PENGGUNAAN MEDIA PRESENTASI ANIMASI DALAM MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELEKTROLISIS

CUCU ZENAB SUBARKAH
Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
E mail : cczsb@yahoo.com


ABSTRAK
Elektrolisis merupakan salah satu konsep yang sulit dipahami siswa bahkan bagi sebagian siswa berpotensi terjadinya miskonsepsi. Miskonsepsi dapat  berpengaruh terhadap pengembangan pengetahuan siswa selanjutnya. Melalui penelitian ini dideskripsikan proses pembelajaran remidiasi miskonsepsi,   pengaruh media animasi pada tingkat pemahaman siswa , dan respon siswa terhadap penggunaan media animasi pada pembelajaran elektrolisis. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kelas pada salah satu SMAN di kota Bandung dengan subjek penelitian  34 orang siswa kelas XII. Tujuan penelitian dicapai dengan instrumen  berupa deskripsi pembelajaran, observasi kelas, wawancara, tes diagnostik dan  tes akhir. Penentuan jawaban miskonsepsi  siswa didasarkan  pada tingkat pemahaman metode CRI, dan  data kuantitatif hasil penelitian diolah dengan menggunakan statistika prosentase. Hasil penelitian  menunjukkan proses pembelajaran pada setiap tahap berlangsung dengan baik. Pemahaman siswa   kategori paham konsep mengalami peningkatan 120,6 %, miskonsepsi dan  tidak paham konsep mengalami penurunan masing-masing 44,04 % dan 28,6%. Respon siswa terhadap penerapan media presentasi animasi sangat posistif. Saran yang diajukan bahwa media presentasi animasi dapat digunakan untuk memvisualisasikan konsep-konsep kimia yang abstrak dan dapat meminimalisir miskonsepsi. Pemberian contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan pemahaman siswa, dan  memotivasi siswa dalam  mengikuti proses pembelajaran.

Kata Kunci:  miskonsepsi, elektrolisis , pembelajaran remedial, media presentaasi animasi







THE USE OF ANIMATION PRESENTATION MEDIA TO OVERCOME STUDENTS’ MISCONCEPTION ON THE CONCEPT OF ELECTROLYTE
Cucu Zenab Subarkah
Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
E mail : cczsb@yahoo.com


ABSTRACT

The concept of electrolyte is one of difficult concepts to learn that it potentially causes misconception on the part of learners. Misconception may inhibit them from developing their further knowledge. The research is aimed at describing a learning process to remedy students’ misconception on the concept of electrolyte using animation presentation media; the influence of animation media on the students’ level understanding, and the students’ response towards the use of animation presentation media to learn electrolyte. To reach the aims, a classroom research was employed. It was carried out at one of Senior High Schools in Bandung in which 34 students of Grade XII involved. The instruments used in the research are learning description, classroom observation, interview, diagnostic and post test.  The misconception assessment was based on students’ answer on their understanding of CRI method. The quantitative data were analyzed by using statistics of percentage. The research reveals that learning process in each phase of implementation shows a satisfying result. Upon analyzing the data,  the students’ level of understanding categorized “understand” increases as much as 120.6%; meanwhile, their misconception and their misunderstanding towards the concept decrease as much as 44,04% and 28,6% respectively. The students responded the animation presentation media positively. Therefore, the research suggests that animation presentation media be employed to visualize   other abstract concepts of chemistry and reduce misconception on them. Additionally, real examples found in our daily life can be used to improve students’ understanding to the concepts and motivate them in attending learning process.
Keywords :  misconception, electrolysis, remedial teaching, animated media presentation


