Di era digital seperti sekarang, hidup “kekinian”
sering dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kebahagiaan. Media sosial
dipenuhi konten gaya hidup glamor, mulai dari nongkrong di kafe estetik,
jalan-jalan ke luar negeri, hingga belanja produk branded terbaru. Akibatnya,
banyak anak muda—khususnya kalangan milenial dan Gen Z—terjebak dalam pola
konsumtif yang tidak sehat: cicil gaya, tabungan ambyar.
Fenomena
ini didorong oleh kemudahan teknologi finansial. Aplikasi pay later dan
cicilan tanpa kartu kredit membuat siapa pun bisa membeli barang impian tanpa
perlu uang tunai di tangan. Sekilas tampak menguntungkan, tetapi kenyataannya
banyak yang terjebak pada utang konsumtif. Pembelian impulsif yang dilakukan
demi “eksis” di media sosial seringkali mengorbankan stabilitas keuangan
pribadi.Selain
faktor teknologi, tekanan sosial juga berperan besar. Budaya fear of missing
out (FOMO) membuat banyak orang merasa harus selalu mengikuti tren agar tidak
ketinggalan. Dari outfit, gadget, hingga tempat liburan, semuanya menjadi ajang
pembuktian status sosial di dunia maya. Sayangnya, kebanggaan itu hanya
bersifat sementara, sementara dampak finansialnya bisa bertahan lama.
Padahal,
kesejahteraan finansial tidak ditentukan oleh seberapa mewah gaya hidup kita,
melainkan seberapa cerdas kita mengelola uang. Mengubah kebiasaan konsumtif
bukan berarti menolak kesenangan, tetapi menempatkan prioritas dengan bijak.
Misalnya, dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan, membuat anggaran
bulanan, serta mulai menabung atau berinvestasi sejak dini.
Milenial
dan Gen Z sebenarnya memiliki potensi luar biasa dalam membangun masa depan
finansial yang kuat. Dengan literasi keuangan yang baik dan kesadaran diri,
mereka bisa mengubah tren “cicil gaya” menjadi “cicil masa depan.” Artinya,
bukan lagi mengejar gengsi semu, tetapi berfokus pada kebebasan finansial dan
stabilitas hidup jangka panjang.
Akhirnya, penting diingat bahwa gaya hidup tidak
harus mahal untuk terlihat bahagia. Hidup sederhana bukan berarti kalah gaya,
justru menunjukkan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Jadi sebelum
menekan tombol checkout berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini
benar-benar kebutuhan, atau hanya demi tampil di story?
No comments:
Post a Comment