Oleh: Dr. Wiwik Wijayanti, M.Pd
Universitas Negeri
Yogyakarta
ABSTRAK
SD-SMP Satu Atap merupakan salah satu
kebijakan pendidikan untuk mensukseskan wajib belajar 9 tahun di daerah terisolir, terpencil
dan terpencar. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan
proses perencanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap; (2)
mendeskripsikan proses sosialisasi kebijakan SD-SMP Satu Atap; (3) mendeskripsikan proses implementasi kebijakan
SD-SMP Satu
Atap; dan (4)
mendeskripsikan peran stakeholders dalam implementasi kebijakan SD-SMP Satu
Atap. Pendekatan penelitian ini menggunakan kualitatif multisitus. Sumber data meliputi: Kepala
SD-SMP Satu Atap, guru, siswa, masyarakat, Kepala UPT dan Kasi Dikdas. Temuan
penelitian yang dilakukan pada tiga SD-SMP Satu Atap menunjukkan bahwa (1)
perencanaan pendirian SD-SMP Satu Atap sesuai dengan persyaratan terisolir,
terpencil dan terpencar; berdasarkan kebutuhan masyarakat (social demand
approach); dalam perencanaan melibatkan berbagai pihak; (2) sosialisasi
dilakukan oleh Kepala SD-SMP Satu Atap kepada tokoh masyarakat untuk
disampaikan kepada warga masyarakat; kesadaran masyarakat dalam pendidikan
semakin meningkat; (3) pihak SD, SMP dan desa bekerjasama dan saling mendukung
dalam implementasi kebijakan SD-SMP Satu Atap; penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap
dapat menyerap tenaga kerja; (4) Peran stakeholders dalam pendidikan
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan kewenangan dan kemampuan
masing-masing.Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa dalam
implementasi kebijakan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiobudaya,
sosio ekonomi, sosiopolitik, psikologi, dan manajemen pendidikan.
Kata
kunci: wajib belajar, SD-SMP Satu Atap,
implementasi kebijakan.
PENDAHULUAN
Pendidikan pada
hakikatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya (UUSPN, 2006: 2). Esensi
pendidikan adalah mewujudkan proses pembelajaran yang dapat memfasilitasi
peserta didik agar mereka memiliki peluang untuk mengembangkan potensi, baik
potensi ketuhanan, kepribadian, kesehatan, kecerdasan, maupun keterampilannya.
Tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik sehingga menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
kepribadian yang luhur, wawasan yang luas, sehat jasmani dan rohani, dan
terampil sebagaimana dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan peserta didik melainkan juga
masyarakat, bangsa dan negara.
Menyoroti
masalah yang menyertai wajib belajar, Fadjar (http://sinar harapan. co.id/berita/0202/04/nas06.html)
mengatakan yang menjadi persoalan mendesak untuk ditangani yaitu kurangnya daya
tampung SLTP, tingginya angka putus sekolah, rendahnya mutu pendidikan dasar,
rendahnya partisipasi kelompok masyarakat tertentu dan kurangnya koordinasi di
tingkat daerah. Pada daerah terpencil, terpencar dan
terisolir umumnya SMP belum didirikan atau SMP yang sudah ada berada di luar
jangkauan lulusan SD setempat. Dikarenakan jumlah lulusan SD di daerah tersebut
pada umumnya relatif sedikit, maka pembangunan Unit Sekolah Baru SMP dipandang
tidak efisien. Di lain pihak daerah tersebut merupakan daerah-daerah dimana APK
SMP masih rendah dan merupakan lokasi tempat anak-anak yang belum memperoleh
layanan pendidikan SMP atau yang sederajat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan pada
daerah dengan ciri seperti tersebut di atas adalah dengan mendekatkan SMP ke
lokasi konsentrasi anak-anak yang belum mendapatkan layanan pendidikan SMP tersebut
dengan mengembangkan Pendidikan Dasar Terpadu di SD yang sudah ada atau bisa
disebut sebagai SD-SMP Satu Atap. Pengembangan Pendidikan Dasar Terpadu ini
menyatukan lokasi SMP dan lokasi SD dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya dan
sarana prasarana yang ada pada SD yang telah ada tersebut.