 A.     PENDAHULUAN

.       Pengembangan pendekatan pembelajaran kimia lebih ditekankan pada karakteristik sains kimia yang terdiri atas tiga level representasi, yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Pemahaman seseorang terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuan mentransfer dan menghubungkan antara ketiga representasi tersebut (Wu, 2002). Kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir tingkat  tinggi dapat dicapai apabila mampu menggunakan kemampuan representasi secara ganda dan terintegrasi.
         Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pembelajar yang performannya bagus dalam ujian mengalami kesulitan dalam ilmu kimia akibat ketidakmampuan memvisualisasikan struktur dan proses pada level submikroskopik dan tidak mampu menghubungkannya dengan level representasi kimia yang lain (Devetak, 2004) .Siswa cenderung hanya menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik yang bersifat abstrak dalam bentuk deskripsi kata-kata, akibatnya tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat mengalami reaksi. Ketika siswa diberi kasus yang berbeda, siswa sulit untuk dapat memecahkan kasus tersebut  (Tasker, 2006)
        Berdasarkan penelitian Garnet dan Treagust (1992:1079) serta Lin et.al. (2002:100) mengungkapkan bahwa konsep-konsep elektrokimia terdapat banyak miskonsepsi dan banyak pelajar dapat menyelesaikan masalah-masalah kuantitatif elektrokimia tetapi mereka tidak mampu menjawab persoalan kualitatif penting dalam elektrokimia bahkan jawaban mereka cenderung miskonsepsi.
          Miskonsepsi adalah hal yang sangat berbahaya bagi siswa, karena miskonsepsi ini dapat menghambat pembelajaran selanjutnya. Masalah miskonsepsi ini sudah seharusnya menjadi catatan para pengajar dan calon pengajar untuk memperoleh langkah-langkah atau teknik-teknik dalam mengantisipasinya. Selain itu hasil observasi yang dilakukan Yunita (2001:25) menunjukan bahwa ternyata hasil belajar siswa pada konsep elektrokimia masih tergolong rendah. Dilain pihak beberapa guru yang sempat diamati ternyata tidak terlalu memperhatikan masalah tersebut sehingga pengajaran elektrokimia tentang elektrolisis dan cara-cara mengatasinya jadi terabaikan. Salah satu sifat dari miskonsepsi ialah bahwa miskonsepsi itu sulit diubah, terkadang guru berhasil mengoreksi miskonsepsi sehingga siswa dapat menyelesaikan soal jenis tertentu, tetapi apabila siswa diberi soal yang sedikit bervariasi maka miskonsepsi akan muncul lagi.
          Pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari elektrolisis terkait dengan materinya yang bersifat abstrak.  Penggunaan media pembelajaran akan membantu siswa memahami konsep tersebut. Menurut Asnawir (2002:14 ) media pembelajaran dapat menanamkan konsep dasar yang benar serta sangat membantu siswa memahami materi dengan lebih baik karena media pembelajaran dapat menyediakan visualisasi konsep-konsep abstrak melalui animasi-animasi. Pada pembelajaran berbasis aplikasi komputer,  melalui media animasi  guru dapat memberikan informasi yang lebih jelas kepada siswa apabila dibandingkan dengan metode ceramah.
        Lokasi penelitian yang dipilih adalah SMAN 26 Bandung. Hal ini berdasarkan studi pendahuluan, guru kimia yang bersangkutan merasa kesulitan untuk mengembangkan pembelajaran sesuai konsep kimia meskipun dalam pembelajaran yang dilakukan sudah menggunakan metode dan pendekatan yang cukup bervariasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XII, penguasaan konsep elektrolisis tergolong rendah meskipun telah melakukan praktikum dengan dilengkapi alat-alat laboratorium yang lengkap. Berdasarkan  permasalahan di atas perlu adanya suatu upaya yang dapat mengubah suasana pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah dengan media presentasi animasi yang dapat memvisualisasikan konsep-konsep yang abstrak.
Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana penerapan media presentasi animasi dalam meningkatkan penguasaan konsep elektrolisis pada siswa kelas XII  salah satu SMAN di  Bandung?
2.      Bagaimana tingkat pemahaman siswa setelah remidiasi pembelajaran elektrolisis dengan menggunakan media presentasi animasi pada siswa kelas XII salah satu SMAN di Bandung ?
3.      Bagaimana tanggapan siswa kelas XII salah satu SMAN di  Bandung setelah mengikuti  pembelajaran menggunakan media presentasi animasi?
Tujuan Penelitian
        Tujuan dari penelitian ini adalah
1.      Mendeskripsikan pembelajaran konsep elektrolisis dengan menggunakan  media presentasi animasi pada siswa  kelas XII salah satu SMAN di  Bandung.
2.      Menelususri tingkat pemahaman siswa setelah pembelajaran konsep elektrolisis dengan media presentasi animasi pada. kelas XII salah satu SMAN di  Bandung.
3.      Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa kelas XII salah satu SMAN di Bandung setelah mengikuti  pembelajaran menggunakan media presentasi animasi.
Manfaat penelitian
         Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1.      Dapat melatih siswa untuk berpikir kritis serta berperan aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajarnya.
2.      Bagi guru sebagai media alternatif dalam mengembangkan strategi pembelajaran
B.     KAJIAN PUSTAKA
Media Persentasi Animasi pada Elektrolisis
          Menurut Asnawir (2002:11) secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”. Associaton for education and communication technology (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan  untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan education associaton (NEA) mendefinisiskan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan berdasarkan instrumen yang diperginakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi effektifitas program instruksional.
         Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien atau siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Penggunaan media dalam proses belajar mengajar mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1.      Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa atau mahasiswa. Pengalaman masing-masing individu yang beragam karena kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimiliki mereka.
2.      Media dapat mengatasi ruang kelas. Banyak hal yang sukar untuk dialami secara langsung oleh siswa/mahasiswa di dalam kelas, seperti; objek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang diamati  terlalu cepat atau terlambat.
3.      Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan. Gejala fisik dan sosial  dapat diajak berkomunikasi dengannya.
