ABSTRAK
ASFIA ROSANTI, M.Pd. 2013. NIP.19720625.199703.2.002. Penerapan Modifikasi STAD Melalui Twister Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar. Laporan Penelitian Tindakan kelas. Kabupaten Kampar : SMP Negeri 4 Siak Hulu.
Guru,
siswa dan strategi pembelajaran merupakan unsur penting dalam proses
pembelajaran yang akan berdampak terhadap hasil belajar. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas guru dan siswa serta hasil
belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu
yang berjumlah 29 orang siswa dengan 14 orang siswa laki-laki dan 15
orang siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari
sampai bulan April
2013 tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan sebanyak dua siklus. Pengumpulan
data penelitian dilakukan dengan teknik pengamatan dan tes. Lembar
pengamatan akan dianalisis secara deskriptif naratif, sedangkan tes
hasil belajar akan dianalisis dengan rata-rata. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rata-rata nilai dasar hasil belajar matematika adalah 24,79, pada ulangan harian I 77,09 dan pada ulanga harian II 85,77. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar.
Kata kunci: Modifikasi STAD melalui Twister, Aktivitas Belajar Siswa, Hasil Belajar Matematika, PTK.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
pendidikan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas. Hal ini
disebabkan oleh suatu kesadaran bahwa melalui pendidikan manusia dapat
menggali segenap potensi yang dibawa anak sejak lahir. Untuk itu
pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha untuk
mencapainya, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan formal
dan non formal. Pada pendidikan formal dikenal berbagai macam bidang
studi pelajaran diantaranya adalah matematika.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007, Matematika merupakan :
ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata
pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif.[1]
Selanjutnya tujuan mata pelajaran matematika dalam Permendiknas nomor 20 Tahun 2007 disebutkan bahwa:
Mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam permasalahan; (2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah; (5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.[2]
Berdasarkan
tujuan tersebut, pelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting
untuk dikuasai oleh setiap siswa. Oleh sebab itu, seorang guru harus
dapat menciptakan proses pembelajaran yang efisien. Slameto mengatakan bahwa belajar yang efisien dapat tercapai apabila guru menggunakan strategi belajar yang tepat.[3] Dengan
digunakannya strategi yang baik dan tepat diharapkan setiap siswa dapat
mencapai hasil belajar matematika yang baik pula.
Berdasarkan data hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu ternyata masih banyak yang belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah untuk mata
pelajaran matematika yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan
harian siswa pada materi pokok perbandingan yang mencapai KKM hanya
37,93% atau sekitar 11 dari 29 orang siswa dengan nilai rata-rata kelas yaitu 62,34.
Ketika
proses pembelajaran berlangsung hanya sebagian siswa yang terlibat
aktif, sedangkan sebagian siswa yang lain hanya bermain-main dan enggan
untuk melibatkan diri secara aktif. Proses pembelajaran yang dilakukan
masih berpusat pada guru dimana guru lebih banyak menjelaskan materi secara rinci dengan ceramah dan tanya jawab ,setelah itu memberikan soal kepada siswa sesuai dengan contoh-contoh yang telah diberikan guru, sehingga
kegiatan siswa menjadi pasif karena hanya mengikuti alur pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Walaupun dalam proses pelaksanaan pembelajaran
guru juga pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif seperti
STAD, TPS dan TAI, namun belumlah efektif, karena belum dapat
mengaktifkan seluruh siswa, ini terlihat masih banyak siswa yang
berbicara dengan temannya, baik pada saat guru menjelaskan materi atau
pada saat diskusi kelompok. Ketika guru memberikan pertanyaan hanya
beberapa siswa yang mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut sedangkan
siswa yang lain hanya menunggu jawaban dari temannya. Apabila hal ini
berlangsung terus-menerus maka akan menghambat kreativitas siswa dalam
berpikir karena guru belum benar-benar melibatkan siswa secara aktif.
Sehubungan dengan kondisi dan masalah tersebut, maka peneliti berkolaborasi
dengan teman sejawat bermaksud memperbaiki proses pembelajaran yang
diharapkan akan membantu meningkatkan hasil belajar matematika. Dalam
hal ini, peneliti memfasilitasi siswa untuk belajar lebih aktif serta
mengkondisikan proses pembelajaran agar menjadi menyenangkan.
Wina Sanjaya mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran.[4] Selanjutnya Wina Sanjaya menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif.[5] Salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu STAD. Menurut Hamdani kelebihan
tipe STAD yaitu seluruh siswa menjadi lebih siap dan melatih kerja sama
dengan baik.[6] Dengan
adanya kelebihan tipe STAD tersebut diharapkan adanya aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Oleh sebab itu peneliti mencoba menerapkan pembelajaran STAD yang dimodifikasi dengan kegiatan permainan menggunakan media twister yang diharapkan dapat memperbaiki keaktifan siswa sehingga hasil belajar dapat meningkat. Kegiatan pembelajaran melalui media Twister menurut Ginnis dapat mendorong siswa pada kelompoknya yang enggan untuk ikut serta.[7]
Selanjutnya Ginnis juga menambahkan bahwa twister merupakan
permainan dengan keunggulan yang menantang dan termasuk jenis permainan
yang familiar dan memotivasi bagi sebagian besar siswa serta melatih
kecepatan berpikir.[8]
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Modifikasi STAD melalui Twister untuk Meningkatkan Aktivitas dan hasil Belajar Matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar”.
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas beberapa masalah yang diidentifikasi dalam pembelajaran matematika di Kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kampar antara lain:
1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah
2. Hasil belajar matematika siswa masih rendah
3. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika
4. Kemampuan guru dalam menguasai teknik dan metode mengajar masih rendah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah” Apakah penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun pelajaran 2012/2013?.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan penerapan modifikasi STAD melalui twister di kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun pelajaran 2012/2013.
2. Meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan penerapan modifikasi STAD melalui twister di kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun pelajaran 2012/2013.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Siswa:
a. Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
b. Dapat meningkatkan hasil belajar sehingga mutu pendidikan dapat lebih meningkat..
2. Guru :
a. Meningkatkan motivasi guru dalam proses belajar mengajar.
b. Meningkatkan kemampuan guru dalam menciptakan proses belajar mengajar yang menarik dan bervariasi.
c. Memberikan
alternatif lain kepada guru sehingga memperkaya khasanah dan wawasan
pengetahuan guru dalam bidang strategi belajar mengajar.
3. Sekolah :
a. Meningkatkan prestasi sekolah yang dapat dilihat dari peningkatan aktivitas dan kreatifitas siswa serta hasil belajarnya.
b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
F. Defenisi Operasional
Untuk
memudahkan penafsiran dalam penelitian ini, maka berikut ini akan
dijelaskan mengenai definisi dari beberapa istilah yang banyak digunakan
dalam penelitian ini :
1. Twister
Twister merupakan media pembelajaran berupa lingkaran yang terbuat dari triplek atau bahan lain yang dapat digunakan. Twister dibagi
menjadi sektor-sektor sejumlah soal dan diberi nomor, yang dilengkapi
anak panah untuk menunjukkan angka soal yang terpilih. Twister digunakan untuk penentuan soal mana yang akan dijawab kelompok tertentu. Dalam twister kita akan melihat kecepatan kerja dan kekompakan siswa dalam belajar pada kelompoknya.
2. Student Teams Achievement Divisions (STAD)
STAD (Student Teams Achievement Divisions)
merupakan salah tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok
4-5 orang siswa secara heterogen. Tipe STAD juga diawali dengan
menyampaikan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok
dan penghargaan kelompok dan tes individu. Modifikasi STAD dalam
penelitian ini adalah mengkombinasikan media twister dalam pembelajaran pada kegiatan kelompok yang digunakan untuk melihat kecepatan kerja dan kekompakan siswa dalam kelompok pada saat menjawab soal-soal kuis.
3. Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas
belajar siswa adalah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang
bersifat fisik maupun mental. Pada penelitian ini aktivitas siswa yang
diamati adalah aktivitas siswa mengerjakan LKS dengan benar dan tepat
waktu, aktivitas siswa dalam diskusi kelompok dilihat dari kecepatan dan
kekompakan siswa dalam kelompok pada saat permainan menggunakan twister yaitu mulai dari memutar twister sampai
menjawab soal-soal kuis sedangkan aktivitas menjawab pertanyaan dilihat
pada saat tes individu yaitu bagaimana siswa dapat mengerjakan dengan
jujur dan tepat waktu.
4. Hasil Belajar Matematika Siswa
Hasil belajar matematika siswa adalah kemampuan kognitif yang dimiliki dan dicapai siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu berdasarkan skor ulangan harian setelah melalui penerapan modifikasi pembelajaran STAD melalui twister. Indikator keberhasilan siswa adalah jika minimal 85
% siswa sudah tuntas belajar, yaitu apabila secara individual
penguasaan materi pelajaran lebih tinggi atau sama dengan KKM yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah 70. Hasil belajar akan dinilai melalui penilaian kognitif melalui tes tertulis.
.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Twister
Matematika
seringkali dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan bagi para
pelajar, karena dianggap pelajaran yang sulit dan membingungkan. Tetapi,
sebenarnya matematika itu sangat mengasikkan. Banyak jalan untuk membuat matematika menjadi pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Salah
satu cara penyajian materi pelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar adalah dengan menggunakan media pembelajaran twister (roda keberuntungan). Pengertian twister menurut Ginnis adalah :
Merupakan media pembelajaran berupa lingkaran yang terbuat dari triplek atau bahan lain yang dapat digunakan. Twister dibagi
menjadi sektor-sektor sejumlah soal dan diberi nomor, yang dilengkapi
anak panah untuk menunjukkan angka soal yang terpilih. Twister digunakan untuk penentuan soal mana yang akan dijawab kelompok tertentu. Penentuan soal menggunakan twister pada
dasarnya sama dengan pengambilan nomor secara acak. Pengambilan nomor
secara acak bukanlah hal yang baru lagi sehingga kurang menarik bagi
siswa. Sedangkan twister ini
merupakan media baru yang digunakan untuk penentuan soal mana yang akan
dijawab oleh kelompok tertentu sehingga siswa pada kelompoknya lebih
tertarik dan termotivasi. [9]
Selanjutnya Ginnis memberikan salah satu contoh gambar twister
sebagai berikut:
Gambar II.1. Twister
Keunggulan penggunaan twister dalam kegiatan pembelajaran menurut Ginnis adalah
Mendorong siswa pada kelompoknya yang enggan untuk ikut serta, mereka cenderung menerima pemilihan acak dari roda tersebut. Twister merupakan permainan dengan keunggulan yang menantang. Twister merupakan jenis permainan yang familiar dan memotivasi bagi sebagian besar siswa sehingga siswa dapat terlibat aktif. Dalam Twister kita akan melihat kecepatan kerja dan kekompakan siswa dalam belajar pada kelompoknya.[10]
Berdasarkan pendapat ahli di atas terlihat bahwa menggunakan media twister dalam
kegiatan pembelajaran akan mengaktifkan hampir seluruh siswa dalam
kelas, karena siswa akan merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga
mereka akan berusaha cepat dalam berfikir dan bertindak.
Untuk menggunakan media twister dalam suatu kegiatan pembelajaran di kelas, maka ada beberapa langkah-langkah twister yang harus dilakukan, seperti yang dikemukakan oleh Ginnis berikut ini:
a. Buat satu set kartu dengan pertanyaan di satu sisi dan angka di belakangnya.
b. Buat Twister, bagi roda menjadi sektor-sektor sejumlah kartu pertanyaan, beri anak panah dan beri angka pada Twister tersebut.
c. Siswa duduk pada masing-masing kelompok.
Satu sukarelawan mulai, ambil roda dan memutarkan. Anak panak sudah
menunjukkan angka. Kelompok tersebut berdiri dan salah seorang dari
kelompok tersebut mengambil kartu soal sesuai dengan angka yang ditunjuk
oleh anak panah pada roda. Kemudian menyerahkan soal tersebut pada
guru.
d. Guru
membacakan soal dan memberikan batasan waktu untuk berdiskusi, semua
kelompok mengerjakan soal dalam kelompoknya. Kemudian kelompok yang
mendapat giliran menyampaikan jawaban. Tiap kelompok hanya memiliki dua
kesempatan untuk menjawab soal.
e. Diskusi
singkat berlangsung antara guru dan siswa. Jika mereka memutuskan bahwa
siswa tersebut menjawab dengan lengkap dan akurat, berarti angka
tersebut hangus dan kelompok yang memutarkan Twister mendapat skor. Jika jawaban salah maka kelompok lain boleh menjawab, kalau jawaban masih salah, maka soal dibahas bersama.