Kebijakan SD-SMP satu atap merupakan
kebijakan pendidikan baru yang dilaksanakan dalam rangka mempercepat program
wajib belajar sembilan tahun. Tetapi karena ada hambatan dalam penuntasan
program wajib belajar sembilan tahun, dalam hal ini karena adanya keterbatasan
sumberdaya manusia (guru pamong, tutor dan kesadaran siswa), sarana prasarana,
dana, dan kondisi geografis. Khusus di daerah yang terpencar, terpencil dan
terisolasi, banyak lulusan Sekolah Dasar yang tidak melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan, jarak ke
SMP jauh dan tidak ada alat transportasi umum. Dengan adanya SD-SMP Satu Atap
ini diharapkan anak-anak lebih termotivasi untuk melanjutkan studi, tidak
menambah beban keuangan keluarga dan dapat mensukseskan program wajib belajar
sembilan tahun dan yang paling penting adalah bermanfaat bagi kehidupannya.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka fokus utama dalam
penelitian ini adalah implementasi kebijakan SD-SMP satu atap, kemudian dipecah
menjadi 4 sub fokus yaitu: 1) Proses perencanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap
yang meliputi: a) kegiatannya apa saja, b) pihak yang terlibat dalam
perencanaan, dan c) bagaimana proses perencanaannya; 2) Proses sosialisasi
kebijakan SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a) proses sosialisasi, b) siapa pihak
yang mensosialisasikan, dan c) sasaran sosialisasi siapa saja, hasilnya
bagaimana; 3) Proses pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a)
bentuk kebersamaan antara SD dan SMP, b) bentuk kebersamaan antara SD-SMP Satu Atap dan
pemerintah desa, dan c) ketersediaan guru dan siswa; dan 4) Peran
Stakeholders dalam implementasi kebijakan SD-SMP Satu Atap
Sesuai dengan fokus penelitian
di atas, maka ini penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan : 1) Proses perencanaan
kebijakan SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a) kegiatannya apa saja, b) pihak
yang terlibat dalam perencanaan, dan c) bagaimana proses perencanaannya; 2)
Proses sosialisasi kebijakan SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a) bagaimana
proses sosialisasi, b) siapa pihak yang mensosialisasikan, dan c) sasaran
sosialisasi siapa saja, hasilnya bagaimana; 3) Proses pelaksanaan
kebijakan SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a) bagaimana bentuk kebersamaan
antara SD dan SMP, b) bagaimana bentuk kebersamaan antara SD-SMP Satu Atap dan
pemerintah desa, dan c) bagaimana ketersediaan sumber daya manusia (tenaga
pengajar dan siswa).; 4) Peran stakeholders dalam implementasi kebijakan
SD-SMP Satu Atap yang meliputi: a) orangtua siswa, b) masyarakat sekitar SSA, c)
komite sekolah, d) siswa, e) guru, f) kepala sekolah, g) Kepala Seksi Pendidikan
Dasar Kabupaten, dan h) Kepala UPT Kecamatan.
Kegunaan dari
penelitian ini adalah untuk: 1) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pendidikan; 2) perbaikan infrastruktur dan komponen sistem pendidikan untuk
peningkatan kualitas pendidikan; 3) meningkatkan profesionalitas semua pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraaan SD-SMP Satu Atap; dan 4) meningkatkan
peran stakeholders dalam pendidikan.
KAJIAN PUSTAKA
1. Kebijakan
Secara lebih sederhana
First (1992:14) merumuskan “ policy can
be simply defined as a vision of where we want to go and guidlines for getting
there”. Artinya bahwa kebijakan adalah suatu visi kemana kita ingin pergi
dan sebagai pedoman untuk mencapainya. Sedangkan menurut Robbin dan Coulter
(1999:59) kebijakan memberi garis-garis pedoman untuk menyalurkan pemikiran
seorang manajer ke arah tertentu. Singkatnya,
kebijakan adalah suatu pedoman yang menetapkan parameter-parameter untuk
membuat keputusan. Menurut Hough (1984: 13) dinyatakan sebagai berikut.
Policy is implicit or
explicit specification of courses of purposive action being followed or be
followed in dealing with a recognized problem or matter of concern, and
directed toward the accomplishment of some intended or desired set of goals.
Policy also can be thought of as a position or stance developed in response to
a problem or issue of conflict and directed towards a particular objective.
Kebijakan adalah sebab-sebab baik
eksplisit maupun implisit dari tujuan kegiatan yang sedang diikuti dalam rangka
mengatasi masalah dan diarahkan untuk penyelesaian dalam pencapaian tujuan.
Kebijakan juga dapat dianggap sebagai posisi atau sikap dalam keputusan yang
dikembangkan dalam menjawab sebuah masalah atau konflik isu dan diarahkan ke
tujuan yang khusus.
A
policy is sometimes the outcome of a political compromise among policy makers,
none of whom had in mind quite the problem to which the argued policy is the
solution... and sometimes policy are not decided upon, but nevertheles ‘happen’
(Lindblom, dalam
Fowler, 2004:8). Kebijakan kadang
merupakan kompromi politik antar pembuat kebijakan, mereka juga tidak bisa mengatakan bahwa
kebijakan adalah sebuah solusi. Kebijakan kadang tidak nyata tetapi terjadi.
Kutipan di atas menjabarkan bahwa hakekat kebijakan adalah
serangkaian keputusan yang merupakan alternatif untuk mencari solusi dalam
memecahkan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian
kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan
yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat
2. Perencanaan
Kebijakan Pendidikan
Menurut Terry (2008) perencanaan adalah menentukan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa
yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut. Hal senada
dikemukakan oleh Bafadal (2006) bahwa perencanaan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan semua aktivitas yang akan dilakukan pada masa yang akan
datang dalam rangka mencapai tujuan. Keberhasilan perencanaan sangat menunjang
keberhasilan manajemen secara keseluruhan.
