Mengembangkan Pendidikan Karakter Melalui Tindak Tutur Direktif Guru di Kelas: Studi Eksploratif Kebijakan Sekolah Ramah Sosial di RSBI Kabupaten Ponorogo

Oleh:
MULYANI, S.Pd.M.Hum.
KEPALA SEKOLAH
       
SMA MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO
JL. BATORO KATONG NO. 6B PONOROGO
 TELPON/ FAX (0352) 481521

Abstrak

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah guru lebih banyak memiliki power (kuasa) dan control (kendali) daripada siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas power guru diwujudkan dalam bentuk  tindak tutur. Tindak tutur  guru  yang dominan adalah tindak tutur direktif (memerintah). Melalui tindak tutur direktif ini guru dapat mengembangkan pendidikan karakter kepada murid-muridnya. Guru bisa membangun keakraban dengan siswa agar tuturannya dapat dipahami dengan mudah oleh siswa. Namun demikian, masih ditemukan fakta bahwa banyak guru yang kurang memperhatikan pemakaian tindak tutur. Dalam mengelola pembelajaran di  kelas guru kadang-kadang kurang luwes, monoton, dan membosankan serta mengabaikan pentingnya pendidikan karakter.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tindak tutur direktif guru SMA dalam kegiatan belajar mengajar di kelas terkait prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan berbahasa, khususnya mengenai kebijakan sekolah ramah sosial di RSBI.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2010/2011. Objek penelitian adalah tindak tutur direktif guru SMA. Data berwujud tuturan beserta konteksnya. Teknik penyediaan data dengan teknik simak, rekam, catat dan pengamatan berpartisipasi.
Hasil penelitian ini adalah tindak tutur guru dapat diidentifikasikan menjadi tiga kategori, yakni (1) perintah (commands) sebanyak 47,05%, (2) permintaan (requests) sebanyak 27,64%, dan (3) saran (suggestions) sebanyak 25,29%. Ketiga kategori ini berimplikasi pada karakter guru dalam mengelola kelas. Guru membangun keakraban dengan siswa melalui pemenuhan prinsip dasar komunikasi, yakni prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa. Keakraban guru dengan murid dalam pembelajaran memudahkan dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah.
Saran kebijakan, kepada Kementerian Pendidikan Nasional perlu ada kebijakan pengembangan konsep dan panduan teknis tentang kompetensi komunikasi guru dalam pembelajaran di kelas. Model sekolah ramah sosial melalui praktik pendidikan karakter bangsa di sekolah perlu digalakkan. Kepada Perguruan Tinggi (LPTK dan FKIP) perlu dikembangkan silabus dan bahan ajar yang mengintegrasikan prinsip dasar komunikasi, yakni prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa serta pendidikan berkarakter.

Kata Kunci:  guru, tindak tutur direktif, pendidikan karakter


Abstract

                  The main problem in this study is the teacher has more power and control than students in learning activities. In a classroom teacher power manifested in the form of speech act.
Speech act a dominant teacher is directive speech act. Through a directive speech act, the teacher can develop a character education to their students. Teachers can build familiarity with the students so their speech can be understood easily by students. Nevertheless, it still found the fact that many teachers are paying less attention to the use of speech act. In managing the classroom teachers are sometimes less flexible, monotonous, and boring and ignore the importance of character education.
This study aims to identify the directive speech act The senior high school teachers in classroom teaching and learning activities related to the principle of cooperation and the principle of politeness in language, particularly on social policy in RSBI friendly schools.
The research was carried out in the senior high school of Ponorogo in academic year 2010/2011. The object of this research is a senior high school teachers directive speech act. The data tangible were narrative and its context. Providing data with engineering techniques see, record, record and participating observation.
The results of this study were teachers of speech act can be identified into three categories, namely (1) commands as much as 47.05%, (2) requests as much as 27.64%, and (3) suggestions as much as 25 , 29%. These three categories have implications for the character of the teacher in managing classroom. Teachers build familiarity with the students through the fulfillment of the basic principles of communication, namely the principle of cooperation and politeness in language. Familiarity with student teachers in the learning easier in developing character education in schools.
Policy advice, to the Ministry of National Education is necessary to guide policy development and technical concept of communication competence of teachers in the classroom. Friendly school model of society through the practice of national character education in schools should be encouraged. To Higher Education (LPTKs and FKIP) needs to be developed syllabi and teaching materials that integrate the basic principles of communication, namely the principle of cooperation and politeness in language and character education.