Roda diberikan untuk kelompok selajutnya, seperti langkah c , d, dan e .[11]
2. Model Pembelajaraan Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya adalah:
Merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil,
yaitu antara empat sampai enam siswa yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda.[12]
Sedangkan
Trianto menjelaskan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk
dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja
sama dalam menguasai materi yang diberikan guru.[13]
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Hamdani adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa.
c. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya.
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.
e. Guru berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.[14]
Ide utama dari belajar Kooperatif menurut Trianto adalah sebagai berikut:
Siswa
bekerja sama untuk belajar dan bertanggung-jawab pada kemajuan belajar
temannya. Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan
dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota
kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi.[15]
Selain
itu, Trianto juga menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. [16]
Pembelajaran
kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang siswanya dibentuk
dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa. Dalam kelompok tersebut
memerlukan kerja sama dengan tujuan dapat memecahkan masalah dalam
belajar.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif menurut Trianto adalah tertera seperti tabel di bawah ini. [17]
Tabel 1I. I. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Kegiatan Guru
|
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
|
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
|
Fase 2
Menyajikan informasi.
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
|
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.
|
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
|
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
|
Fase 5
Evaluasi.
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasekan hasil belajarnya.
|
Fase 6
Memberikan penghargaan.
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
|
3. Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe, salah satunya adalah STAD (Student Teams Achievement Divisions).
Menurut Trianto Pembelajaran koperatif tipe STAD merupakan salah tipe
dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara
heterogen.[18]
Trianto
menambahkan bahwa fase-fase tipe STAD juga sama dengan fase
pembelajaran kooperatif yang diawali dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok,evaluasi dan
penghargaan kelompok.[19]
Tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin adalah sebagai berikut:
a. Persiapan.
1).
Materi, cukup dengan membuat materi sendiri. Membuat lembar kegiatan,
sebuah lembar jawaban dan sebuah kuis untuk setiap unit yang akan
direncanakan untuk mengajar.
2). Mengorganisasikan siswa dalam kelompok heterogen yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
b. Penyajian kelas.
Pembelajaran
kooperatif tipe STAD dimulai dengan guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan
memotivasi rasa ingin tahu siswa akan materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberi apersepsi, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang dimiliki serta memberikan LKS.
c. Belajar Tim.
Selama kegiatan kelompok guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. Pada tahap ini setiap siswa mengerjakan LKS sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok.
d. Tes (Ujian).
Guru
memberikan kuis dan memberi waktu yang sesuai kepada para siswa untuk
menyelesaikannya. Hal ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa
terhadap materi.
e. Rekognisi Tim.
1). Menghitung skor kemajuan individual dan tim.
Perhitungan
skor individu bertujuan untuk menentukan nilai perkembangan individu
yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok. Nilai perkembangan
dihitung berdasarkan selisih perolehan tes terdahulu dengan skor tes
akhir. Sedangkan untuk menghitung skor kelompok dilakukan dengan menghitung rata-rata skor perkembangan anggota kelompok,
yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan yang diperoleh
anggota kelompok kemudian dibagi dengan banyaknya anggota kelompok.
2). Penghargaan kelompok.
Kriteria penentuan nilai perkembangan individu menurut Slavin dapat dilihat seperti tabel di bawah ini :
Tabel II. 2. Kriteria Penentuan Nilai Perkembangan Individu
Skor Tes
|
Nilai perkembangan
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
|
5
|
10 -1 poin di bawah skor awal
|
10
|
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal
|
20
|
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
|
30
|
Nilai sempurna (terlepas dari skor awal)
|
30
|
Sumber : Slavin [21]
Ada
tiga tingkat kriteria penghargaan yang diberikan untuk penghargaan
kelompok menurut Slavin seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel II. 3. Kriteria Penentuan Penghargaan Kelompok
Rata-rata Nilai Perkembangan Kelompok
|
Kriteria
|
15
|
Baik
|
20
|
Hebat
|
25
|
Super
|
Kriteria tersebut dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan.Setelah 4
atau 5 minggu melakukan STAD atau akhir periode yang telah ditentukan,
tempatkan kembali para siswa ke dalam kelompok yang baru. Ini memberikan
kesempatan baru kepada siswa untuk belajar dengan teman sekelasnya yang
lain.[22]
Untuk
memudahkan peneliti dalam menentukan penghargaan kelompok. Maka pada
penelitian ini peneliti mengubah kriteria tersebut. Adapun kriteria yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel II. 4. Kriteria Penghargaan Kelompok
Kriteria (rata-rata tim)
|
Penghargaan
|
5 ≤ ≤ 15
|
Tim baik
|
15 < 25
|
Tim hebat
|
25 ≤ 30
|
Tim super
|
4. Penerapan modifikasi Pembelajaran STAD melalui Media Twister
Langkah-langkah penerapan modifikasi STAD melalui twister adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
Pada tahap persiapan, guru harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Mempersiapkan perangkat pembelajaran, seperti Silabus, RPP, LKS, Twister dan Kartu soal.
2) Menyiapkan materi yang akan diajarkan.
3) Menentukan skor dasar individu melalui hasil ulangan sebelum dilaksanakan penelitian.
4)
Membentuk kelompok kooperatif dengan menentukan siswa yang berkemampuan
akademik tinggi, sedang dan rendah yaitu 25% siswa berkemampuan tinggi,
50% siswa berkemampuan sedang dan 25% siswa berkemampuan rendah.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
1) Kegiatan Awal (± 10 menit)
(a) Guru menyampaikan salam sebelum belajar (religius).
(b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (fase 1).
(c) Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan aplikasinya di dunia nyata atau kehidupan sehari-hari
(d) Guru mengingatkan siswa kembali tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya yang mendukung materi yang akan dipelajari.
(e) Guru menyampaikan informasi singkat tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan (tanggung jawab).
2) Kegiatan Inti (± 55 menit)
Tahap eksplorasi:
(a) Guru menyampaikan informasi tentang materi yang akan dipelajari (fase 2) (komponen STAD).
(b) Guru menyiapkan media Twister dan kartu soal.
Tahap elaborasi:
(a) Guru meminta siswa duduk dalam kelompok yang telah ditentukan sebelumnya (fase 3) (komponen STAD).
(b)Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan dan didiskusikan dalam kelompoknya (tanggung jawab).
(c)
Siswa mengerjakan LKS di bawah bimbingan guru (fase 4) (tanggung jawab,
kerja keras, rasa ingin tahu, berpikir kritis) (komponen STAD).
(d) Guru bersama siswa membahas isi LKS yang tidak dimengerti siswa (tanggung jawab, perhatian, rasa hormat).
Tahap Konfirmasi:
(a) Guru memasang Twister di papan tulis atau di tempat yang mendukung dan menyebarkan kartu soal yang sudah diberi angka.
(b) Guru meminta satu sukarelawan dari kelompok pertama untuk maju dan memutarkan Twister tersebut, angka yang ditunjukkan anak panah menentukan soal yang akan dijawab oleh kelompok pertama.
(c) Kelompok pertama yang memutarkan Twister mengambil
kartu soal yang ditunjukan oleh anak panah, kemudian guru membacakan
soal yang ditunjukan oleh anak panah tersebut dan guru memberikan batasan waktu untuk berdiskusi menjawab soal tersebut (tanggung jawab, kerja keras).
(d)
Semua kelompok membahas soal dalam kelompoknya, kemudian kelompok
pertama menjawab soal (fase 5) (kerja keras, tanggung jawab, rasa ingin
tahu).
(e)
Guru bersama siswa melakukan diskusi singkat untuk memutuskan apakah
kelompok tersebut menjawab dengan benar, jika benar maka angka soal
hangus dan kelompok tersebut mendapat skor. Jika jawaban belum benar
maka pertanyaan dilemparkan ke kelompok lain. Jika masih salah, maka
soal dibahas bersama (berfikir logis dan rasa ingin tahu).
(f) Guru meminta kelompok berikutnya untuk memutarkan Twister sampai semua kelompok berkesempatan memutarkan anak panah pada Twister.
(g) Setelah waktu habis skor kelompok dihitung, menentukan kelompok yang berhasil paling banyak menjawab soal.
3) Kegiatan Akhir (± 15 menit)
(a) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok (fase 6) (perhatian).
(b) Guru dan siswa sama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
(c) Guru memberikan evaluasi secara individu (kerja keras dan rasa . ingin tahu) (komponen STAD).
(d) Guru memberikan PR kepada siswa (tekun).
(e) Guru menginformasikan tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
(f) Guru meminta masing-masing kelompok untuk mengumpulkan LKS.
5. Aktivitas Belajar Siswa
a. Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas
belajar merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh seseorang siswa
dalam konteks belajar untuk mencapai tujuan. Menurut Djamarah Aktivitas
merupakan bagian yang terpenting dari proses belajar. Karena aktivitas
adalah suatu kegiatan siswa selama proses pembelajaran.[23] Selanjutnya
hakikat belajar menurut Djamarah adalah perobahan yang terjadi pada
diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.[24] Sedangkan
Sardiman mengemukakan bahwa aktivitas sangat diperlukan dalam belajar
karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah
tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Aktivitas belajar itu bersifat
fisik maupun mental.[25]
Piaget
yang dikutip oleh Sardiman menerangkan bahwa, Seorang anak itu berfikir
sepanjang ia berbuat. Agar anak berfikir sendiri maka harus diberi
kesempatan untuk berbuat sendiri. Fungsi guru hanya sebagai fasilitator
dan memberikan stimulus agar dapat membangkitkan aktivitas siswa, baik
aktivitas fisik ( Jasmani ) maupun aktivitas mental (
Rohani ). Kedua aktivitas tersebut harus dihubungkan. Guru memberikan
rangsangan kepada siswa berupa pengalaman yang diwujudkan dalam bentuk
aktivitas. Makin banyak diberikan aktivitas, makin dalam pemahaman terhadap objek yang dipelajari.[26]
Oleh
sebab itulah pendidikan dewasa ini menitik beratkan pada proses
pembelajaran pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil bekerja.
Oemar Hamalik mengatakan bahwa dengan bekerja siswa memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya,
termasuk sikap dan nilai.[27]
b. Aspek dan Indikator Aktivitas
Pada
standar proses pendidikan, pembelajaran – pembelajaran didisain untuk
membelajarkan siswa. Artinya sistem pembelajaran menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dengan kata lain pembelajaran ditekankan atau
berorientasi pada aktivitas siswa.
Menurut
Wina Sanjaya ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi
pada aktivitas siswa. Salah satunya adalah asumsi tentang siswa sebagai
subjek didik, yaitu:
(a)
siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia dalam
perkembangan ; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda ; (c)
anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis
dalam menghadapi lingkungan ; (d) anak didik memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhannya. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik
bukanlah objek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi mereka
adalah subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya
diarahkan untuk meningkatkan aktivitas dan mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki anak – anak didik.[28]
Sehubungan
hal tersebut pembelajaran menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Adapun manfaat dari aktivitas dalam pembelajaran menurut Oemar Hamalik
adalah sebagai berikut :
(a)
siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri; (b)
berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, (c)
memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa yang pada
gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok; (d) siswa belajar dan
bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat
bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual; (e) memupuk
disiplin belajar dan suasana belajar yang memasyarakat, kekeluargaan,
musyawarah dan mufakat; (f) membina dan memupuk kerjasama antara sekolah
dan masyarakat dan hubungan antara guru dan orang tua siswa yang
bermanfaat dalam pendidikan siswa; (g) pembelajaran dan belajar
dilaksanakan secara realistis dan konkrit, sehingga mengembangkan
pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme;
(h) pembelajaran dan kegiatan belajar menjadikan hidup sebagaimana
halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.[29]
Siswa
merupakan salah satu pelaku dalam proses pembelajaran di sekolah,
dimana siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah
informasi yang diterima dalam proses kegiatan belajar mengajar. Slameto
menambahkan bahwa :
“Dalam
proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam
berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas
siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi
dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda.
Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi
dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah,
melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, inti sari dari pelajaran
yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif,
maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik”.[30]
Menurut Nasution, “tanpa aktivitas belajar tidak akan memberi hasil yang baik”.[31] Paul
B.Diedrich menggolongkan 117 macam aktivitas siswa dalam belajar
seperti yang dikutip oleh Sardiman, kedalam delapan kelompok yaitu: (1) visual activities, yang termasuk didalamnya seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain; (2) oral activities,
seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan
pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi; (3) listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; (4) writing activities, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin; (5) drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram; (6) motor activities,
yang termasuk di dalamnya adalah antara lain: melakukan percobaan,
membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak; (7) mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan; (8) emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. [32]
Aktivitas-aktivitas belajar menurut Djamarah adalah sebagai berikut
(1)Mendengarkan,yaitu
salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah
pasti ada aktivitas mendengarkan kecuali orang tuna rungu yang belajar
tidak mempergunakan aktivitas mendengarkan. (2)Memandang, yaitu
mengarahkan penglihatan kesuatu objek. Aktivitas memandang termasuk
dalam kategori aktivitas belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar
di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan
kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang
positif.(3)Menulis atau mencatat.Menulis atau mencatat merupakan
kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Mencatat yang
termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu
orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, agar catatan itu nantinya
berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
(4) Membaca.Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak
dilakukan selama belajar di sekolah. Kalau belajar adalah untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu
ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak
ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. (5)
Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi. Banyak orang yang
merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar
materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang
akan datang. (6) Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan.
Materi non-verbal semacam tabel, diagram dan bagan sangat berguna bagi
seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula
gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif
yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. (7)
Mengingat.Mengingat merupakan gejala psikologis. Mengingat adalah salah
satu aktivitas belajar. Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat
ketika seseorang sedang menghafal bahan pelajaran berupa dalil, kaidah,
pengertian, rumus, dan sebagainya. (8)
Berpikir.Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir
orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu
tentang hubungan antara sesuatu. (9) Latihan atau praktek.Learning by doing adalah
konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan
kesan-kesan dengan cara berbuat. Latihan termasuk cara yang baik untuk
memperkuat ingatan. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima
lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung
belajar yang optimal.[33]
Dari pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran, aktivitas belajar siswa
merupakan salah hal yang mutlak diperlukan selain itu peran guru
sebagai motivator dan fasilitator juga perlu diperhatikan agar tujuan
yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dapat terwujud dengan
maksimal. Aktivitas belajar siswa
di pengaruhi oleh dua faktor yaitu Faktor intern adalah faktor yang ada
dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern
adalah faktor yang ada di luar individu.Aktivitas belajar siswa
yang dimaksudkan adalah aktivitas belajar siswa yang dipengaruhi oleh
pembelajaran dengan penerapan modifikasi STAD melalui twister.
Aktivitas belajar siswa
dalam penelitian ini mendiskripsikan hasil pengamatan yang difokuskan
pada aktivitas siswa dalam tugas yang berkaitan dengan kemampuan
individu selama
proses pembelajaran berlangsung, khususnya (1) aktivitas mengerjakan
LKS dilihat dari keseriusan siswa ,kebenaran jawaban dan ketepatan
waktu,(2) aktivitas diskusi dilihat dari kerja sama antar anggota dalam kelompok diskusi ,
(3)
aktivitas menjawab soal yang meliputi keberanian siswa dalam menjawab
pertanyaan secara lisan maupun tulisan, dan kesungguhan siswa dalam
menjawab soal tes individu.
Kriteria
aktivitas belajar siswa pada penelitian ini mengacu kepada skala yang
dikemukakan oleh Dimyati dan Mujiono yang menggolongkan kriteria
aktivitas belajar siswa dalam empat kriteria yaitu :
76 % - 99 % = amat banyak
51 % - 75 % = banyak
25 % - 50 % = sedikit
1 % - 25 % = amat sedikit.[34]
Indikator keberhasilan peningkatan aktivitas
belajar siswa pada penelitian ini adalah jika sekurang – kurangnya 75 %
siswa aktivitas belajarnya sudah pada kriteria banyak atau amat banyak.
6. Hasil Belajar
Menurut Dimyati,
dkk, mengatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.[35] Hasil
belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua
dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Sedangkan menurut Agus
Suprijono hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.[36]
Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya.[37] Selain itu, Nana Sudjana juga mengatakan bahwa dalam
penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi
rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa
menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.[38]
Penilaian
proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan
efisiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku
siswa.
Menurut Slameto Ada 3 faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu :
a. Faktor Internal.
Faktor
yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, yang meliputi dua aspek
yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis adalah
aspek yang menyangkut tentang keberadaan kondisi fisik siswa, sedangkan
aspek psikologis adalah aspek yang meliputi tingkat
kecerdasan,minat,bakat,motivasi dan kemampuan kognitif.
b. Faktor Eksternal.
Faktor
yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor lingkungan
sosial dan non sosial. Faktor sosial adalah faktor yang meliputi
keberadaan para guru, staf administrasi dan teman sejawat, sedangkan non
sosial adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai
dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor tersebut diharapkan dapat
berfungsi sebagai saran untuk tercapainya tujuan belajar yang dirancang.
c. Faktor Pendekatan Belajar.
Faktor
pendekatan belajar adalah upaya belajar siswa yang meliputi strategi
dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh
karena itu pengetahuan guru terhadap faktor yang dapat mempengaruhi
hasil belajar sangat penting dalam rangka membantu siswa mencapai hasil
belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing.[39]
Berdasarkan
uraian di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa hasil belajar adalah
suatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah
dilakukan sehingga terjadinya perubahan perilaku pada yang bersangkutan
baik perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Sedangkan hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah kemampuan
kognitif yang dimiliki dan dicapai siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu berdasarkan skor ulangan harian setelah melalui proses pembelajaran dengan Penerapan modifikasi Pembelajaran STAD melalui Media Twister.
8. Hubungan Penerapan modifikasi Pembelajaran STAD melalui Media Twister dengan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa .
Agus
Suprijono mengatakan bahwa pelaksanaan prosedur model pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih
efektif. Untuk itulah guru harus tepat memilih model dan metode pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran. [40]
Penerapan modifikasi STAD melalui media Twister diharapkan dapat membuat siswa berkontribusi secara aktif dalam belajar. Twister digunakan untuk menentukan soal mana yang akan dijawab oleh kelompok tetentu.
Dalam proses pembelajaran ini, kelompok yang mendapatkan giliran memutarkan Twister akan mengerjakan soal yang dibacakan guru sesuai dengan angka yang ditunjukan anak panah pada Twister dan
kelompok tersebut berusaha memberikan jawaban yang benar. Kelompok lain
juga mengerjakan soal tersebut. Jika jawaban kelompok yang mendapat
giliran memutarkan Twister salah,
maka kelompok lain mempunyai kesempatan untuk menjawab soal tersebut.
Setelah proses selesai, maka skor kelompok dihitung. Menentukan kelompok
mana yang paling banyak menjawab dengan benar. Hal ini diharapkan
supaya suasana pembelajaran di kelas tidak lagi membosankan, dengan
menggunakan Twister siswa
akan terlatih untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi
yang telah diajarkan, mempererat hubungan kelompok dan menciptakan
kekompakan kelompok. Dengan demikian diharapkan akan memberikan
peningkatan terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Penerapan modifikasi STAD melalui Media twister akan
menumbuhkan minat siswa untuk belajar, melatih ingatan dan kecepatan
berpikir serta membuat siswa menyenangi pelajaran matematika yang
awalnya dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan bagi siswa.
B. Penelitian yang Relevan
1. Nina Puspita mengatakan bahwa penerapan twister dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika. [41]
2. Nurmiati mengatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika.[42]
3. Rini Gustina mengatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. [43]
Dari ketiga penelitian di atas , ada beberapa perbedaan dari penelitian
yang akan dilakukan antara lain, pada penelitian pertama hanya
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sedangkan pada penelitian
yang akan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar, pada penelitian kedua dan ketiga hanya membahas pembelajaran
STAD saja ,sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan membahas
pembelajaran STAD modifikasi .
C. Kerangka Berfikir
Penerapan modifikasi Pembelajaran STAD melalui Twister dalam pembelajaran matematika dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa,sehingga
dengan meningkatnya aktivitas dalam proses pembelajaran,hasil belajar
siswa akan lebih baik. Kerangka berfikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Aktivitas Belajar Siswa Rendah
|
Aktivitas belajar Siswa Meningkat
|
Pembelajaran dengan Pemblj STAD modifikasi twister
|
Siswa
|
Hasil Belajar Siswa Rendah
|
Hasil Belajar Siswa Meningkat
|
Gambar II.1. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah “ Penerapan modifikasi Pembelajaran STAD melalui Twister dapat meningkatkan Aktivitas dan Hasil belajar matematika Siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun pelajaran 2012/2013”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan oleh guru sendiri
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Selanjutnya I
GAK, dkk. (2008: 14) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai
guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.[44]
Suharsimi,
dkk mengungkapkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang
dilakukan oleh siswa. Penelitian ini dihrapkan dapat memperbaiki dan
meningkatkan profesiona guru dalam proses pembelajaran.[45]
B. Setting Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 29 siswa/i terdiri dari 14 siswa dan 15 siswi. Siswa di kelas tersebut heterogen dilihat dari kemampuan akademis dan jenis kelamin. Alasan pemilihan kelas VII1 sebagai
kelas penelitian adalah karena kelas ini merupakan kelas yang paling
rendah nilai rata-ratanya dan paling banyak siswa yang mempunyai nilai
dibawah KKM yang ditetapkan dibandingkan dengan kelas-kelas yang peneliti ajar pada semester ini.
Penelitian tindakan kelas ini di maksudkan untuk melihat dan mengkaji secara mendalam penerapan twister dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar terutama di tujukan pada kelas VII1 semester
genap tahun pelajaran 2012/2013. Melalui penelitian tindakan kelas ini
diharapkan dapat memberikan makna dan gambaran menyeluruh berkaitan
dengan kontribusi penerapan
twister dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran
matematika terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa terutama yang
berhubungan dengan kegiatan di kelas dan nilai ulangan harian siswa.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang di mulai bulan Februari sampai dengan bulan April 2013.
C. Variabel Penelitian
Variabel
dalam penelitian ini adalah penerapan twister dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD, aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa
D. Rencana Tindakan
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan model siklus yang dikembang oleh beberapa ahli dalam Suharsimi, dkk, yaitu siklus yang secara garis besar terbagi atas 4 tahap yang lazim dilalui, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. [46]
Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah seperti gambar di samping berikut :
Refleksi
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Perencanaan
|
SIKLUS I
|
Pengamatan
|
Perencanaan
|
Pengamatan
|
Pelaksanaan
|
SIKLUS II
|
?
|
Gambar III.1. Bagan Siklus PTK
Pada
saat melakukan penelitian, peneliti melakukan refleksi awal yaitu
mencari kekurangan dan hambatan yang terjadi di kelas tersebut dan
menemukan tindakan yang sesuai serta menyelesaikan masalah-masalah yang
ada. Setelah itu akan dilakukan perencanaan. Masing-masing tahapan
siklus dalam penelitian sebagai berikut:
1. Perencanaan
Dalam
pembelajaran peneliti akan menyusun perangkat yang terdiri dari
silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), perangkat Twister, lembar kerja siswa (LKS), menentukan skor awal, kartu soal, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar pengamatan aktivitas siswa.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
ini merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan. Pelaksanaan
tindakan dilakukan pada proses pembelajaran secara terstruktur berpandu
pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran kemudian belajar dengan menggunakan perangkat Twister .
Dalam rancangan pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Secara
rinci di uraikan sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal (± 10 menit)
1) Guru menyampaikan salam sebelum belajar (religius).
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (fase 1).
3) Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan aplikasinya di dunia nyata atau kehidupan sehari-hari
4) Guru mengingatkan siswa kembali tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya yang mendukung materi yang akan dipelajari.