Produk kebijakan mempunyai kekuatan
hukum dan mengikat bagi para pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan yang
terkena kebijakan. Kebijakan adalah keputusan atau program untuk mencapai
tujuan. Program atau keputusan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut
tentu harus dibuat melalui suatu proses perencanaan,tidak mungkin keputusan
atau program dalam bidang apapun ada dengan sendirinya. Berdasarkan paparan beberapa
definisi perencanaan dan definisi kebijakan, maka dapat dikatakan bahwa
perencanaan kebijakan pendidikan adalah suatu kegiatan pemilihan dan penentuan
program pendidikan untuk mencapai tujuan.
3. Sosialisasi Kebijakan Pendidikan
Sosialisasi kebijakan pendidikan yang dimaksudkan di dalam penelitian ini
adalah mengkomunikasikan kebijakan pendidikan yang sudah disahkan kepada warga
masyarakat dengan maksud untuk mendapat dukungan. Mengapa perlu
dikomunikasikan, Ali Imron (2008:57) menyatakan bahwa kebijakan pendidikan
perlu dikomunikasikan agar kebijaksanaan pendidikan tersebut dikenal, dan
bahkan dianggap sebagai bagian dari kehidupan rakyat. Dalam istilah lain,
sosialisasi kebijakan pendidikan bermaksud memasyarakatkan rumusan kebijakan
yang sudah sah (legitimed) kepada masyarakat luas. Komunikator dalam
sosialisasi kebijakan pendidikan ini adalah para aktor perumusan kebijakan
pendidikan, sedangkan komunikannya adalah para pelaksana kebijakan pendidikan
dan masyarakat pada umumnya. Bahan yang dikomunikasikan adalah rumusan
kebijakan pendidikan. Para pelaksana kebijakan pendidikan, selanjutnya mengkomu
nikasikan lagi rumusan kebijakan pendidikan tersebut kepada masyarakat.
Masyarakat kemudian juga mengkomunikasikan rumusan kebijakan tersebut kepada
sesamanya. Dan akhirnya rumusan kebijakan tersebut menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat, dan mereka mengambil bagian di dalam pelaksanaannya.
4. Implementasi
Kebijakan Pendidikan
Implementasi merupakan
tindakan membawa isi kebijakan ke dalam praktek. Implementasi dapat juga
dimaknai sebagai proses menuangkan atau melaksanakan arahan-arahan kebijakan
yang dibuat oleh badan-badan berwenang. Mater dan Horn (1975) membatasi
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan menjadi
tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang
diterapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Perlu ditekankan adalah bahwa
tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran
ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan
demikian tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan
dana disediakan untuk membiayai kebijakan tersebut.
Ketika usulan kebijakan
pendidikan itu telah diterima dan disyahkan oleh pihak yang berwenang, maka
keputusan kebijakan pendidikan itu telah siap untuk diimplementasikan. Dalam
hubungan dengan hal tersebut, menurut Siagian (1985) bahwa baik tidaknya dan
tepat tidaknya suatu kebijakan hanya akan terbukti dari hasil-hasil yang
diperoleh dalam pelaksanaannya. Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan adalah suatu proses
menjalankan, menyelenggarakan atau mengupayakan alternatif kebijakan pendidikan
yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
5. Peran
Stakeholders dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara
pemerintah, orangtua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal. Tilaar (2002:112) mengatakan “ kebijakan pendidikan
yang dibuat dan dilaksanakan adalah dalam rangka memberikan pelayanan kepada stakeholders.
Selanjutnya yang dinamakan stakeholders yakni: 1) peserta didik, 2)
orang tua, 3) Guru, 4) pengelola pendidikan, dan 5) pemerintah Pusat maupun
pemerintah Daerah, merupakan stakeholders dari pendidikan.
Memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar ini semakin dirasakan
pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan memahami pentingnya
pendidikan. Namun tidak berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari
pentingnya pendidikan, hubungan kerja sama ini tidak perlu dibina dan
dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang menyadari pentingnya pendidikan,
sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk mengembangkan hubungan kerja
sama yang lebih harmonis. Sehingga dapat meningkatkan kinerja sekolah dan
terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif dan
efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkualitas.
6. Wajib Belajar
Compulsory education at the primary level was affirmed as a human right in the 1948 Universal Declaration of Human Rights. Compulsory education is education
which children are required by law to receive and governments to provide (http://www.pdcr .or .id/index.php?
option=com-content&task = view). Pernyataan
tersebut menegaskan bahwa anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan
kewajiban pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan. Lebih lanjut
dalam pasal I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008
disebutkan wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti
oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah.
Pada pasal 2 ayat 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 dinyatakan wajib
belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Selanjutnya, ayat 2 menyebutkan wajib belajar bertujuan
memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari
kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all). Program wajib
belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar
seluas-luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang
agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap warga negara Indonesia usia
wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu dan orang
tua/walinya berkewajiban memberi kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan
pendidikan dasar. Pada tahun 2005 muncul pola baru, yaitu SD-SMP Satu Atap dan MI-MTs Satu
Atap yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi calon siswa
yang berdomisili di daerah terpencil, terpencar dan terisolir.
