PENGEMBANGAN KAPABILITAS INOVASI SEKOLAH MELALUI PROSES KNOWLEDGE SHARING DALAM UPAYA MENDORONG ORGANIZATIONAL VALUE CREATION

(Studi Empiris pada SMA Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional)

Rahab, Farin Nurfitriani dan Jaryono
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Soedirman
rahab_inc@yahoo.co.id


ABSTRAK
Pada era knowledge-based economy saat ini, organisasi dituntut mampu menciptakan value organisasi untuk medorong daya saingnya melalui peningkatan kapabilitas inovasi dan pemanfaatan sumber daya pengetahuan. Pengetahuan menjadi sumber daya internal yang mengarahkan organisasi sekolah dalam mengembangkan keunggulan kompetitifnya. Pengembangan pengetahuan organisasi dapat dilakukan melalui proses knowledge sharing antar individu. Tujuan penelitian ini adalah pertama, menguji pengaruh faktor individu, organisasional dan teknologi pada aktivitas berbagi pengetahuan pada kapabilitas inovasi sekolah, Kedua, menguji pengaruh aktivitas berbagi pengetahuan pada kapabilitas inovasi; Ketiga menguji pengaruh kapabilitas inovasi pada penciptaan nilai organisasional. Penggalian data dilakukan melalui survei pada guru SMA RSBI di wilayah Barlingmascakeb mulai bulan November 2010 sampai bulan April 2011.  dengan teknik penyampelan menggunakan purposive sampling. Data dianalisis menggunakan Parsial Least Squares (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berperan penting dalam mendorong kesediaan guru untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja, Kedua, kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan berpengaruh positif terhadap kapabilitas inovasi.  Selanjutnya, kapabilitas inovasi berpengaruh positif terhadap penciptaan nilai sekolah.  Berdasarkan temuan tersebut maka diharapkan pengelola sekolah SMA dapat menyediakan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memadai sekolah dalam rangka mendorong proses berbagi pengetahuan antar guru sehingga akan berdampak pada peningkatan kapabilitas inovasi sekolah. Selain itu, guna mengembangkan kapabilitas inovasi sekolah, perlu dikembangkan budaya saling berbagi pengetahuan antar warga sekolah sehingga akan berdampak positif dalam rangka menciptakan value bagi organisasi.         
Kata Kunci: Penciptaan pengethuan, berbagi pengetahuan, Manajemen pengetahuan, kapabilitas inovasi, guru, sekolah.




ABSTRACT
In the era of knowledge-based economy, organizations are required to create value for the organization encourages its competitiveness through enhanced innovation capabilities and utilization of knowledge resources. Knowledge becomes an internal resources to develop school organization competitive advantage. Development of organizational knowledge can be done through a process of knowledge sharing between individuals at organization. The purpose of this study is first, examine the influence of individual, organizational and technology factors on knowledge sharing activities, Second, examine the influence of knowledge-sharing activities on innovation capability; Third, examine the influence innovation capability on value creation. Data collecting is done through a survey on high school teachers in Barlingmascakeb region from November 2010 to April 2011. Sampling technique by using purposive sampling. Data were analyzed using Partial Least Squares (PLS). The results show that first, the utilization of information and communication technology plays an important role in encouraging teachers' willingness to share knowledge with colleagues.  Second, the willingness of teachers to impart knowledge has a positive effect on innovation capability. Furthermore, innovation capability has a positive effect on the value creation of the school. Based on these findings are expected to provide facilities management information and communication technology in schools in order to encourage knowledge sharing among teachers that will have an impact on improving the innovation capabilities of the school.
Key wordsknowledge sharing, innovation capability, value creation, knowledge management, school.

