kreikemeier, P. (2008). Representational Resources for Constructing Shared Understandings In The High
School Chemistry Classroom. In : Gilbert, J.K,
Reiner and Nakhleh (Eds.). Visualization
: Theory and Practice In Science Education. Models and Modelling In Science Education . Vol :.3. Dordrecht: Springer.
233-282
Oliver, Martin & Keith Trigwell. (2005). Can
‘Blended Learning’ Be Redeemed?. E–Learning, Volume 2, Number 1,
Singh, Harvey. (2003). Building
Effective Blended Learning Programs. Issue of Educational Technology, Vol: 43 (6),pp: 51-54.
Snelson, Chareen. (2005).
Designing Dynamic Online Leesons with Multimedia Representations. The Journal of Educator Online. Vol.2
No. 1, January.
Sopandi,
W. dan Murniati. (2007). Microscopic Level Misconceptions on Topic Acid Base,
Salt, Buffer, and Hydrolysis: A Case Study at a State Senior High School, Proceeding The 1st
International Seminar on Science Education. SPS UPI Bandung.
Stocker, Vincent Lee (2010). Science Teaching With
Moodle 2.0. Brimingham : Packt Pub. Ltd
(www.packtpub.com).
Rosengrant,
D., Van Heuleven, A., and Etkina, E. (2006). Students’ use
of multiple representations in problem solving. In P. Heron, L. McCullough
& J. Marx, Physics Education Research Conference (2005 AIP Conference
Proceedings) (pp. 49-52).
Tasker, Roy & Rebecca Dalton.
(2006). Research Into Practice: Visualization Of The Molecular World Using
Animations. Chem. Educ. Res. Prac. 7,
141-159.
Treagust, David F., Chittleborough,
G., and Mamiala, T (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations
in chemical explanations. International
Journal of Science Education,
25 (11), 1353-1368.
Treagust, David F. (2008). The
Role Of Multiple Representations In Learning Science: Enhancing Students’
Conceptual Understanding And Motivation. In Yew-Jin And Aik-Ling (Eds). : Science Education At The Nexus Of Theory
And Practice. Rotterdam -Taipei : Sense Publishers.
Waldrip, Bruce.,et.al. (2008).
Learning Junior Secondary Science through Multi-Modal
Representations. Electronic Journal of Science Education, 11(1):89-107.
Yeung, Schmid and Tasker (2008).
Can one version of online learning materials benefit all students ?. Symposium Presentation : UniServe
Science Proceedings Visualization.
No comments:
Post a Comment