5) Guru menyampaikan informasi singkat tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan (tanggung jawab).
b. Kegiatan Inti (± 55 menit)
Tahap eksplorasi:
1)Guru menyampaikan informasi tentang materi yang akan dipelajari (fase 2) (komponen STAD).
2) Guru menyiapkan media Twister dan kartu soal.
Tahap elaborasi:
3) Guru meminta siswa duduk dalam kelompok yang telah ditentukan sebelumnya (fase 3) (komponen STAD).
4) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan dan didiskusikan dalam kelompoknya (tanggung jawab).
5)
Siswa mengerjakan LKS di bawah bimbingan guru (fase 4) (tanggung jawab,
kerja keras, rasa ingin tahu, berpikir kritis) (komponen STAD).
6) Guru bersama siswa membahas isi LKS yang tidak dimengerti siswa (tanggung jawab, perhatian, rasa hormat).
Tahap Konfirmasi:
7) Guru memasang Twister di papan tulis atau di tempat yang mendukung dan menyebarkan kartu soal yang sudah diberi angka.
8) Guru meminta satu sukarelawan dari kelompok pertama untuk maju dan memutarkan Twister tersebut, angka yang ditunjukkan anak panah menentukan soal yang akan dijawab oleh kelompok pertama.
9) Kelompok pertama yang memutarkan Twister mengambil
kartu soal yang ditunjukan oleh anak panah, kemudian guru membacakan
soal yang ditunjukan oleh anak panah tersebut dan guru memberikan batasan waktu untuk berdiskusi menjawab soal tersebut (tanggung jawab, kerja keras).
10)
Semua kelompok membahas soal dalam kelompoknya, kemudian kelompok
pertama menjawab soal (fase 5) (kerja keras, tanggung jawab, rasa ingin
tahu).
11)
Guru bersama siswa melakukan diskusi singkat untuk memutuskan apakah
kelompok tersebut menjawab dengan benar, jika benar maka angka soal
hangus dan kelompok tersebut mendapat skor. Jika jawaban belum benar
maka pertanyaan dilemparkan ke kelompok lain. Jika masih salah, maka
soal dibahas bersama (berfikir logis dan rasa ingin tahu).
12) Guru meminta kelompok berikutnya untuk memutarkan Twister sampai semua kelompok berkesempatan memutarkan anak panah pada Twister.
13) Setelah waktu habis skor kelompok dihitung, menentukan kelompok yang berhasil paling banyak menjawab soal.
c. Kegiatan Akhir (± 15 menit)
1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok (fase 6) (perhatian).
2) Guru dan siswa sama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
3) Guru memberikan evaluasi secara individu (kerja keras dan rasa . ingin tahu) (komponen STAD).
4) Guru memberikan PR kepada siswa (tekun).
5) Guru menginformasikan tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
6) Guru meminta masing-masing kelompok untuk mengumpulkan LKS.
3. Pengamatan
Dalam
tahap ini yang bertindak sebagai pengamat adalah peneliti langsung
dengan menggunakan lembar pengamatan yang bekerja sama dengan guru.
Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas, interaksi, dan kemajuan belajar
siswa selama pembelajaran berlangsung sesuai dengan keadaan sebenarnya
berdasarkan langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan menggunakan perangkat Twister. Adapun Aktivitas yang di amati dalam proses pengamatan ini adalah :
a. Aktivitas mengerjakan LKS, dilihat dari ketepatan waktu
b. Aktivitas dalam diskusi kelompok, dilihat dari kecepatan dan kekompakan siswa dalam diskusi kelompok pada saat permainan twister mulai dari memutar twister sampai menjawab soal-soal kuis
c. Aktivitas menjawab pertanyaan dilihat dari kejujuran dan ketepatan waktu siswa menjawab soal- soal tes individu.
4. Refleksi
Tahap
refleksi yaitu refleksi di akhir siklus yang merupakan perenungan bagi
peneliti setelah melakukan proses pembelajaran. Kegiatan pada tahap ini
akan menimbulkan pertanyaan yang bisa dijadikan sebagai acuan
keberhasilan, misalnya ; apakah hasil belajar siswa sudah menunjukkan
ketuntasan secara individual serta bagaimana aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Hasil dari refleksi dapat dijadikan sebagai langkah
untuk merencanakan tindakan baru pada pelaksanaan pembelajaran
selanjutnya. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, oleh karena itu
tahap refleksi pada siklus I bertujuan untuk mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan dampak dari tindakan. Kelemahan pada siklus I akan
diperbaiki pada siklus II.
Kriteria keberhasilan tiap siklus yang dikembangkan untuk penerapan twister dalam pembelajaran kooperatif STAD adalah :
a. Aktivitas Siswa
Berdasarkan
kriteria keaktifan siswa dalam penelitian , satu siklus dikatakan
berhasil jika data hasil pengamatan oleh observer dan peneliti yang
telah di analisa memenuhi kriteria 51-75% siswa yang melakukan kegiatan
positif sesuai dengan aspek–aspek yang di amati.[47]
b.Hasil Belajar
Satu siklus dikatakan berhasil dalam pencapaian hasil belajar jika siswa telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 70. Indikator
keberhasilan siswa adalah jika minimal 85 % siswa sudah tuntas belajar,
yaitu apabila secara individual penguasaan materi pelajaran lebih
tinggi atau sama dengan KKM yang ditetapkan.[48]Hasil belajar akan dinilai melalui penilaian kognitif melalui tes tertulis.
E. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data
dalam penelitian ini meliputi data aktivitas siswa dalam proses
pembelajaraan dan data hasil belajar siswa. Data aktivitas siswa dalam
penelitian ini berbentuk data kualitatif, sedangkan data hasil belajar
siswa berupa angka-angka.
Dalam penelitian ini, teknik mengumpulkan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi dokumentasi yaitu pengambilan data tentang nilai UH sebelumnya pada kelas VII1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar .
2. Tes
tertulis untuk pengambilan data tentang hasil belajar yang didapat pada
proses pembelajaran yang dilakukan. Tes ini berupa kuis dan ulangan harian,
3. Lembar observasi / pengamatan terhadap aktivitas
4. Catatan
lapangan. Catatan lapangan dilakukan untuk melengkapi data. Catatan
lapangan ini akan memuat deskripsi tentang kegiatan pembelajaran yang meliputi aktivitas peneliti dan siswa yang tidak terakomodasi oleh format observasi yang tersedia
F. Teknik Analisa Data
1. Analisis data kualitatif
Data
yang diperoleh dari hasil observasi tentang aktivitas belajar siswa di
analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis dilakukan
setiap selesai satu pertemuan. Hasil analisis digunakan untuk melihat
hal-hal yang sudah mengalami kemajuan untuk dapat ditingkatkan dan
dipertahankan serta diperbaiki jika ada yang sesuai menurut semestinya
pada pertemuan berikutnya.
Untuk melihat presentase tingkat aktivitas belajar siswa digunakan ketentuan :
P = f X 100 % (Sudijono)[49]
n
Keterangan : P = Angka presentase
f = Frekuensi aktivitas siswa
n = Jumlah siswa keseluruhan .
Selanjutnya
data perhitungan diklasifikasi dalam kelompok berdasarkan presentase
yang diperoleh sebagai interprestasi aktivitas siswa yang berpedoman
kepada Dimyati dan Mujiono seperti pada tabel di bawah ini : [50]
Tabel 5 . Kategori Aktivitas Siswa
No.
|
Presentase ( % )
|
Kategori Aktivitas
|
1.
|
76 % - 99 %
|
Amat Banyak
|
2.
|
51 % - 75 %
|
Banyak
|
3.
|
25 % - 50 %
|
Sedikit
|
4.
|
1 % - 25 %
|
Amat Sedikit
|
Target aktivitas yang diharapkan pada penelitian ini adalah :
a. Aktivitas siswa untuk indikator mengerjakan LKS tepat waktu dengan benar dan aktivitas siswa menjawab pertanyaan pada kategori amat banyak ( 76 % - 99 % ).
b..Aktivitas diskusi kelompok tergolong pada kategori aktivitas banyak ( 51 % - 75 % ), karena waktu pertemuan hanya 2 x 40 menit.
2. Analisis data kuantitatif
Data
yang diperoleh dari hasil belajar dianalisis untuk melihat ketuntasan
belajar individual masing – masing siswa . Sesuai dengan KKM yang telah
ditetapkan adalah 70. Rata – rata hasil tes belajar yang diperoleh dari
tiap siklus juga dibandingkan untuk melihat peningkatan hasil belajar
masing – masing siklus.
Keberhasilan
tindakan penelitian ini dilihat dari skor dasar, ulangan harian I dan
ulangan harian II dianalisis untuk melihat peningkatan hasil belajar
siswa dengan melihat ketercapaian siswa terhadap KKM yang diperoleh
siswa dari hasil belajar matematika pada materi segi empat setelah dilakukan tindakan.
a. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar
Ketuntasan belajar siswa dianalisis dengan menghitung
ketuntasan individu dan menghitung persentase ketuntasan klasikal.
Untuk menghitung ketuntasan individu dapat digunakan rumus di samping
berikut :
1) Ketuntasan belajar siswa secara individual
(Sri Rezeki)[51]
Keterangan :
KI = Ketuntasan Individu
SS = Skor hasil belajar siswa
SM = Skor Maksimal
Siswa dikatakan tuntas secara individual pada penelitian ini apabila ketuntasan indivudu siswa mencapai nilai KKM.
Adapun KKM yang ditetapkan sekolah adalah 70. Sedangkan untuk
menghitung persentase secara klasikan digunakan rumus sebagai berikut :
2) Ketuntasan belajar siswa secara klasikal :
(Sri Rezeki)[52]
Keterangan :
KK = Ketuntasan Klasikal
JST = Jumlah siswa yang tuntas
JS = Jumlah seluruh siswa
b. Analisis Rata-rata Hasil Belajar
Peningkatan
hasil belajar siswa pada penelitian siswa dilihat juga dari rata-rata.
Apabila rata-rata nilai hasil belajar siswa pada ulangan harian I dan
ulangan harian II terdapat peningkatan dari skor dasar, maka dapat
dikatakan hasil belajar siswa meningkat. Untuk menghitung rata-rata dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
= Rata-rata
∑xi = Jumlah semua nilai
n = Banyak data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum
tindakan dilaksanakan, dilakukan orientasi untuk melihat permasalahan
yang ada pada proses pembelajaran. Permasalahan – permasalahan yang
ditemukan antara lain :
1) Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran rendah.
2) Siswa cenderung belum dapat menjalin kerja sama yang baik dalam belajar di kelompok.
3) Keberanian siswa untuk maju ke depan dan menjawab soal secara lisan maupun mengerjakan soal dipapan tulis masih kurang.
4)
Kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika masih rendah,
sehingga pemahaman materi yang dipelajari siswa belum mencapai standar
kompetensi yang ditetapkan .
5) siswa cenderung merasa bosan dalam belajar matematika karena persepsi mereka matematika adalah pelajaran yang sulit bagi mereka Agar
permasalahan yang ditemui dapat diminimalkan, direncanakan suatu
tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus I yaitu pembelajaran dengan
penerapan yang diharapkan dapat membuat siswa berkontribusi secara aktif dalam belajar. Twister digunakan
untuk menentukan soal mana yang akan dijawab oleh kelompok tetentu.
Setiap siswa dalam kelompok harus mempunyai keberanian maju ke depan
untuk memutarkan twister.
Dalam proses pembelajaran ini, kelompok yang mendapatkan giliran memutarkan Twister akan mengerjakan soal yang dibacakan guru sesuai dengan angka yang ditunjukan anak panah pada Twister dan
kelompok tersebut berusaha memberikan jawaban yang benar. Kelompok lain
juga mengerjakan soal tersebut. Jika jawaban kelompok yang mendapat
giliran memutarkan Twister salah,
maka kelompok lain mempunyai kesempatan untuk menjawab soal tersebut.
Setelah proses selesai, maka skor kelompok dihitung. Menentukan kelompok
mana yang paling banyak menjawab dengan benar. Hal ini diharapkan
supaya suasana pembelajaran di kelas tidak lagi membosankan, dengan
menggunakan Twister siswa
akan terlatih untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi
yang telah diajarkan, mempererat hubungan kelompok dan menciptakan
kekompakan kelompok. Juga menumbuhkan minat siswa untuk belajar, melatih
ingatan dan kecepatan berpikir serta membuat siswa menyenangi pelajaran
matematika yang awalnya dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan bagi
siswa.