 PENDAHULUAN
Organisasi yang memiliki kinerja dan value creation (penciptaan nilai) yang baik, manakala organisasi tersebut mengimplementasikan strategi yang mampu meresponsi setiap peluang , dengan mengeksploitasi sumber daya internal dan kapabilitas yang dimilikinya (Marr et al., 2004).  Sumber daya internal yang sering digunakan pada umumnya berupa sumber daya-sumber daya fisik seperti tanah, mesin, atau modal finansial.  Namun pada era knowledge based-economy masa kini, knowledge (pengetahuan), dipandang memiliki peran yang lebih penting sebagai sumber daya internal organisasi dikarenakan sifatnya yang sulit untuk ditiru, langka, bernilai, dan tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya (Jain et al., 2007; Rahab, 2010; Rahab dan Sulistyandari, 2011). Pengetahuan pada dasarnya bersifat personal atau berada pada pikiran masing-masing individu, dan organisasi dikatakan berhasil mengelola pengetahuan (manajemen pengetahuan) manakala organisasi tersebut mampu mengubah perilaku dan kesediaan individu-individunya untuk terlibat dalam proses knowledge sharing (berbagi pengetahuan), untuk kemudian dikodifikasikan dan diubah menjadi pengetahuan organisasi yang tersimpan rapi baik dalam bentuk dokumen maupun data elektronik (Lin, 2007).  Berbagi pengetahuan menjadi hal yang esensial bagi organisasi, karena dengan aktivitas tersebut, memungkinkan organisasi untuk meningkatkan kinerja inovasi dan mengurangi upaya pembelajaran yang berlebihan.  Inovasi menjadi suatu keharusan bagi setiap organisasi yang ingin bertahan dan bergerak aktif dalam lingkungan organisasi yang dinamis, dengan menyajikan sesuatu yang baru, baik dalam inovasi proses maupun produk (Liao et al., 2006; Rahab, 2010).  Organisasi menjadi yang terdepan ketika mampu mengaplikasikan kapabilitas inovasi yang mereka miliki untuk penciptaan nilai organisasi, dan pengetahuan, menjadi kunci sukses dalam pembangunan kapabilitas inovasi yang didapat melalui proses pembelajaran individu-individu organisasi yang berlangsung secara terus menerus (Voelpoel et al., 2006; Rahab, 2010; Rahab dan Sulityandari, 2011).
Penelitian-penelitian terdahulu terkait kajian mengenai berbagi pengetahuan, kapabilitas inovasi organisasi, dan penciptaan nilai di bahas pada konteks organisasi profit (Liao et al., 2006; Voelpoel et al., 2006; Lin, 2007; Saenz et al., 2009; Liu dan Tsai, 2009; Rahab, 2010, Rahab dan Sulistyandari, 2011). Penelitian ini berusaha untuk memperoleh gambaran bagaimana proses berbagi pengetahuan pada individu terhadap kapabilitas inovasi sekaligus mengungkap bagaimana implikasinya terhadap penciptaan nilai pada organisasi non-profit seperti sekolah.  Sekolah merupakan organisasi pembelajar tempat proses pembelajaran individu-individunya berlangsung secara terus-menerus.  Sekolah Menengah Atas (SMA) menawarkan individu-individu yang potensial baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun dalam bursa kerja dibanding Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.  SMA Negeri memiliki keunggulan dalam menangkap informasi-informasi baru, khususnya terkait kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.  Sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 3 tentang pendirian sekolah bertaraf internasional sekaligus merupakan respon Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation Development), pemerintah mencanangkan program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) bagi sekolah-sekolah bertaraf nasional (SSN) dalam upaya peningkatan kualitas dan status sekolah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) (Zurriat dkk, 2010). 
Peningkatan kualitas dan status ini tentunya membutuhkan peningkatan dari berbagai elemen, tak terkecuali guru, sebagai knowledge worker (pekerja berpengetahuan) dalam sekolah yang berinteraksi langsung dengan siswa.  Kemampuan guru dalam meningkatkan kapabilitas pengetahuan dan kompetensi diri mulai ditingkatkan demi tercapainya pemenuhan standar SBI tersebut, dan metode berbagi pengetahuan, sangat cocok untuk diterapkan dalam situasi tersebut.  Berbagi pengetahuan yang dilakukan oleh guru memberikan peluang untuk menjalankan program RSBI secara efisien, yang pada akhirnya akan mempengaruhi penilaian pihak luar terhadap sekolah. Penelitian yang dilakukan Nurfitriani (2011) menguji pengaruh aktivitas berbagi pengetahuan pada peningkatan kapabilitas inovasi dan penciptaan nilai pada sekolah berstatus RSBI, namun demikian penelitiannya tidak menguji faktor-faktor yang menjadi anteseden dari aktivitas berbagi pengetahuan. Penelitian ini berusaha mengungkap berbagai faktor yang menjadi anteseden dari aktivitas berbagi pengetahuan dan menguji bagaimana aktivitas berbagi pengetahuan berpengaruh pada kapabilitas inovasi dan penciptaan nilai. Dasar teoritis yang digunakan dalam pengembangan model penelitian ini, mengacu pada penelitian Rahab dan Indyastuti, 2009 yang mengkaji berbagai anteseden dari aktivitas berbagi pengetahuan dan Lin, 2007 yang membahas implementasi berbagi pengetahuan pada kapabilitas inovasi, serta penelitian Saenz et al., (2009) dan Nurfitriani (2011) yang membahas implikasi kapabilitas inovasi terhadap penciptaan nilai organisasi. Penelitian ini berusaha mengungkap anteseden dari proses berbagi pengetahuan pada sekolah dan implikasinya pada pengembangan kapabilitas inovasi dan penciptaan nilai organisasional berdasarkan temuan-temuan riset sebelumnya untuk konteks Sekolah Menengah Atas (SMA) RSBI di Wilayah Barlingmascakeb.  
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Berbagi Pengetahuan