4.      Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Pengamatan yang dilakukan siswa dapat secara bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang dianggap penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
5.      Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit , dan realitas. Pengunaan media, seperti ; gambar, film,  model, grafik, dan lainnya dapat memberikan konsep dasar yang benar.
6.      Media dapat membangkitkan keinginan dan mionat yang baru. Dengan menggunakan media, horizon anak semakin luas, persepsi semakin tajam, dan konsep-konsep dengan sensirinya semakin lengkap, sehingga keinginan dan minat baru untuk belajar selalu timbul.
7.      Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar. Pemasangan gambar di papan buletin, pemutaran film dan mendengarkan program audio dapat menimbulkan rangsangangan kearah keinginan untuk belajar.
8.      Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkret sampai kepada yang abstrak. Selain itu dapat mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan suatu kebudayaan dan sebagainya.
  Presentasi menurut Pramono (2004:2) adalah salah satu contoh komunikasi langsung di mana presenter atau pembawa materi presentasi berhadapan langsung dengan audien atau pendengar presentasi. Pendengar tentu tidak memiliki beban karena mereka tinggal menerima apa yang dikatakan presenter. Presenterlah yang memiliki beban karena harus membawakan materi dan harus bertanggung jawab atas apa yang disampaikannya. Presentasi yang baik adalah presentasi yang komunikatif . banyak faktor yang menyebabkan orang tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh presenter. Salah satunya adalah media yang digunakan. Presenter dapat menggunakan OHP (Over Head Projector), foto slide, atau notebook yang ditampilkan dengan LCD Projector lain. Media ini akan lebih menghidupkan suasana. Presentasi yang tidak menggunakan media cenderung lebih monoton dan membosankan.
  Kata animasi berasal dari bahasa inggris yaitu animation yang berarti kelihatan hidup. Secara bahasa, animasi dapat diartikan segala sesuatu banda mati yang diolah sedemikian rupa sehingga seolah-olah hidup akibat diberikan bantuan sesuatu yang lain. Animasi merupakan suatu tampilan objek yang bergerak atau kelihatan hidup. Seperti halnya manusia, suatu animasi juga membutuhkan ruang (dalam macromedia disebut stage) dan membutuhkan waktu (dalam macromedia disebut timeline)  (Pranomo, 2004:3 ).
A.    Tinjauan Teoritis Elektrolisis
           Sel elektrolisis merupakan sub konsep dari elektrokimia, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara energi listrik dan energi kimia (Chang,R. 2003:219). Dalam sel elektrolisis mengubah energi energi listrik menjadi energi kimia dan terjadi reaksi reduksi dan oksidasi.
    Berdasarkan hal di atas, maka untuk memahami konsep-konsep elektrokimia diperlukan pemahaman mengenai konsep kelistrikan dan konsep reaksi reduksi oksidasi. Garnet, Treagust dan Barral (1992) menemukan fakta bahwa pemahaman kelistrikan yang menyangkut pergerakan elektron dalam logam dan pergerakan ion dalam suatu larutan serta pemahan dan kemampuan menyetarakan reaksi redoks sangat diperlukan sebagai prasarat mendasar untuk memahami proses yang terjadidalam sel Volta dan sel elektrolisis. Berikut ini adalah sajian materi konsep-konsep dasar dasar kelistrikan
1.      Partikel-partikel bermuatan baik yang berupa ion positif maupun ion negatif.
2.      Prases pembentukan ion positif dan negatif.
3.      Interaksi antara ion positif dan ion negatif, ion positif dan ion positif, serta ion negatif dan ion negatif.
4.      Aliran listrik yang berasal dari aliran elektron terutama yang berupa logam konduktor (elektroda).
5.      Aliran listrik yang berasal dari ion positif dan ion negatif yang membentuk aliran dalam suatu larutan.
6.      Penyeban terjadinya aliran listrik.
7.      Pengenalan gaya gerak listrik (GGL) dan pengukurannya.
   Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara perubahan (reaksi) kimia dengan kerja listrik, biasanya melibatkan sel elektrokimia yang menerapkan prinsip reaksi redoks dalam aplikasinya. Sel elektrokimia merupakan suatu alat yang terdiri dari sepasang elektroda yang dicelupkan ke dalam suatu larutan atau lelehan ioni dan dihubungkan dengan konduktor logam pada rangkaian luar. Ada 2 jenis sel elektrokimia:(1) Sel yang melakukan kerja dengan melepaskan energi dari reaksi spontan (sel volta); dan (2) sel yang melakukan kerja dengan menyerap energi dari sumber listrik untuk menggerakkan reaksi non spontan (sel elektrolisis)
   Elektrolisis berasal dari kata elektro (listrik) dan lisis (penguraian), yang berarti penguraian senyawa oleh arus listrik, dan alatnya disebut sel elektrolisis. Dengan kata lain, sel elektrolisis ini memerlukan energi listrik untuk memompa elektron, dalam sel ini harus ada partikel (ion, molekul, atom) yang dapat menerima elektron dan yang melepasakan elektron. Reaksi elektrolisis merupakan redoks yang tidak spontan, tetapi terjadi karena diberi listrik dari luar.
   Dalam sel elektrolisis elektroda adalah penghantar tempat listrik masuk kedalam dan keluar dari zat-zat yang bereaksi. Perpindahan elektron antara elektroda dan zat-zat dalam sel menghasilkan reaksi terjadi pada permukaan elektroda. Zat-zat yang dapat dielektrolisis  adalah leburan dan larutan yang mengandung ion terlarut (Achmad, 2001:46).
   Untuk mengefektifkan pembelajaran perlu ditarik garis yang tegas agar kerancuan tidak terjadi, dengan cara menekankan bagian terpenting dari masing-masing proses elektrolisis. Sajian materi adalah sebagai berikut
1.      Dalam sel elektrolisis energi listrik ekstenal diubah menjadi energi kimia dengan proses reaksi reduksi dan oksidasi dan terjadi padaelektroda.
2.      Elektroda adalah konduktor  berupa logam yang dicelupkan pada elektrolit yang bertindak sebagai setengah sel. Elektroda berupa logamyang bertindak sebagai katode dan anode. Katode adalah elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus dan anode dihubungkan dengan kutub positif sumber arus sehingga katode bermuatan negatifdan anode bermuatan positif. Jika reaksi elektrolisis berlangsungkatode mengalami reaksi reduksi dan anode mengalami oksidasi.
3.      Transfer muatan terjadi dalam:
a.       Rangkaian di luar larutan, elektron mengalir dari sumber arus eksternal kutub negatif menuju katode dan dari anode menuju kutub positif sumber arus eksternal.
b.      Dalam larutan ion-ion negatif disebut anion, dan ion-ion positif disebut kation, bergerak terus menerus untuk menjaga kenetralan larutan. Anion bergerak menuju anode dan kation bergerak menuju katode. Perhatikan gambar di bawah ini:

Gambar. 1. Pergerakan Elektron









4.      Reaksi sel elektrolisis dipertimbangkan dari potensial standar spesies-spesies yang bersaing dalam masing-masing elektroda. Katode menghasilkan reduksi kation dan anode menghasilkan oksidasi anion. Harga potensial sel yang berharga negatif akan menghasilkan reaksi yang bersifat spontandan berlangsung dengan baik.
5.      Dipertimbangkan juga jenis pereaksi yang dipakai lelehan atau larutan, sifat elektrodanya inert atau tidak, dan jenis-jenis anion atau kation yang mungkin bereaksi dalam masing-masing setengah sel.

1. Deskripsi konsep elektrolisis
a.       Susunan Sel Elektrolisis



Gambar 2.  Susunan Sel Elektrolisis
        Larutan elektrolit adalah zat dalam sel yang menghantarkan listrik. Dalam elektrolit muatan listrik diangkat oleh ion yang bergerak. Ion negatif atau anion membawa muatan ke anode, dan ion positif atau kation membawa muatan ke katode. Dalam sirkuit luar, elektron bergerak melalui kawat dari anode ke katode (Achmad, 2001:46).
  Elektron (listrik) memasuki larutan melalui kutub negatif (katode). Spesi tertentu dalam larutan menyerap elektron dari katode dan mengalami reduksi. Sementara itu, spesi yang lain melepas elektron dan mengalami oksidasi. Jadi, sama seperti pada sel volta, reaksi di katode adalah reduksi, sedangkan reaksi di anode adalah oksidasi. Akan tetapi, muatan elektrodenya berbeda.
b.      Menentukan reaksi-reaksi Elektrolisis
Reaksi yang terjadi pada anode dan katode bergantung pada beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1)            Jenis kation dan anion dalam wadah
2)            Keadaan ion apakah dalam cair (lelehan) atau dalam larutan.
3)            Elektrodanya apakah tidak bereaksi (inert) atau ikut bereaksi dalam larutan.
4)            Potensial listriknya harus mencukupi untuk proses elektrolisis
  Berdasarkan keadaan ion dalam wadah elektrolisis dibagi menjadi dua yaitu lelehan dan larutan. Senyawa ion dapat dielektrolisis dalam keadaan cair atau dalam larutan. Senyawa ion yang berwujud padat tidak dapat dielektrolisis, karena tidak mengandung ion bebas. Akan tetapi bila dipanaskan sampai meleleh (cair) akan terurai menjdai ion-ionnya. Kita mengetahui bahwa senyawa elektrolit dalam larutan terurai menjadi ion positif dan negatif. Perlu diingat kembali bahwa senyawa ini ada yang larut dan ada yang sukar larut. Zat yang larut dibagi atas elektrolit kuat (terion sempurna) dan elektrolit lemah (terion sebagian kecil), sedangkan zat yang sukar larut dapat dianggap tidak terion. Zat Yang mudah dielektrolisis adalah elektrolit kuat karena banyak mengandung ion bebas.
c.       Penggunaan Hukum Faraday
   Reaksi pada katode atau oksidasi pada anode selalu melibatkan elektron. Jumlah muatan itu setara dengan perubahan kimianya. Dengan kata lain, jumlah listrik (muatan) yang terpakai ada hubungannya dengan jumlah perubahan zat yang terjadi. Hubungan ini telah dirumuskan dalam hukum faraday. Berdasarkan muatan satu elektron perhitungan memberikan harga 96.500 C (lebih tepatnya 96.487 C) berpadanan dengan lewatnya 1 mol elektron. Besar kelistrikan ini disebut satu Faraday.
1 Faraday = 1 mol elektron = 9,65 × 104 C
Dari kedua hukum Faraday yang terkenal dapat disimpulkan bahwa” dalam elektrolisis, lewatnya satu faraday pada rangkaian mengkibatkan oksidasi satu bobot ekivalen suatu zat pada elektroda dan reduksi satu bobot ekivalen pada elektroda yang lain”.
Perubahan massa zat yang terjadi dapat diungkapkan dengan rumus,
M =
Keterangan:
M = massa dinyatakan dalam gram
A = massa atom
N = perubahan dalam bilangan bilangan oksidasi
F = Faraday, 96.500 Coulomb