Sebelum
melaksanakan tindakan siswa sudah duduk di kelompok yang sudah
ditentukan .Kelompok belajar dibentuk secara heterogen dalam kemampuan
akademik, dimana kelompoknya terdiri dari 4-5 orang dalam satu kelompok.
Dalam penelitian ini, pembagian kelompoknya adalah 7 kelompok, yang
mana 6 kelompok beranggotakan 4 orang dan satu kelompok beranggotakan 5
orang yaitu kelompok 7.
b. Pelaksanaan Tindakan
Sesuai
dengan rencana yang telah disusun, tindakan yang dilakukan selama
siklus I adalah melaksanakan pembelajaran dengan penerapan Twister dalam
pembelajaran tipe STAD sesuai dengan RPP 1, 2 dan 3 yang sudah
dipersiapkan. Laporan tentang kegiatan yang dilaksanakan pada tiap
pertemuan adalah sebagai berikut :
1) Pertemuan I
Setelah peneliti menyiapkan siswa sebelum belajar , selanjutnya peneliti memotivasi siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu Mendefinisikan pengertian persegi dan persegi panjang, Menyebutkan sifat-sifat persegi dan persegi panjang. Pada
pertemuan I ini ternyata waktu yang digunakan tidak sesuai dengan yang
direncanakan. Waktu yang direncanakan untuk melaksanakan tahap – tahap
penerapan modifikasi
STAD ternyata lebih lama dari yang direncanakan karena siswa belum
terbiasa dengan metode ini. Lengkapnya kegiatan yang dilaksanakan pada
pertemuan I adalah
a). Kegiatan Awal (± 10 menit)
(1) Guru menyampaikan salam sebelum belajar (religius).
(2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (fase 1).
(3) Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan aplikasinya di dunia nyata atau kehidupan sehari-hari
(4) Guru mengingatkan siswa kembali tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya yang mendukung materi yang akan dipelajari.
(5) Guru menyampaikan informasi singkat tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan (tanggung jawab).
b) Kegiatan Inti (± 55 menit)
Tahap eksplorasi:
(1) Guru menyampaikan informasi tentang materi yang akan dipelajari (fase 2) (komponen STAD).
(2) Guru menyiapkan media Twister dan kartu soal.
Tahap elaborasi:
(3) Guru meminta siswa duduk dalam kelompok yang telah ditentukan sebelumnya (fase 3) (komponen STAD).
(4) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan dan didiskusikan dalam kelompoknya (tanggung jawab).
(5)
Siswa mengerjakan LKS di bawah bimbingan guru (fase 4) (tanggung jawab,
kerja keras, rasa ingin tahu, berpikir kritis) (komponen STAD).
(6) Guru bersama siswa membahas isi LKS yang tidak dimengerti siswa (tanggung jawab, perhatian, rasa hormat).
Tahap Konfirmasi:
(7) Guru memasang Twister di papan tulis atau di tempat yang mendukung dan menyebarkan kartu soal yang sudah diberi angka.
(8) Guru meminta satu sukarelawan dari kelompok pertama untuk maju dan memutarkan Twister tersebut, angka yang ditunjukkan anak panah menentukan soal yang akan dijawab oleh kelompok pertama.
(9) Kelompok pertama yang memutarkan Twister mengambil
kartu soal yang ditunjukan oleh anak panah, kemudian guru membacakan
soal yang ditunjukan oleh anak panah tersebut dan guru memberikan batasan waktu untuk berdiskusi menjawab soal tersebut (tanggung jawab, kerja keras).
(10)Semua
kelompok membahas soal dalam kelompoknya, kemudian kelompok pertama
menjawab soal (fase 5) (kerja keras, tanggung jawab, rasa ingin tahu).
(11)Guru
bersama siswa melakukan diskusi singkat untuk memutuskan apakah
kelompok tersebut menjawab dengan benar, jika benar maka angka soal
hangus dan kelompok tersebut mendapat skor. Jika jawaban belum benar
maka pertanyaan dilemparkan ke kelompok lain. Jika masih salah, maka
soal dibahas bersama (berfikir logis dan rasa ingin tahu).
(12)Guru meminta kelompok berikutnya untuk memutarkan Twister sampai semua kelompok berkesempatan memutarkan anak panah pada Twister.
(13)Setelah waktu habis skor kelompok dihitung, menentukan kelompok yang berhasil paling banyak menjawab soal.
c) Kegiatan Akhir (± 15 menit)
(1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok (fase 6) (perhatian).
(2) Guru dan siswa sama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
(3) Guru memberikan evaluasi secara individu (kerja keras dan rasa ingin tahu) (komponen STAD).
(4) Guru memberikan PR kepada siswa (tekun).
(5) Guru menginformasikan tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
(6) Guru meminta masing-masing kelompok untuk mengumpulkan LKS.
Setelah
pertemuan I selesai, peneliti mengadakan diskusi dengan observer.
Beberapa temuan yang perlu diperbaiki untuk dilaksanakan pada pertemuan
II adalah :
(a).Proses pembelajaran berjalan lambat karena siswa masih belum terbiasa dengan penerapan modifikasi pembelajaran STAD melalui twister.
(b).Pada pertemuan I ini , hanya 1 kelompok yang dapat mengerjakan LKS dengan tepat waktu yaitu kelompok 1.
(c).Membutuhkan waktu yang lama untuk menyuruh siswa untuk maju kedepan memutar twister dan
menjawab pertanyaan dalam kartu soal. hanya 3 kelompok yang dapat
bekerja sama dengan baik dilihat dengan kecepatan dan kekompakan anggota
kelompok dalam memutar twister, menjawab soal kuis dengan cepat dan tepat, yaitu kelompok 1,2 dan 3
(d).Pada
saat menjawab pertanyaan guru dalam bentuk kuis individu masih ada 11
orang siswa yang menyontek pada teman sebelahnya. Peneliti menasehati
siswa –siswa tersebut agar dapat mengerjakannya sendiri.
.2) Pertemuan II
Untuk
mengatasi kekurangan – kekurangan yang ditemui pada Pertemuan I,
sebelum dilaksanakan Pertemuan II peneliti mengingatkan kembali beberapa
hal antara lain :
a) Mengingatkan langkah – langkah penerapan modifikasi pembelajaran
STAD melalui twister pada siswa, b) Agar seluruh siswa bersungguh –
sungguh melaksanakn tahap – tahap yang harus dikerjakan dalam model
pembelajaran ini, c) Agar siswa berani untuk tampil didepan kelas untuk
memutarkan twister dan
menjawab pertanyaan – pertanyaan yang ada pada kartu soal secara lisan
maupun mengerjakan soal di papan tulis, d) Agar dapat bekerjasama dalam
kelompok untuk mengerjakan LKS yang diberikan guru sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan. Setelah peneliti memusatkan perhatian siswa untuk
proses pembelajaran selanjutnya maka peneliti menyampaikan tujuan
pembelajaran yaitu mendefenisikan pengertian jajar genjang dan belah
ketupat serta menyebutkan sifat-sifat jajargenjang dan belah ketupat.
Setelah itu peneliti meminta siswa untuk melaksanakan urutan tahap – tahap pembelajaran dengan penerapan modifikasi pembelajaran STAD melalui twister. Berulang – ulang peneliti mengingatkan siswa untuk melaksanakan tahapan pembelajaran sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
Selama pertemuan II berlangsung beberapa catatan peneliti adalah
(1)
Pada pertemuan II, siswa sudah berangsur mulai beradaptasi dengan
pembelajaran yang di lakukan , terlihat 4 kelompok dapat mengerjakan LKS
dengan tepat waktu. Yaitu kelompok 1, 2, 3 dan 7
(2)
Siswa sudah mulai bisa berdiskusi dengan baik dalam kelompoknya,
terlihat antuias setiap siswa dalam kelompok pada saat permainan twister. Dari perwakilan kelompok yang berani tampil didepan kelas untuk memutarkan twister dan menjawab pertanyaan pada kartu soal secara bergantian mulai bertambah, walaupun hanya 5 kelompok yang dapat memutar twister dan menjawab soal kuis dengan cepat dan tepat.
(3)
Pada saat menjawab pertanyaan pada tes individu sudah terlihat siswa
bekerja sendiri-sendiri tanpa diskusi dengan temannya, namun masih ada 8 orang siswa yang berkerja sama menjawab soal dengan temannya.
3) Pertemuan III
Pada
pertemuan III ini tahap-tahap pembelajaran sama dengan pertemuan
sebelumnya dengan tujuan pembelajarannya mendefenisikan pengertian
layang-layang dan trapesium serta menyebutkan sifat-sifat layang-layang
dan trapesium. Beberapa hasil pengamatan selama pertemuan III adalah
bahwa hampir seluruh siswa sudah mulai dapat berada dalam kelompok
diskusi masing- masing dan mulai bekerja sama dalam kelompoknya, hampir
semua siswa dalam kelompok sudah mengerjakan LKS yang telah di berikan
guru dengan tepat waktu, walau masih ada 1 kelompok siswa yang masih
belum melaksanakannya yaitu kelompok 7.
Dari pantauan peneliti pada pertemuan – pertemuan sebelumnya, siswa sudah mulai cepat bergerak untuk maju ke depan untuk memutar twister dan ,menjawab soal yang ada di kartu soal dengan cara mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan
kelas. Terlihat kekompakan siswa dalam diskusi kelompoknya untuk dapat
kesempatan mengerjakan soal dengan cepat dan tepat. Walaupun masih ada 2
kelompok yang
belum berhasil dalam dalam permainan tersebut yaitu kelompok 5 dan 6.
Selanjutnya pada saat menjawab soal-soal tes individu masih terlihat 5
orang siswa belum bisa bekerja sendiri , padahal sudah berulang kali di
tegur dan diberi nasehat.
c. Refleksi Siklus I
Setelah
tindakan pada siklus I dilaksanakan dari hasil pengamatan terhadap
aktivitas siswa pad tiap pertemuan terlihat beberapa kekurangan atara
lain :
1).
Belum semua kelompok siswa dapat mengerjakan LKS dengan tepat waktu .
Hal ini karena siswa masih belum beradaptasi dengan proses memahami
materi pelajaran tanpa dijelaskan secara rinci oleh guru.
2). Belum semua kelompok siswa dapat berdiskusi dengan baik untuk melaksanakan tugas yang sudah diberikan, terutama dalam berdiskusi dengan cepat untuk menjawab pertanyaan dalam kartu soal yang
dipilih kelompok. Peneliti merasa perlu terus memotivasi siswa untuk
dapat dengan cepat dan tepat menjawab pertanyaan tersebut.
3).
Dari hasil pengamatan terhadap dua aktivitas siswa , terlihat bahwa
rata- rata persentase aktivitas mengerjakan LKS dan menjawab pertanyaan sebesar 60,4% masih dibawah kategori amat banyak.
Analisis
data hasil belajar setelah siklus I dilaksanakan memperlihatkan masih
banyak( 62,02%) siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan.
Berdasarkan
hasil refleksi setelah siklus I dilaksanakan terlihat bahwa tindakan
yang dilaksanakan pada siklus I sudah mulai membuat siswa terlibat
langsung dalam proses pembelajaran walaupun belum seluruh siswa yang
terlibat aktif. Modifikasi pembelajaran STAD diterapkan sudah mulai
membuat siswa aktif dalam belajar , walaupuni beberapa permasalahan
dalam belajar masih ditemukan. Untuk itu diperlukan tindakan lanjutan
pada siklus II dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang masih ditemui
pada siklus I. Perbaikan – perbaikan yang dilakukan untuk dilaksanakan
pada siklus II. Untuk memperbaiki kualitas aktivitas siswa pada tiap indikator yang diamati, dilakukan beberapa usaha antara lain :
a). Menasehati siswa yang tidak mau mengerjakan LKS dan menjalin kerjasama yang baik dalam kelompok, dengan memberitahukan bahwa kalau tidak mau mengerjakan LKS dan melaksanakan diskusi dengan baik berarti siswa tidak akan paham dengan materi pelajaran maka siswa tidak dapat melaksanakan tahap – tahap pembelajaran selanjutnya.