Lin (2007), mendifinisikan berbagi pengetahuan sebagai suatu budaya interaksi sosial yang melibatkan pertukaran pengetahuan informasi dan pengalaman antar individu, baik dalam satu lingkup pengetahuan sekelompok individu, maupun dalam satu wilayah organisasi.  Berbagi pengetahuan terjadi pada dua level yaitu: (1) level individu, di mana individu-individu organisasi saling berbagi pengetahuan dalam masalah pekerjaan agar dapat terselesaikan dengan lebih cepat, baik, dan efisien; dan (2) level organisasi, di mana organisasi melakukan pengumpulan atau penangkapan, pengkodifikasian dan pendokumentasian pengetahuan-pengetahuan individu, untuk kemudian disimpan sebagai pengetahuan organisasi agar dapat digunakan kembali di kemudian hari oleh pihak lain yang membutuhkan (Rahab, 2010)
Melalui pendekatan manajemen keputusan strategik, beberapa literatur menawarkan model pembelajaran berbagi pengetahuan yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu: (1) dimensi pemungkin, terdiri dari faktor-faktor pendukung berbagi pengetahuan meliputi efek-efek yang timbul dari pengaruh motivasi individu, lingkungan organisasi, serta aplikasi teknologi informasi dan komunikasi; (2) dimensi proses, terdiri dari proses pertukaran pengetahuan (pengalaman, keahlian, pemahaman, dan informasi-informasi) antar individu dengan rekan kerja mereka, baik dengan cara memberikan pengetahuan mereka kepada rekan kerja, maupun mengumpulkan dan mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja; dan (3) dimensi hasil yaitu kapabilitas inovasi, di mana organisasi yang mengimplementasikan berbagi pengetahuan, akan menuntut beberapa perubahan dalam organisasi seperti penyediaan proses, disiplin, sekaligus penciptaan budaya baru yang pada akhirnya mendorong inovasi organisasi (Lin, 2007; Rahab, 2010).  Penelitian ini menitikberatkan pada implementasi berbagi pengetahuan yang terjadi pada level individu dengan guru sebagai subjek penelitian di mana guru merupakan pekerja pengetahuan dari organisasi pembelajar seperti sekolah. 
Beberapa literatur berbagi pengetahuan menyajikan tiga faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas berbagi pengetahuan individu seperti faktor individu, organisasional, dan teknologi (Lee dan Choi, 2003; Connelly dan Kelloway, 2003; Lin, 2007; Rahab, 2010, Rahab dan Sulistyandari, 2011).  Penelitian terdahulu terkait berbagi pengetahuan menemukan bahwa faktor individu seperti kesediaan individu untuk membantu rekan kerja dan kepercayaan diri terhadap pengetahuan yang dimiliki, berpengaruh positif terhadap kesediaan individu untuk berbagi pengetahuan, baik memberikan pengetahuan kepada rekan kerja, maupun mengumpulkan dan mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja (Wasko dan Faraj 2000; Lin, 2007, Rahab dan Indyastuti, 2009; Rahab dan Sulityandari, 2011).  Faktor organisasional seperti dukungan manajemen puncak dan pemberian penghargaan organisasional (seperti kenaikan gaji, promosi jabatan, bonus, dan tingkat keamanan kerja) atas aktivitas berbagi pengetahuan individu, berpengaruh positif terhadap kesediaan individu untuk berbagi pengetahuan, baik memberikan pengetahuan maupun mengumpulkan dan mendapatkan pengetahuan (Connelly dan Kelloway, 2003; Lin, 2007, Rahab, 2010; Rahab dan Sulistyandari, 2011). Faktor teknologi dalam berbagi pengetahuan, mempermudah organisasi dalam proses pengkodifikasian, penangkapan, dan pengubahan pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi.  Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagi pengetahuan seperti groupware, database elektronik, intranet, maupun komunitas virtual, membantu individu memperoleh pengetahuan dengan cepat dan mudah sehingga meningkatkan kesediaan individu untuk melakukan aktivitas berbagi pengetahuan.
Kapabilitas Inovasi
Kemampuan organisasi dalam transformasi dan eksploitasi pengetahuan mengindikasikan level inovasi organisasi, seperti kemampuan dalam kecepatan pemecahan masalah internal dan kepekaan organisasi terhadap informasi-informasi baru yang masuk (Lin, 2007).  Beberapa literatur menekankan pentingnya aktivitas berbagi pengetahuan, baik memberikan pengetahuan maupun mengumpulkan dan mendapatkan pengetahuan, dalam rangka peningkatan kapabilitas inovasi organisasi (Lin, 2006; Lin, 2007; Rahab, 2010, Rahab dan Sulistyandari, 2011).  Inovasi selalu menuntut suatu “pembaharuan” sebagai karakteristiknya (Atoche, 2007).  Kapabilitas inovasi merupakan kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi secara berkelanjutan, baik berupa inovasi produk, proses maupun inovasi manajerial (Rahab, 2010; Liao et al., 2006).  Inovasi produk meliputi peningkatan kualitas produk, dan pengembangan produk baru yang dapat memenuhi kepuasan konsumen.  Inovasi proses merupakan suatu pembaharuan dalam proses pelayanan maupun kegiatan produksi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Sementara inovasi manajerial adalah pembaharuan regulasi organisasi, sistem, metode, serta berbagai aspek manajamen lainnya dalam rangka pencapaian performa organisasi yang lebih baik.
Kesediaan guru dalam memberikan pengetahuan kepada rekan kerja bertujuan untuk memperbaharui pengetahuan yang mereka miliki, untuk kemudian didokumentasikan dan disimpan sebagai pengetahuan sekolah.  Sedangkan kesediaan guru dalam mengumpulkan dan mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja, menyangkut proses internalisasi dan sosialisasi pengetahuan.  Kemampuan organisasi dalam mengumpulkan dan mengitegrasikan pengetahuan tersebut akan peningkatan kapabilitas inovasi organisasi (Lin, 2007).