7. SD-SMP
Satu Atap
SD-SMP Satu Atap atau
lebih dikenal dengan SD-SMP Satu Atap (SSA atau SATAP) pada dasarnya adalah
penyelenggaraan pendidikan yang mencakup SD dan SMP dengan sistem pengelolaan
yang terpadu. Keterpaduan yang dimaksud dapat secara fisik dan atau secara
pengelolaan. Keterpaduan secara fisik berarti bahwa lokasi SMP menyatu
atau didekatkan dengan SD. Keterpaduan secara pengelolaan berarti dalam
penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap terpenuhi keterpaduan dalam: (a) pengembangan
visi dan misi pendidikan dasar di lingkungannya, (b) penyusunan program kerja
tahunan sekolah, (c) pengelolaan
penerimaan siswa baru di lingkungannya, (d) usaha mengatasi angka putus
sekolah, angka mengulang, dan angka transisi, dengan pengembangan analisis
kohort, (e) usaha mengatasi kebutuhan tenaga kependidikan, (f) mengatasi
kebutuhan sarana penunjang proses belajar mengajar, dan (g) pengembangan usaha
peningkatan mutu pendidikan dasar (Depdiknas, 2007:9). Salah satu tujuan diselenggarakannya SD-SMP
Satu Atap adalah terserapnya anak-anak usia 13-15 tahun tamatan SD/MI dan yang
setara yang utamanya karena kendala geografis (terisolasi, terpencil dan
terpencar) di sekolah SD-SMP Satu Atap.
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berupaya
menelaah dan mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan implementasi SD-SMP Satu
Atap (Sekolah Satu Atap/SSA). Secara rinci adalah untuk mengungkap proses
perencanaan pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap, proses sosialisasi
pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap, proses pelaksanaan kebijakan SD-SMP
Satu Atap, dan peran stakeholders dalam pelaksanaan kebijakan SD-SMP
Satu Atap diperlukan pengamatan yang mendalam dalam situasi yang wajar (natural
setting) yang dikenal dengan pendekatan kualitatif (Bogdan & Biklen,
1982:3).
Pendekatan kualitatif
dipandang paling sesuai dengan tujuan penelitian ini karena dapat menggali data
secara mendalam. Penggalian data dari wawancara yang mendalam dan dari beberapa
sumber data baik melalui pengamatan, dokumen maupun informan sehingga mendeskripsikan
proses perencanaan pelaksanaan kebijakan
SD-SMP Satu Atap, mendeskripsikan proses sosialisasi pelaksanaan kebijakan
SD-SMP Satu Atap, mendeskripsikan proses pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu
Atap, dan mendeskripsikan peran stakeholder dalam pelaksanaan kebijakan
SD-SMP Satu Atap. Objek penelitian ini adalah proses implementasi kebijakan
SD-SMP Satu Atap.
Penelitian ini menggunakan
rancangan “multisitus”. Seperti dipertegas oleh Bogdan dan Biklen (1982:63)
bahwa:
There
are research designs used in qualitative research that call for multiple site
and subject studies that are considerably different than the ones we have
discussed so far. They employ a different logic than multi-case-study approach
because they are oriented more toward developing theory, and they usually
require many sites or objects rather than two or three. Those who do them must
have both experience in thinking theoritically as well as some skill in data
collection prior to embarking on the studies. This type of research project is
difficult to accomplish for a first undertaking. We provide a brief description
of two of these approaches, however, not only to give you some idea if you do
want to attemp them, but also to make you familiar with the range of designs
that comprise qualitative research.
Dari kutipan tersebut dapat
dipahami bahwa karakteristik utama studi multisitus adalah apabila peneliti
meneliti dua atau tiga bahkan lebih subyek yang memiliki latar (setting)/tempat
yang sama. Dipilihnya studi multisitus karena sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu untuk memperoleh gambaran tentang implementasi SD-SMP Satu Atap secara
rinci dan menyeluruh dari tiga subyek penelitian ini memiliki karakteristik
yang sama pada banyak hal, seperti kondisi geografis, mata pencaharian, sosial
dan budaya. Yang ditonjolkan dalam penelitian ini adalah persamaan dari ketiga
situs dengan harapan dapat menemukan teori baru pada implementasi kebijakan.
Penekanan pada persamaan dari latar situs merupakan karakteristik multisitus.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada tahun 2009, di 3 (tiga) SD-SMP Satu Atap, yaitu di Kecamatan
Ngablak, Pakis, dan Sawangan Kabupaten
Magelang. Ketiga sekolah ini mempunyai persamaan
yaitu berada di lereng gunung Merbabu, mata pencaharian masyarakat sekitar
adalah petani dan buruh tani, siswa berasal dari keluarga kurang mampu, input
siswa berasal dari SD sekitarnya, tidak ada seleksi siswa dalam penerimaan
siswa baru, kepala sekolah berasal dari kepala SD, kurikulum pembelajaran
menggunakan kurikulum SMP reguler dan tenaga pendidik dan kependidikan berasal
dari putra daerah. Yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah proses
perencanaan, proses sosialisasi, proses pelaksanaan dan peran stakeholders.
Sesuai dengan pemahaman fokus di atas, selanjutnya dilakukan analisis lintas
situs untuk memahami persamaan dari ketiga situs, sekalipun dimungkinkan
terjadinya perbedaan.
