Oleh:
MULYANI,
S.Pd.M.Hum.
KEPALA
SEKOLAH
SMA
MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO
JL. BATORO
KATONG NO. 6B PONOROGO
TELPON/ FAX (0352) 481521
Abstrak
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah
guru lebih banyak memiliki power
(kuasa) dan control (kendali)
daripada siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas power guru diwujudkan dalam bentuk tindak tutur. Tindak tutur guru
yang dominan adalah tindak tutur direktif (memerintah). Melalui tindak
tutur direktif ini guru dapat mengembangkan pendidikan karakter kepada
murid-muridnya. Guru bisa membangun keakraban dengan siswa agar tuturannya
dapat dipahami dengan mudah oleh siswa. Namun demikian, masih ditemukan fakta
bahwa banyak guru yang kurang memperhatikan pemakaian tindak tutur. Dalam
mengelola pembelajaran di kelas guru kadang-kadang
kurang luwes, monoton, dan membosankan serta mengabaikan pentingnya pendidikan
karakter.
Penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi tindak tutur direktif guru SMA dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas terkait prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan
berbahasa, khususnya mengenai kebijakan sekolah ramah sosial di RSBI.
Penelitian
ini dilaksanakan di SMA Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2010/2011. Objek
penelitian adalah tindak tutur direktif guru SMA. Data berwujud tuturan beserta
konteksnya. Teknik penyediaan data dengan teknik simak, rekam, catat dan
pengamatan berpartisipasi.
Hasil
penelitian ini adalah tindak tutur guru dapat diidentifikasikan menjadi tiga
kategori, yakni (1) perintah (commands)
sebanyak 47,05%, (2) permintaan (requests) sebanyak 27,64%, dan (3) saran (suggestions) sebanyak 25,29%.
Ketiga kategori ini berimplikasi pada karakter guru dalam mengelola kelas. Guru
membangun keakraban dengan siswa melalui pemenuhan prinsip dasar komunikasi,
yakni prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa. Keakraban guru dengan murid
dalam pembelajaran memudahkan dalam mengembangkan pendidikan karakter di
sekolah.
Saran kebijakan, kepada Kementerian Pendidikan
Nasional perlu ada kebijakan pengembangan konsep dan panduan teknis tentang
kompetensi komunikasi guru dalam pembelajaran di kelas. Model sekolah ramah
sosial melalui praktik pendidikan karakter bangsa di sekolah perlu digalakkan.
Kepada Perguruan Tinggi (LPTK dan FKIP) perlu dikembangkan silabus dan bahan
ajar yang mengintegrasikan prinsip dasar komunikasi, yakni prinsip kerjasama
dan kesantunan berbahasa serta pendidikan berkarakter.
Kata Kunci: guru, tindak
tutur direktif, pendidikan karakter
Abstract
The main problem in this study is the teacher has more power and control than students in learning activities. In a classroom teacher power manifested in the form of speech act. Speech act a dominant teacher is directive speech act. Through a directive speech act, the teacher can develop a character education to their students. Teachers can build familiarity with the students so their speech can be understood easily by students. Nevertheless, it still found the fact that many teachers are paying less attention to the use of speech act. In managing the classroom teachers are sometimes less flexible, monotonous, and boring and ignore the importance of character education.
This study aims to identify the directive speech act The
senior high school teachers in classroom teaching and learning activities
related to the principle of cooperation and the principle of politeness in
language, particularly on social policy in RSBI friendly schools.
The
research was carried out in the senior high school of Ponorogo in academic year
2010/2011. The object of this research is a senior high school teachers
directive speech act. The data tangible were narrative and its context. Providing data with engineering techniques see,
record, record and participating observation.
The results of this study were teachers of speech act can be
identified into three categories, namely (1) commands as much as 47.05%, (2)
requests as much as 27.64%, and (3) suggestions as much as 25 ,
29%. These three categories have implications
for the character of the teacher in managing classroom. Teachers build
familiarity with the students through the fulfillment of the basic principles
of communication, namely the principle of cooperation and politeness in language.
Familiarity with student teachers in the learning easier in developing
character education in schools.
Policy advice, to the Ministry of National Education is
necessary to guide policy development and technical concept of communication
competence of teachers in the classroom. Friendly
school model of society through the practice of national character education in
schools should be encouraged. To Higher
Education (LPTKs and FKIP) needs to be developed syllabi and teaching materials
that integrate the basic principles of communication, namely the principle of
cooperation and politeness in language and character education.
Keywords: teacher, directive speech acts, character education
Keywords: teacher, directive speech acts, character education
1. Pendahuluan
a.
Masalah
dan arti penting penelitian
Dalam konteks interaksi, Amy B.M.Tsui (1995:
12-20) menyatakan bahwa aspek interaksi guru dan siswa di kelas dalam
memanfaatkan fungsi bahasa dapat dilihat dari (1) bentuk pertanyaan guru kepada
murid, (2) respons guru dan perlakuan kesalahan terhadap murid, (3) penjelasan
guru, (4) guru dalam mengubah masukan dan interaksi, (5) perilaku guru dalam
mengelola waktu dan perilaku siswa dalam mengambil bagian dalam interaksi, dan
(6) pembicaraan siswa. Di samping itu fungsi bahasa dan fungsi tutur yang
menurut Hymes disebut metalinguistik,
kontak, dan poetik juga relevan
untuk memahami style wacana guru
dalam pembelajaran di kelas.
Dalam pembelajaran di kelas, ditemukan fakta
bahwa masih banyak guru yang kurang memanfaatkan pentingkan penggunaan bahasa.
Guru kurang luwes, komunikasi yang dibangun lebih searah, monoton, membosankan
dan berbagai sikap yang menyebabkan siswa kurang simpati pada guru. Guru lebih
memposisikan sebagai orang yang memiliki kuasa (power) dan siswa dipandang
sebagai objek pembelajaran. Bahasa sebagai alat komunikasi utama bagi
pembelajaran akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Adanya style
(gaya) guru dalam bertutur yang kurang akrab, kurang santun dan tidak memenuhi
prinsip-prinsip dasar komunikasi menyebabkan siswa menjadi malas belajar,
kurang perhatian dan kurang mendapatkan pendidikan karakter bagi dirinya.
Beberapa alasan penting mengapa penelitian ini
menarik dilakukan, yakni (a) TTD guru adalah tindakan komunikasi yang
terstruktur dan terencana antara guru dengan siswa dalam suasana formal dan
informal, (b) TTD guru ikut menentukan sukses dan tidaknya proses pembelajaran
di kelas, dan (c) TTD guru akan mencerminkan kompetensi komunikasi guru dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik. Di samping itu, penelitian TTD ini dihubungkan
dengan prinsip-prinsip dasar komunikasi yakni prinsip kerja sama dan prinsip
kesantunan. Kedua prinsip ini di anggap penting dan relevan dengan kepentingan
pendeskripsian bentuk TTD guru dalam KBM di kelas dengan perspektif gender.