Penciptaan Nilai
Organisasi memiliki performa dan value creation (penciptaan nilai) yang baik, manakala mereka mengimplementasikan strategi yang meresponsi peluang pasar, dengan mengeksploitasi sumber daya internal dan kapabilitas mereka (Marr et al., 2004).  Value atau nilai lebih diidentikan sebagai pencapaian tujuan suatu proses manajemen yang lebih baik. Pengetahuan dalam beberapa literatur merupakan sumber daya non-fisik organisasi yang krusial dalam penciptaan nilai pada era knowledge-based economy masa kini karena sifatnya memenuhi kriteria sumber daya yang strategis (Bornemann dan Sammer, 2003; Marr et al., 2004; Lapointe dan Cimon, 2009).  Aktivitas berbagi pengetahuan memungkinkan organisasi untuk mendapatkan pengetahuan yang mana pengetahuan tersebut bersamaan dengan kapabilitas organisasi dalam berinovasi, akan membawa organisasi pada penciptaan nilai (Schumpter dalam Amitt dan Zott, 2001; Saenz et al; 2009).  Penelitian terdahulu membuktikan bahwa kapabilitas inovasi organisasi pada berbagai level organisasi, berpengaruh positif terhadap penciptaan nilai (Saenz et al., 2009).
Berdasarkan argumen-argumen tersebut, hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
 H1:     Kesediaan guru untuk membantu rekan kerja berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja.
H2:      Kesediaan guru untuk membantu rekan kerja berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja.
H3:      Kepercayaan diri guru terhadap pengetahuan yang dimiliki berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
H4:      Kepercayaan diri guru terhadap pengetahuan yang dimiliki berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja.
 H5:     Dukungan manajemen puncak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja.
 H6:     Dukungan manajemen puncak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja.
 H7:     Penghargaan dari manajemen puncak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja.
 H8:     Penghargaan dari manajemen puncak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja.
 H9:     Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja.
 H10:   Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja.
H11:    Kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja, berpengaruh positif terhadap kapabilitas inovasi sekolah.
H12:    Kesediaan guru untuk mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja, berpengaruh positif terhadap kapabilitas inovasi sekolah.
H13:    Kapabilitas inovasi sekolah berpengaruh positif terhadap penciptaan nilai.
Berdasarkan hipotesis tersebut maka dapat digambarkan hubungan antar variabel dalam model sebagai berikut (gambar 1)