Demikian juga untuk pada siswa yang tidak melaksanakan tahap – tahap pembelajaran berikutnya.. Pembelajaran dengan penerapan modifikasi STAD melalui Twister, haruslah dilaksanakan dari tahap awal hingga akhir untuk mendapatkan atau mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
b). Agar
lebih banyak siswa yang terlibat dalam pembelajaran pada siklus II akan
disampaikan kepada siswa bahwa keaktifan siswa berpartisipasi dalam
pembelajaran akan mempengaruhi nilai prosesnya.
c). Peneliti terus memotivasi dan menasehati siswa yang belum sungguh-sungguh dalam menjawab pertanyaan dalam tes individu.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Perbaikan
– perbaikan yang dirancang untuk dilaksanakan paswa da siklus II
berdasarkan hasil refleksi siklus I disesuaikan dengan RPP yang disusun.
Adanya perobahan pada kelompok kerja, dimana dibentuk lagi anggota
kelompok yang baru berdasarkan hasil ulangan harian I.
b. Tindakan
Sesuai
dengan rencana yang telah disusun, tindakan yang dilakukan selama
siklus II sesuai dengan RPP. Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan pada
tiap pertemuan adalah :
1) Pertemuan I
Pertemuan
I siklus II diawali dengan memberitahukan siswa tentang hasil ulangan
pasca siklu I yang telah dilaksanakan. Selanjutnya menyebutkan nama –
nama siswa yang nilainya tidak mencapai KKM dan memberitahukan jadwal
remedial yang harus diikuti. Kepada siswa juga disampaikan beberapa
perubahan pada siklus II yaitu adanya
perobahan pada susunan anggota kelompok yang dibentuk berdasarkan hasil
belajar pada ulangan harian I. Selanjutnya peneliti menyebutkan
nama-nama siswa dengan kelompok baru mereka. Siswa langsung duduk di
kelompok kelompok yang
baru terbentuk. Peneliti juga mengumumkan kelompok-kelompok terbaik
pada siklus I, dimana semua kelompok tergolong kepada kelompok tim
super, peneliti memberikan hadiah penghargaan kepada kelompok yang
brprestasi.
Selanjutnya
peneliti memotivasi siswa untuk pembelajaran selanjutnya dan mengingat
kembali materi pelajaran sebelumnya serta menyampaikan tujuan
pembelajaran, yaitu menemukan rumus keliling dan luas persegi
dan persegi panjang serta menghitung keliling dan luas persegi dan
persegi panjang. Selanjutnya mengikuti tahapan penerapan modifikasi STAD
melalui twister seperti pertemuan sebelumnya.
Setelah
pertemuan I selesai, peneliti mengadakan diskusi dengan observer.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain seluruh siswa yang
hadir yaitu 27 orang siswa sudah dapat mengerjakan LKS dengan tepat waktu , namun masih ada 2 kelompok yaitu kelompok 7 (anggotanya 3 orang karena ada 2 siswa orang sakit) dan kelompok 4. yang tidak dapat bekerja sama dengan baik karena mereka ribut kerja sambil bercerita dengan teman-teman satu kelompok yang baru. Pada
2 kelompok siswa tersebut peneliti menasehati dan mengingatkan karena
kerjasama dalam kelompok juga masuk penilaian proses. Pada saat kegiatan diskusi kelompok dalam menjawab pertanyaan kuis yang dipilih melalui twister peneliti terus memotivasi siswa dengan memberikan pujian pada kelompok siswa yang dapat menjawab pertanyaan dan mau tampil kedepan kelas dengan cepat dan tepat. Selanjutnya pada saat menjawab tes individu ada 3 orang siswa yang masih belum bisa menjawab tepat waktu.
2) Pertemuan II
Kegiatan
yang dilaksanakan pada pertemuan II hampir sama dengan kegiatan pada
pertemuan I. Siswa sudah mulai tekun mengerjakan tugasnya masing –
masing . Tidak diperlukan waktu lama untuk menunggu siswa melaksanakan
beberapa tahap pembelajaran.
Setelah
pertemuan II selesai, peneliti berdiskusi dengan observer. Beberapa hal
yang masih perlu perbaikan pada pertemuan selanjutnya. Terus
mengingatkan siswa agar memperhatikan waktu dalam melakukan tahapan
pembelajaran yang dilakukan, terutama dalam kegiatan kelompok dengan
menggunakan media twister harus sebaik-baiknya diputar agar mendapatkan soal yang belum terpilih, karena kalau sudah 3 x memutar twister dan
tidak memperoleh nomor kartu soal yang tersedia maka kesempatan
kelompok hilang untuk menjawab soal. Pada pertemuan ini semua kelompok
telah dapat mengerjakan LKS dengan tepat waktu, namun pada saat diskusi
kelompok pada kegiatan twister ,ada 1 kelompok yaitu kelompok 4 yang
tidak dapat memutar twister dengan
baik sehingga tidak dapat kartu soal yang belum dikerjakan. Dalam
menjawab soal pada tes individu, semua siswa sudah dapat bekerja dengan
sendiri-sendiri dan tepat waktu.
3) Pertemuan III
Pelaksanaan
pertemuan III ini hampir sama dengan pertemuan II. Sudah terjadi
peningkatan presentase siswa yang melakukan tiap indikator aktivitas
yang diamati. Hal ini yang harus menjadi perhatian guru adalah
memberikan dorongan serta motivasi pada siswa agar dapat
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan seluruh tahapan pembelajaran yang
dilakukan. Pada pertemuan ini seluruh siswa telah dapat melakukan
seluruh aktivitas siswa yang diharapkan
c. Refleksi
Setelah
tindakan pada siklus I dan siklus II dilaksanakan dapat dinyatakan
beberapa hal antara lain keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
sudah meningkat. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan presentase
siswa pada tiap indikator aktivitas yang diamati. Siswa sudah mulai
mampu memahami sendiri materi – materi pembelajaran yang baru
dipelajari. Hal ini karena siswa terlibat langsung dalam menemukan
konsep – konsep pada materi yang dipelajari. Siswa sudah mulai terlatih
tampil didepan kelas untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
Dari temuan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan modifikasi STAD melalui twister yang diterapkan pada penelitian ini sudah dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa . Siswa yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran
meningkat pada tiap siklus. Pelaksanan pembelajaran dengan modifikasi
STAD melalui twister juga berhasil meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa penerapan modifikasi STAD melalui twister telah
berhasil meminimalkan permasalahan – permasalahan yang dihadapi di
kelas yang diteliti. Untuk itu tidak diperlukan lagi tindakan lanjutan
dan penelitian dapat dihentikan.
B. Hasil Penelitian
1. Aktivitas Belajar
a. Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siklus I
Data tentang hasil pengamatan yang dilakukan observer terhadap aktivitas siswa selama siklus I dan rangkumannya dapat dilihat pada Tabel IV.1. berikut ini :
Tabel IV.1. Persentase Aktivitas Belajar Siswa tiap Indikator Siklus I
Tatap Muka
|
Indikator Aktivitas Belajar Siswa
| |||||
A1
|
A2
|
A3
| ||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
| |
I
|
4
|
13,8
|
12
|
41,4
|
18
|
62,1
|
II
|
16
|
55,2
|
20
|
68,9
|
21
|
72,4
|
III
|
24
|
82,8
|
21
|
72,4
|
22
|
75,9
|
Rerata
|
14,7
|
50,6
|
17,6
|
60,9
|
20,3
|
70,13
|
Keterangan : A1 = Aktivitas mengerjakan LKS
A2 = Aktivitas diskusi
A3 = Aktivitas menjawab pertanyaan
Dari Tabel IV.1 dapat
dilihat bahwa rata – rata aktivitas siswa yang paling dominan adalah
aktivitas menjawab pertanyaan yang diikuti dengan aktivitas mengerjakan
LKS dan diskusi. Hasil diskusi peneliti dengan observer , diperkirakan
hal ini disebabkan pengaruh dari pembelajaran modifikasi STAD melalui twister yang telah dilakukan dapat membuat siswa mudah memahami konsep-konsep dari materi
pelajaran yang sudah dibahas, sehingga menyebabkan siswa semakin yakin
dengan kemampuan dirinya dalam menjawab pertanyaan pada tes individu.
Dari hasil penelitian pada siklus I terlihat adanya peningkatan pada setiap pertemuan pada semua indikator aktivitas siswa. Aktivitas belajar siswa yang pada awalnya rendah
merupakan salah satu permasalahan yang ditemui di kelas yang diteliti
sebelum tindakan dilaksanakan. namun ketika pembelajaran ini berlangsung maka sebagian
besar siswa yang pada mulanya tidak aktif, tidak mau memperhatikan
arahan dari guru, bermalas – malasan dan bercerita dengan teman sebangku
menjadi sebaliknya yaitu nampak lebih
bersemangat dalam belajar, bahkan ketika kelompok mereka tidak berhasil
mendapatkan skor pada permainan twister tampak merasa sedih .Dan pada
saat permainan twister pada
pertemuan II dan III terlihat , ketika ada kelompok yang tidak berhasil
menjawab pertanyaan kuis maka terlihat antusias kelompok lain untuk
menjawab pertanyaan tersebut, ini terlihat banyak siswa yang
mengacungkan tangan.
.
Walaupun sudah terjadi peningkatan aktivitas dalam belajar, tetapi
aktivitas yang muncul belum optimal. Masih terdapat beberapa orang siswa
yang aktivitas belajarnya rendah. Diperkirakan hal ini terajdi karena
mereka belum terlatih melaksanakan pembelajaran dengan modifikasi STAD
melalui Twister
b. Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siklus II
Data
tentang hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer terhadap
aktivitas siswa selama siklus II dan persentase aktivitas belajar siswa
masing – masing indikator dapat dilihat pada tabel IV.2 dibawah ini .
Tabel IV.2. Persentase Aktivitas Belajar Siswa Tiap Indikator Siklus II
Tatap Muka
|
Indikator Aktivitas Belajar Siswa
| |||||
A1
|
A2
|
A3
| ||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
| |
I
|
27
|
93,1
|
20
|
68,9
|
24
|
82,75
|
II
|
29
|
100
|
25
|
86,2
|
29
|
100
|
III
|
29
|
100
|
29
|
100
|
29
|
100
|
Rerata
|
28,3
|
97,7
|
24,7
|
85,03
|
27,3
|
94,25
|
Keterangan : A1 = Aktivitas mengerjakan LKS
A2 = Aktivitas diskusi
A3 = Aktivitas menjawab pertanyaan
Dari Tabel IV.2 dapat dilihat bahwa ada setiap pertemuan pada siklus II sudah terjadi peningkatan pada setiap indikator aktivitas siswa. Pada pertemuan II
dan III pada siklus II sudah seluruh siswa yang melaksanakan aktivitas
mengerjakan LKS dan menjawab pertanyaan, selanjutnya pada pertemuan III,
sudah seluruh siswa melaksanakan ketiga indikator aktivitas yang
diamati.
Dari
pelaksanaan tindakan pada siklus II, aktivitas siswa sudah melihatkan
kemajuan. Pada semua indikator yang diamati memperlihatkan bahwa siswa
sudah mulai aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran. Rata-rata
persentase aktivitas siswa dalam melakukan Tahap – tahap pembelajaran dengan modifikasi STAD melalui twister sudah menunjukkan kategori yang amat banyak .
c. Perbandingan Aktivitas Belajar Dari Siklus I ke Siklus II.
Hasil
analisis data hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada siklus I
dan siklus II dapat dilihat pada Tabel IV.3. berikut.
Tabel IV.3. Tabel Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Siklus I dan II
No
|
Indikator yang diamati
|
Rerata Siklus I
|
Kriteria
|
Rerata Siklus II
|
Kriteria
|
Pening katan
|
1
|
Mengerjakan LKS
|
50.60 %
|
Banyak
|
97,70%
|
Amat Banyak
|
47,1%
|
2
|
Diskusi
|
60,90%
|
Banyak
|
85,03%
|
Amat Banyak
|
24,13 %
|
3
|
Menjawab Pertanyaan
|
70,13%
|
Banyak
|
94,25%
|
Banyak sekali
|
24,12 %
|
Tabel hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dan II dapat digambarkan dengan diagram berikut ini:
Gambar IV.1. Diagram perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Dari
hasil pengamatan terhadap indikator aktivitas siswa,tiap indikator
mengalami peningkatan.Untuk indikator mengerjakan LKS mengalami
peningkatan persentase
yang cukup tinggi.Ini menggambarkan bahwa siswa mempunyai motivasi yang
tinggi untuk mengikuti pelajaran. Pada pertemuan III dari siklus II
sudah seluruh siswa yang melaksanakan aktivitas membaca.