Komunikasi guru dengan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung juga memanfaatkan tindak metakomunikasi, yakni sebuah
tindak bahasa yang mengacu pada pengontrolan situasi tutur secara verbal. Dalam
percakapan di kelas, guru dapat melakukan monitoring terhadap perilaku verbal
muridnya. Guru harus menarik dan mempertahankan perhatian murid, menyuruh murid
untuk berbicara atau diam, dan mencoba mengecek apakah murid-murid dapat
mengikuti apa yang sedang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, tindak tutur
guru tentu berbeda dengan tindak tutur seorang penceramah, pengkhotbah, orator
dalam kampanye, komentator dalam pertandingan olah raga atau pun seorang sales yang sedang menawarkan barang
dagangannya. Tindak tutur guru memiliki karakteristik tertentu, diantaranya:
tindak tutur yang ditujukan kepada siswa untuk memerintah, meminta,
menyarankan, memberikan informasi, memberikan penjelasan, memberikan definisi,
memberikan pertanyaan, menyatakan kebenaran atau membenarkan, menarik
perhatian, dan seterusnya. Tindak tutur yang demikian itu dilakukan oleh guru
untuk membangun komunikasi yang efektif dengan siswa melalui berbagai teknik
dan strategi bertutur serta mempertimbangkan konteks situasi formal atau
informal.
Bagian penting lain dari informasi umum tentang
kegiatan guru di kelas adalah guru lebih banyak memiliki power (kuasa) dan control
(kendali) daripada siswa, dan ini bisa diidentifikasikan dari bahasa mereka.
Dalam KBM di kelas dominasi tindak tutur guru adalah tindak tutur direktif
terhadap siswa. Dominasi TTD ini tampak pada kegiatan pengelolaan kelas pada
saat guru memerintah, meminta, menyarankan dan seterusnya kepada siswa. Melalui
TTD ini guru berusaha membangun keakraban dengan siswa agar tuturannya dapat
dipahami dengan mudah oleh siswa.
b.
Tujuan
dan ruang lingkup penelitian
Berdasarkan uraian di atas, penelitian TTD guru
dalam KBM di kelas dengan perspektif gender ini didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut. Pertama, dalam
menganalisis pemakaian bahasa salah satu aspek penting adalah maksud pembicara
(speaker’s meaning). Studi tentang
maksud pembicara berusaha menangkap maksud pembicara yang ditentukan oleh
konteks, yakni waktu, tempat, peristiwa, proses, keadaan, penutur, mitra tutur,
latar belakang budaya, sosial dan lain-lain. Maksud tuturan ini bergantung pada
aspek bahasa yang tampak dikaitkan dengan bentuk TTD guru. Maksud penutur,
dalam hal ini bentuk tuturan direktif guru SMA laki-laki dan perempuan dalam
KBM di kelas dijadikan dasar analisis untuk mendeskripsikan bentuk dan fungsi
tindak tutur direktif.
Kedua, studi
pragmatik bertugas untuk mengkaji tuturan yang mempertimbangkan aspek konteks,
dalam hal ini bersifat ekstra linguistik atau konteks situasi. Hipotesis umum
menyatakan bahwa bahasa perempuan lebih didominasi oleh dimensi rasa, sedangkan
bahasa laki-laki lebih dikuasai oleh domain rasional perlu di uji dan
dibuktikan melalui data empiris yang ada pada tuturan direktif guru dalam KBM
di kelas.
Ketiga, studi
pragmatik juga berusaha menjelaskan bagaimana masyarakat pengguna bahasa (dalam
hal ini guru) mengunakan maksim atau prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan
dalam bertutur. Fenomena yang menarik dan perlu disingkap lebih jauh untuk
melengkapi kajian pragmatik terhadap pemakaian bahasa guru dalam KBM di kelas
adalah masalah prinsip kerja sama , skala kelangsungan dan peringkat
kesantunan.
Keempat, fungsi
tindak metakomunikasi adalah bagian yang penting dari tindakan verbal guru
terhadap siswa dalam mengelola kelas. Peran tindak metakomunikasi ini
memberikan panduan dalam menyingkap struktur TTD guru selama KBM di kelas
berlangsung. Tindak metakomunikasi ini menjelaskan pada setiap fase
pembelajaran, yakni kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir dalam
pembelajaran..
2. Kajian Pustaka
Teori
tindak tutur yang dikembangkan oleh para pakar seperti Austin (1962:151),
Searle (1969:23), dan Leech (1993:106) telah menempatkan tindak tutur direktif
sebagai salah satu aspek makro dari tindak ilokusi. Tindak ilokusi (illocutionary act) merupakan salah satu
dari pembagian tentang tindak tutur termasuk di dalamnya adalah tindak lokusi
dan tindak perlokusi.
Verba yang digunakan dalam tindak tutur
direktif pada umumnya dimasukkan ke dalam kategori kompetitif sebab kategori
verba ini membutuhkan sopan santun yang negatif, kecuali verba direktif
mengundang (to invite) secara
intrinsik memang sopan. Sub-sub tindak tutur yang digunakan sebagai penanda
tindak tutur direktif adalah meminta/ meminta dengan sangat (to beg), memesan (to order), memohon/ memohon dengan sangat (to request), menganjurkan (to
suggest) memerintah atau memberi perintah, menuntut, dan melarang.
Tindak tutur direktif pada dasarnya bertujuan
menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur. Tindak tutur
direktif cenderung dikategorikan sebagai tindak tutur yang mengandung unsur
kompetitif dan bersifat prospektif. Realisasi kompetitif tindak tutur direktif
adalah adanya permintaan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan tindakan
tertentu atau sebaliknya, larangan penutur kepada mitra tutur untuk tidak
melakukan tindakan tertentu. Sementara itu, sifat prospektif tindak tutur
direktif ini adalah permintaan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan suatu
tindakan setelah penutur menuturkan sesuatu yang mengandung permintaan. Dengan
demikian, tindak tutur direktif ini tidak bisa mengandung permintaan untuk
melakukan suatu perbuatan sebelum dituturkannya sesuatu yang mengandung
permintaan.
Menurut Searle (1969:23) dan Leech
(1993:104-107) ragam tindak tutur direktif meliputi tindak memerintah (commands), memohon (requests), memberi saran (suggestions),
dan memberi ijin (permissions).
Dengan demikian, secara pragmatik tindak tutur direktif mencakup maksud
perintah, permohonan, pemberian saran, dan pemberian ijin.
Bentuk tindak tutur direktif itu mendasarkan
pada konteksnya dapat memiliki empat fungsi, yakni (1) fungsi kompetitif (competitive), (2) fungsi bertentangan (conflictive), (3) fungsi membuat nyaman
(convenient), dan (4) fungsi bekerja
sama (collaborative). Fungsi
kompetitif (competitive) berupa
persaingan dengan tujuan sosial, fungsi konfliktif (conflictive) berupa pertentangan dengan tujuan sosial, dan fungsi
menyenangkan (convenient) berupa
penilaian positif dengan tujuan sosial. Sementara itu, fungsi bekerjasama (collaborative) berupa pemeliharaan
keseimbangan dan keharmonisan perilaku interaksi dalam konteks sosial budaya
tertentu.
Ekspresi tindak tutur direktif merupakan
realisasi sikap penutur terhadap tindakan prospektif mitra tutur dan kehendak
penutur terhadap tindakan mitra tutur. Dengan demikian, tindak ini merupakan
jenis tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat mitra tutur
melakukan sesuatu baik berfungsi sebagai pengatur tingkah laku maupun sebagai
pengontrol mitra tutur dalam bertindak. Hubungan antara prospek dan kehendak
penutur dengan pengatur dan pengontrol mitra tutur inilah yang kemudian menjadi
dasar sebuah tindak tutur direktif itu dapat mengemban fungsi membuat nyaman,
bekerjasama, kompetitif atau pun bertentangan. Dalam penelitian ini yang
menjadi dasar acuan adalah tuturan direktif guru kepada siswa pada saat
melaksanakan KBM di kelas dan dalam situasi ujaran yang formal.