(Achmad, 2001: 98)
d.      Penggunaan Elektrolisis dalam Industri
1)      Pembutatan Klor dan Natrium
  Gas klor dan natrium dapat dibuat dengan mengelektrolisis NaCl cair, tetapi untuk mendapatkan Na dan Cl2 yang murni secara besar-besarandipakai elektrolisis dengan sel downs. Alat ini dibuat sedemikian agar Cl2 dan Na yang berhasil tidak bercampur. Hampir setiap hari kita berhubungan langsung  atau tidak langsung dengan hasil elektrolisis. Berikut ini akan dibahas beberapa manfaat elektrolisis bagi kehidupan manusia, yaitu dalam pembuatan klor dan natrium, natrium klorida, aluminium, magnesium dan tembaga serta penyepuhan. Sel down terdiri dari bejana yang berisi NaCl cair (titik lebur NaCl 801oC) dan di dalamnya terdapat batang katode (+) di bagian tengah, dan anode berupa silindir yang berada dalam silinder lain. Silinder kedua terbuat dari bejana yang belobang-lobang untuk masuknya NaCl cair. Akibatnya, daerah katode terpisah dari anode, sihingga didapat gas Cl2 dan cairan yang murni.
2)      Pembuatan Natrium Hidroksida
 Natrium hidroksida dapat dibuat dengan elektrolisis larutan NaCl, dengan reaksi total:
NaCl(l)+ 2H2O(aq) H2(g) + Cl2(g) + 2NaOH(aq)
 Untuk mendapatkan larutan NaOH yang murni, elektrolisis dilakukan dengan alat seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3. Elektrolisis NaCl dengan Sel Downs
 Wadah berisi NaCl, anode (grafit) dicelupkan ke dalamnya. Dinding bejana bagian dalam dilapisi asbes dan bagian luarnya terbuat dari baja berpori sebagai katode. Pada anode terbentuk gas Cl2 yang dialirkan ke pipa atas, sedangkan pada katode terbentuk gas H2 dan NaOH yang menetes. Larutan NaOH yang terkumpul dalam bejana besar bagian bawah, dan gas H2 naik ke pipa yang lain di bagian atas.
3)            Pembuatan Aluminium, Magnesium, dan Tembaga
   Aluminium adalah logam yang kuat dang ringan, dan semakin banyak dibiutuhkan. Larutan aluminium seperti AlCl3, jika dielektrolisis tidak menghasilkan logam aluminium pada katode, karena yang terduksii adalah H2O. Pada tahun 1886, Charles Hall dapat menghasilkan aluminium dengan mengelektrolisis campuran Al2O3 (biji aluminium) dengan mineral kriolit (Na3AlF6). Mineral ini dapat menurunkan titik cair campuran  dari 2.000oC menjadi 1.000oC.
         Senyawa Al2O3 terion menjadi
Al2O3  2Al3+ + 3O2-
   Reaksi pada
Katode : 2Al3+ (l)+ 6e  2Al(l)
Anode : 3O2- (l)   O2 (g)+ 6e
   Logam magnesium banyak dipakai karena mempunyai kerapatan yang tinggi. Logam ini banyak terdapat dalam air laut sebagai ion Mg2+ , dan dapat dibuat dengan mengelektrolisis lelehan senyawanya, misal MgCl2. hasil elektrolisis adalah Mg pada katode dan gas Cl2 pada anode.
MgCl2 (l)  Mg (l) + Cl2
4)            Penyepuhan Listrik
         Suatu katode dapat dilapisi oleh logam lain melalui elektrolisis yang disebut penyepuhan listrik. Bahan yang akan dilapisi dipasang sebagai katode dalam larutan ion logam pelapis. Kedua elektroda dibenamkan dalam larutan garam dari logam penyepuh dan dihubungkan dengan arus searah (Chang, 2003:225).
Gambar 4. Penyepuhan
         Sebagai contoh , sendok yang akan dilapisi emas, sendok  dipasang sebagai katode dan emas dipasang sebagai anode dalam larutan garam logam penyepuhnya.
Gambar 5. Pelapisan Logam