Terjadi kenaikan persentase siswa yang mengerjakan LKS sebesar
47,1% pada akhir siklus II.Hal ini dimungkinkan karena siswa sudah
mulai terbiasa dengan tahapan pembelajaran. Peningkatan persentase siswa
yang mengerjakan LKS disebabkan peneliti terus memotivasi siswa untuk melaksanakan aktivitas ini.Peningkatan pada indikator aktivitas mengerjakan LKS di
mungkinkan karena siswa sudah mulai terlatih untuk belajar memahami
materi sendiri besama teman-teman dikelompok tanpa harus dijelaskan
secara rinci materi yang sedang dipelajari oleh guru. Hal ini
mengakibatkan pembelajaran tidak lagi menjadikan guru sumber tunggal
pembelajaran atau dapat dikatakan pembelajaran tidak terpusat lagi pada guru, namun siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Rata-rata
peningkatan persentase siswa yang aktif dalam diskusi kelompok pada
siklus II adalah 24,13%. Hal ini menunjukkan adanya kemauan
siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Terjadi peningkatan tersebut
diperkirakan karena adanya rasa untuk ikut berpartisipasi dalam
pembelajaran. Beberapa dari siswa yang sudah pernah maju ke depan untuk
memutar twister dalam
penentuan nomor pengerjaan soal yang akan dijawab bersama anggota
dikelompok diskusi pada pertemuan – pertemuan sebelumnya tetap ingin
berpartisipasi, namun peneliti tetap memberikan kesempatan pada siswa
yang belum berkesempatan untuk maju. Dan bagi kelompok yang belum
berhasil mendiskusikan jawaban soal dengan benar maka akan diberikan
kembali kesempatan kedua setelah semua kelompok yang lain tampil ke
depan dan menjawab soal kuis dengan cepat dan benar, kalau masih ada
waktu yang tersisa pada saat kegiatan kelompok.
Pada siklus II, rata – rata siswa yang menjawab pertanyaan soal tes individu dengan jujur bekerja sendiri tanpa berdiskusi dengan temannya sesuai dengan waktu yang ditentukan meningkat sebesar 24, 12 % .
2. Hasil Belajar
a. Deskripsi Data Hasil Belajar Siklus I
Data
hasil belajar siswa setelah Siklus I dilaksanakan diperoleh dengan
mengadakan tes tertulis yang diikuti oleh 29 orang siswa dengan jumlah
soal sebanyak 5 buah berbentuk essay . Data ini digunakan untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah
dipelajari selama Siklus I . Dari hasil analisis tes hasil belajar yang
dilakukan diakhir siklus, diperoleh data secara ringkas seperti dapat
dilihat pada Tabel IV.4 berikut :
Tabel IV.4. Hasil Analisis Tes hasil Belajar Siswa pada Siklus I
No
|
Jumlah Siswa
|
Keterangan
| |||
Tuntas
|
TidakTuntas
| ||||
f
|
%
|
f
|
%
| ||
1
|
18
|
62,07
|
11
|
37,93
|
Rata-rata nilai 77,09
|
Dari Tabel IV.4 dapat dilihat bahwa dari 29 orang siswa, 18 orang ( 62,07% ) sudah mencapai nilai KKM dan diatas nilai KKM yaitu 70, sisanya 11 orang ( 37,93% ) yang
masih bernilai dibawah KKM. Sementara rata-rata nilai siswa pada siklus
I adalah 77, 09. Persentase siswa yang sudah tuntas belajar ( bernilai
sama atau diatas KKM ) masih berada dibawah kriteria ideal yaitu 85%, maka
dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan pada Siklus I belum
menyelesaikan permasalahan dikelas yang diteliti. Perlu dilakukan
tindakan lanjutan dengan memperbaiki hal – hal yang masih belum berjalan
sebagaimana mestinya.
b. Deskripsi Data Hasil Belajar Siklus II.
Data
tentang hasil belajar siswa setelah Siklus II dilaksanakan dengan
mengadakan tes tertulis yang diikuti oleh 29 orang siswa dengan jumlah
soal sebanyak 5 buah berbentuk essey. Data ini digunakan untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah
dipelajari selama Siklus II dan peningkatannya dibanding dengan Siklus
I. Dari hasil analisis tes hasil belajar yang dilakukan diakhir siklus,
diperoleh data secara ringkas seperti dapat dilihat pada Tabel IV.5
berikut :
Tabel IV.5 Hasil Analisis Tes hasil Belajar Siswa pada Siklus II
No
|
Jumlah Siswa
|
Keterangan
| |||
Tuntas
|
Tidak Tuntas
| ||||
f
|
%
|
f
|
%
| ||
1
|
27
|
93,1
|
2
|
6,9
|
Rata-rata nilai 85,77
|
Dari Tabel IV.5 dapat dilihat bahwa, dari 29 orang siswa, 27 orang (
93,1% ) sudah bernilai sama atau diatas KKM, sisanya 2 orang( 6,9 % )
masih bernilai dibawah KKM. Persentase siswa yang sudah tuntas belajar ( bernilai sama atau diatas KKM ) sudah diatas KKM ideal yaitu 85 % . Rata – rata nilai siswa pada Siklus II adalah 85,77. Persentase
siswa yang nilainya sama atau diatas KKM mengalami kenaikan sebesar
31,03% dan nilai rata – rata siswa meningkat sebesar 8,68 % dari 77,09 pada Siklus I menjadi 85,77 pada Siklus II .
Hasil
belajar yang diperoleh pada Siklus II dimungkinkan terjadi karena pada
tiap pertemuan, siswa menampakkan kesungguhan dalam belajar. Siswa sudah
mulai terbiasa dengan tahap – tahap yang harus dilaksanakan dalam
pembelajaran modifikasi STAD melalui twister .
Siswa sudah memahami bahwa tahap – tahap pembelajaran haruslah diikuti
dari awal sampai akhir dan harus tepat pada waktunya. Jika ada siswa
yang tertinggal satu tahap saja maka siswa tersebut tidak bisa
menunjukkan pada tahap berikutnya. Siswa juga sudah terlatih mengerjakan
soal dengan tepat dan cepat.
c. Perbandingan Hasil Belajar Dari Siklus I ke Siklus II
Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa pada tiap Siklus, hasil evaluasi belajar yang dilaksanakan pada pasca siklus I dan II dianalisis. Perbandingan hasil analisis kedua siklus dapat dilihat pada Tabel IV.6 berikut :
Tabel IV.6 . Perbandingan Hasil Analisis Tes Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I dan II
No
|
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
Rata-rata nilai UH
|
Keterangan
| ||
f
|
%
|
f
|
%
| |||
I
|
18
|
62,07
|
11
|
37,93
|
77,09
|
Siklus I
|
2
|
27
|
93,1
|
2
|
6,9
|
85,77
|
Siklus II
|
Peningkatan
|
9
|
31,03
|
-9
|
-31,03
|
8,68
|
Tabel IV.6 perbandingan hasil analisis tes hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II di atas dapat digambarkan dengan diagram berikut ini ;
Gambar IV. 2. Perbandingan Hasil Analisis Tes Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Dari
hasil analisis tes hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan
siklus II di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan banyaknya siswa
yang sudah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu dari 18 orang ( 62,07% )
pada Siklus I menjadi 27 orang ( 93,1% ) pada akhir siklus II atau
mengalami kenaikan sebesar 31,03 % dan sebaliknya terjadi penurunan
siswa yang belum mencapai KKM. Nilai rata – rata siswa yang mengalami
kenaikan dari 77,09 pada akhir siklus I menjadi 85,77 pada akhir siklus
II, atau mengalami kenaikan sebesar 8,68. Pelaksanaan tindakan pada
siklus I dan siklus II sudah berhasil meningkatkan persentase siswa yang
sudah mencapai KKM.
C. Catatan Lapangan
Pada
pertemuan I terdapat beberapa kendala, antara lain waktu yang sudah
direncanakan ternyata tidak cukup. Hal ini terjadi karena siswa baru
mengenal metode belajar yang diterapkan. Sehingga untuk menuntun siswa
melaksanakan setiap tahap pembelajaran perlu dilaksanakan berulang –
ulang. Banyak siswa yang masih tidak peduli dengan apa yang harus
dilakukan. Pada pertemuan ini proses pembelajaran berjalan sangat
lambat, juga terdapat beberapa siswa yang bercerita sesamanya bahkan
mengganggu teman lainnya. Walau materi yang harus dipelajari siswa sudah
direncanakan tidak terlalu panjang, namun peneliti mengambil keputusan
untuk mengurangi waktu diskusi kelompok dalam permainan twister mengingat waktu yang tersedia tidak mencukupi untuk sampai pada tahap akhir pembelajaran.
Untuk mengatasi kendala yang terjadi pada siklus I mulai pada pertemuan I, dimana peneliti mengingatkan kembali kepada siswa langkah – langkah pembelajaran penerapan modifikasi STAD
melalui twister. Selain itu juga terus menerus memotivasi siswa untuk
mau melaksanakan setiap tahapan pembelajaran. Siswa berulang – ulang
diingatkan tahap – tahap yang harus mereka laksanakan sesuai dengan
waktu yang sudah ditentukan. Beberapa orang siswa masih belum mampu
mengikuti tahapan pembelajaran sesuai dengan waktu yang sudah
ditentukan. Pada tahap menjawab pertanyaan pada evaluasi secara
individu ,peneliti terus mengingatkan siswa agar mengerjakannya
sendiri-sendiri dan tidak boleh bekerja sama dengan teman karena untuk
melihat kemampuan secara individu.
Pada
pertemuan ke III hampir seluruh siswa sudah melaksanakan tahap – tahap
pembelajaran mulai dari tahap pengerjaan LKS, diskusi kelompok yang
dimodifikasi dengan permainan twister sampai
evaluasi individu.. Namun demikian tahapan pembelajaran tetap
berlangsung. Kepada siswa terus dimotivasi untuk melaksanakan tahap demi tahap pembelajaran dengan modifikasi STAD melalui twister ini dengan mengingatkan bahwa waktu pelaksanaan harus disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan ,karena banyaknya tahapan yang akan dilaksanakan dalam waktu 2 x 40 menit tersebut.
Pertemuan ke I, II dan III pada siklus II kendala
yang dihadapi hampir sama dengan pertemuan – pertemuan sebelumnya.
Perubahan yang terjadi adalah sudah meningkatnya presentase siswa yang
aktif dan sungguh – sungguh melaksanakan setiap tahapan pembelajaran.
Untuk memudahkan siswa melaksanakan mengerjakan LKS, peneliti
mengharuskan siswa bekerjasama dengan teman kelompoknya, dimana sesama
anggota kelompok harus saling bertukar-fikiran dan saling berbagi
pendapat dalam membahas materi yang telah dimuat dalam LKS, jika masih
belum paham ,maka siswa disuruh untuk bertanya kepada guru.
Setelah
adanya perobahan kelompok berdasarkan nilai perkembangan individu
berdasarkan hasil ulangan harian pada siklus I, pada pertemuan I terlihat
sedikit penurunan pada aktivitas mengerjakan LKS dan diskusi kelompok ,
karena anggota kelompok yang baru mulai adaptasi lagi sehingga kelas
agak ribut namun setelah pertemuan II dan III terjadi perubahan prilaku
siswa dimana siswa lebih bersemangat dan lebih percaya diri dari
sebelumnya. Selain itu, siswa yang tadinya sering tertinggal pada tahap
pembelajaran menjadi berusaha selesai tepat waktu. Karena adanya
motivasi pada penilaian, siswa berlomba – lomba untuk dapat kesempatan
memutar twiter dan menjawab pertanyaan kuis dengan cepat dan tepat.
Begitu juga pada saat tes individu, dimana siswa berusaha dengan cepat
dan tepat menjawab pertanyaan.