Lebih lanjut, Kreidler (1998: 183-194) membagi
tiga jenis tuturan direktif menjadi tiga, yakni (1) perintah (commands), (2) permintaan (requests), dan (3) saran (suggestions). Sebuah perintah (commands) dimungkinkan jika penutur
memiliki kemampuan untuk mengontrol kepada mitra tutur. Verba yang terdapat
pada tuturan ini adalah: memerintah, mengharuskan, tidak memperbolehkan, dan
sebagainya. Sementara itu, permintaan (requests)
adalah bentuk tuturan yang menyatakan penutur “ingin” agar mitra tutur
melakukan tindakan yang diinginkan. Verba yang menyatakan permintaan
diantaranya: memohon, mengharap, menginginkan, menghendaki, dan sebagainya.
Selanjutnya, saran (suggestions)
adalah tuturan yang dibuat penutur berisi saran atau pendapat atau meminta
orang lain memberi pendapat atau saran tentang sesuatu untuk dilakukan atau
tidak dilakukan. Verba yang termasuk saran diantaranya: menasihati,
menyampaikan pendapat atau saran, menyarankan, merekomendasikan, mengingatkan,
dan sebagainya.
Dalam interaksi komunikasi suatu percakapan
dapat berlangsung efektif manakala antara penutur dan mitra tutur memiliki
latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang sama terhadap sesuatu yang dipertuturkan. Penutur dan mitra
tutur memiliki kesepakatan bersama yang antara lain berupa kontrak yang tidak
tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu saling berhubungan. Realisasi adanya
hubungan itu dibuktikan dengan mematuhi dua prinsip utama dalam komunikasi,
yakni (a) prinsip kerja sama, dan (b) prinsip kesantunan dalam bertutur.
Grice (1981:46-53) menyatakan bahwa dalam
rangka melaksanakan prinsip kerja sama dalam berkomunikasi, penutur harus
mematuhi empat maksim, yaitu: (a) maksim kuantitas (maxim of quantity), artinya, sampaikan informasi Anda seinformatif
mungkin sesuai dengan keperluan dan bicaralah seperlunya saja atau jangan
berlebihan; (b) maksim kualitas (maxim of
quality), yaitu, berikan informasi yang benar, jangan katakan sesuatu yang
Anda tidak tahu benar, dan jangan katakan sesuatu yang tidak punya bukti yang
cukup; (c) maksim hubungan (maxim of
relations), yakni, katakan yang relevan dan bicaralah sesuai dengan
permasalahan; dan (d) maksim cara (maxim
of manner), adalah katakan dengan jelas, hindari ambiguitas, serta
bicaralah secara singkat dan padat.
Fungsi utama dari prinsip kerja sama dalam
bertutur ini adalah agar penutur dalam bertindak tutur direktif bisa berjalan
efektif dan efisien. Efektif maksudnya melakukan pertuturan dengan benar, dan
efisien berarti dapat merealisasikan tindak tutur direktif menjadi seinformatif
mungkin.
Berkaitan dengan kesantunan, secara ringkas
Lakoff (1975) berpendapat bahwa terdapat tiga kaidah yang harus dipatuhi agar
tuturan memiliki ciri santun. Ketiga kaidah itu adalah (1) formalitas (formality), (2) ketidaktegasan (hesitancy), dan (3) kesamaan atau
kesekawanan (equality). Leech (1993)
mendasarkan pada fungsi bahasa, yakni fungsi ideasional, interpersonal, dan
tekstual, menyatakan bahwa dalam studi pragmatik membedakan menjadi pragmatik
interpersonal dan pragmatik tekstual. Sedikit berbeda dengan teori face threatening act, teori retorika
interpersonal Leech (1993) tidak hanya memusatkan perhatian pada lawan tutur (other) di dalam beberapa maksimnya juga
mempertimbangkan diri sendiri (self).
Keith Allan (1986) mengungkapkan bahwa bertutur adalah kegiatan yang berdimensi
sosial. Seperti halnya kegiatan sosial lain, kegiatan bertutur dapat
berlangsung dengan baik apabila para peserta (penutur dan mitra tutur) terlibat
aktif di dalam proses bertutur. Pandangan kesantunan Brown dan Levinson (1987)
yang kemudian dikenal dengan pandangan ‘penyelamatan muka’ (face-saving). Pandangan ini mendasarkan
asumsi pokok pada aliran Weber yang
memandang komunikasi sebagai kegiatan rasional yang mengandung maksud dan sifat
tertentu (purposeful-rational activity).
Pandangan kesantunan ini juga didasari oleh konsep muka yang dikembangkan
Erving Goffman, yakni kesantunan atau penyelamatan muka itu merupakan
manifestasi penghargaan terhadap individu anggota suatu masyarakat. Anggota
masyarakat sosial umumnya memiliki dua macam jenis muka, yakni (1) muka
negative (negative face) yang
menunjuk kepada keinginan untuk menentukan sendiri (self-determinating) dan (2) muka positif (positive face) yang menunjuk kepada keinginan yang disetujui (being approved)
Dari berbagai teori kesantunan di atas, Jumanto
(2011:137) menyatakan hubungan antara kesantunan dan persahabatan terkait erat
dengan tipe petutur Brown dan Gilman (1968) dan juga bentuk tuturan yang formal
atau informal, yang langsung (atau literer) atau tidak langsung (non-literer).
Dalam pemikiran filsafat linguistik, kesantunan dapat dilihat sebagai genus yang terdiri dari dua spesies atau
varian, yaitu: kesantunan dan persahabatan. Varian kesantunan mengacu ke muka
negatif Goffman atau strategi jarak sosial (distancing)
Lakoff atau strategi kesantunan negatif Brown dan Levinson. Varian persahabatan
atau keakraban mengacu ke muka positif Goffman atau strategi persahabatan (camaraderie) Lakoff atau strategi
kesantunan positif Brown dan Levinson. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Renkema (1993) yang menyebut kesantunan sebagai kesantunan respek (respect politeness), dan persahabatan
sebagai kesantunan solidaritas (solidarity
politeness).
Lebih lanjut, Jumanto (2011) menyatakan bahwa
kecenderungan elaborasi bentuk tuturan dari kedua varian kesantunan ini juga
berbeda. Varian kesantunan yang mengacu ke komunikasi dengan petutur yang tidak
akrab cenderung menggunakan bentuk tuturan yang lebih formal atau tuturan yang
tidak langsung, karena adanya jarak sosial antara penutur dan petutur.
Sementara itu, varian persahabatan cenderung mengelaborasi bentuk tuturan yang
informal dan bahkan tuturan yang langsung, karena adanya keakraban atau
kedekatan antara penutur dan petutur.
3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis
penelitian dasar (basic research)
dengan memfokuskan pada penelitian deskriptif kualitatif yang lebih menekankan
pada aspek proses dan makna. Adapun strategi yang dikembangkan dalam penelitian
ini adalah studi kasus tunggal, karena peneliti mengarahkan pada satu
karakteristik.. Secara khusus, strategi penelitian ini menggunakan penelitian
terpancang, yakni peneliti telah memilih dan menentukan variabel yang menjadi
fokus utama penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri dan
Swasta di Kabupaten Ponorogo pada tahun pelajaran 2010/2011. Lokasi penelitian
ini di pilih dengan mempertimbangkan pada status sekolah yakni, sekolah yang
telah di tunjuk oleh Direktorat Jenderal Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan
Nasional sebagai sekolah penerima program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(R-SBI).