C.     METODOLOGI PENELITIAN
1.            Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kelas. Penelitian kelas merupakan tindakan yang diambil oleh peneliti untuk meningkatkan pengajaran, untuk menerapkan media pembelajaran dalam tatanan praktek, atau sebagai suatu makna evaluasi dan implementasi dari seluruh prioritas sekolah (Hopkins: 1993). Penelitian ini difokuskan pada penerapan media presentasi animasi dalam pembelajaran elektrolisis yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan mengatasi miskonsepsi.
2.            Subjek Penelitian
         Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMAN  Bandung. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII IPA-1 yang berjumlah 34 orang. Penetapan kelas  tersebut   karena merupakan kelas unggulan dan mempunyai kemampuan  siswa yang homogen.
3.            Instrumen penelitian
a.            Deskripsi pembelajaran
         Deskripsi pembelajaran merupakan urutan rencana pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran materi elektrolisis dengan menggunakan media presentasi animasi. Proses pembelajaran dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan materi elektrolisis kelas XII IPA  sesuai buku acuan yang digunakan di sekolah tersebut. Kegiatan pembelajaran dilkasanakaan dalam lima tahap, yakni: 1) Tahap pendahuluan; 2) tahap pembentukan konsep; 3) tahap aplikasi konsep 4) tahap pemantapam konsep; dan 5) tahap penilaian.  Sedangkan media presentasi animasi sebagai alat bantu mengajar yang  disusun oleh peneliti.
b.            Format Observasi
        Format observasi yang digunakan adalah format proses pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran dengan menggunakan  media persentasi animasi pada konsep elektrolisis. Data observasi ini diperoleh pada saat proses pembelajaran dimana peneliti bertindak sebagai guru, dan  sebagai observer terdiri dari dua orang   guru kimia  kelas .
c.                 Tes tulis
         Tes tertulis dilaksanakan setelah siswa mengikuti pembelajaran elektrolisis oleh guru kimia tanpa media presentasi animasi, untuk memperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa Kemudian dilakukan tes kembali setelah siswa mengikuti pembelajaran remidiasi dengan menggunakan presentasi animasi, Jenis tes yang digunakan adalah tes pilihan ganda (multiple choice test) menggunakan teknik CRI (Certainty of Response Index) yang berjumlah 10 soal. Teknik CRI dilakukan untuk memperoleh gambaran besarnya persentase siswa yang mengalami miskonsepsi, yang tidak paham konsep, dan yang paham konsep elektrolisis. Tolak ukur yang disediakan dalam tes awal dan tes akhir adalah pengkategorian jawaban siswa  yang disediakan dalam tiap butir soal, tiap kemungkinan jawaban siswa dikelompokkan kedalam kategori tingkat pemahaman sesuai metode CRI.
Table 1. Ketentuan konsepsi siswa berdasarkan kombinasi dari benar atau salah jawaban dan tinggi atau rendahnya CRI
Kriteria jawaban
CRI rendah (<2 o:p="">
CRI tinggi (>2,5)
Jawaban benar
Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep (lucky guess)
Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik
Jawaban salah
Jawaban salah dan CRI rendah berarti tidak tahu konsep
Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi
(Saleem Hasan, et. al:1999:296)
         Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI yang diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri siswa dalam menjawab pertanyaan, mungkin ini disebabkan siswa hanya menebak saja. Sebaliknya CRI yang tinggi menunjukkan keyakinan dan kepastian memahami konsep yang tinggi pada diri siswa dalam menjawab pertanyaan. Disini unsur menebak sangat kecil. Seorang siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak tahu konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks keyakinan jawaban CRI yang diberikan untuk soal tersebut.
Table 2. Skala Enam CRI
CRI
KRITERIA
0
Totally guessed answer
1
Almost a guess
2
Not sure
3
Sure
4
Almost certain
5
Certain
(Saleem  Hasan et. al. 1999:294)
Wawancara
       Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada perwakilan siswa yang dijadikan sample untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai penerapan media presentasi animasi pada penguasaan konsep elektrolisis. Aspek-aspek yang ditanyakan dalam wawancara tersebut diantaranya tentang pendapat siswa mengenai penerapan media presentasi animasi.
D.     HASIL – HASIL PENELITIAN
1.      Implementasi Pembelajaran Menggunakan Media Presentasi Animasi pada Konsep Elektrolisis
1)   Tahap Pendahulan
Tahap pendahuluan  guru menggali pengetahuan siswa mengenai reaksi yang terjadi di katode  dan anode, sabagai salah satu konsep prasarat dari konsep elektrolisis. Hal ini dapat diketahui banyaknya siswa yang  mampu mengungkapkan bahwa di katode terjadi reaksi reduksi dan di anode terjadi reaksi oksidasi. Pembelajaran indikator menentukan contoh aplikasi elektrolisis, pada tahap pendahuluan guru bertanya mengenai aplikasi elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari ” Pernahkah kalian melihat sendok yang terbuat dari perak? Atau cin-cin besi yang dilapisi oleh emas? Apakah kalian tahu bahwa semua itu diperoleh dari proses elektrolisis?” siswa kelompok tinggi meresponnya dengan dengan jawaban berikut ”saya pernah melihat sendok yang berlapis perak, tapi tidak mengetahui proses yang terjadi”. Dan gurupun menghargainya dengan memberinya nilai ”plus” karena pada awal pembelajaran diinformasikan kepada siswa, bahwa yang aktif dalam pembelajaran akan diberikan nilai ”plus”. Kemudian  guru memberikan jawaban yang benar yaitu sebagai berikut.”Pada proses tersebut terjadi secara elektrolisis, sendok yang terbuat dari perak itu pada awalnya adalah terbuat dari besi kemudian dilapisi oleh perak. Karena potensial oksidasi perak lebih besar dari besi ketika dilakukan proses elektrolisis perak disimpan di anode dan besi disimpan di katode. Lama-kelamaan perak akan habis dan melapisi besi karena perak melepaskan elektron. Pada tahap aplikasi konsep siswa kelompok tinggi dan sedang lebih banyak berdiskusi dengan teman di sampingnya.
2)   Tahap Pembentukan Konsep
  Pada tahap pembentukan konsep, siswa mengamati gambar animasi guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring siswa memahami konsep dasar elektrolisis dan membedakannya dengan sel Volta. Pada tahap pembentukan konsep guru menjelaskan mengenai aliran elektron dalam sel elektrolisis dan membedakannya dengan sel Volta. Suasana belajar sudah tampak hidup karena siswa telah belajar sel Volta sehinga siswa selalu merespon pertanyaan guru mengenai sel Volta dan siswa menganalisis penjelasan guru. Pembelajaran menerapkan hukum Faraday berlangsung pada tahap pembentukan konsep dan aplikasi konsep siswa kelompok tinggi dan sedang dapat menyelesaikan contoh soal yang diberikan guru.
3)      Tahap Aplikasi Konsep
  Pada tahap aplikasi konsep, guru memberikan pertanyaan mengenai reaksi yang yang terjadi  di katode dan anode berdasarkan  gambar animasi. Pada tahap ini siswa siswa sudah mulai memahami aliran elektron dan reaksi yang terjadi di katode dan anode, terbukti dengan jawaban siswa yang mengatakan bahwa di katode akan terjadi reduksi dan menangkap dua elektron sedangkan di anode akan terjadi reaksi oksidasi dan melepaskan elektron. Ketika tahap aplikasi konsep siswa kelompok rendah tidak bisa menyelesaikan soal dengan baik Hal ini menunjukkan logika matematika yang kurang. 
4)      Tahap Pemantapan Konsep
Antusiasme kelompok tinggi sangat tinggi ketika tahap pemantapan konsep. Guru bertanya “Coba perhatikan animasi tersebut! Tuliskan reaksi yang terjadi di katode dan anode? Bagaimanakah aliran elektronnya? Siswa kelompok prestasi  tinggi dan kelompok prestasi  sedang meresponnya dengan baik yaitu dengan menjawab ”
Katode : Zn2+ + 2e    Zn
Anode : Cu   Cu2+ + 2e
Elektron mengalir dari anode menuju katode
Selanjutnya siswa diberi pertanyaan mengenai elektrolisis MgCl2 dan menuliskan reaksi yang terjadi di katode dan anode dari elektrolisis tersebut. Sebagian besar siswa menjawab benar. Pada tahap pemantapan konsep ketika guru memberikan pertanyaan ” Apabila listrik yang sama dialirkan kedalam dua atau lebih sel elektrolisis yang berbeda, bagaimanakah perbandingan massa zat-zat yang dibebaskan dengan massa ekivalennya? Siswa kelompok tinggi merespon dan mengemukakan gagasannya, walaupun jawaban siswa kurang tepat guru tetap menghargainya dan guru memberikan jawaban yang benar yaitu ” Perbandingan antara massa zat yang dibebaskan sama dengan massa ekivalennya. G1 :G2 = ME1 :ME2 Sedangkan kelompok rendah bingung dalam menentukan masa ekivalen zat.
5)      Tahap Penilaian
 Tahap terakhir yaitu tahap penilaian, pada tahap ini guru memberikan soal-soal latihan untuk kemudian dikerjakan oleh siswa. Melalui tahap ini hampir sebagian besar siswa dapat menentukan reaksi yang terjadi di katode dan anode.
Ketika proses pembelajaran berlangsung seluruh siswa kelompok sedang dan tinggi mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, sedangkan kelompok rendah beragam, ada yang mendengarkan dengan seksama dan ada yang ngobrol dengan teman di sampingnya.
2.      .Hasil tes
Hasil tes sebelum remediasi pemebelajaran
            Hasil tes siswa sebelum pembelajaran remedial dengan media presentasi animasi, dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil  Tes Diagnostik Konsep Elektrolisis Sebelum Pembelajaran Remidial
No
Indikator
Rata-Rata Tingkat Pemahaman Siswa  (%)
Tidak Paham
Miskonsepsi
Paham
1
Menentukan reaksi di anode dan katode pada elektrolisis
31,7
33
35,3
 2
 Menerapkan hukum faraday
43,7
40,6
15,7
3
Memberi contoh penerapan elektrolisis dalam kehidupan sehari –hari
44
46
10