 



       
   
                         
 
                 
        





Gambar 1. Model Penelitian (Sumber: Lin, 2007, Saenz et al., 2009; Rahab dan Indyatuti, 2010; Rahab dan Sulistyandari, 2011; Nurfitriani, 2011).
METODE PENELITIAN
Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SMA RSBI di Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen).  Penelitian dimulai pada bulan November 2010 dan berakhir pada bulan April 2011.  Penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik penyampelan menggunakan purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) responden berprofesi sebagai guru SMA RSBI di Barlingmascakeb; dan (2) minimal sudah aktif mengajar saat program RSBI mulai berjalan. 
Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan dalam PLS adalah 10 x jumlah indikator terbanyak pada salah konstruk dalam model penelitian (Ghozali, 2008). Berdasarkan model penelitian yang digunakan dalam penelitian indikator terbanyak sebanyak 5 (lima) indikator, oleh karenanya maka sampel minimum yang diperlukan dari penilitian ini sebesar 10 x 5 = 50 sampel. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 155 responden.
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan partial least squares (PLS) yaitu structural equation modelling berbasis komponen dengan menggunakan bantuan software SmartPLS 2.0. Penggunaan PLS dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah (Ghozali, 2008).  PLS terdiri dari dua evaluasi dalam menganalissi data, yaitu:
1.      Evaluasi model pengukuran (outer model), terdiri dari uji validitas dan realibilitas indikator; dan
2.      Evaluasi model struktural (inner model), pengujian model dilakukan dengan melihat R-Square variabel dependen.  Pengujian hipotesis untuk kemudian dilakukan dengan membandingkan thitung dengan ttabel.
Pengukuran Variabel
Tiap variabel akan diukur dengan pengadaptasian dari literatur penelitian terdahulu (Lin, 2007; Saenz etal., 2009)  menggunakan lima point skala Likert (disusun dari 1= sangat tidak setuju sampai poin 5= sangat setuju) dengan multiple items construct. Variabel kesediaan guru untuk membantu rekan kerja diukur dengan empat item pernyataan yang fokus pada persepsi guru terkait kesediaan mereka dalam membantu rekan kerja memecahkan masalah pekerjaan. Empat item pernyataan variabel kepercayaan guru terhadap pengetahuan yang mereka miliki, diukur melalui penilaian guru terhadap kapabilitas pengetahuan yang mereka miliki bermanfaat atau tidak bagi perkembangan sekolah.
Variabel dukungan manajemen puncak diukur menggunakan empat item pernyataan yang mengindikasikan persepsi guru terhadap upaya-upaya pihak manajemen sekolah dalam menyelenggarakan program atau kegiatan yang mendukung proses berbagi pengetahuan guru.  Variabel penghargaan organisasional diukur dengan empat item pernyataan yang mengindikasikan persepsi guru terhadap pemberian penghargaan intensif (seperti kenaikan gaji, bonus, promosi jabatan, keamanan posisi kerja) dari manajemen puncak apabila para guru tersebut melakukan aktivitas berbagi pengetahuan dengan rekan kerja.
Variabel penggunaan TIK diukur dengan empat pernyataan yang mengindikasikan persepsi guru terhadap tingkat penggunaan dan kapabilitas penguasaan teknologi informasi yang tersedia.  Variabel kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan kepada rekan kerja, diukur dengan tiga item pernyataan yang mengindikasikan kesediaan mereka untuk memberikan pengetahuan mereka saat rekan kerja membutuhkan pengetahuan mereka.  Variabel kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan diukur dengan tiga item pernyataan yang mengindikasikan keyakinan kolektif atau sikap guru dalam keseharian kerja dalam mengumpulkan atau mendapatkan pengetahuan dari rekan kerja. 
Varibel kapabilitas inovasi sekolah diukur dengan lima item pernyataan yang mengindikasikan tingkat kapabilitas inovasi.  Variabel penciptaan nilai diukur dengan empat item pernyataan yang mengindikasikan perubahan sekolah (lulusan, kompetensi guru) selama program RSBI berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Data yang berhasil terkumpul dan dapat digunakan untuk kemudian dianalasis dalam penelitian ini sebanyak 155 responden dari 220 kuesioner yang disebar, hal ini menunjukkan bahwa tingkat responsi kuesioner sebesar 70,45 persen.  Tabel 1 menampilkan rincian dari karakteristik responden.
Tabel 1.  Tabel karakteristik responden
Karakteristik responden
Jml respon
Persentase
1.    Berdasarkan Sekolah