Objek penelitian ini adalah tindak tutur
direktif guru SMA laki-laki dan perempuan dalam kegiatan belajar-mengajar di
kelas XI dan XII. Pemilihan objek penelitian tersebut mendasarkan pada kesamaan
karakteristik guru yang mengajar di SMA Negeri 1 dan SMA Muhammadiyah 1
Ponorogo pada kelas XI dan XII program ilmu alam dan ilmu sosial. Adapun guru
bidang studi yang menjadi objek penelitian ini adalah (1) guru laki-laki dan
perempuan bidang studi Fisika, Kimia, Biologi untuk kelas program ilmu alam dan
(2) guru bidang studi Ekonomi, Geografi,
Sosiologi, untuk kelas program ilmu sosial.
Teknik penentuan sumber data penelitian ini
ditentukan dengan teknik purposive
sampling (Herbert Rubin, 1995:71) atau oleh Goetz Le Compte dinamakan sebagai criterion based selection, yakni penentuan sumber data dengan
tujuan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya
secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan
lengkap (dalam Sutopo, 2002: 54).
Sumber data dalam penelitian ini adalah
peristiwa tutur dalam tuturan direktif guru pada KBM di kelas XI dan XII
program ilmu alam dan ilmu sosial di SMA Negeri dan SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.
Data primer dalam penelitian ini berbentuk
tuturan beserta konteksnya tentang tindak tutur direktif secara lisan dan
langsung serta wajar, baik oleh guru laki-laki maupun perempuan dalam KBM di
kelas XI dan XII program ilmu alam dan ilmu sosial bidang studi (1) Fisika,
Kimia, Biologi untuk kelas program ilmu alam dan (2) Ekonomi, Geografi,
Sosiologi.
Teknik penyediaan data (pengumpulan data) utama
dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak, rekam, catat dan pengamatan
berpartisipasi atau pengamatan terlibat pasif (Sudaryanto, 1993). Sementara
itu, peneliti juga menggunakan teknik kerjasama dengan informan (Subroto,
1991:4) atau teknik wawancara mendalam (in
depth interviewing) (Sutopo, 1996).
Untuk memberikan data yang komprehensif
peneliti juga melakukan teknik simak dan catat (Edi Subroto, 2007), yakni
peneliti menyimak informasi dan peristiwa tutur guru dalam KBM di kelas.
Peneliti melakukan pencatatan terhadap data yang relevan dan sesuai dengan
rumusan masalah.Teknik pemeriksaan keabsahan data melalui teknik triangulasi,
yaitu: (1) sumber data; (2) metode, dan (3) review informan.
4. Hasil dan Pembahasan
Bentuk TTD guru SMA dalam KBM di kelas
dikelompokkan menjadi tiga kategori. Ketiga kategori tersebut dikelompokkan
menurut tipenya menjadi delapan belas tipe TTD guru dalam KBM di kelas.
Pengelompokan ini kemudian dinamai sebagai derajat kedirektifan tindak tutur.
Di mulai dari direktif yang paling rendah yaitu tindak tutur direktif yang
pilihan bertindaknya ada pada mitra tutur (murid) sampai dengan derajat
direktif yang paling tinggi, yaitu tindak tutur direktif yang sudah tidak lagi
memberikan pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk melakukan sesuatu atau tidak
boleh melakukan sesuatu sama sekali.
Dasar pengelompokan kategori TTD guru dalam KBM
di kelas menjadi tiga dan tipe TTD menjadi delapan belas adalah pada pertimbangan:
(1) derajat kadar persamaan atau hampir sama maksud tuturannya, (2) derajat
ada-tidaknya pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk bertindak atau melakukan
sesuatu berdasarkan keinginan penutur (guru), dan (3) derajat kelangsungan atau
ketidaklangsungan maksud tuturannya.Sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11 Realisasi Bentuk TTD Guru SMA dalam
KBM di Kelas
Berdasarkan Perwujudan Kategori dan Tipe TTD.
KATEGORI
|
TIPE
|
FRK
|
% /
Ktgri
|
%
/Tipe
|
PERINTAH (Commands)
|
Memerintah
|
15
|
22,72%
|
8,57%
|
Memperingatkan
|
14
|
21,21%
|
8%
|
|
Menyuruh
|
10
|
15,15%
|
5,71%
|
|
Menegur
|
9
|
13,63%
|
5,14%
|
|
Melarang
|
8
|
12,12%
|
4,57%
|
|
Mendesak
|
6
|
9,09%
|
3,42%
|
|
Mengharuskan
|
4
|
6,06%
|
2,28%
|
|
Jumlah
|
66
|
100%
|
37,71%
|
|
PERMINTAAN
(Requests)
|
Meminta
|
21
|
34,42%
|
12%
|
Memohon
|
12
|
19,67%
|
6,85%
|
|
Mengharap
|
11
|
18,03%
|
6,28%
|
|
Menghimbau
|
9
|
14,75%
|
5,14%
|
|
Mengajak
|
8
|
13,11%
|
4,57%
|
|
Jumlah
|
61
|
100%
|
34,85%
|
|
SARAN
(suggestions)
|
Mendorong
|
9
|
18,75%
|
5,14%
|
Menyarankan
|
9
|
18,75%
|
5,14%
|
|
Menganjurkan
|
8
|
16,66%
|
4,57%
|
|
Mempersilakan
|
8
|
16,66%
|
4,57%
|
|
Menasehati
|
8
|
16,66%
|
4,57%
|
|
Menawarkan
|
6
|
12,5%
|
3,42%
|
|
Jumlah
|
48
|
100%
|
25,29%
|
|
|
|
175
|
100%
|
100%
|
Dalam penelitian ini, strategi bertutur guru SMA
dalam KBM di kelas menunjukkan bahwa guru laki-laki yang memanfaatkan strategi
langsung sebanyak 69 buah TTD atau 69%, sedangkan yang menggunakan strategi
tidak langsung sebanyak 31 buah atau 31%. Sementara itu, guru perempuan yang
menggunakan strategi langsung sebanyak 59 buah atau 78,66 %, sedangkan yang
memilih menggunakan strategi tidak langsung sebanyak 16 buah atau 21,33%.
Secara keseluruhan pemakaian
strategi langsung yang digunakan oleh guru SMA dalam KBM di kelas sebanyak 128
buah atau 73,14%, sedangkan pemakaian strategi tidak langsung sebanyak 47 buah
atau 26,85%. Temuan ini menunjukkan bahwa guru SMA dalam KBM di kelas lebih
banyak menggunakan TTD dengan cara-cara langsung daripada cara-cara tidak
langsung. Ini artinya, cara-cara guru untuk menyatakan perintah, permintaan, saran, dan tipe-tipe sejenisnya ditandai oleh
terdapatnya bentuk yang sama dengan memerintah,
meminta, menyarankan, dan seterusnya.