Seperti ditegaskan oleh Bogdan dan
Biklen (1982:64) bahwa, rancangan studi multisitus merupakan suatu bentuk
rancangan penelitian kualitatif yang memang dapat digunakan terutama untuk
pengembangan pemikiran yang diangkat dari beberapa situs penelitian, sehingga
dapat menghasilkan teori. Analisis data penelitian ini dengan metode
komparatif konstan (the constant comparative method).
Pengungkapan
implementasi SD-SMP Satu Atap berdasarkan pendekatan dan rancangan yang telah
ditentukan, maka peran peneliti sangat penting. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai instrumen kunci (key
instrument) yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan dari hasil temuan di
lapangan ( Moleong, 2000; Sugiyono, 2006).
Peneliti wajib hadir di
lapangan, karena peneliti merupakan instrumen penelitian utama yang memang
harus selalu hadir sendiri secara langsung di lapangan untuk mengumpulkan data.
Dalam memasuki lapangan peneliti harus bersikap hati-hati, terutama dengan
informan kunci agar tercipta suasana yang mendukung keberhasilan dalam
pengumpulan data. (Miles & Huberman, 1984:79; Bogdan & Biklen, 1982: 66).
Peneliti sebagai human
instrument, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian mengenai
implementasi kebijakan SD-SMP Satu Atap dimungkinkan ada perubahan. Dalam arti
masih dimungkinkan terjadi pergeseran permasalahan, fokus penelitian, prosedur
penelitian, maupun hasil yang diharapkan sehingga tidak dapat ditentukan secara
pasti sebelumnya. Segala sesuatu masih dapat berkembang selama penelitian
berlangsung, dan kondisi demikian hanya peneliti sendiri yang dapat mencapainya.
Disamping itu untuk mengungkap permasalahan dimaksud kemungkinan akan
dikembangkan instrumen lain yang diharapkan dapat melengkapi data, dan
membandingkannya dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan
wawancara. Misalnya ketika mengungkap kualitas guru ditinjau dari latar
belakang pendidikan, selain informasi dari Kepala Sekolah, peneliti bisa
melakukan ricek pada dokumen data guru dan data ijasah guru.
3. Sumber Data
Data
penelitian ini bersumber dari informan, peristiwa yang dapat diamati dan
dokumen. Sumber data kualitatif menurut
Suharsimi Arikunto (1998:29) dapat berupa orang (person), tempat (place)
dan simbol (paper). Sedangkan menurut
Spradley (1980:23; Sugiyono, 2006:34) menunjuk pada tiga elemen, yakni pelaku (actor), aktivitas (activity), dan tempat (place).
Fenomena yang alami tersebut dapat dimengerti maknanya secara baik apabila
digunakan multi instrument (Mantja, 1997:27). Untuk mendukung hal itu,
digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yakni (1) teknik observasi partisipan (participant observation), (2)
teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan (3) studi dokumentasi
(study of documents). Hampir semua penulis penelitian kualitatif sepakat
bahwa ketiga teknik ini merupakan teknik-teknik dasar yang digunakan dalam penelitian
kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982:70; Nasution, 1998:35; Marshall &
Rossman, 1989:21; Sonhadji, 1996:9).
4. Analisis Data
Analisis data dalam
situs yang dimaksud dalam penelitian ini adalah analisis data pada
masing-masing situs, proses analisisnya dilakukan melalui tiga alur kegiatan
sebagaimana yang disarankan oleh Miles dan Huberman (1992:73) dan Mantja (1997:65)
yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3) kesimpulan (kesimpulan
sementara, verifikasi, dan kesimpulan akhir). Ketiga alur analisis data tersebut merupakan suatu
kesatuan, prosesnya saling berkaitan dan berulang-ulang selama dan sesudah
pengumpulan data.
Langkah-langkah yang
dilakukan dalam analisis lintas situs ini meliputi: (1) menggunakan pendekatan
induktif-konseptualistik yang dilakukan dengan membandingkan dan memadukan
temuan konseptual dari masing-masing situs dijadikan dasar untuk menyusun
pernyataan konseptual atau proposisi lintas situs, (2) mengevaluasi kesesuaian
proposisi dengan fakta yang diacu, (3) merekonstruksi ulang proposisi sesuai
dengan fakta dari masing-masing situs, dan (4) mengulangi proses ini
sebagaimana diperlukan sampai batas kejenuhan.
Penganalisisan data
lintas situs dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar
3.2 Langkah-Langkah Analisis Data
Penelitian Lintas Situs (Modifikasi
dari Yin)
5. Pengecekan Keabsahan data
Keabsahan data
merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Informasi yang
telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan data dalam penelitian
ini perlu diperiksa kredibilitasnya, sehingga data penelitian tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik
simpulan. Menurut Bogdan dan Biklen (1982) bahwa di dalam penelitian dengan
pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen utamanya maka uji validitas
dan reliabilitas instrumen ini bukan dengan cara mengujicobakan instrumen,
melainkan melalui pemeriksaan kredibilitas dan pengauditan datanya.