Keywords: teacher, directive speech acts, character education

1.    Pendahuluan
a.    Masalah dan arti penting penelitian
Dalam konteks interaksi, Amy B.M.Tsui (1995: 12-20) menyatakan bahwa aspek interaksi guru dan siswa di kelas dalam memanfaatkan fungsi bahasa dapat dilihat dari (1) bentuk pertanyaan guru kepada murid, (2) respons guru dan perlakuan kesalahan terhadap murid, (3) penjelasan guru, (4) guru dalam mengubah masukan dan interaksi, (5) perilaku guru dalam mengelola waktu dan perilaku siswa dalam mengambil bagian dalam interaksi, dan (6) pembicaraan siswa. Di samping itu fungsi bahasa dan fungsi tutur yang menurut Hymes disebut metalinguistik, kontak, dan poetik juga relevan untuk memahami style wacana guru dalam pembelajaran di kelas.
Dalam pembelajaran di kelas, ditemukan fakta bahwa masih banyak guru yang kurang memanfaatkan pentingkan penggunaan bahasa. Guru kurang luwes, komunikasi yang dibangun lebih searah, monoton, membosankan dan berbagai sikap yang menyebabkan siswa kurang simpati pada guru. Guru lebih memposisikan sebagai orang yang memiliki kuasa (power) dan siswa dipandang sebagai objek pembelajaran. Bahasa sebagai alat komunikasi utama bagi pembelajaran akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Adanya style (gaya) guru dalam bertutur yang kurang akrab, kurang santun dan tidak memenuhi prinsip-prinsip dasar komunikasi menyebabkan siswa menjadi malas belajar, kurang perhatian dan kurang mendapatkan pendidikan karakter bagi dirinya.
Beberapa alasan penting mengapa penelitian ini menarik dilakukan, yakni (a) TTD guru adalah tindakan komunikasi yang terstruktur dan terencana antara guru dengan siswa dalam suasana formal dan informal, (b) TTD guru ikut menentukan sukses dan tidaknya proses pembelajaran di kelas, dan (c) TTD guru akan mencerminkan kompetensi komunikasi guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. Di samping itu, penelitian TTD ini dihubungkan dengan prinsip-prinsip dasar komunikasi yakni prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Kedua prinsip ini di anggap penting dan relevan dengan kepentingan pendeskripsian bentuk TTD guru dalam KBM di kelas dengan perspektif gender.
Komunikasi guru dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung juga memanfaatkan tindak metakomunikasi, yakni sebuah tindak bahasa yang mengacu pada pengontrolan situasi tutur secara verbal. Dalam percakapan di kelas, guru dapat melakukan monitoring terhadap perilaku verbal muridnya. Guru harus menarik dan mempertahankan perhatian murid, menyuruh murid untuk berbicara atau diam, dan mencoba mengecek apakah murid-murid dapat mengikuti apa yang sedang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, tindak tutur guru tentu berbeda dengan tindak tutur seorang penceramah, pengkhotbah, orator dalam kampanye, komentator dalam pertandingan olah raga atau pun seorang sales yang sedang menawarkan barang dagangannya. Tindak tutur guru memiliki karakteristik tertentu, diantaranya: tindak tutur yang ditujukan kepada siswa untuk memerintah, meminta, menyarankan, memberikan informasi, memberikan penjelasan, memberikan definisi, memberikan pertanyaan, menyatakan kebenaran atau membenarkan, menarik perhatian, dan seterusnya. Tindak tutur yang demikian itu dilakukan oleh guru untuk membangun komunikasi yang efektif dengan siswa melalui berbagai teknik dan strategi bertutur serta mempertimbangkan konteks situasi formal atau informal.
Bagian penting lain dari informasi umum tentang kegiatan guru di kelas adalah guru lebih banyak memiliki power (kuasa) dan control (kendali) daripada siswa, dan ini bisa diidentifikasikan dari bahasa mereka. Dalam KBM di kelas dominasi tindak tutur guru adalah tindak tutur direktif terhadap siswa. Dominasi TTD ini tampak pada kegiatan pengelolaan kelas pada saat guru memerintah, meminta, menyarankan dan seterusnya kepada siswa. Melalui TTD ini guru berusaha membangun keakraban dengan siswa agar tuturannya dapat dipahami dengan mudah oleh siswa.
b.   Tujuan dan ruang lingkup penelitian
Berdasarkan uraian di atas, penelitian TTD guru dalam KBM di kelas dengan perspektif gender ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. Pertama, dalam menganalisis pemakaian bahasa salah satu aspek penting adalah maksud pembicara (speaker’s meaning). Studi tentang maksud pembicara berusaha menangkap maksud pembicara yang ditentukan oleh konteks, yakni waktu, tempat, peristiwa, proses, keadaan, penutur, mitra tutur, latar belakang budaya, sosial dan lain-lain. Maksud tuturan ini bergantung pada aspek bahasa yang tampak dikaitkan dengan bentuk TTD guru. Maksud penutur, dalam hal ini bentuk tuturan direktif guru SMA laki-laki dan perempuan dalam KBM di kelas dijadikan dasar analisis untuk mendeskripsikan bentuk dan fungsi tindak tutur direktif.
Kedua, studi pragmatik bertugas untuk mengkaji tuturan yang mempertimbangkan aspek konteks, dalam hal ini bersifat ekstra linguistik atau konteks situasi. Hipotesis umum menyatakan bahwa bahasa perempuan lebih didominasi oleh dimensi rasa, sedangkan bahasa laki-laki lebih dikuasai oleh domain rasional perlu di uji dan dibuktikan melalui data empiris yang ada pada tuturan direktif guru dalam KBM di kelas.
 Ketiga, studi pragmatik juga berusaha menjelaskan bagaimana masyarakat pengguna bahasa (dalam hal ini guru) mengunakan maksim atau prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan dalam bertutur. Fenomena yang menarik dan perlu disingkap lebih jauh untuk melengkapi kajian pragmatik terhadap pemakaian bahasa guru dalam KBM di kelas adalah masalah prinsip kerja sama , skala kelangsungan dan peringkat kesantunan.
Keempat, fungsi tindak metakomunikasi adalah bagian yang penting dari tindakan verbal guru terhadap siswa dalam mengelola kelas. Peran tindak metakomunikasi ini memberikan panduan dalam menyingkap struktur TTD guru selama KBM di kelas berlangsung. Tindak metakomunikasi ini menjelaskan pada setiap fase pembelajaran, yakni kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir dalam pembelajaran..
2.    Kajian Pustaka
Teori tindak tutur yang dikembangkan oleh para pakar seperti Austin (1962:151), Searle (1969:23), dan Leech (1993:106) telah menempatkan tindak tutur direktif sebagai salah satu aspek makro dari tindak ilokusi. Tindak ilokusi (illocutionary act) merupakan salah satu dari pembagian tentang tindak tutur termasuk di dalamnya adalah tindak lokusi dan tindak perlokusi.