Realisasi TTD guru perempuan SMA dalam KBM di kelas dengan
menggunakan teknik literal sebanyak 61 buah atau 81,33%, sedangkan yang
mengunakan teknik tidak literal sebanyak 14 buah atau 18,66%. Sementara itu,
realisasi TTD guru laki-laki yang
menggunakan teknik literal sebanyak 72 buah TTD atau 72%, sedangkan dengan
teknik tidak literal sebanyak 28 buah atau 28%.
Secara keseluruhan pemakaian
teknik bertutur direktif guru SMA dalam
KBM di kelas dengan menggunakan teknik literal sebanyak 133 buah atau 76%,
sedangkan yang menggunakan teknik bertutur non literal sebanyak 42 buah atau
24%. Temuan ini menggambarkan bahwa teknik literal dalam bertindak tutur
direktif lebih besar digunakan dalam KBM di kelas dari pada teknik tidak
literal. Hal ini berarti bahwa TTD yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk meminta, memerintah, memohon, menganjurkan,
menasihati, mempersilakan dan sejenisnya kepada murid dikemukakan secara
lugas, langsung, jelas, terus terang dan tidak berbelit-belit.
a.
Realisasi
TTD dalam kaitannya dengan Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesantunan dengan
Perspektif Gender
Realisasi
bentuk TTD guru dalam KBM di kelas dalam kaitannya dengan Prinsip Kerjasama
berdasarkan pada Prinsip Kerja Sama Grice
tercermin melalui pemenuhan pada maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan
cara.
Maksim kuantitas (‘bicaralah secukupnya’) diwujudkan melalui tuturan yang mengandung
(a) kejelasan direktif yang dituju dan (b) ketersedian informasi direktif yang
ada. Melalui penerapan maksim kuantitas ini guru dalam KBM di kelas pada
dasarnya memiliki sikap yang jelas dan memiliki informasi yang memadai dalam
mengelola pembelajaran. Guru memiliki kelebihan informasi di banding dengan
murid.
Maksim
kualitas (‘bicaralah yang jujur’)
menunjukkan bahwa guru dalam KBM di kelas menyakini informasi yang disampaikan kepada
murid adalah informasi yang mengandung ilmu pengetahuan dan memiliki kebenaran
serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, berdasarkan fakta dan data.
Maksim
hubungan (‘bicaralah yang relevan’)
adalah diwujudkan guru agar dapat menerapkan fungsi kolaboratif dengan murid
dalam KBM di kelas. Guru lebih mementingkan informasi yang terkait dengan
kebutuhan pembelajaran siswa. Hubungan timbal balik guru dan siswa selalu di
jaga agar tercipata suasana pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Maksim
cara (‘bicaralah yang singkat dan jelas’)
ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan KBM di kelas melalui penyampaian ilmu
pengetahuan secara runtut, jelas dan mudah di terima oleh siswa. Melalui
tuturan ini diharapkan siswa lebih mudah memahami dan menguasai ilmu
pengetahuan yang diberikan oleh guru.
Selanjutnya,
realisasi Prinsip Kesantunan berdasarkan pada teori kesantunan Geofrey Leech adalah; bidal
ketimbangrasaan, bidal kemurahhatian, bidal pujian, bidal kesepakatan, bidal
simpati, dan bidal pertimbangan.
Penerapan
bidal ketimbangrasaan dimaksudkan oleh guru untuk menempatkan fungsi membuat
nyaman (convenient) melalui TTD di
kelas. Penerapan bidal kemurahhatian dimaksudkan oleh guru untuk menciptakan suasana hubungan yang
harmonis dan menghindari fungsi konfliktif melalui TTD di kelas.
Penerapan
bidal pujian dimaksudkan oleh guru untuk memberikan motivasi kepada murid agar
dalam KBM di kelas menjaga nilai-nilai keilmuan yang menjadi ciri khas dari
sebuah lembaga pendidikan. Penerapan bidal kerendahan hati dimaksudkan oleh
guru sebagai usaha menciptakan suasana yang nyaman dan menjalin hubungan yang
akrab dengan murid-muridnya. Melalui tuturan yang cenderung memenuhi prinsip
kerendahan hati ini murid-murid akan memberikan penghormatan dan kepatuhan yang
tulus kepada guru dalam KBM di kelas.
Penerapan
bidal kesepakatan dimaksudkan oleh guru untuk menerapkan fungsi kolaboratif
melalui TTD di kelas. Keterlibatan guru dalam melaksanakan fungsi kolaboratif
ini ditandai dengan kebersamaan dalam setiap kegiatan yang harus dilaksanakan
oleh murid dalam proses KBM di kelas. Kebersamaan yang dimaksud di sini adalah
kebersamaan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aman, nyaman dan
menyenangkan.
Penerapan
bidal simpati ini dimaksudkan oleh guru untuk menjalankan fungsi guru sebagai
pendidik. Fungsi guru sebagai pendidik adalah seorang guru harus mengasah,
mengasih dan mengasuh murid-muridnya dengan penuh rasa kasih sayang, tidak
membeda-bedakan, dan menjaga sikap demokratis dalam KBM di kelas.
Penerapan
bidal pertimbangan oleh guru dimaksudkan agar sosok guru sebagai tokoh dapat
dijadikan salah satu sumber belajar dan menjadi inspirasi dari murid. Di
samping itu sosok guru agar dapat memberikan pertimbangan contoh teladan yang
baik bagi murid. Dalam setiap tindakan guru melalui tuturan direktifnya, guru
berusaha untuk tidak grusa-grusu atau
tergesa-gesa dalam menjatuhkan keputusan tentang segala sesuatu kepada
murid-murid. Setiap tindakan guru selalu memiliki pertimbangan yang matang,
terukur dan menjaga agar KBM di kelas berjalan tertib, lancar dan berhasil.
Guru juga harus selalu berusaha mempertimbangkan kepentingan siswa agar proses
KBM di kelas dapat berjalan efektif.
b.
Perbedaan
Bentuk, Realisasi Fungsi dan Makna TTD guru SMA dalam KBM di kelas menurut Perspektif
Gender
Perbedaan bentuk TTD guru SMA
dalam KBM di kelas secara umum didominasi oleh TTD kategori permintaan (requests) yang bertipe meminta.
Sementara itu, frekuensi pemakaian TTD yang paling rendah adalah TTD
berkategori perintah (commands) yang bertipe mengharuskan. Jika di lihat dari
perbedaan umum TTD guru laki-laki dan perempuan maka tampak bahwa guru
perempuan dalam penggunaan kategori
perintah lebih rendah
dibandingkan dengan penggunaan pada guru laki-laki. Penggunaan TTD oleh guru
perempuan pada kategori permintaan
(requests) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki-laki.
Sementara itu, penggunaan TTD oleh guru perempuan pada kategori saran (suggestions) lebih tinggi dari
guru laki-laki.
Implikasi dari perbedaan itu
menunjukkan pada perbedaan kadar pragmatik yang hendak dituju. Kecenderungan
ini membuktikan pula bahwa guru perempuan lebih banyak bersikap akomodatif,
menghindari konfrontatif dan berusaha persuasif dalam bertutur pada saat
melaksanakan KBM di kelas. Sementara itu, guru laki-laki secara umum
menunjukkan sikap tegas dan cenderung berpotensi konfrontatif. Oleh karenanya,
kadar pragmatik yang dituju guru laki-laki dalam bertindak tutur direktif
bersifat deskrit dan pasti daripada yang hendak dituju oleh guru perempuan.