Jumlah
119,4
119,6
70

Rata-rata
39,8
39,87
23,3

         Berdasarkan tabel di atas bahwa pada indikator menentukan reaksi yang terjadi di anode dan katode pada elektrolisis hanya 35,3 % yang sudah paham, sedangkan selebihnya mengalami miskonsepsi dan tidak paham konsep. Tingkat kemampuan siswa  dalam menerapkan hukum Faraday hanya 15,7 % yang sudah paham konsep, yang lainnya masih miskonsepsi dan tidak paham. Untuk indikator kemampuan memberikan contoh penerapan elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari sangat kecil hanya 10% yang memahami konsep, siswa cenderung salah konsep dan miskonsepsi.


  Hasil tes setelah pembelajaran remidiasi dengan menggunakan media presentasi animasi
         Tabel di bawah ini memaparkan hasil tes  setelah siswa mengikuti pembelajaran remidiasi dengan menggunakan media presntasi animasi.
Tabel 4. Hasil Tes Rata-Rata Setelah Pembelajaran Remidial
No
Indikator
Rata-Rata Tingkat Pemahaman Siswa  (%)
Tidak Paham
Miskonsepsi
Paham
1
Menentukan Reaksi Di Anode Dan Katode Pada Elektrolisis lelehan dan larutan
21,52
12,16
66,32
2
 Menerapkan hukum faraday
23,52
29,6
46,88
3
Memberi contoh penerapan elektrolisis dalam kehidupan sehari –hari
33,82
25,16
41,02

Jumalh
78,86
66,92
154,22

Rata-rata
26,29
22,31
51,41

            Berdasarkan tabel di atas pada indikator kemampuan menentukan reaksi di anode dan katode pada elektrolisis mencapai 21,52% siswa yang masih tidak paham, 12,16% mengalami miskonsepsi, dan 66,32% yang telah paham konsep. Pada elektrolisis lelehan siswa dengan mudah dapat menentukan reaksi yang terjadi di katode dan anode namun pada elektrolisis larutan terdapat senyawa air sebagai pelarutnya, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menentukan reaksi yang terjadi di katode dan anode karena harus membandingkannya dengan potensial reduksinya dengan air. Siswa cenderung menentukan reaksi katode dan anode didasarkan pada deret volta dan mereka kurang bisa membaca potensial reduksi. Padahal deret Volta memiliki keterbatasan (Achmad, 2001:66).
            Konsepsi siswa pada indikator menerapkan hukum Faraday yang tidak paham konsep 23,52%, siswa yang  mengalami miskonsepsi masih tinggi  29,6%, dan yang paham konsep hanya 46,88%. Tingkat kemampuan siswa pada indikator memberikan contoh elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari masih banyak yang tidak paham, mencapai 33,82%, yang paham konsep hanya 41,02% dan yang miskonsepsi mencapai 25,16%. Siswa yang mengalami miskonsepsi masih ada dan cenderung susah untuk dihilangkan hal ini sejalan dengan pendapat Suparno (1998:96) bahwa  miskonsepsi sulit dibenahi dan tidak hilang dengan metode mengajar biasa bahkan siswa yang miskonsepsi bisa berubah menjadi tidak paham. Maka dianjurkan cara mengajar baru yang lebih menantang pengertian siswa misalnya dengan stadi lapangan, dimana siswa dapat langsung menyaksikan proses pemurnian logam dan proses penyepuhan      
Perubahan tingkat pemahaman siswa setelah pembelajaran remidiasi dengan media presentasi animasi

            Tabel 5. Perbedaan tingkat kemampuan siswa sebelum remidiasi dan setelah remidiasi
Tidak Paham
Miskonsepsi
Paham
Sebelum Remidiasi
Setelah Remidiasi
Gain
Sebelum Remidiasi
Setelah Remidiasi
Gain
Sebelum Remidias
Setelah Remidiasi
Gain
36,83
26,29
10,54
39,87
22,31
17,56
23,3
51,41
28,10
Tidak paham menurun 28,6 %
Miskonsepsi menurun 44,04%
Paham konsep naik 120,6 %
    
Berdasarkan tabel 5 di atas terlihat bahwa remidiasi pembelajaran dengan menggunakan media presentasi animasi berpengaruh terhadap hasil belajar dengan kategori siswa  yang   tidak paham konsep mengalami penurunan 28,62%. Persentase siswa  yang mengalami  miskonsepsi penurunan 44,04% sedangkan siswa yang telah paham konsep meningkat 120,06 %.