Verba yang digunakan dalam tindak tutur direktif pada umumnya dimasukkan ke dalam kategori kompetitif sebab kategori verba ini membutuhkan sopan santun yang negatif, kecuali verba direktif mengundang (to invite) secara intrinsik memang sopan. Sub-sub tindak tutur yang digunakan sebagai penanda tindak tutur direktif adalah meminta/ meminta dengan sangat (to beg), memesan (to order), memohon/ memohon dengan sangat (to request), menganjurkan (to suggest) memerintah atau memberi perintah, menuntut, dan melarang.
Tindak tutur direktif pada dasarnya bertujuan menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur. Tindak tutur direktif cenderung dikategorikan sebagai tindak tutur yang mengandung unsur kompetitif dan bersifat prospektif. Realisasi kompetitif tindak tutur direktif adalah adanya permintaan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya, larangan penutur kepada mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Sementara itu, sifat prospektif tindak tutur direktif ini adalah permintaan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan setelah penutur menuturkan sesuatu yang mengandung permintaan. Dengan demikian, tindak tutur direktif ini tidak bisa mengandung permintaan untuk melakukan suatu perbuatan sebelum dituturkannya sesuatu yang mengandung permintaan.
Menurut Searle (1969:23) dan Leech (1993:104-107) ragam tindak tutur direktif meliputi tindak memerintah (commands), memohon (requests), memberi saran (suggestions), dan memberi ijin (permissions). Dengan demikian, secara pragmatik tindak tutur direktif mencakup maksud perintah, permohonan, pemberian saran, dan pemberian ijin.
Bentuk tindak tutur direktif itu mendasarkan pada konteksnya dapat memiliki empat fungsi, yakni (1) fungsi kompetitif (competitive), (2) fungsi bertentangan (conflictive), (3) fungsi membuat nyaman (convenient), dan (4) fungsi bekerja sama (collaborative). Fungsi kompetitif (competitive) berupa persaingan dengan tujuan sosial, fungsi konfliktif (conflictive) berupa pertentangan dengan tujuan sosial, dan fungsi menyenangkan (convenient) berupa penilaian positif dengan tujuan sosial. Sementara itu, fungsi bekerjasama (collaborative) berupa pemeliharaan keseimbangan dan keharmonisan perilaku interaksi dalam konteks sosial budaya tertentu.
Ekspresi tindak tutur direktif merupakan realisasi sikap penutur terhadap tindakan prospektif mitra tutur dan kehendak penutur terhadap tindakan mitra tutur. Dengan demikian, tindak ini merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat mitra tutur melakukan sesuatu baik berfungsi sebagai pengatur tingkah laku maupun sebagai pengontrol mitra tutur dalam bertindak. Hubungan antara prospek dan kehendak penutur dengan pengatur dan pengontrol mitra tutur inilah yang kemudian menjadi dasar sebuah tindak tutur direktif itu dapat mengemban fungsi membuat nyaman, bekerjasama, kompetitif atau pun bertentangan. Dalam penelitian ini yang menjadi dasar acuan adalah tuturan direktif guru kepada siswa pada saat melaksanakan KBM di kelas dan dalam situasi ujaran yang formal.
Lebih lanjut, Kreidler (1998: 183-194) membagi tiga jenis tuturan direktif menjadi tiga, yakni (1) perintah (commands), (2) permintaan (requests), dan (3) saran (suggestions). Sebuah perintah (commands) dimungkinkan jika penutur memiliki kemampuan untuk mengontrol kepada mitra tutur. Verba yang terdapat pada tuturan ini adalah: memerintah, mengharuskan, tidak memperbolehkan, dan sebagainya. Sementara itu, permintaan (requests) adalah bentuk tuturan yang menyatakan penutur “ingin” agar mitra tutur melakukan tindakan yang diinginkan. Verba yang menyatakan permintaan diantaranya: memohon, mengharap, menginginkan, menghendaki, dan sebagainya. Selanjutnya, saran (suggestions) adalah tuturan yang dibuat penutur berisi saran atau pendapat atau meminta orang lain memberi pendapat atau saran tentang sesuatu untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Verba yang termasuk saran diantaranya: menasihati, menyampaikan pendapat atau saran, menyarankan, merekomendasikan, mengingatkan, dan sebagainya.
Dalam interaksi komunikasi suatu percakapan dapat berlangsung efektif manakala antara penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama terhadap sesuatu yang dipertuturkan. Penutur dan mitra tutur memiliki kesepakatan bersama yang antara lain berupa kontrak yang tidak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu saling berhubungan. Realisasi adanya hubungan itu dibuktikan dengan mematuhi dua prinsip utama dalam komunikasi, yakni (a) prinsip kerja sama, dan (b) prinsip kesantunan dalam bertutur.
Grice (1981:46-53) menyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama dalam berkomunikasi, penutur harus mematuhi empat maksim, yaitu: (a) maksim kuantitas (maxim of quantity), artinya, sampaikan informasi Anda seinformatif mungkin sesuai dengan keperluan dan bicaralah seperlunya saja atau jangan berlebihan; (b) maksim kualitas (maxim of quality), yaitu, berikan informasi yang benar, jangan katakan sesuatu yang Anda tidak tahu benar, dan jangan katakan sesuatu yang tidak punya bukti yang cukup; (c) maksim hubungan (maxim of relations), yakni, katakan yang relevan dan bicaralah sesuai dengan permasalahan; dan (d) maksim cara (maxim of manner), adalah katakan dengan jelas, hindari ambiguitas, serta bicaralah secara singkat dan padat.
Fungsi utama dari prinsip kerja sama dalam bertutur ini adalah agar penutur dalam bertindak tutur direktif bisa berjalan efektif dan efisien. Efektif maksudnya melakukan pertuturan dengan benar, dan efisien berarti dapat merealisasikan tindak tutur direktif menjadi seinformatif mungkin.
Berkaitan dengan kesantunan, secara ringkas Lakoff (1975) berpendapat bahwa terdapat tiga kaidah yang harus dipatuhi agar tuturan memiliki ciri santun. Ketiga kaidah itu adalah (1) formalitas (formality), (2) ketidaktegasan (hesitancy), dan (3) kesamaan atau kesekawanan (equality). Leech (1993) mendasarkan pada fungsi bahasa, yakni fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual, menyatakan bahwa dalam studi pragmatik membedakan menjadi pragmatik interpersonal dan pragmatik tekstual. Sedikit berbeda dengan teori face threatening act, teori retorika interpersonal Leech (1993) tidak hanya memusatkan perhatian pada lawan tutur (other) di dalam beberapa maksimnya juga mempertimbangkan diri sendiri (self). Keith Allan (1986) mengungkapkan bahwa bertutur adalah kegiatan yang berdimensi sosial. Seperti halnya kegiatan sosial lain, kegiatan bertutur dapat berlangsung dengan baik apabila para peserta (penutur dan mitra tutur) terlibat aktif di dalam proses bertutur. Pandangan kesantunan Brown dan Levinson (1987) yang kemudian dikenal dengan pandangan ‘penyelamatan muka’ (face-saving). Pandangan ini mendasarkan asumsi pokok pada aliran Weber yang memandang komunikasi sebagai kegiatan rasional yang mengandung maksud dan sifat tertentu (purposeful-rational activity). Pandangan kesantunan ini juga didasari oleh konsep muka yang dikembangkan Erving Goffman, yakni kesantunan atau penyelamatan muka itu merupakan manifestasi penghargaan terhadap individu anggota suatu masyarakat. Anggota masyarakat sosial umumnya memiliki dua macam jenis muka, yakni (1) muka negative (negative face) yang menunjuk kepada keinginan untuk menentukan sendiri (self-determinating) dan (2) muka positif (positive face) yang menunjuk kepada keinginan yang disetujui (being approved)