D. Pembahasan
Dalam
pembelajaran, seharusnya terjalin komunikasi yang baik antara siswa dan
guru. Siswa harus berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
agar proses pembelajaran berlangsung hangat dan informatif dan yang
disampaikan dapat terserap dengan baik. Keaktifan siswa
diharapkan terlihat secara nyata dalam proses pembelajaran baik secara
perorangan maupun secara nyata dalam proses pembelajaran baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Hal ini bertujuan agar proses
pembelajaran dan penguasaan materi oleh siswa terserap dengan baik
sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, karena dalam hal ini
siswa dilatih untuk memahami materi dan menyimpulkan sendiri beberapa
konsep materi pelajaran yang diuraikan dalam LKS bersama siswa lainnya dalam kelompok diskusi .Juga siswa dilatih untuk mampu berfikir dan bertindak dengan cepat
dan tepat dalam menyelesaikan soal-soal matematika . disamping itu
kebosanan siswa akan teratasi dengan adanya permainan twister tersebut.
Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa ini diduga karena beberapa
hal lain diantaranya :
1. Pembelajaran dengan modifikasi STAD melalui twister , merupakan cara belajar yang menekankan pada aktivitas siswa belajar dalam kelompok untuk memahami dan menguasai materi bersama-sama anggota kelompok serta melatih keterampilan berfikir siswa melalui bentuk permainan kecepatan berfikir dan bertindak dengan media twister untuk memahami materi pelajaran melalui tahapan – tahapan yang dapat membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
2. Pembelajaran dengan modifikasi STAD melalui twister menuntut siswa bertanggung jawab secara individu dan kelompok untuk
menguasai materi pelajaran sehingga tiap siswa akan berusaha semaksimal
mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Sejalan
dengan pendapat Hamdani mengatakan bahwa kelebihan tipe STAD yaitu
seluruh siswa menjadi lebih siap dan melatih kerjasama dengan baik.[54] Dengan
adanya kelebihan STAD tersebut diharapkan adanya aktivitas dan
interaksi antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal,
sedangkan kegiatan melalui twister menurut Ginnis dapat mendorong siswa pada kelompok yang enggan untuk ikut serta.[55] Twister merupakan permainan dengan keunggulan menantang. Twister merupakan jenis
permainan yang familiar dan memotivasi bagi sebahagian besar siswa
serta melatih kecepatan berfikir siswa dalam menguasai materi pelajaran.
Siswa
yang mempunyai motivasi tinggi akan memperoleh hasil belajar yang lebih
baik. Motivasi belajar siswa yang tinggi ditandai dengan adanya : a)
perhatian, jika mereka memusatkan perhatian pada kegiatan belajar lebih
besar dari pada tingkah laku yang bukan kegiatan belajar, b)
waktu belajar, jika siswa menghabiskan waktu yang cukup tinggi untuk
belajar, c) berusaha, jika mereka bekerja secara intensif, mengeluarkan
banyak energi dan kemampuan untuk menyelesaikan, d) irama perasaan, jika
siswa merasa gembira, mempunyai keyakinan diri dan tegar pada situasi
belajar yang ada.
Berdasarkan
hasil refleksi siklus I dan refleksi siklus II dapat dilihat telah
terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menggunakan
penerapan modifikasi STAD melalui twister . Berikut pembahasan dari masing – masing variabel yang diteliti.
a. Aktivitas Belajar
Dari
data tentang aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan pada
Siklus I dan Siklus II telah terjadi peningkatan rata – rata presentase
pada setiap jenis aktivitas. Aktivitas mengerjakan LKS, aktivitas
diskusi dan menjawab pertanyaan merupakan aktivitas yang paling menonjol
peningkatannya dan diikuti dengan aktivitas diskusi Siswa
telah secara aktif mengerjakan tahapan – tahapan pembelajaran yang
telah ditentukan. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran dengan
penerapan modifikasi STAD melalui twister,
siswa dituntun untuk memahami materi pelajaran secara berkelompok
sehingga hasil kerjanya dapat mereka rasakan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran Matematika dikelas VII-1 SMP Negeri 4 Siak Hulu Kabupaten Kampar.
b. Hasil Belajar Siswa
Dari
hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan adanya penerapan modifikasi STAD. melalui twister.
Siswa menjadi termotivasi dan memiliki rasa ingin tahu yang lebih
tinggi serta membuat siswa lebih aktif. Peningkatan ini menunjukkan
bahwa jika kepada siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam
belajar maka siswa akan mengembangkan pengetahuannya, sehingga tercapai
pembelajaran yang efektif. Peningkatan hasil belajar pada siswa
menandakan bahwa siswa telah memiliki kemampuan setelah mendapat
pengalaman mengajar. Dalam hal ini Sudjana mengatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman mengajarnya.[56] Dari
data perbandingan hasil belajar siswa pada Siklus I dan Siklus II dapat
dilihat bahwa terjadi peningkatan banyaknya siswa yang sudah mencapai
KKM yang ditetapkan.
Dari
hasil analisis hasil evaluasi belajar setelah Siklus I dan II
dilaksanakan terlihat bahwa terjadi peningkatan banyaknya siswa yang
sudah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu dari 18 orang ( 62,07% ) pada
Siklus I menjadi 27 orang ( 93,1% ) pada akhir siklus II atau mengalami
kenaikan sebesar 31,03 % dan sebaliknya terjadi penurunan siswa yang
belum mencapai KKM.
Nilai
rata – rata siswa yang mengalami kenaikan dari 77,09 pada akhir siklus I
menjadi 85,77 pada akhir siklus II, atau mengalami kenaikan sebesar
8,68. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II sudah berhasil
meningkatkan persentase siswa yang sudah mencapai KKM.
Berdasarkan data hasil belajar pada siklus I , 62,07% siswa telah mencapai nilai KKM dan di atas KKM. Hal
ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan strategi pembelajaran yang
diterapkan . Masih banyak siswa yang tidak serius mengerjakan tugas yang
diberikan. Jadi perlu ada tindakan lanjutan pada akhir Siklus II agar
siswa yang mencapai nilai KKM keatas dapat lebih banyak lagi.
Setelah tindakan pada Siklus II presentase jumlah siswa yang telah mencapai KKM sebesar
93,1 %. Peningkatan hasil belajar yang terjadi dimungkinkan karena
siswa sudah mulai terbiasa memahami materi yang dipelajari dari tahap –
tahap pembelajarn yang mereka lalui. Juga karena adanya rasa persaingan
untuk lebih unggul dari teman yang lain. Dengan adanya penerapan
modifikasi STAD melalui twister ini
siswa memperoleh beberapa manfaat antara lain : terbiasa dengan
aktivitas mengerjakan LKS, diskusi kelompok, menjawab pertanyaan
evaluasi individu, meningkatkan kemampuan memahami materi yang tersedia,
menumbuhkan rasa percaya diri dalam kegiatan pembelajaran secara
individu dan kelompok,meningkatkan kecepatan berfikir siswa, berani tampil didepan kelas sehingga dapat meningkatkan motivasi aktivitas dan hasil belajar siswa
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi yang telah dilakukan selama penelitian ini dapat disimpulkan :
1. Penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 4 Siak Hulu
Kabupaten Kampar.. Peningkatan aktivitas dapat terlihat dari adanya
peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke Siklus II.
2. Penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 4
Siak Hulu Kabupaten Kampar. Hasil belajar Matematika siswa dibuktikan
dengan adanya penambahan atau peningkatan hasil belajar siswa dari nilai
rata – rata 77,09 pada Siklus I menjadi 85,77 pada
Siklus II dengan rata – rata peningkatan secara keseluruhan sebesar
8,68 . Selanjutnya juga dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah
siswa yang memperoleh nilai sama atau lebih dari nilai KKM yaitu dari 18 orang siswa (62,07%) pada siklus I meningkat menjadi 27 orang siswa (93,1%) pada akhir siklus II dengan rata-rata peningkatan secara keseluruhan sebesar 31,03 %.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang diuraikan dapat dikemukakan beberapa saran :
1. Pembelajaran dengan menggunakan penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan motivasi, aktivitas dan
hasil belajar siswa yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan
dan memahami materi sendiri yang akan dipelajari. Guru harus selalu
memonitor siswa dan memberi petunjuk agar siswa tidak tertinggal dengan
tahap – tahap pembelajaran yang harus
dilaksanakan agar tercapai tujuan pembelajaran. Untuk itu disarankan
kepada guru – guru untuk mencoba menggunakan metode pembelajaran ini
dikelas.
2. Pembelajaran dengan penerapan modifikasi STAD melalui twister dapat
dimanfaatkan guru untuk menilai sejauh mana penguasaan konsep maupun
mis konsepsi yang terjadi pada siswa terhadap konsep yang dipelajari.
3. Dalam melaksanakan penerapan modifikasi STAD melalui twister disarankan untuk mencermati waktu , karena semua tahapan pembelajaran harus dilaksanakan.
4.
Sekolah dan lembaga terkait agar memfasilitasi guru –guru yang akan
melakukan penelitian sehingga dapat ditemukan berbagai alternatif
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelas.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Amir Amjad. 2011. Buku Panduan Akademik PPL dan Penulisan Skripsi. Pekanbaru: FKIP UIR Press.
Anas Sudijono. Anas, 2006, Pengantar Statistika Pendidikan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007. Jakarta. BSNP.
Defri Ahmad Chaniago. 2010. Aktivitas Belajar. http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktivitas-belajar. Diakses: Februari 2011
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Jakarta : Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, dkk.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta
Doantara Yasa. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar. http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/. Diakses: Februari 2011
Ginnis, P. 2008. Trik dan Taktik Mengajar. Jakarta: indeks.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Pustaka Setia.
I GAK Wardani, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Universitas Terbuka.
Nana Sudjana. 2011. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinarbaru Algesindo.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nina
Puspita. 2010. Penerapan Twister dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII2 SMP Negeri 2 Tempuling. Skripsi.Pekanbaru: FKIP Universitas Riau.
Nurmiati.
2012. Uapaya Meningkatkan aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa
Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas VIIIE SMP Negeri 2 Kubung Kabupaten Solok. Skripsi. Padang: FKIP Universitas Bung Hatta.
Oemar Hamalik. 2005.Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Bumi Aksara.
Redja Mudyahardjo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rini
Gustina. 2012. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Skripsi. Lampung: FKIP Universitas Negeri Lampung
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon.
Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita. Jakarta: Nusa Media.
Sri Rezeki. 2009. Analaisis Data dalam Penelitian Tindakan Kelas Disampaikan pada Seminar Pendidikan Matematika FKIP UIR. Jurnal ( tidak diterbitkan. )
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT Tarsito .
Suharsimi Arikunto, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Wina Sanjaya. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Wina Sanjaya, 2007, Strategi Pembelajaran . Jakarta: Kencana
[1] BSNP.2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007.Jakarta: : BSNP. hal. 108.
[2] BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007, Jakarta : BSNP hal. 108.
.
[20] Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita. Jakarta: Nusa Media. hal 147.
[21] Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita. Jakarta: : Nusa Media. hal 159.
[22] Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita. Jakarta: : Nusa Media. hal 160..
[25] Sardiman.2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.100.
[26] Sardiman.2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 100.
[32] Sardiman.2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hal.101.
[37] Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hal.22.
[41]Nina
Puspita. 2010. Penerapan Twister dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII2 SMP Negeri 2 Tempuling. Pekanbaru: FKIP Universitas Riau. Skripsi. (tidak diterbitkan).hal. 77
[42]Nurmiati.
2012. Uapaya Meningkatkan aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa
Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas VIIIE SMP Negeri 2 Kubung Kabupaten Solok. Padang: FKIP Universitas Bung Hatta. Skripsi. (tidak diterbitkan).hal. 80.
[43]Rini
Gustina. 2012. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Lampung: FKIP Universitas Negeri Lampung. Skripsi. (tidak diterbitkan).hal. 65.
[51] Sri Rezeki. 2009 Analaisis Data dalam Penelitian Tindakan Kelas Disampaikan pada Seminar Pendidikan Matematika FKIP UIR. Jurnal (tidak diterbitkan). hal, 5.
[52] Sri Rezeki. 2009 Analaisis Data dalam Penelitian Tindakan Kelas Disampaikan pada Seminar Pendidikan Matematika FKIP UIR. Jurnal (tidak diterbitkan). hal, 5.
[53] Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hal. 67
No comments:
Post a Comment