Dalam kaitannya dengan
realisasi prinsip kerjasama dan kesantunan tampak pula ada kecenderungan
perbedaan. Realisasi prinsip kerjasama TTD yang mendasarkan pada teori Grice terkait dengan keempat maksim
tampak bahwa ada perbedaan frekuensi pemakaiannya. Guru perempuan dan laki-laki
memiliki kecenderungan yang sama-sama tinggi pada pemakaian maksim kuantitas
dan kualitas, sedangkan pada maksim relevansi guru perempuan cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan pemakaian pada guru laki-laki. Sebalikanya, pada
pemakaian maksim cara, guru perempuan cenderung lebih rendah/ sedikit
dibandingkan dengan guru laki-laki.
Penelitian ini juga
menggunakan teori Leech tentang tujuh
bidal kesantunan. Perbedaan realisasi prinsip kesantunan TTD guru laki-laki dan
perempuan tampak pada pemakaian di masing-masing bidal dari ketujuh bidal yang
ada. Prinsip kesantunan yang paling tinggi/ sering dimanfaatkan guru dalam TTD
pada KBM di kelas baik oleh guru laki-laki maupun guru perempuan adalah bidal kemurahatian. Sementara itu, bidal
kesantunan yang tingkat pemakaiannya paling sedikit adalah bidal pujian. Kecenderungan pemakaian bidal kemurahatian antara guru laki-laki dan
perempuan adalah cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru perempuan
dibanding guru laki-laki. Bidal ketimbangrasaan
cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru laki-laki dibandingkan guru
perempuan. Bidal kerendahhatian
cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru perempuan dari pada guru
laki-laki. Bidal kesepakatan
cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru laki-laki dari pada guru
perempuan. Bidal simpati dan pujian memiliki kecenderungan yang sama
baik dipakai oleh guru laki-laki maupun perempuan. Sementara itu, bidal pertimbangan cenderung lebih tinggi/
sering dipakai oleh guru perempuan daripada guru laki-laki.
Implikasi dari perbedaan
kecenderungan ini adalah kadar pragmatik yang dikembangkan oleh guru dalam
proses KBM di kelas melalui tuturan direktif tampaknya guru memilih sikap
timbang rasa, menjaga perasaan, memberikan ketulusan, kesetiaan dan kemurahan
hati dalam membimbing murid-muridnya. Guru menempatkan posisi sebagai salah
satu figur panutan dalam bersikap dan bertindak. Guru memerankan fungsi saling asah, asih dan asuh terhadap
murid-muridnya. Hubungan yang harmonis antara guru dan murid memungkinkan
terciptanya tujuan atau maksud yang hendak disampaikan oleh guru dengan
mengutamakan nilai-nilai kemuliaan, penghormatan dan kesantunan.
c.
Bentuk
Tindak Tutur Direktif Guru dalam KBM di Kelas
Temuan penting terkait dengan bentuk TTD dan
fungsi-fungsinya dapat diidentifikasikan melalui tabel 7.1 sebagai berikut:
Tabel
7.1Temuan Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Direktif Guru
dalam
KBM di kelas di SMA Kabupaten Ponorogo
No
|
Bentuk
TTD/ Kategori dan Tipe
|
Fungsi
|
1
|
Memerintah (commands), dengan tipenya (1) memerintah, (2) mengharuskan,
(3) memperingatkan, (4) menegur, (5) melarang, (6) menyuruh,
dan (7) mendesak
|
(1) Menarik
atau menunjukkan perhatian pada topik pembelajaran
(2) Mendefinisikan
topik pembelajaran
(3) Menspesifkasi
topik pembelajaran
|
2
|
Meminta (requests), dengan tipenya (1) memohon, (2) mengharap, (3) meminta,
(4) menghimbau, dan (5) mengajak.
|
(1) Mengontrol
jumlah percakapan di kelas
(2) Mengedit
tuturan
(3) Membenarkan
jawaban murid
|
3
|
Menyarankan (suggestions), dengan tipenya (1) menasehati, (2) menganjurkan, (3) menawarkan,
(4) mendorong, (5) mempersilakan, dan (6) menyarankan.
|
(1) Meringkas
topik pembelajaran
(2) Mengecek
pemahaman siswa
|
Berdasarkan tabel 7.1 bentuk dan fungsi tindak
tutur direktif kategori memerintah (commands) dan tipe-tipenya dimaksudkan
oleh guru untuk memerintah siswa agar
memberikan perhatian dan keterlibatan aktif dalam mengikuti pembelajaran. Bentuk dan
fungsi tindak tutur direktif kategori meminta
(requests) dan tipe-tipenya
dimaksudkan oleh guru untuk meminta siswa agar mengerjakan tugas pembelajaran
sesuai dengan topik pembelajaran dan memotivasi siswa agar belajar
secara aktif. Bentuk dan fungsi tindak tutur direktif kategori saran
(suggestions) dimaksudkan oleh guru
untuk menyarankan siswa mengecek pemahaman dan penguasaan materi yang telah
diberikan oleh guru.
Klasifikasi TTD guru dalam KBM di kelas
dikaitkan dengan (1) bentuk tuturan direktif dan sub jenisnya/ tipe, (2)
pemarkah tuturan direktif, (3) penanda konteks tuturan direktif, (4) maksud
tuturan direktif, dan (5) implikatur dan daya pragmatik sebagaimana ditampilkan
pada tabel 7.2, 7.3 dan 7.4.
Tabel
7.2. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan
Implikatur Daya Pragmatik Kategori Memerintah
(Commands)
Bentuk
/tipe
|
Pemarkah
TTD
|
Penanda
Konteks TTD
|
Maksud
TTD
|
Implikatur
daya pragmatik
|
Memerintah
(commands)
dengan
tipenya (1) memerintah, (2) mengharuskan, (3) memperingatkan, (4) menegur,
(5) melarang, (6) menyuruh, dan (7) mendesak
|
§ Modalitas
harus+Vp
§ Tekanan
‘ya’, ‘tanya’
§ Urutan
kata
§ Vp
eksplisit
§ Vp
implisit ‘harap’
§ Zero
§ Penanda seru:
Jangan!, Ingat!, pokoknya,
sudah dibaca! Tapi ingat! Sudah paham!, diam!, kok ramai!
|
Dituturkan
oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan
informal di kelas.
|
Perintah
guru kepada siswa untuk memberikan perhatian dan keterlibatan aktif siswa
dalam mengikuti pembelajar-an
|
Memerintah
siswa untuk melakukan sesuatu tanpa
memberikan pilihan apapun terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru
kepada siswa
|
Berdasarkan penelitian ini bentuk TTD perintah
(commands) sangat dominan digunakan
oleh guru dalam KBM di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam bertindak
tutur di kelas lebih mengutamakan fungsi bekerjasama (collaborative) yang berupa pemeliharaan keseimbangan dan
keharmonisan perilaku interaksi dalam konteks sosial budaya tertentu, yakni
dalam interaksi guru-siswa dalam konteks KBM di kelas. Fungsi ini sejalan
dengan temuan bahwa guru lebih suka menggunakan strategi bertutur secara
langsung dan teknik bertutur literal dalam KBM di kelas. Di samping itu, temuan
ini sejalan dengan temuan bahwa guru dalam melakukan TTD cenderung lebih banyak
mempertimbangkan konteks situasi informal daripada situasi formal. Pertimbangan
ini didasarkan pada adanya usaha guru untuk membangun keakraban dengan siswa.