SMA N 1 Banjarnegara
32
20,6
SMA N 1 Purbalingga
31
20
SMA N 1 Purwokerto
15
9,67
SMA N 2 Purwokerto
20
12,9
SMA N 1 Cilacap
22
14,1
SMA N 1 Kebumen
35
22,5
2.      Jenis kelamin


Perempuan
92
59,35
Laki-laki
63
40,65
3.      Umur


21-30 th
24
15,48
31-40 th
24
15,48
41-50 th
76
49,04
51-60 th
31
20
4.      Masa kerja


<1 o:p="" th="">
4
2,58
1-3 th
21
13,54
4-6 th
7
4,52
7-10 th
15
9,68
>10 th
108
69,68
5.      Latar belakang pendidikan


DIII
5
3,23
S1
134
86,45
S2
16
10,32
6.      Jabatan


Wakil kepala sekolah
8
5,16
Pembina OSIS
2
1,29
Guru BP/BK
9
5,81
Guru tetap
113
72,90
Guru honorer
23
14,84
7.      Teknologi sekolah


LAN
5
3,23
Hot spot
131
84,52
LAN dan hot spot
19
12,26
8.      Fasilitas untuk akses internet


Laptop
115
74,19
Komputer kantor
29
18,71
Komputer laboratorium
7
4,52
9.      Media berbagi pengetahuan


Pertemuan rutin
38
24,52
Melalui jaringan internet
22
14,19
Pertemuan informal
23
14,84
Pertemuan rutin dan melalui jaringan internet
19
12,26
Pertemuan rutin dan pertemuan informal
15
9,68
Melalui jaringan internet dan pertemuan informal

13

8,39
Pertemuan rutin, melalui jaringan internet, dan pertemuan informal

25

16,13
Sumber: Sumber primer diolah (2011)
Hasil Analisis Data
1.      Evaluasi model pengukuran (outer model)
Pada evaluasi ini, indikator variabel laten diuji validitasnya dengan melihat nilai convergent validity pada model dengan cut-off value sebesar 0,5-0,7 (Ghozali, 2008: 42).  Berdasarkan kriteria tersebut, indikator SE7 dan KC6 tidak dimasukkan dalam model.  Model kemudian diestimasi kembali sehingga diperoleh nilai convergent validity > 0,5.  Gambar 2 menunjukkan model penelitian setelah diestimasi ulang.

Berdasarkan Tabel 4, model pengaruh dimensi pemungkin berbagi pengetahuan guru (ENJOY, SE, TMS, OR, dan ICT) terhadap KD memiliki nilai R-square sebesar 0,501346.  Hal ini menunjukkan bahwa variabel kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel pada dimensi pemungkin sebesar 50 pesen, sedangkan 50 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian.  Variabel KC dapat dijelaskan oleh variabel-variabel pada dimensi pemungkin sebesar 22 persen sedangkan 78 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian. Variabel IC dapat dijelaskan oleh variabel-variabel pada dimensi proses (KD dan KC) sebesar 26 persen sedangkan 74 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian.  Variabel VC dapat dijelaskan oleh variabel IC sebesar 27 persen sedangkan 73 persen sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model penelitian.
Tabel 4. Pengujian Hipotesis Penelitian
Hipotesis

Nilai t-
statistics
Nilai t-
tabel
Ket
H1
Kesediaan guru untuk membantu rekan kerja à kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
0,531450
1,65474
Ditolak
H2
Kesediaan guru untuk membantu rekan kerja à kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja
0,877185

1,65474
Ditolak
H3
Kepercayaan diri guru terhadap pengetahuan yang dimiliki à kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
1,180171

1,65474
Ditolak
H4
Kepercayaan guru terhadap pengetahuan yang dimiliki à kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja
0,625048
1,65474
Ditolak
H5
Dukungan manajemen puncak à kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
2,439345*

1,65474
Diterima
H6
Dukungan manajemen puncak à kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja
1,047508
1,65474
Ditolak
H7
Penghargaan organisasional à kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
0,213459
1,65474
Ditolak
H8
Penghargaan organisasional à kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja
0,458980
1,65474
Ditolak
H9
Pemanfaatan TIK à kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja
3,108052*