Pelaksanaan
pemeriksaan keabsahan data menurut Moleong (2000:324)
mempunyai 4 (empat) teknik, meliputi: derajad kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan
kepastian (confirmability). Credibility
dilakukan dengan triangulasi metode dan sumber data, sebagai contoh ketika
kepala sekolah menyatakan siswa tidak dipungut biaya sekolah, maka peneliti
menanyakan hal tersebut kepada orang tua siswa dan siswa ternyata tidak ada
biaya sekolah. Transferability adalah
penggambaran konteks penelitian, sehingga mudah dipahami orang lain.
Keteralihan hanya mungkin jika benar-benar mempunyai kesamaan konteks, bukan
untuk generalisasi karena kondisi masing-masing daerah berbeda. Dependability dilakukan untuk memperoleh
keakuratan data melalui pertimbangan-pertimbangan dari dependent auditor dalam
hal ini promotor dan informan yang banyak berkecimpung dalam SSA. Confirmability adalah adanya keterkaitan data dan informasi, sebagai contoh dikatakan bidang
ajar guru sesuai dengan ijasah. Untuk cek kebenaran peneliti konfirmasi dengan
data guru, ternyata ada yang tidak sesuai.
HASIL
PENELITIAN
Formulasi temuan
penelitian pada fokus perencanaan adalah; Pertama, kegiatan dalam perencanaan SD-SMP Satu Atap berawal adanya
informasi dari Dinas Pendidikan yang disampaikan kepada para kepala UPT bahwa
daerah untuk pengembangan SD-SMP Satu Atap harus memenuhi kriteria terpencil,
terisolir dan terpencar dan siswa yang melanjutkan ke SMP hanya 30%; Kepala SD
mengumpulkan data pendukung seperti data siswa SD yang akan lulus, sarana
prasarana yang dimiliki, dan calon tenaga pendidik kemudian disusunlah
proposal; Kedua, perencanaan dan pembuatan proposal SD-SMP Satu Atap
dilakukan oleh Kepala SD sebagai pihak yang banyak mengetahui kondisi siswa,
sekolah dan masyarakat sekitar; Ketiga, proses perencanaan dimulai
dengan mengumpulkan data dan menyusun proposal kepala SD dibantu oleh para guru
SD Bandungrejo; Kepala SD bekerja sama dengan Kepala Desa Bandungrejo untuk
mendapat dukungan doa restu dan hibah tanah;
setelah proposal disusun disahkan oleh kepala UPT dan Camat, dikirim ke
Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang dan ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Tengah; ada verifikasi dari provinsi bersama kabupaten, mengenai kelayakan
untuk penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap; setelah dinyatakan diterima,
diselenggarakan workshop mengenai teknis pelaksanaan dan penggunaan
dana.
Temuan penelitian pada
fokus sosialisasi dapat disusun sebagai berikut. Pertama, sosialisasi
penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap dilakukan ketika sudah ada kepastian proposal
disetujui; sosialisasi dilakukan dengan cara mengundang rapat para tokoh
masyarakat (perangkat desa, guru, kepala sekolah dan tokoh masyarakat lain);
sosialisasi dilakukan secara berjenjang, dari para tokoh masyarakat ini
disampaikan dengan ‘gethok tular’ kepada warga masyarakat sekitar;
sosialisasi dilakukan dengan cara lisan dan tertulis; Kedua, pihak yang
melaksanakan sosialisasi adalah kepala sekolah dan guru, tokoh masyarakat dan
anggota warga masyarakat; Ketiga, sasaran sosialisasi adalah semua warga
masyarakat, khususnya orang tua siswa dan siswa; hasil dari kegiatan
sosialisasi adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam pendidikan dan adanya SD-SMP
Satu Atap mengurangi pengangguran.
Temuan penelitian pada
fokus pelaksanaan dapat diformulasikan sebagai berikut. Pertama, bentuk
kebersamaan SD dan SMP bahwa SD-SMP Satu Atap dikepalai oleh seorang kepala
sekolah yang berasal dari SD; pelaksanaan tugas kepala sekolah dibantu oleh dua
orang wakil kepala sekolah, satu Wakil Kepala SD dan satu Wakil Kepala SMP;
penggunaan bersama ruang kelas SD; guru sebagai motivator dalam pendidikan;
pelibatan guru dan karyawan untuk meningkatkan pemahaman terhadap tugas dan
penghargaan diri; Kedua, bentuk kebersamaan SMP dengan pemerintah desa
pelaksanaan pembangunan gedung sekolah melibatkan komite sekolah; peran serta
masyarakat berwujud bantuan tenaga; penyerahan surat hibah tanah sebagai
prasyarat dalam penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap. Ketiga, ketersediaan
siswa dan guru telah memenuhi syarat penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap.