Dari berbagai teori kesantunan di atas, Jumanto (2011:137) menyatakan hubungan antara kesantunan dan persahabatan terkait erat dengan tipe petutur Brown dan Gilman (1968) dan juga bentuk tuturan yang formal atau informal, yang langsung (atau literer) atau tidak langsung (non-literer). Dalam pemikiran filsafat linguistik, kesantunan dapat dilihat sebagai genus yang terdiri dari dua spesies atau varian, yaitu: kesantunan dan persahabatan. Varian kesantunan mengacu ke muka negatif Goffman atau strategi jarak sosial (distancing) Lakoff atau strategi kesantunan negatif Brown dan Levinson. Varian persahabatan atau keakraban mengacu ke muka positif Goffman atau strategi persahabatan (camaraderie) Lakoff atau strategi kesantunan positif Brown dan Levinson. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Renkema (1993) yang menyebut kesantunan sebagai kesantunan respek (respect politeness), dan persahabatan sebagai kesantunan solidaritas (solidarity politeness).
Lebih lanjut, Jumanto (2011) menyatakan bahwa kecenderungan elaborasi bentuk tuturan dari kedua varian kesantunan ini juga berbeda. Varian kesantunan yang mengacu ke komunikasi dengan petutur yang tidak akrab cenderung menggunakan bentuk tuturan yang lebih formal atau tuturan yang tidak langsung, karena adanya jarak sosial antara penutur dan petutur. Sementara itu, varian persahabatan cenderung mengelaborasi bentuk tuturan yang informal dan bahkan tuturan yang langsung, karena adanya keakraban atau kedekatan antara penutur dan petutur.
3.    Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian dasar (basic research) dengan memfokuskan pada penelitian deskriptif kualitatif yang lebih menekankan pada aspek proses dan makna. Adapun strategi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal, karena peneliti mengarahkan pada satu karakteristik.. Secara khusus, strategi penelitian ini menggunakan penelitian terpancang, yakni peneliti telah memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utama penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Ponorogo pada tahun pelajaran 2010/2011. Lokasi penelitian ini di pilih dengan mempertimbangkan pada status sekolah yakni, sekolah yang telah di tunjuk oleh Direktorat Jenderal Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan Nasional sebagai sekolah penerima program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (R-SBI).
Objek penelitian ini adalah tindak tutur direktif guru SMA laki-laki dan perempuan dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas XI dan XII. Pemilihan objek penelitian tersebut mendasarkan pada kesamaan karakteristik guru yang mengajar di SMA Negeri 1 dan SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo pada kelas XI dan XII program ilmu alam dan ilmu sosial. Adapun guru bidang studi yang menjadi objek penelitian ini adalah (1) guru laki-laki dan perempuan bidang studi Fisika, Kimia, Biologi untuk kelas program ilmu alam dan (2) guru bidang studi  Ekonomi, Geografi, Sosiologi, untuk kelas program ilmu sosial.
Teknik penentuan sumber data penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling (Herbert Rubin, 1995:71) atau oleh Goetz Le Compte  dinamakan sebagai criterion based selection, yakni penentuan sumber data dengan tujuan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan lengkap (dalam Sutopo, 2002: 54).
Sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam tuturan direktif guru pada KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam dan ilmu sosial di SMA Negeri  dan SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.
Data primer dalam penelitian ini berbentuk tuturan beserta konteksnya tentang tindak tutur direktif secara lisan dan langsung serta wajar, baik oleh guru laki-laki maupun perempuan dalam KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam dan ilmu sosial bidang studi (1) Fisika, Kimia, Biologi untuk kelas program ilmu alam dan (2) Ekonomi, Geografi, Sosiologi.
Teknik penyediaan data (pengumpulan data) utama dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak, rekam, catat dan pengamatan berpartisipasi atau pengamatan terlibat pasif (Sudaryanto, 1993). Sementara itu, peneliti juga menggunakan teknik kerjasama dengan informan (Subroto, 1991:4) atau teknik wawancara mendalam (in depth interviewing) (Sutopo, 1996).
Untuk memberikan data yang komprehensif peneliti juga melakukan teknik simak dan catat (Edi Subroto, 2007), yakni peneliti menyimak informasi dan peristiwa tutur guru dalam KBM di kelas. Peneliti melakukan pencatatan terhadap data yang relevan dan sesuai dengan rumusan masalah.Teknik pemeriksaan keabsahan data melalui teknik triangulasi, yaitu: (1) sumber data; (2) metode, dan (3) review informan.
4.    Hasil dan Pembahasan
Bentuk TTD guru SMA dalam KBM di kelas dikelompokkan menjadi tiga kategori. Ketiga kategori tersebut dikelompokkan menurut tipenya menjadi delapan belas tipe TTD guru dalam KBM di kelas. Pengelompokan ini kemudian dinamai sebagai derajat kedirektifan tindak tutur. Di mulai dari direktif yang paling rendah yaitu tindak tutur direktif yang pilihan bertindaknya ada pada mitra tutur (murid) sampai dengan derajat direktif yang paling tinggi, yaitu tindak tutur direktif yang sudah tidak lagi memberikan pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk melakukan sesuatu atau tidak boleh melakukan sesuatu sama sekali.
Dasar pengelompokan kategori TTD guru dalam KBM di kelas menjadi tiga dan tipe TTD menjadi delapan belas adalah pada pertimbangan: (1) derajat kadar persamaan atau hampir sama maksud tuturannya, (2) derajat ada-tidaknya pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk bertindak atau melakukan sesuatu berdasarkan keinginan penutur (guru), dan (3) derajat kelangsungan atau ketidaklangsungan maksud tuturannya.Sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11 Realisasi Bentuk TTD Guru SMA dalam KBM di Kelas
   Berdasarkan Perwujudan Kategori dan Tipe TTD.