1,65474
Diterima
H10
Pemanfaatan TIK à kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja
2,591126*
1,65474
Diterima
H11
Kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja à kapabilitas inovasi sekolah
5,705521*
1,65474
Diterima
H12
Kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja à kapabilitas inovasi sekolah
0,086926
1,65474
Ditolak
H13
Kapabilitas inovasi sekolah à penciptaan nilai
8,266666*
1,65474
Diterima
Sumber: Output analisis PLS. *) signifikan pada level 0,05
Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian hipotesis pada level signifikan 0,05.  Hipotesis diterima apabila thitung > ttabel (1, 655). 
Pembahasan
Faktor individu pada dimensi pemungkin yaitu kesediaan guru untuk membantu rekan kerja dan kepercayaan diri guru terhadap pengetahuan yang dimiliki tidak berpengaruh positif terhadap aktivitas berbagi pengetahuan guru.  Temuan ini mengindikasikan bahwa dorongan dari faktor internal pribadi guru tidak mempengaruhi kesediaan mereka untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja.  Willem dan Buelens dalam Shandu et al (2011) menerangkan bahwa terdapat faktor-faktor individual seperti kepercayaan, kurangnya waktu, dan kurangnya interaksi antara pemilik pengetahuan dengan pihak yang membutuhkan pengetahuan tersebut, menjadi faktor penghambat individu untuk berbagi pengetahuan.  Sementara  pada level organisasi, terdapat faktor penghambat lainnya seperti kurangnya dukungan manajemen puncak, manajemen sumber daya yang tidak efektif, kurang efektifnya strategi manajemen pengetahuan juga berpengaruh terhadap aktivitas berbagi pengetahuan individu.  Hasil penelitian ini tidak selaras dengan temuan Lin (2007) yang menemukan bahwa faktor individu baik kesediaan untuk membantu rekan kerja maupun kepercayaan diri karyawan pada organisasi-organisasi besar di Taiwan terhadap pengetahuan yang dimiliki, berpengaruh positif terhadap kesediaan karyawan untuk berbagi pengetahuan. 
Faktor organisasional seperti dukungan manajemen puncak atau dalam penelitian ini yaitu kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja, namun tidak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru bersedia untuk memberikan pengetahuan yang ia miliki pada rekan kerja apabila manajemen puncak memintanya, namun tidak mempengaruhi kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja.  Lin (2007) mengungkapkan bahwa dukungan manajemen puncak penting dalam membangun budaya berbagi pengetahuan, sekaligus penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas berbagi pengetahuan individu.  Hal ini menunjukkan bahwa budaya berbagi pengetahuan di kalangan guru belum mendapat perhatian penuh bagi manajemen puncak.  Berbagi pengetahuan lebih dianggap sebagai rutinitas guru dan bukan merupakan hal yang krusial untuk diperhatikan.  Pihak manajemen puncak sekolah lebih menitikberatkan kesediaan individu dalam memberikan pengetahuan mereka pada rekan kerja, dibanding membangun budaya saling ketergantungan pengetahuan antar guru di lingkungan sekolah. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Lin (2007) yang menemukan bahwa dukungan manajemen puncak berpengaruh positif terhadap kesediaan karyawan untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja.  Sementara itu, pemberian penghargaan terhadap aktivitas berbagi pengetahuan guru, tidak berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja. Temuan ini menunjukkan bahwa pemberian penghargaan organisasional tidak mempengaruhi kesediaan guru untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja.  Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Lin (2007) yang menemukan bahwa penghargaan organisasional tidak berpengaruh positif terhadap aktivitas berbagi pengetahuan karyawan.
Faktor teknologi seperti pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh positif terhadap kesediaan guru untuk melakukan aktivitas berbagi pengetahuan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi memiliki peran penting pada aktivitas berbagi pengetahuan guru. Guru cenderung menyukai untuk  memanfaatkan media teknologi informasi untuk berbagi pengetahuan daripada memberikan atau mengumpulkan pengetahuan secara langsung (face-face) dengan rekan kerja. Temuan  ini tidak selaras dengan temuan Lin (2007) di mana pemanfaatan TIK tidak berpengaruh  terhadap kesediaan karyawan untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja.
Kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja berpengaruh positif terhadap kapabilitas inovasi sekolah, sementara kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja tidak berpengaruh.  Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Jain et al (2007) dan Shandu et al., 2011 pada penelitian sektor publik, fenomena tersebut menunjukkan terjadinya self-serving bias oleh responden.  Self-serving bias adalah keadaan di mana individu bersedia untuk memberikan pengetahuan mereka, namun meragukan rekan kerja mereka untuk memberikan pengetahuan kepada mereka sebagaimana yang mereka lakukan.  Hasil penelitian ini tidak mendukung temuan Lin (2007), yang menemukan bahwa aktivitas berbagi pengetahuan karyawan dengan rekan kerja berpengaruh positif terhadap kapabilitas inovasi organisasi.  Kapabilitas inovasi sekolah berpengaruh positif terhadap penciptaan nilai sekolah.  Temuan ini menunjukkan bahwa sekolah dapat meningkatkan nilai sekolah dengan meningkatkan kapabilitas inovasi mereka.  Temuan ini selaras dengan penelitian Saenz et al., (2009) yang menyatakan bahwa kapabilitas inovasi perusahaan berpengaruh positif terhadap penciptaan nilai perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa dukungan manajemen puncak dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi mempengaruhi kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja, sementara itu kesediaan guru untuk mengumpulkan pengetahuan dari rekan kerja dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Kesediaan guru untuk memberikan pengetahuan pada rekan kerja dan warga sekolah lainnya akan berdampak bagi peningkatan kapabilitas inovasi sekolah. Peningkatan kapabilitas inovasi sekolah mempengaruhi kemampuan sekolah dalam proses penciptaan nilai (value creation) sekolah yang bermanfaat bagi sekolah.
Saran
Berdasarkan temuan penelitian maka terdapat beberapa saran yang perlu dilakukan sekolah dalam rangka meningkatan kapabiltas inovasi sekolah dan kemampuan penciptaan nilai bagi sekolah yaitu: Pertama, dalam rangka peningkatan motivasi guru untuk memberikan pengetahuannya kepada rekan kerjanya, maka manajemen puncak sekolah hendaknya memperhatikan faktor yang dapat mendorong guru untuk berbagi pengetahuan meliputi: dukungan pimpinan, adanya penghargaan organisasional baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, dan ketersediaan media untuk berbagi pengetahuan seperti penyediaan sarana TIK, mengaktifkan forum guru baik secara formal maupun informal, gendu-gendu rasa warga sekolah untuk menyerap aspirasi warga sekolah. Hal ini penting untuk dilakukan agar terjadi proses transfer pengetahuan dan berbagi pengetahuan antar warga sekolah .
Kedua, pengembangan kapabilitas sekolah tidak hanya merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah tetapi merupakan tanggungjawab bersama dari seluruh warga sekolah, oleh karenanya usaha untuk mengembangkan sekolah perlu keterlibatan semua warga sekolah. Oleh karenanya usaha yang dapat dilakukan dengan cara melibatkan guru pada proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan sekolah antar lain rapat kurikulum sekolah, penentuan program kerja sekolah tiap catur wulan/tiap semester.
Ketiga,  mengembangan budaya berbagi pengetahuan sekolah dalam guna meningkatkan kapabilitas inovasi sekolah membutuhkan proses yang cukup lama dan membutuhkan adanya saling percaya antar pelakunya, oleh karenanya diperlukan adanya berbagai upaya yang dapat menumbuhkan kepercayaan antar sesama guru untuk berbagi pengetahuan yaitu dengan melakukan program informal di luar jam kerja guru sehingga tercipta rasa nyaman dan kepercayaan antar individu  sehingga iklim berbagi pengetahuan dapat terbangun dengan baik. 
Keempat, kemajuan teknologi informasi mendorong adanya adopsi TIK pada sekolah dalam rangka memfasilitasi dan mendorong para guru melakukan proses berbagi pengetahuan melaui media online. Oleh karenanya penyediaan sarana TIK dan peningkatan ketrampilan guru memanfaatkan TIK menjadi kebutuhan mendesak bagi sekolah dalam rangka pengembangan kapabilitas inovasi sekolah.
Kelima, kapabilitas inovasi yang dimiliki sekolah merupakan modal yang penting bagi sekolah dalam proses penciptaan nilai (value creation)  pada sekolah Oleh karenanya warga sekolah khususnya guru perlu didorong untuk secara aktif mengembangkan kemampuan inovasinya dalam rangka menciptakan berbagi inovasi yang dapat meningkatkan value bagi sekolah, misalnya: mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dalam kegiatan pengajarannya.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatan yaitu, pertama, objek penelitian ini hanya mencakup 6 (enam) SMA RSBI sehingga temuan penelitiannya tidak dapat digeneralisasi untuk semua SMA RSBI di Barlingmascakeb, oleh karenanya penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada seluruh SMA RSBI yang terdaftar di Barlingmascakeb untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh berkaitan dengan fenomena knowledge sharing pada sekolah. Kedua, penelitian ini hanya meneliti faktor individu, organisasi dan teknologi sebagai anteseden dari aktivitas berbagi pengetahuan. Dimungkinkan masih ada beberapa faktor yang juga berpengaruh pada pada aktivitas berbagi pengetahuan seperti: kepercayaaan antar individu, daya serap individu dan iklim organisasi. Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang pengaruh kepercayaaan antar individu, daya serap individu dan iklim organisasi terhadap aktivitas berbagi pengetahuan individu. Ketiga, penciptaan nilai pada penelitian ini lebih menekankan pada penciptaan nilai yang berupa proses inovasi oleh karenanya penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti secara lebih mendalam mengenai penciptaan nilai organisasi yang dibangun berdasarkan inovasi produk, manajerial dan inovasi proses.
Keempat, penelitian ini menggunakan pendekatan kuatitatif dengan data cross sectional, sehingga tidak mampu menggambarkan proses aktivitas berbagi pengetahuan disekolah dan bagaimana implikasinya pada peningkatan kapabilitas inovasi dan penciptaan nilai di sekolah, oleh karenanya perlu dilakukan penelitian secara kualitatif dengan menggunakan data longitudinal untuk dapat menangkap fenomena secara lebih mendalam proses berbagi pengetahuan dan pola pengembangan kapabilitas inovasi di sekolah.  