Selanjutnya, temuan tentang TTD kategori
meminta (requests) dengan
tipe-tipenya pada tabel 7.3 dinyatakan bahwa terdapat pilihan tindakan yang
diberikan guru kepada murid. Dari skala kedirektifan temuan dalam penelitian
ini TTD permintaan (requests)
memberikan kesempatan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan oleh mitra
tutur (siswa) terhadap kehendak yang dimaksudkan oleh guru. Dengan demikian
guru menerapkan fungsi membuat nyaman (convenient)
berupa penilaian positif dengan tujuan sosial. Penilaian positif disini
maksudnya adalah menganggap siswa memiliki potensi untuk terlibat aktif,
bertanya, menjawab dan bersikap berdasarkan pandangannya sesuai dengan kaidah
ilmiah pendidikan. Tradisi keilmuan yang ada pada kelas, hubungan guru dengan
murid memerlukan suasana yang kondusif, aman, nyaman dan menyenangkan.
Tumbuhnya semangat dan motivasi belajar pada siswa biasanya dipengaruhi pula
oleh keterbukaan dan sikap kreatif guru dalam ikut menciptakan suasana tersebut
di atas.
Tabel
7.3. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan
Implikatur
Daya Pragmatik Kategori Permintaan (Requests)
Bentuk
/tipe
|
Pemarkah
TTD
|
Penanda
Konteks TTD
|
Maksud
TTD
|
Implikatur
daya pragmatik
|
Meminta
(requests)
Dengan tipenya (1) memohon,
(2)mengharap, (3) meminta,
(4) menghimbau, dan (5) mengajak.
|
§Modalitas
mohon+Vp
§ Urutan
kata
§ Vp
eksplisit
§ Vp
implisit ‘tolong’
§ Tekanan
‘mari’
§ Zero
§ Penanda
seru/
Interjeksi:Lho, kok belum!,
masak nggak bisa!, bisa kan!, nah...ingat!, mari..., mudah-mudahan...
|
Dituturkan
oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan
informal di kelas.
|
Permintaan
guru kepada siswa mengerjakan tugas
pembelajaran sesuai dengan topik pembelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar aktif.
|
Meminta
siswa untuk melakukan sesuatu dengan memberikan beberapa pilihan terkait
dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa
|
Sementara itu, temuan tentang
TTD kategori saran (suggestions)
dalam penelitian ini seperti tampak pada tabel 7.4. cenderung memberikan skala
kelangsungan TTD guru kepada siswa. TTD saran (suggestions) memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk
memilih tindakan apa yang akan dilakukan terhadap kehendak yang dimaksudkan
oleh guru. Dari temuan ini guru tampaknya menerapkan fungsi kompetitif (competitive) berupa persaingan dengan tujuan sosial. Persaingan
yang dimaksud disini adalah peluang atau kesempatan yang diberikan
seluas-luasnya oleh guru kepada siswa untuk memilih dan memanfaatkan tindakan
apa yang akan dilakukan. Prospek tindakan ini akan menentukan hasil baik,
maksimal atau mungkin sebaliknya, buruk dan sangat minimal yang diterima siswa.
Fungsi kompetitif ini bertujuan untuk membangun motivasi, kesadaran, dan
kemandirian siswa dalam meningkatkkan potensi dirinya.
Tabel
7.4. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan
Implikatur Daya Pragmatik Kategori Saran (Suggestions)
Bentuk
/tipe
|
Pemarkah
TTD
|
Penanda
Konteks TTD
|
Maksud
TTD
|
Implikatur
daya pragmatik
|
Menyarankan
(suggestions)
dengan
tipenya (1) menasehati, (2) menganjurkan, (3) menawarkan, (4) mendorong,
(5) mempersilakan, dan (6) menyarankan
|
§ Modalitas
coba+Vp
§ Tekanan
‘ nah ‘
§ Urutan
kata
§ Vp
eksplisit
§ Vp
implisit
§ Zero
§ Penanda
seru
Demi...,
tapi ingat!, silahkan!.. atau..., mestinya..., sebaiknya..., monggo..., jadi...
nah...
|
Dituturkan
oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam
dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan
informal di kelas.
|
saran
guru kepada siswa untuk mengecek pemahaman dan penguasan materi yang telah
diberikan oleh guru
|
Menyarankan
siswa untuk melakukan sesuatu dengan memberikan banyak pilihan untuk
bertindak terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa
|
Berdasarkan uraian di atas
dapat ditarik kesimpulan : (1) TTD kategori memerintah (commands) dan tipe-tipenya memiliki implikatur dan daya pragmatik
berupa melakukan sesuatu tindakan dengan tanpa memberikan pilihan apapun
terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui
TTD kategori dan tipe ini menerapkan fungsi bekerjasama (collaborative), (2) TTD kategori meminta (asks) dan tipe-tipenya memiliki implikatur dan daya pragmatik
berupa melakukan sesuatu dengan memberikan beberapa pilihan terkait dengan
kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui TTD kategori dan
tipe ini menerapkan fungsi membuat nyaman (convenient),
dan (3) TTD kategori saran (suggestions)
dan tipe-tipenya memiliki implikatur daya pragmatik berupa melakukan sesuatu
dengan memberikan banyak pilihan untuk bertindak terkait dengan kehendak yang
dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui TTD kategori dan tipe ini
menerapkan fungsi kompetitif (competitive).
Bentuk TTD guru dalam KBM di kelas lebih
terarah, terstruktur, cenderung langsung dan literal karena adanya panduan
dalam berkomunikasi yang berbentuk RPP. Sementara itu, bentuk TTD pejabat dalam
PRD lebih bersifat umum, tentantif, tidak langsung dan non literal karena
adanya norma dan status sosial serta konteks yang dinamis.
Beberapa data menunjukkan ada
varian yang mempertimbangkan konteks informal. Pemakaian bentuk informal
seperti ‘nggak, kan, kok, okay, eh,... yo tho... dan seterusnya.
Kecenderungan pemakaian alih kode dan campur kode berimplikasi pada
kecenderungan guru yang memposisikan mitra tutur (siswa) sebagai subordinat
akrab dan lebih memilih solidaritas daripada kuasa.
Temuan ini menunjukkan
tingkat keakraban guru pada siswa tampak nyata. Selain guru harus keras, tegas,
dan berkuasa, ia juga harus selalu lembut, penuh pengertian dan akrab dengan
siswa-siswanya yang ditunjukkan lewat pemakaian bahasa.
Secara ringkas realisasi fungsi dan makna dari prinsip kerjasama ini
dapat ditampilkan pada tabel 7.5 berikut.