KATEGORI
TIPE
FRK
% /
Ktgri

% /Tipe
PERINTAH (Commands)
Memerintah
15
22,72%
8,57%
Memperingatkan
14
21,21%
8%
Menyuruh
10
15,15%
5,71%
Menegur
9
13,63%
5,14%
Melarang
8
12,12%
4,57%
Mendesak
6
9,09%
3,42%
Mengharuskan
4
6,06%
2,28%
Jumlah
66
100%
37,71%
PERMINTAAN
(Requests)
Meminta
21
34,42%
12%
Memohon
12
19,67%
6,85%
Mengharap
11
18,03%
6,28%
Menghimbau
9
14,75%
5,14%
Mengajak
8
13,11%
4,57%
Jumlah
61
100%
34,85%
SARAN
(suggestions)
Mendorong
9
18,75%
5,14%
Menyarankan
9
18,75%
5,14%
Menganjurkan
8
16,66%
4,57%
Mempersilakan
8
16,66%
4,57%
Menasehati
8
16,66%
4,57%
Menawarkan
6
12,5%
3,42%
Jumlah
48
100%
25,29%


175
100%
100%
Dalam  penelitian ini, strategi bertutur guru SMA dalam KBM di kelas menunjukkan bahwa guru laki-laki yang memanfaatkan strategi langsung sebanyak 69 buah TTD atau 69%, sedangkan yang menggunakan strategi tidak langsung sebanyak 31 buah atau 31%. Sementara itu, guru perempuan yang menggunakan strategi langsung sebanyak 59 buah atau 78,66 %, sedangkan yang memilih menggunakan strategi tidak langsung sebanyak 16 buah atau 21,33%.
Secara keseluruhan pemakaian strategi langsung yang digunakan oleh guru SMA dalam KBM di kelas sebanyak 128 buah atau 73,14%, sedangkan pemakaian strategi tidak langsung sebanyak 47 buah atau 26,85%. Temuan ini menunjukkan bahwa guru SMA dalam KBM di kelas lebih banyak menggunakan TTD dengan cara-cara langsung daripada cara-cara tidak langsung. Ini artinya, cara-cara guru untuk menyatakan perintah, permintaan, saran, dan tipe-tipe sejenisnya ditandai oleh terdapatnya bentuk yang sama dengan memerintah, meminta, menyarankan, dan seterusnya.
Realisasi TTD guru perempuan SMA dalam KBM di kelas dengan menggunakan teknik literal sebanyak 61 buah atau 81,33%, sedangkan yang mengunakan teknik tidak literal sebanyak 14 buah atau 18,66%. Sementara itu, realisasi TTD  guru laki-laki yang menggunakan teknik literal sebanyak 72 buah TTD atau 72%, sedangkan dengan teknik tidak literal sebanyak 28 buah atau 28%.
Secara keseluruhan pemakaian teknik bertutur direktif guru SMA  dalam KBM di kelas dengan menggunakan teknik literal sebanyak 133 buah atau 76%, sedangkan yang menggunakan teknik bertutur non literal sebanyak 42 buah atau 24%. Temuan ini menggambarkan bahwa teknik literal dalam bertindak tutur direktif lebih besar digunakan dalam KBM di kelas dari pada teknik tidak literal. Hal ini berarti bahwa TTD yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk meminta, memerintah, memohon, menganjurkan, menasihati, mempersilakan dan sejenisnya kepada murid dikemukakan secara lugas, langsung, jelas, terus terang dan tidak berbelit-belit.
a.      Realisasi TTD dalam kaitannya dengan Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesantunan dengan Perspektif Gender
Realisasi bentuk TTD guru dalam KBM di kelas dalam kaitannya dengan Prinsip Kerjasama berdasarkan pada Prinsip Kerja Sama Grice tercermin melalui pemenuhan pada maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara.
               Maksim kuantitas (‘bicaralah secukupnya’) diwujudkan melalui tuturan yang mengandung (a) kejelasan direktif yang dituju dan (b) ketersedian informasi direktif yang ada. Melalui penerapan maksim kuantitas ini guru dalam KBM di kelas pada dasarnya memiliki sikap yang jelas dan memiliki informasi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Guru memiliki kelebihan informasi di banding dengan murid.
Maksim kualitas (‘bicaralah yang jujur’) menunjukkan bahwa guru dalam KBM di kelas menyakini informasi yang disampaikan kepada murid adalah informasi yang mengandung ilmu pengetahuan dan memiliki kebenaran serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, berdasarkan fakta dan data.
Maksim hubungan (‘bicaralah yang relevan’) adalah diwujudkan guru agar dapat menerapkan fungsi kolaboratif dengan murid dalam KBM di kelas. Guru lebih mementingkan informasi yang terkait dengan kebutuhan pembelajaran siswa. Hubungan timbal balik guru dan siswa selalu di jaga agar tercipata suasana pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Maksim cara (‘bicaralah yang singkat dan jelas’) ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan KBM di kelas melalui penyampaian ilmu pengetahuan secara runtut, jelas dan mudah di terima oleh siswa. Melalui tuturan ini diharapkan siswa lebih mudah memahami dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru.
Selanjutnya, realisasi Prinsip Kesantunan berdasarkan pada teori kesantunan Geofrey Leech adalah; bidal ketimbangrasaan, bidal kemurahhatian, bidal pujian, bidal kesepakatan, bidal simpati, dan bidal pertimbangan.
Penerapan bidal ketimbangrasaan dimaksudkan oleh guru untuk menempatkan fungsi membuat nyaman (convenient) melalui TTD di kelas. Penerapan bidal kemurahhatian dimaksudkan oleh  guru untuk menciptakan suasana hubungan yang harmonis dan menghindari fungsi konfliktif melalui TTD di kelas.
Penerapan bidal pujian dimaksudkan oleh guru untuk memberikan motivasi kepada murid agar dalam KBM di kelas menjaga nilai-nilai keilmuan yang menjadi ciri khas dari sebuah lembaga pendidikan. Penerapan bidal kerendahan hati dimaksudkan oleh guru sebagai usaha menciptakan suasana yang nyaman dan menjalin hubungan yang akrab dengan murid-muridnya. Melalui tuturan yang cenderung memenuhi prinsip kerendahan hati ini murid-murid akan memberikan penghormatan dan kepatuhan yang tulus kepada guru dalam KBM di kelas.
Penerapan bidal kesepakatan dimaksudkan oleh guru untuk menerapkan fungsi kolaboratif melalui TTD di kelas. Keterlibatan guru dalam melaksanakan fungsi kolaboratif ini ditandai dengan kebersamaan dalam setiap kegiatan yang harus dilaksanakan oleh murid dalam proses KBM di kelas. Kebersamaan yang dimaksud di sini adalah kebersamaan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aman, nyaman dan menyenangkan.
Penerapan bidal simpati ini dimaksudkan oleh guru untuk menjalankan fungsi guru sebagai pendidik. Fungsi guru sebagai pendidik adalah seorang guru harus mengasah, mengasih dan mengasuh murid-muridnya dengan penuh rasa kasih sayang, tidak membeda-bedakan, dan menjaga sikap demokratis dalam KBM di kelas.
Penerapan bidal pertimbangan oleh guru dimaksudkan agar sosok guru sebagai tokoh dapat dijadikan salah satu sumber belajar dan menjadi inspirasi dari murid. Di samping itu sosok guru agar dapat memberikan pertimbangan contoh teladan yang baik bagi murid. Dalam setiap tindakan guru melalui tuturan direktifnya, guru berusaha untuk tidak grusa-grusu atau tergesa-gesa dalam menjatuhkan keputusan tentang segala sesuatu kepada murid-murid. Setiap tindakan guru selalu memiliki pertimbangan yang matang, terukur dan menjaga agar KBM di kelas berjalan tertib, lancar dan berhasil. Guru juga harus selalu berusaha mempertimbangkan kepentingan siswa agar proses KBM di kelas dapat berjalan efektif.
b.      Perbedaan Bentuk, Realisasi Fungsi dan Makna TTD guru SMA dalam KBM di kelas menurut Perspektif Gender
Perbedaan bentuk TTD guru SMA dalam KBM di kelas secara umum didominasi oleh TTD kategori permintaan (requests) yang bertipe meminta. Sementara itu, frekuensi pemakaian TTD yang paling rendah adalah TTD berkategori perintah (commands) yang bertipe mengharuskan. Jika di lihat dari perbedaan umum TTD guru laki-laki dan perempuan maka tampak bahwa guru perempuan dalam penggunaan kategori perintah lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan pada guru laki-laki. Penggunaan TTD oleh guru perempuan pada kategori permintaan (requests) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki-laki. Sementara itu, penggunaan TTD oleh guru perempuan pada kategori saran (suggestions) lebih tinggi dari guru laki-laki.
Implikasi dari perbedaan itu menunjukkan pada perbedaan kadar pragmatik yang hendak dituju. Kecenderungan ini membuktikan pula bahwa guru perempuan lebih banyak bersikap akomodatif, menghindari konfrontatif dan berusaha persuasif dalam bertutur pada saat melaksanakan KBM di kelas. Sementara itu, guru laki-laki secara umum menunjukkan sikap tegas dan cenderung berpotensi konfrontatif. Oleh karenanya, kadar pragmatik yang dituju guru laki-laki dalam bertindak tutur direktif bersifat deskrit dan pasti daripada yang hendak dituju oleh guru perempuan.
Dalam kaitannya dengan realisasi prinsip kerjasama dan kesantunan tampak pula ada kecenderungan perbedaan. Realisasi prinsip kerjasama TTD yang mendasarkan pada teori Grice terkait dengan keempat maksim tampak bahwa ada perbedaan frekuensi pemakaiannya. Guru perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan yang sama-sama tinggi pada pemakaian maksim kuantitas dan kualitas, sedangkan pada maksim relevansi guru perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemakaian pada guru laki-laki. Sebalikanya, pada pemakaian maksim cara, guru perempuan cenderung lebih rendah/ sedikit dibandingkan dengan guru laki-laki.
Penelitian ini juga menggunakan teori Leech tentang tujuh bidal kesantunan. Perbedaan realisasi prinsip kesantunan TTD guru laki-laki dan perempuan tampak pada pemakaian di masing-masing bidal dari ketujuh bidal yang ada. Prinsip kesantunan yang paling tinggi/ sering dimanfaatkan guru dalam TTD pada KBM di kelas baik oleh guru laki-laki maupun guru perempuan adalah bidal kemurahatian. Sementara itu, bidal kesantunan yang tingkat pemakaiannya paling sedikit adalah bidal pujian. Kecenderungan pemakaian bidal kemurahatian antara guru laki-laki dan perempuan adalah cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru perempuan dibanding guru laki-laki. Bidal ketimbangrasaan cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru laki-laki dibandingkan guru perempuan. Bidal kerendahhatian cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru perempuan dari pada guru laki-laki. Bidal kesepakatan cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru laki-laki dari pada guru perempuan. Bidal simpati dan pujian memiliki kecenderungan yang sama baik dipakai oleh guru laki-laki maupun perempuan. Sementara itu, bidal pertimbangan cenderung lebih tinggi/ sering dipakai oleh guru perempuan daripada guru laki-laki.
Implikasi dari perbedaan kecenderungan ini adalah kadar pragmatik yang dikembangkan oleh guru dalam proses KBM di kelas melalui tuturan direktif tampaknya guru memilih sikap timbang rasa, menjaga perasaan, memberikan ketulusan, kesetiaan dan kemurahan hati dalam membimbing murid-muridnya. Guru menempatkan posisi sebagai salah satu figur panutan dalam bersikap dan bertindak. Guru memerankan fungsi saling asah, asih dan asuh terhadap murid-muridnya. Hubungan yang harmonis antara guru dan murid memungkinkan terciptanya tujuan atau maksud yang hendak disampaikan oleh guru dengan mengutamakan nilai-nilai kemuliaan, penghormatan dan kesantunan.
c.       Bentuk Tindak Tutur Direktif Guru dalam KBM di Kelas
Temuan penting terkait dengan bentuk TTD dan fungsi-fungsinya dapat diidentifikasikan melalui tabel 7.1 sebagai berikut:
Tabel 7.1Temuan Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Direktif Guru
dalam KBM di kelas di SMA Kabupaten Ponorogo
No
Bentuk TTD/ Kategori dan Tipe
Fungsi 
1
Memerintah (commands),  dengan tipenya (1) memerintah, (2) mengharuskan, (3) memperingatkan, (4) menegur, (5) melarang, (6) menyuruh, dan (7) mendesak
(1)       Menarik atau menunjukkan perhatian pada topik pembelajaran
(2)       Mendefinisikan topik pembelajaran
(3)       Menspesifkasi topik pembelajaran
2
Meminta (requests), dengan tipenya (1) memohon, (2) mengharap, (3) meminta, (4) menghimbau, dan (5) mengajak.
(1)       Mengontrol jumlah percakapan di kelas
(2)       Mengedit tuturan
(3)       Membenarkan jawaban murid
3
Menyarankan (suggestions), dengan tipenya (1) menasehati, (2) menganjurkan, (3) menawarkan, (4) mendorong, (5) mempersilakan, dan (6) menyarankan.
(1)       Meringkas topik pembelajaran
(2)       Mengecek pemahaman siswa