Temuan penelitian pada
fokus peran stakeholders dalam pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap
adalah sebagai berikut. Pertama, para stakeholders berperan sesuai dengan porsinya; Kedua,
orangtua mempunyai kesadaran menyekolahkan dan mendorong anaknya agar mau
melanjutkan sekolah; Ketiga, masyarakat sekitar berperanserta dalam
pembangunan gedung, dengan bergotongroyong menyumbangkan tenaga; kesepakatan upah di bawah standar, sebagai wujud
kepedulian dan sumbangan masyarakat untuk SD-SMP Satu Atap; Keempat, partisipasi
siswa diperlukan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran dan rencana
pengembangan sekolah; Kelima,
guru bekerja sama dan melaksanakan tugas sesuai kewenangannya; Keenam,
Kepala sekolah pengkoordinir kegiatan-kegiatan di SD dan SMP; Ketujuh,
Kepala UPT memfasilitasi dalam proses pengusulan pendirian SMP; Kedelapan, Kepala Seksi Pendidikan
Dasar dan Menengah Pertama sebagai konsultan dalam penyelenggaraan SD-SMP Satu
Atap.
Berdasarkan temuan
penelitian dapat diformulasikan dalam proposisi-proposisi mayor berikut ini;
(1) Keterlibatan berbagai pihak dan ketersediaan data pendukung, diperlukan
dalam proses perencanaan SD-SMP Satu Atap pada daerah dengan kriteria terisolir,
terpencil dan terpencar, bahwa
penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap dilakukan karena melihat kebutuhan masyarakat,
ditindaklanjuti dengan perencanaan, diawali dengan pembuatan proposal dengan
melibatkan dan dukungan berbagai pihak
(pemerintah desa, UPT, dan Dinas Pendidikan). Suatu perencanaan tidak akan
sia-sia jika sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana banyak anak-anak lulusan
SD tidak melanjutkan ke SMP; (2) Proses sosialisasi
yang tepat sasaran mempermudah perolehan dukungan dan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat, bahwa
sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara dan oleh pihak-pihak yang berwenang agar
masyarakat memahami dan berperanserta.
Realisasi dari kegiatan sosialisasi tersebut masyarakat membantu pembangunan
sekolah, warga masyarakat sadar pentingnya pendidikan dan siswa mempunyai
semangat belajar; (3) Proses
implementasi, sebaik apapun kebijakan yang
direncanakan, kalau tidak diimplementasikan tidak ada gunanya. Sebaliknya
sesederhana apapun kebijakan itu, jika sudah diimplementasikan menjadi berguna Ketersediaan
berbagai komponen sistem pendidikan dan keharmonisan hubungan kerja mempercepat
dan meningkatkan pencapaian kualitas pendidikan.
Empat karakteristik lokal yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
kondisi daerah, masyarakat, kepala sekolah dan guru (4) Peran stakeholders
sesuai kewenangan dan kemampuan masing-masing sangat bermakna untuk peningkatan
kinerja sekolah. Tanpa
keterlibatan mereka, program SD-SMP Satu Atap ini tidak dapat terlaksana
sebagaimana mestinya, baik dalam proses pembangunan maupun dalam proses
pembelajaran. Setiap unsur stakeholders (orang tua siswa, masyarakat,
komite, Kepala Sekolah, Kepala UPT dan Kepala Dinas Kabupaten) mempunyai peran
sesuai dengan keberadaannya. Semua saling mendukung demi terlaksananya program
SD-SMP Satu Atap.
Secara
singkat uraian proposisi di atas dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah
ini.
Gambar 4.1. Formulasi temuan
penelitian SD-SMP Satu Atap (Peneliti)
PEMBAHASAN
Perencanan pendirian
SD-SMP Satu Atap berdasarkan kebijakan pendidikan baru dalam rangka penuntasan
wajib belajar 9 tahun yang diperuntuk kan bagi tamatan SD/MI yang tidak/belum
tertampung karena berada di daerah-daerah terisolir, terpencil dan terpencar.
Perencanaan pendirian SD-SMP Satu Atap ini berdasarkan kondisi kenyataan dalam
masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu, sementara mereka sangat
membutuhkan pendidikan bagi anak-anaknya. Perencanaan yang dilakukan
berdasarkan kebutuhan masyarakat (social demand approach), sehingga
program yang dijalankan mendapat dukungan dari masyarakat karena bermanfaat.
Kegiatan perencanaan pendirian SD-SMP Satu Atap diawali dengan membuat proposal
yang dilengkapi dengan data-data pendukung. Perencanaan dan pembuatan proposal SD-SMP
Satu Atap dilakukan oleh Kepala SD sebagai pihak yang banyak mengetahui kondisi
siswa, sekolah dan masyarakat sekitar dibantu para guru SD. Adapun proses
perencanaannya dengan mengajukan proposal, kemudian ada verifikasi kelayakan
dan pengumuman
Untuk mendapatkan
dukungan positif dari warga masyarakat sekitar, maka kepala sekolah melaksanakan sosialisasi.
Sosialisasi dilakukan kepala sekolah agar masyarakat memahami dan
berperanserta. Adapun pihak yang berwenang mensosialisasikan kebijakan SD-SMP
Satu Atap terutama adalah Kepala Sekolah dengan cara mengundang rapat para
tokoh masyarakat (perangkat desa, guru, kepala sekolah dan tokoh masyarakat
lain); sosialisasi dilakukan secara berjenjang, dari para tokoh masyarakat ini
disampaikan dengan ‘gethok tular’ kepada warga masyarakat sekitar.