Tabel
7.5 Realisasi Fungsi dan Makna terkait Prinsip Kerjasama
pada TTD Guru dalam KBM di Kelas
No
|
Maksim
|
Fungsi
|
Makna
|
1.
|
Kualitas
|
Memberikan
informasi seakurat mungkin kepada siswa.
|
Guru
dan siswa menyadari informasi yang berkualitas.
|
2.
|
Kuantitas
|
Memberikan
informasi secara memadai kepada siswa.
|
Guru dan
siswa menguasai informasi yang cukup.
|
3.
|
Hubungan
|
Memberikan
informasi sesuai dengan yang dibutuhkan siswa.
|
Guru
dan siswa mengerti informasi yang dibutuhkan.
|
4.
|
Cara
|
Memberikan
informasi secara tepat, ringkas dan runtut kepada siswa.
|
Guru
dan siswa memahami informasi secara jelas.
|
Berdasarkan tabel 7.5 dapat
diketahui bahwa maksim kualitas berfungsi memberikan informasi seakurat mungkin
kepada siswa. Penyampaian informasi oleh guru melalui TTD dimaksudkan agar guru
dan siswa dapat menyadari adanya informasi yang berkualitas. Maksim kuantitas
berfungsi memberikan infomasi secara memadai kepada siswa. Informasi yang
memadai dalam penyampaiannya dikemas melalui TTD guru dimaksudkan guru dan
siswa dapat menguasai informasi yang cukup. Maksim hubungan berfungsi
memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan siswa. Penyampaian informasi
melalui TTD ini dimaksudkan agar guru dan siswa mengerti dengan baik dan benar
tentang informasi yang dibutuhkan. Maksim cara berfungsi memberikan informasi
secara tepat, ringkas dan runtut kepada siswa. Penyampaian informasi melalui
TTD ini dimaksudkan agar guru dan siswa memahami informasi secara jelas.
Temuan dalam penelitian ini
yang terkait dengan prinsip kesantunan TTD guru dalam KBM di kelas relevan
dengan temuan-temuan sebelumnya yakni temuan tentang bentuk, strategi dan
teknik bertutur direktif guru dalam KBM di kelas. Bentuk TTD yang mengutamakan
fungsi akomodatif, kolaboratif dan kompetitif mendorong munculnya tingkat
kesantunan guru dalam bertutur direktif. Sesuai dengan konteks situasi yakni
dalam suasana formal di kelas, hubungan guru dengan murid yang menjunjung norma
keilmuan dan keilmiahan maka prinsip kesantunan ini dapat dipenuhi dan dapat
direalisasikan dengan baik oleh guru melalui TTD nya.
5. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
Butir-butir simpulan penting
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1). Frekuensi
kemunculan TTD dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni (1) perintah (commands), meliputi tipe TTD memerintah,
mengharuskan, memperingatkan, menegur, melarang, menyuruh, dan mendesak; (2) permintaan (requests), meliputi tipe TTD memohon, meminta, mengharap, mengajak,
menghimbau, dan mendorong; (3) saran (suggestions), meliputi
tipe TTD menasihati, menganjurkan,
menyarankan, mempersilakan, dan
menawarkan. Pengelompokan ini mendasarkan pada pertimbangan: (1) derajat
kadar persamaan atau hampir sama maksud tuturannya, (2) derajat ada-tidaknya
pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk bertindak atau melakukan sesuatu
berdasarkan keinginan penutur (guru), dan (3) derajat kelangsungan atau
ketidaklangsungan maksud tuturannya.
2). Perbedaan umum TTD guru laki-laki dan
perempuan maka tampak bahwa guru perempuan dalam pemakaian kategori perintah lebih
rendah dibandingkan dengan pemakaian pada guru laki-laki. Pemakaian TTD guru
perempuan pada kategori permintaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
guru laki-laki. Sementara itu, pemakaian TTD guru perempuan pada kategori
saran lebih tinggi dari guru laki-laki.
3). Perbedaan
realisasi fungsi TTD dalam kaitannya dengan prinsip kesantunan yang menggunakan
teori kesantunan Brown dan Levinson terangkum dalam lima strategi
tampaknya juga memiliki kecenderungan perbedaan antara guru laki-laki dan
perempuan. Dari kelima strategi kesantunan yang paling tinggi dimanfaatkan oleh
guru laki-laki dan perempuan adalah strategi bold on record dan positives
politeness. Sementara itu, untuk pemakaian negative politeness guru perempuan lebih banyak menggunakannya
dibanding dengan guru laki-laki.
b. Saran
Beberapa saran kebijakan yang
dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1). Kementerian Pendidikan Nasional
Guru
cenderung menggunakan tuturan yang langsung, literal, memenuhi prinsip kerja
sama dan prinsip kesantunan. Dengan demikian, perlu ada pengembangan konsep dan
panduan teknis tentang kompetensi komunikasi guru dalam pembelajaran di kelas.
Di samping itu perlu pengembangan model-model pembelajaran sekolah ramah
sosial, khususnya dalam praktik pendidikan karakter bangsa melalui pembiasaan
di sekolah melalui usaha guru dalam membangun keakraban atau persahabatan
dengan siswa.
2). Perguruan Tinggi Penyelenggara Tenaga
pendidik (LPTK dan FKIP)
Penanda
konteks situasi yang terdapat pada situasi KBM di kelas didominasi oleh TTD
dalam bentuk tuturan informal, singkat, tidak lengkap, campur kode, dan
pelesapan adalah dimaksudkan untuk membangun keakraban dengan siswa. Oleh
karena itu, perlu sebuah panduan atau bahan ajar bagi mahasiswa calon guru di FKIP atau
LPTK, khususnya pada mata kuliah Micro
Teaching dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)
6. Daftar Pustaka Acuan
Austin,
J. L. (1962). How To Do Things With Words.
Oxford: Oxford University Press.
Amy
B.M.Tsui, (1995). Introducing Classroom Interaction.
Serries Editors: Ronald Carter and David Nunan.
Pinguin English.
Alan,
Keith. (1986). Linguistik Meaning.
London: Routledge and Kegan Paul.
Brown,
Penelope and Stephen C.Levinson, (1987). ‘Universals
in language usage: Politeness phenomena’, dalam Esther N. Goody (ed) Questions and Politeness. Cambridge:
Cambridge University Press.
Edi
Subroto, D. (2007). Pengantar Metode
Penelitian Linguistik Struktural. Sala: LPP dan UNS Press.
Grice,
H.P. (1981). Presupposition and
Conversational Implicature. New York: Academica Press.
Jumanto,
(2011). Pragmatik: Dunia Linguistik Tak
Selebar Daun Kelor. Semarang: WorldPro Publishing.
Kreidler,
(1998). Introducing English Semantics.
New York: Routledge.
Leech,
Geoffrey N, (1993). Prinsip-prinsip
Pragmatik (edisi terjemahan).
Jakarta: UI Press.
Searle.J.R.
(1969). Speech Act: An Essay in the
Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Sudaryanto,
(1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis
Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sutopo
H.B., (2001). Metode Penelitian
Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
BIODATA PENULIS
NAMA :
MULYANI, S.Pd.M.Hum.
(lengkap
dengan Gelar*)
JENIS
KELAMIN : LAKI-LAKI
ALAMAT
RUMAH : RT 1 RW
3 GUPOLO BABADAN PONOROGO
JAWA
TIMUR
NO.
TLP RUMAH/ HP : 0352
463077 / 08123421822
JUDUL MAKALAH :
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN
KARAKTER MELALUI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU
DI KELAS: STUDI EKSPLORATIF
KEBIJAKAN SEKOLAH RAMAH SOSIAL DI RSBI KABUPATEN PONOROGO
INSTANSI : SMA MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO
JABATAN
: KEPALA SEKOLAH
ALAMAT
INSTANSI : JL.
BATORO KATONG NO. 6B PONOROGO
NO.
TLP/ FAX :
0352481521
ALAMAT PERSURATAN : JL.
BATORO KATONG NO. 6B PONOROGO JAWA TIMUR
No comments:
Post a Comment