Berdasarkan tabel 7.1 bentuk dan fungsi tindak tutur direktif kategori memerintah (commands) dan tipe-tipenya dimaksudkan oleh guru untuk memerintah siswa agar  memberikan perhatian dan keterlibatan aktif  dalam mengikuti pembelajaran. Bentuk dan fungsi tindak tutur direktif kategori meminta (requests) dan tipe-tipenya dimaksudkan oleh guru untuk meminta siswa agar mengerjakan tugas  pembelajaran  sesuai dengan topik pembelajaran dan memotivasi siswa agar belajar secara aktif. Bentuk dan fungsi tindak tutur direktif  kategori saran (suggestions) dimaksudkan oleh guru untuk menyarankan siswa mengecek pemahaman dan penguasaan materi yang telah diberikan oleh guru.
Klasifikasi TTD guru dalam KBM di kelas dikaitkan dengan (1) bentuk tuturan direktif dan sub jenisnya/ tipe, (2) pemarkah tuturan direktif, (3) penanda konteks tuturan direktif, (4) maksud tuturan direktif, dan (5) implikatur dan daya pragmatik sebagaimana ditampilkan pada tabel 7.2, 7.3 dan 7.4.
Tabel 7.2. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan
 Implikatur Daya Pragmatik Kategori Memerintah (Commands)
Bentuk /tipe
Pemarkah TTD
Penanda Konteks TTD
Maksud TTD
Implikatur daya pragmatik
Memerintah (commands)
dengan tipenya (1) memerintah, (2) mengharuskan, (3) memperingatkan, (4) menegur, (5) melarang, (6) menyuruh, dan (7) mendesak  
§ Modalitas harus+Vp
§  Tekanan ‘ya’, ‘tanya
§  Urutan kata
§  Vp eksplisit
§  Vp implisit ‘harap
§  Zero
§ Penanda    seru:
Jangan!, Ingat!, pokoknya, sudah dibaca! Tapi ingat! Sudah paham!, diam!, kok ramai!
Dituturkan oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir  KBM di kelas  XI dan XII program ilmu alam dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan informal di kelas.
Perintah guru kepada siswa untuk memberikan perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam mengikuti pembelajar-an
Memerintah siswa  untuk melakukan sesuatu tanpa memberikan pilihan apapun terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa


Berdasarkan penelitian ini bentuk TTD perintah (commands) sangat dominan digunakan oleh guru dalam KBM di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam bertindak tutur di kelas lebih mengutamakan fungsi bekerjasama (collaborative) yang berupa pemeliharaan keseimbangan dan keharmonisan perilaku interaksi dalam konteks sosial budaya tertentu, yakni dalam interaksi guru-siswa dalam konteks KBM di kelas. Fungsi ini sejalan dengan temuan bahwa guru lebih suka menggunakan strategi bertutur secara langsung dan teknik bertutur literal dalam KBM di kelas. Di samping itu, temuan ini sejalan dengan temuan bahwa guru dalam melakukan TTD cenderung lebih banyak mempertimbangkan konteks situasi informal daripada situasi formal. Pertimbangan ini didasarkan pada adanya usaha guru untuk membangun keakraban dengan siswa.
Selanjutnya, temuan tentang TTD kategori meminta (requests) dengan tipe-tipenya pada tabel 7.3 dinyatakan bahwa terdapat pilihan tindakan yang diberikan guru kepada murid. Dari skala kedirektifan temuan dalam penelitian ini TTD permintaan (requests) memberikan kesempatan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur (siswa) terhadap kehendak yang dimaksudkan oleh guru. Dengan demikian guru menerapkan fungsi membuat nyaman (convenient) berupa penilaian positif dengan tujuan sosial. Penilaian positif disini maksudnya adalah menganggap siswa memiliki potensi untuk terlibat aktif, bertanya, menjawab dan bersikap berdasarkan pandangannya sesuai dengan kaidah ilmiah pendidikan. Tradisi keilmuan yang ada pada kelas, hubungan guru dengan murid memerlukan suasana yang kondusif, aman, nyaman dan menyenangkan. Tumbuhnya semangat dan motivasi belajar pada siswa biasanya dipengaruhi pula oleh keterbukaan dan sikap kreatif guru dalam ikut menciptakan suasana tersebut di atas.
Tabel 7.3. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan
Implikatur Daya Pragmatik Kategori Permintaan (Requests)
Bentuk /tipe
Pemarkah TTD
Penanda Konteks TTD
Maksud TTD
Implikatur daya pragmatik
Meminta (requests) 
Dengan tipenya (1) memohon,
 (2)mengharap, (3) meminta,
(4) menghimbau, dan (5) mengajak.
§Modalitas mohon+Vp
§ Urutan kata
§ Vp eksplisit
§ Vp implisit ‘tolong
§ Tekanan ‘mari
§ Zero
§ Penanda seru/
Interjeksi:Lho, kok belum!, masak nggak bisa!, bisa kan!, nah...ingat!, mari..., mudah-mudahan...
Dituturkan oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir  KBM di kelas  XI dan XII program ilmu alam dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan informal di kelas.
Permintaan guru kepada siswa mengerjakan tugas  pembelajaran sesuai dengan topik pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar aktif.
Meminta siswa untuk melakukan sesuatu dengan memberikan beberapa pilihan terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa



Sementara itu, temuan tentang TTD kategori saran (suggestions) dalam penelitian ini seperti tampak pada tabel 7.4. cenderung memberikan skala kelangsungan TTD guru kepada siswa. TTD saran (suggestions) memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk memilih tindakan apa yang akan dilakukan terhadap kehendak yang dimaksudkan oleh guru. Dari temuan ini guru tampaknya menerapkan fungsi  kompetitif (competitive) berupa persaingan dengan tujuan sosial. Persaingan yang dimaksud disini adalah peluang atau kesempatan yang diberikan seluas-luasnya oleh guru kepada siswa untuk memilih dan memanfaatkan tindakan apa yang akan dilakukan. Prospek tindakan ini akan menentukan hasil baik, maksimal atau mungkin sebaliknya, buruk dan sangat minimal yang diterima siswa. Fungsi kompetitif ini bertujuan untuk membangun motivasi, kesadaran, dan kemandirian siswa dalam meningkatkkan potensi dirinya.
Tabel 7.4. Klasifikasi TTD Guru Berdasarkan Pemarkah Formal, Konteks, Maksud dan Implikatur Daya Pragmatik Kategori Saran (Suggestions)

Bentuk /tipe
Pemarkah TTD
Penanda Konteks TTD
Maksud TTD
Implikatur daya pragmatik
Menyarankan (suggestions)
dengan tipenya (1) menasehati, (2) menganjurkan, (3) menawarkan, (4) mendorong, (5) mempersilakan, dan (6) menyarankan
§ Modalitas coba+Vp
§ Tekanan ‘ nah
§ Urutan kata
§ Vp eksplisit
§ Vp implisit
§ Zero
§ Penanda seru
Demi..., tapi ingat!, silahkan!.. atau..., mestinya..., sebaiknya..., monggo..., jadi... nah...
Dituturkan oleh guru laki-laki dan perempuan pada kegiatan awal, inti dan akhir  KBM di kelas XI dan XII program ilmu alam dan sosial.
Konteks terjadi pada situasi formal dan informal di kelas.
saran guru kepada siswa untuk mengecek pemahaman dan penguasan materi yang telah diberikan oleh guru
Menyarankan siswa untuk melakukan sesuatu dengan memberikan banyak pilihan untuk bertindak terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa



Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan : (1) TTD kategori memerintah (commands) dan tipe-tipenya memiliki implikatur dan daya pragmatik berupa melakukan sesuatu tindakan dengan tanpa memberikan pilihan apapun terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui TTD kategori dan tipe ini menerapkan fungsi bekerjasama (collaborative), (2) TTD kategori meminta (asks) dan tipe-tipenya memiliki implikatur dan daya pragmatik berupa melakukan sesuatu dengan memberikan beberapa pilihan terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui TTD kategori dan tipe ini menerapkan fungsi membuat nyaman (convenient), dan (3) TTD kategori saran (suggestions) dan tipe-tipenya memiliki implikatur daya pragmatik berupa melakukan sesuatu dengan memberikan banyak pilihan untuk bertindak terkait dengan kehendak yang dimaksudkan oleh guru kepada siswa. Guru melalui TTD kategori dan tipe ini menerapkan fungsi kompetitif (competitive).
 Bentuk TTD guru dalam KBM di kelas lebih terarah, terstruktur, cenderung langsung dan literal karena adanya panduan dalam berkomunikasi yang berbentuk RPP. Sementara itu, bentuk TTD pejabat dalam PRD lebih bersifat umum, tentantif, tidak langsung dan non literal karena adanya norma dan status sosial serta konteks yang dinamis.
Beberapa data menunjukkan ada varian yang mempertimbangkan konteks informal. Pemakaian bentuk informal seperti ‘nggak, kan, kok,  okay, eh,... yo tho... dan seterusnya. Kecenderungan pemakaian alih kode dan campur kode berimplikasi pada kecenderungan guru yang memposisikan mitra tutur (siswa) sebagai subordinat akrab dan lebih memilih solidaritas daripada kuasa.
Temuan ini menunjukkan tingkat keakraban guru pada siswa tampak nyata. Selain guru harus keras, tegas, dan berkuasa, ia juga harus selalu lembut, penuh pengertian dan akrab dengan siswa-siswanya yang ditunjukkan lewat pemakaian bahasa.
Secara ringkas realisasi  fungsi dan makna dari prinsip kerjasama ini dapat ditampilkan pada tabel 7.5 berikut.
Tabel 7.5 Realisasi Fungsi dan Makna terkait Prinsip Kerjasama
 pada TTD Guru dalam KBM di Kelas

No
Maksim
Fungsi
Makna
1.
Kualitas
Memberikan informasi seakurat mungkin kepada siswa.
Guru dan siswa menyadari informasi yang berkualitas.
2.
Kuantitas 
Memberikan informasi secara memadai kepada siswa.
Guru dan siswa menguasai informasi yang cukup.
3.
Hubungan
Memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan siswa.
Guru dan siswa mengerti informasi yang dibutuhkan.
4.
Cara
Memberikan informasi secara tepat, ringkas dan runtut kepada siswa.
Guru dan siswa memahami informasi secara jelas.

