Sebagai guru baru yang baru tamat pendidikan kadangkala kita mempunyai idealis yang tinggi bahwa dengan ilmu yang kita miliki kita akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dikala kita mulai berkecimpung secara lansung menghadapi siswa dengan berbagai tingkah polahnya
Namun setelah beberapa saat berkutat dengan masalah yang dihadapi, akhirnya kita menyadari bahwa masalah yang dihadapi sebagai guru tidak semudah yang kita duga, malah jangankan menyelesaikan masalah, namun justru kita yang menimbulkan masalah baru. Inilah yang dialami oleh ibu guru cantik “ Yola” dalam sinetron Dunia Terbalik yang di perankan oleh artis cantik Anjani Dina dan ditayangkan oleh RCTI pukul 20.00 setiap malam.
Ibu Yola berusaha mengubah prilaku Jeniver anak Pak Idoi yang lamban berpikir yang memperlihatkan gejala meniru bapaknya yang lamban dalam berpikir itu agar berkembang menjadi dirinya sendiri yang cerdas. Sayang jangkan berhasil malah Jeniver berbalik membencinya dan menuduh bahwa ibu Yola ingin memisahkan dia dengan Bapaknya. Dan sialnya lagi Jeniver tidak mau lagi sekolah karena benci dengan gurunya ini. Inilah yang membuat sang guru muda kecewa dan merasa gagal serta ingin berhenti menjadi guru. Cerita dalam sinetron ini terjadi di sebuah desa yang hampir semua ibu-ibu di sana menjadi TKW sehingga yang berperanan menggantikan ibu mengurus anak dan rumah tangga adalah para suami. Inilah yang dikatakan dunia terbalik.
Melihat tayangan sinetron ini mengingatkan saya lagi ketika pertama kali jadi guru di SMA. Ketika itu saya baru sekitar 4 tahun tamat SMA karena tamatan D III pendidikan. Jadi selisih umur dengan siswa tidak terlalu jauh. Banyak masalah-masalah yang diluar dugaan yang muncul ketika berintegrasi dengan murid. Kita ingin akrab dan pengertian dengan murid, namun ini rupanya tidak baik bagi sebagian siswa. Sikap kita yang penuh pengertian dan toleran melahirkan beberapa siswa yang punya kesempatan untuk melanggar aturan dan disiplin. Sebaliknya dengan bersikap keras meenimbulkan konflik dengan sejumlah siswa. Inilah yang dihadapi beberapa saat. Demikian juga dengan masalah belajar siswa. Banyak siswa bermasalah dan tidak termotivasi sedikitpun dengan belajar sehingga hasilnya tidak seperti yang kita harapkan
Namun dengan berjalannya waktu, susah dan senang menghadapi berbagai rintangan namun mau tak mau lagu harus maju tak gentar. Atau bahasa kereanya, “ whatever happen the show must go on”. Akhirnya dengan tekat ini, satu-satu persatu permasalahan bisa diatasi. Secaraberansur kita sudah bisa melihat perbedaan perbedaan individu diantara siswa. Ada siswa yang bisa diajak untuk berkarab ria. Ada pula siswa yang kita harus menjaga jarak jangan terlalu akrab, karena kalau kita akrab dia berpotensi meruntuhkan wibawa kita. Ada siswa yang harus dihadapi dengan lemah lembut dan ada pula kita harus dengan sedikit keras . Yang memusingkan lagi siswa-siswa yang bergaya preman dan petentengan. Pada kelompok ini kita harus tunjukkan bahwa kita tidak takut pada mereka. Kita harus bisa mendekati mereka kadangkala dengan sedikit keras (gertak) sehingga memungkinkan kita duduk bersama secara informal bisa di kantin atau di mana saja. Dan nantinya kalau sudah bisa diajak berdialog, pada akhirnya nanti siswa yang petentangan ini berobah menjadi siswa yang penurut mau diatur. Malah banyak dari kalangan mereka ini yang akhirnya bisa diakrabi dan bisa juga berlaku sebagai teman.
Demikian juga pada hasil belajar. Setelah berapa lama jadi guru akhirnya kita bisa membedakan mana siswa yang bisa dioptimalkan untuk mencamai nilai maksimal dan mana pula siswa yang hanya untuk sekdar melewati angka minimal. Pada pokok bahasan tertentu ada siswa yang tidak akan bisa menguasainya walaupun kita sudah berusaha sebaik mungkin. Makanya tidak semua indikator siswa harus bisa menguasainya.
Makin lama menjadi guru kita makin mengenal anak dan makin mudah kita untuk memilihkan solusi dari masalah mereka. Memang banyak ilmu-ilmu menghadapi masalah anak yang tidak kita dapati dibangku kuliah, namun kita temui sendiri seiring dengan bertambah lamanya kita menjadi guru. Maka saya menganjurkan kepada kawan-kawan guru, setiap mereka menyelesaikan suatu masalah hendaknya menuliskan dalam bentuk jurnal atau pun best practice ataupun Penelitian Tindakan Kelas.
Memang kata pepatah, pengalaman adalah guru yang sangat berharga, namun untuk mendapatkan solusi dari pengalaman membutuhkan waktu yang lama dan mengalami pahit getir kehidupan. Tapi solusi yang ditemukan setelah bertahun-tahun pengalaman itu bisa dibaca dalam satu jam kalau kita tuliskan. Sehingga guru-guru baru tidak mulai lagi dengan Trial and error seperti yang dilami oleh pendahulu mereka.
No comments:
Post a Comment