DAFTAR PUSTAKA ACUAN
 Andriessen, J.H. Erik.  2006.  To Share Or Not To Share, That Is The Question.  Conditions For The Willingness To Share Knowledge.  Delft Innovation System Papers.  Delft University of Technology Faculty of Technology, Policy and Management. Holand.
Amitt, Raphael dan Cristoph Zott.  2001.  Value Creation in E-Business.  Strategic Management Journal.  No. 22 pp. 493-520.
Atoche, Carlos.  2007.  Capability Lifecycles: An Insight From The Innovation Capability Evolution In Emerging Economies.  Application tp the Fifth Doctoral Consortium. XLII Annual CLADEA Conference 2007, Miami, Florida. Agustus 2007.
Bornemann, Manfred dan Martin Sammer.  2003.  Assesment Methodology To Prioritize Knowledge Management Related Activities To Support Organizational Excellence.  Measuring Business Excellence, No. 2 Vol.7. 
Connelly, Cathrine E. dan E.Kevin Kelloway.  2003.  Predictors Of Employees’ Perceptions Of Knowledge Sharing Culture.  Leadership & Organization Development Journal. Vol. 24 No.5 pp. 294-301.
Ghozali, Imam.  2008.  Structural Equation Modeling: Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS).  Badan Penerbit Universitas Diponegoro.    Semarang.
Jain, Kamal Kishore, Manjit Sigh Sandhu, dan Gruvinder Kaur Sidhu.  2007.  Knowledge Sharing Among Academic Staff: A Case Study Of Business School In Klang Valley, Malaysia.  JASA 2.  Research Paper.
Lapointe, Alain dan Yan Cimon.  2009.  Leveraging Intangibles: How Firms Can Create Lasting Value.  Journal Of Business Strategy.  Vol. 30 No. 5 pp. 40-48.
Lee, Heesok dan Byounggo Choi.  2003.  Knowledge Management Enablers, Processes, And Organizational Performance: An Integrative View And Empirical Examination.  Journal Of Management Information System.  Vol. 20 No.1 pp. 179-228.
Liao, Shu-Hsien, Wu-Chen Fei, dan Chih-Chiang Chen.  2006.  Knowledge Sharing, Absorptive Capacity, And Innovation Capability: An Empirical Study Of Taiwan’s Knowledge-Intensive Industry.  Journal Of Information Science.  No. 20 Vol. 10 pp. 1-20.
Lin, Hsiu-Fen.  2007.  Knowledge Sharing And Information Capability: An Empirical Study.  International Journal Of Manpower.  Vol. 28 No. 3/4 pp. 315-332.
Liu, Pang-Lo dan Chih-Hung Tsai.  2009.  A Study On The Relationship Between Knowledge Management, Knowledge Absorption And Innovative Management Capabilities In Taiwan’s High-tech Industries.  International Journal Of The Computer, The Internet And Management.  Vol. 17 No. 1 pp.1-17.
Marr, Bernard, Giovanni Schiuma, dan Andy Neely.  2004.  The Dynamics Of Value Creation: Mapping Your Intellectual Performance Drivers.  Journal Of Intellectual Capital. Vol. 5 No. 2 pp. 312-325.
Nurfitriani, Farin.2011. Pemodelan Mengenai Peran Knowledge sharing pada Kapabilitas Inovasi dan Penciptaaan Nilai Pada Organisasi.  Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Soedirman, Tidak dipublikasikan.
Rahab dan Indyastuti, 2009. Studi Mengenai Perilaku Knowledge Sharing Di Kalangan Dosen : Menguji Pengaruh Faktor Psikologi, Sosiologi Dan Keragaman Media. Laporan Penelitian. Fakultas Ekonomi UNSOED. Tidak dipublikasikan.
Rahab.  2010.  Membangun Kapabilitas Inovasi Berbasis Knowledge Sharing Dengan Pendekatan Proses Keputusan Strategi (Kajian Literatur Untuk Sub Sektor Industri Kreatif)Jurnal PERFORMANCE. Vol. 11 No.2 p. 155-172.
Rahab dan Sulistyandari, 2011. Improving Small Medium Firm Innovation capability through Knowledge Sharing Process: Empirical Studi In Indonesian Creative Industries. International Journal of Business and Social Science, Vol.2, No.14.
Saenz, Josune, Nakane Aramburu, dan Olga Rivera.  2009.  Knowledge Sharing And Information Performance: A Comparison Between High-tech And Low-tech Companies.  Journal Of Intellectual Capital.  Vol. 10 No.1 pp. 22-36.
Sandhu, Majit Singh, Kamal Kishore Jain, dan Ir. Umi Kalthom bte Ahmad.  2010.  Knowledge Sharing Among Public Sector Employees: Evidence From Malaysia.  International Journal Of Public Sector Management.  Vol. 24 No.3 pp. 206-226.
Voelpoel, Sven C., Heinrich von Pierer, dan Crhistoph K. Streb.  2009.  Mobilizing Organizations For Innovation, And Value Creation: An Integrated Model Of The Mobile Company.  Journal Of Knowledge Management.  Vol. 10 No. 6 pp. 5-21.
Wasko, M. McLure dan S. Faraj.  2000.  It is What One Does: Why People Participate And Help Others In Elcetronic Communities Of Practice.  Journal Of Strategic Information System.  Vol. 9 No.2 pp. 155-173.
Wasko, M. McLure dan S. Faraj.  2005.  Why Should I Share? Examining Social Capital And Knowledge Contribution In Electronic Networks Of Practices.  MIS Quarterly. Vol. 29 No. 1 pp. 35-57.
Yuen, Ting Jer dan M. Shaheen Majid.  2007.  Knowledge Sharing Pattern Of Undergraduate Students In Singapore.  Library Review.  Vol. 56 No. 6 pp. 485-494.
Zurriat Nyndia Rahmawati, Alfima Azmi Imananda, dan Eko Jayanto.  2010.  Fenomena Pendirian Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI): Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Atau Kapitalisasi Pendidikan. Program Kreativitas Mahasiswa.  Universitas Negeri Malang.
 

No comments:

Post a Comment