3). Analisis Data Hasil Wawancara
Wawancara  dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi dari siswa (pendapat siswa) tentang pembelajaran elektrolisis menggunakan media persentasi animasi. Wawancara dilakukan pada enam orang siswa. Ke-6 orang tersebut mewakili 3 kelompok. dua (2) orang dari kelompok tidak paham terbanyak, 2 orang dari kelompok miskonsepsi terbanyak dan 1 orang dari kelompk paham.
Hasil wawancara secara keseluruhan adalah sebagaimana tertera pada tabel 3 berikut:
Tabel 6. Hasil Wawancara Secara Keseluruhan
Pertanyaan wawancara
Inti jawaban
  1. Apakah Anda merasa senang belajar kimia seperti sekarang?
Bila (+) kenapa anda senang kimia?
Bila (-) kenapa anda tidak senanga kimia?

Kami merasa senang dengan pembelajaran menggunakan media presentasi animasi, karena reaksi kimia bisa lebih terlihat.
  1. Apa pendapat Anda mengenai pembelajaran materi elektrolisis mengunakan media persentasi animasi?

Menurut kami media presentasi animasi membuat saya lebih faham, daripada menerangkan dengan metode ceramah.
  1. Apakan penggunaan media presentasi animasi membantu Anda dalam memahami konsep elektrolisis secara lebih jelas? Pada bagian mana?
Iya karena dengan media presentasi animasi, kami dapat menuliskan reaksi yang terjadi di katode dan anode.
  1. Apakah Anda dapat menyelesaikan soal-soal mengenai elektrolisis setelah pembelajaran ini?
Dapat, tetapi kami mengalami hambatan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut karena mungkin belum terlalu paham.
  1. Apakah dengan belajar kimia menggunakan media presentasi animasi meningkatkan minat Anda untuk belajar?

Iya, dengan media presentasi animasi, pembelajaran tidak jenuh dan lebih menarik.
  1. Apakah ada manfaat yang Anda peroleh setelah pembelajaran ini? Apa manfaatnya?
Lebih semangat dalam belajar, kerena belajarnya memanfaatkan teknologi.
  1. Setelah Anda mengikuti pembelajaran ini, apa Anda dapat melakukan aplikasi konsep elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari?
Iya, setidaknya kami bisa tahu bahwa proses elektrolisis ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari, seperti dalam pelapisan sendok oleh perak, yang mempunyai nilai jual yang lebih mahal.
  1. Apakah pembelajaran seperti ini perlu dikembangkan lagi pada konsep kimia yang lain?
Iya, biar ada sumber yang baru dan tidak selalu terfokus pada buku.

A.    Simpulan
      Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Proses pembelajaran menggunakan media presentasi animasi  berlangsung dengan baik dan efektif dalam setiap tahap. Antusiasme siswa tinggi, hal ini dapat diketahui dari keaktifan siswa dan respons siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dalam pembelajaran.
2.      Hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran remidiasi dengan menggunakan media presentasi animasi pada konsep elektrolisis dari setiap indikator sangatlah beragam, tetapi pada umumnya mengalami peningkatan. Kategori siswa yang paham konsep meningkat 120%, sedangkan siswa yang   miskonsepsi dan tidak paham konsep mengalami penurunan masing-masing 44,04%, dan  28.62%
3.   Penggunaan media presentasi animasi mendapat respons positif dari siswa, dapat lebih jelas mengamati proses reaksi kimia dan lebih menarik perhatian siswa sehingga  meningkatkan rasa ingin tahu siswa.
B.     Saran
Berdasarkan hasil temuan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran, antara lain:
1.   Dalam pembelajaran kimia hendaknya guru menggunakan media animasi sebagai upaya  untuk memvisualisasikan konsep-konsep kimia  yang abstrak, dan meminimalisir miskonsepsi.
2.   Pemberian contoh-contoh aplikasi proses kimia  dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 2001. Elektrokimia & Kinematika Kimia. Bandung : PT. Citra Adiya Ba
Asnawir, H, 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers.
Arsyad, Azhar. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jilid 2 Ed ke 3. Jakarta: Erlangga.
Devetak, Iztok, et. al.2004 Submicroscopic Representations As A Tool for Evaluating Students’ Chemical Conceptions Acta Chim Slov., 51,4, 7999:814. ( diakses tg 30 Agustus 2010)

Garnet, Pamela J. Dan Treagust. Dapid F. 1992. ”Conceptual Difficulties Experienced By Senior Hihgh School Studentof Electrochemistry: Electrochemical (Galvanic) and Electrolite Cells”. Journal of Sains And Teaching Education. Vol 29. no 10 pp 1079-1099.

Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buckingham: Open University press.

Lin,Huann-Shyang et.al. Students’ Difficulties In Learning Electrochemistry. Journal Of Science And Teaching Education” vol. 12, no. 3, 2002. pp. 100-105
Pramono, Andi. 2004. Presentasi Multimedia Dengan Macromedia Flash. Yogyakarta: Penerdit Andi.

Saleem Hasan, D. Baguyoku, and E.L. Kelley, 1999. Misconception and The Certainty of Response Index (CRI). Phys. Educ. 34(5), pp, 294-299.

Suparno,Paul. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Tasker, et al. 2006. Research into Prctice: Visualization of the Molekular World Using Animation. Journal of Chemistry Education  an Practice. Online Tersedia: http//www.rsc.org/cerp. (diakses tg 22Desember 2009)

Wu, Hsin-Kai, 2002. Linking the MicroscopicView of Chemitry to real Life Experience: Intertxtuality in a High SchoolScience Class Room.  Journal Chemical Education.Taipei-Taiwan: National Taiwan Normal Unversity. hlm 1-48

Yunita. 2001. Pengajaran Kimia di SMU melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (S-T-M). Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan. 

No comments:

Post a Comment