Berdasarkan tabel 7.5 dapat diketahui bahwa maksim kualitas berfungsi memberikan informasi seakurat mungkin kepada siswa. Penyampaian informasi oleh guru melalui TTD dimaksudkan agar guru dan siswa dapat menyadari adanya informasi yang berkualitas. Maksim kuantitas berfungsi memberikan infomasi secara memadai kepada siswa. Informasi yang memadai dalam penyampaiannya dikemas melalui TTD guru dimaksudkan guru dan siswa dapat menguasai informasi yang cukup. Maksim hubungan berfungsi memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan siswa. Penyampaian informasi melalui TTD ini dimaksudkan agar guru dan siswa mengerti dengan baik dan benar tentang informasi yang dibutuhkan. Maksim cara berfungsi memberikan informasi secara tepat, ringkas dan runtut kepada siswa. Penyampaian informasi melalui TTD ini dimaksudkan agar guru dan siswa memahami informasi secara jelas.
Temuan dalam penelitian ini yang terkait dengan prinsip kesantunan TTD guru dalam KBM di kelas relevan dengan temuan-temuan sebelumnya yakni temuan tentang bentuk, strategi dan teknik bertutur direktif guru dalam KBM di kelas. Bentuk TTD yang mengutamakan fungsi akomodatif, kolaboratif dan kompetitif mendorong munculnya tingkat kesantunan guru dalam bertutur direktif. Sesuai dengan konteks situasi yakni dalam suasana formal di kelas, hubungan guru dengan murid yang menjunjung norma keilmuan dan keilmiahan maka prinsip kesantunan ini dapat dipenuhi dan dapat direalisasikan dengan baik oleh guru melalui TTD nya.
5.    Simpulan dan Saran
a.    Simpulan
Butir-butir simpulan penting dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1).  Frekuensi kemunculan TTD dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni (1) perintah (commands), meliputi  tipe TTD memerintah, mengharuskan, memperingatkan, menegur, melarang, menyuruh, dan mendesak; (2) permintaan (requests), meliputi tipe TTD memohon, meminta, mengharap, mengajak, menghimbau, dan mendorong; (3) saran (suggestions), meliputi tipe TTD menasihati, menganjurkan, menyarankan, mempersilakan, dan menawarkan. Pengelompokan ini mendasarkan pada pertimbangan: (1) derajat kadar persamaan atau hampir sama maksud tuturannya, (2) derajat ada-tidaknya pilihan bagi mitra tutur (murid) untuk bertindak atau melakukan sesuatu berdasarkan keinginan penutur (guru), dan (3) derajat kelangsungan atau ketidaklangsungan maksud tuturannya.
2). Perbedaan umum TTD guru laki-laki dan perempuan maka tampak bahwa guru perempuan dalam pemakaian kategori perintah lebih rendah dibandingkan dengan pemakaian pada guru laki-laki. Pemakaian TTD guru perempuan pada kategori permintaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki-laki. Sementara itu, pemakaian TTD guru perempuan pada kategori saran lebih tinggi dari guru laki-laki.
3).  Perbedaan realisasi fungsi TTD dalam kaitannya dengan prinsip kesantunan yang menggunakan teori kesantunan Brown dan Levinson terangkum dalam lima strategi tampaknya juga memiliki kecenderungan perbedaan antara guru laki-laki dan perempuan. Dari kelima strategi kesantunan yang paling tinggi dimanfaatkan oleh guru laki-laki dan perempuan adalah strategi bold on record dan positives politeness. Sementara itu, untuk pemakaian negative politeness guru perempuan lebih banyak menggunakannya dibanding dengan guru laki-laki.
b. Saran
Beberapa saran kebijakan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1).   Kementerian Pendidikan Nasional
Guru cenderung menggunakan tuturan yang langsung, literal, memenuhi prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Dengan demikian, perlu ada pengembangan konsep dan panduan teknis tentang kompetensi komunikasi guru dalam pembelajaran di kelas. Di samping itu perlu pengembangan model-model pembelajaran sekolah ramah sosial, khususnya dalam praktik pendidikan karakter bangsa melalui pembiasaan di sekolah melalui usaha guru dalam membangun keakraban atau persahabatan dengan siswa.
2).   Perguruan Tinggi Penyelenggara Tenaga pendidik (LPTK dan FKIP)
Penanda konteks situasi yang terdapat pada situasi KBM di kelas didominasi oleh TTD dalam bentuk tuturan informal, singkat, tidak lengkap, campur kode, dan pelesapan adalah dimaksudkan untuk membangun keakraban dengan siswa. Oleh karena itu, perlu sebuah panduan atau bahan ajar bagi mahasiswa calon guru di  FKIP atau  LPTK, khususnya pada mata kuliah Micro Teaching dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)


6.      Daftar Pustaka Acuan

Austin, J. L. (1962). How To Do Things With Words. Oxford: Oxford University Press.

Amy B.M.Tsui, (1995). Introducing Classroom Interaction. Serries Editors: Ronald Carter and David Nunan.  Pinguin English.

Alan, Keith. (1986). Linguistik Meaning. London: Routledge and Kegan Paul.

Brown, Penelope and Stephen C.Levinson, (1987). ‘Universals in language usage: Politeness phenomena’, dalam Esther N. Goody (ed) Questions and Politeness. Cambridge: Cambridge University Press.

Edi Subroto, D. (2007). Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Sala: LPP dan UNS Press.

Grice, H.P. (1981). Presupposition and Conversational Implicature. New York: Academica Press.

Jumanto, (2011). Pragmatik: Dunia Linguistik Tak Selebar Daun Kelor. Semarang: WorldPro Publishing.

Kreidler, (1998). Introducing English Semantics. New York: Routledge.

Leech, Geoffrey N, (1993). Prinsip-prinsip Pragmatik (edisi terjemahan). Jakarta: UI Press.

Searle.J.R. (1969). Speech Act: An Essay in the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Sudaryanto, (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sutopo H.B., (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.


                                                       BIODATA  PENULIS
NAMA                                      :  MULYANI, S.Pd.M.Hum.
(lengkap dengan Gelar*)
JENIS KELAMIN                            : LAKI-LAKI
ALAMAT RUMAH                           : RT 1 RW 3 GUPOLO BABADAN PONOROGO
                                                   JAWA TIMUR
NO. TLP RUMAH/ HP                    : 0352 463077   /   08123421822
e-mail                                                 :   yani71_lingua@yahoo.co.id

JUDUL MAKALAH                       :  MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU  DI KELAS: STUDI EKSPLORATIF  KEBIJAKAN SEKOLAH RAMAH SOSIAL DI RSBI KABUPATEN PONOROGO
INSTANSI                                         :   SMA MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO
JABATAN                                         :   KEPALA SEKOLAH
ALAMAT INSTANSI                       : JL. BATORO KATONG NO. 6B PONOROGO
NO. TLP/ FAX                                  : 0352481521
ALAMAT PERSURATAN       : JL. BATORO KATONG NO. 6B PONOROGO JAWA TIMUR
                                                                                    


No comments:

Post a Comment