Sasaran sosialisasi adalah semua warga masyarakat, khususnya orang tua siswa
dan siswa; hasil dari kegiatan sosialisasi adalah tumbuhnya kesadaran
masyarakat dalam pendidikan dan adanya SD-SMP Satu Atap mengurangi
pengangguran.
Implementasi kebijakan
SD-SMP Satu Atap dapat dilaksanakan karena adanya dukungan dari berbagai pihak.
Kebersamaan antara SD dan SMP terwujud dalam beberapa bentuk antara lain kepala
sekolah dalam melaksanakan tugas dibantu oleh wakil kepala sekolah SD dan wakil
kepala SMP, penggunaan bersama ruang kelas SD, dan pelibatan guru SD mengajar
di SMP. Sedangkan kebersamaan SMP dengan pemerintah desa, masyarakat sekitar
memberikan bantuan tenaga dalam pembangunan gedung sekolah, dan pemerintah desa
memberikan hibah tanah kas desa untuk pendirian sekolah. Ketersediaan siswa,
guru sebagai tenaga pendidik, dan sarana prasarana telah memenuhi syarat
penyelenggaraan sekolah.
Peran stakeholders
(orangtua siswa, masyarakat sekitar SD-SMP Satu Atap,
siswa, guru, kepala sekolah, Kepala UPT dan Kepala Seksi Pendidikan
Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten) dalam pendidikan dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk, sesuai dengan kewenangan dan kemampuan masing-masing.
Keterlibatan stakeholders dapat berwujud; tenaga, gagasan dan materi
(benda). Kesadaran menyekolahkan anak juga merupakan wujud partisipasi
masyarakat. Keterlibatan dan keberadaan siswa sangat diperlukan untuk
pelaksanaan dan keberlangsungan SD-SMP Satu Atap.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan berikut.
Keterlibatan berbagai pihak dan ketersediaan data pendukung, diperlukan dalam proses
perencanaan SD-SMP Satu Atap pada daerah dengan kriteria terisolir, terpencil
dan terpencar. Proses sosialisasi yang tepat sasaran mempermudah perolehan
dukungan dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat. Ketersediaan berbagai
komponen sistem pendidikan dan keharmonisan hubungan kerja mempercepat dan
meningkatkan pencapaian kualitas pendidikan. Peran stakeholders sesuai
kewenangan dan kemampuan masing-masing sangat bermakna untuk peningkatan
kinerja sekolah.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan tersebut dapat dikemukakan saran sebagai berikut.
1.
Bagi Kepala Sekolah
Sebagai pengelola SD
dan SMP, dapat lebih bijaksana dalam memimpin dan mengelola lembaganya. Dalam
kepemimpinannya hendaknya memberdayakan atau memberikan kesempatan dan atau
mendorong semua unsur stakeholders sehingga bersedia, tanpa paksaan,
berpartisipasi secara optimal dalam rangka mencapai tujuan sekolah, dan
berupaya agar SD-SMP Satu Atap ini dapat terus berlangsung untuk mencerdaskan
anak bangsa dan mencapai peningkatan kualitas pendidikan yang diharapkan. Jadi
bukan sekedar terselenggara pembelajaran, yang proses dan outputnya tidak
berkualitas.
2.
Bagi guru SD dan SMP
Guru SD yang mendapat
tambahan mengajar di SMP diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan
kemampuannya karena bertambahnya tugas, serta dapat mengelola waktu dan dirinya. Bagi guru yang baru (guru SMP), tugas ini sangat mulia,
mencerdaskan anak bangsa, maka kompetensi guru harus dipedomani agar dapat
menjadi guru yang profesional. Profesionalisme guru harus dijadikan pedoman
semua guru dalam melaksanakan tugasnya, karena ketika semua guru sudah
profesional dalam melaksanakan tugas maka pendidikan yang berkualitas akan
terwujud.
3.
Bagi Kementrian
Pendidikan Pusat, dapat membuat program untuk peningkatan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan, karena ketenagaan yang dimiliki SD-SMP Satu Atap sekarang
ini masih ada yang belum sesuai standar kualifikasi tenaga. Hal lain yang perlu
mendapat perhatian adalah SD-SMP Satu Atap dapat dinikmati oleh semua anak-anak
dari keluarga tidak mampu yang berada di seluruh pelosok negeri ini, tidak
terbatas pada daerah yang terisolir dan terpencil saja.
4.
Bagi Dinas Pendidikan
Kabupaten, perlu melakukan evaluasi kinerja pegawai dan guru-guru SD-SMP Satu
Atap secara periodik, agar kualitas dan kinerja para pegawai dan guru tersebut
lebih baik. Bilamana perlu diberlakukan
dengan sistem kontrak, sehingga para guru yang kinerjanya tidak atau kurang
bagus, kontraknya bisa diberhentikan sehingga mempunyai komitmen terhadap
pekerjaannya. Karena meskipun baru berdiri, SD-SMP Satu Atap sama pentingnya
atau sama kedudukannya dengan SD dan SMP Negeri pada umumnya.
5.
Bagi Dinas Pekerjaan
Umum kabupaten Magelang, perlu memperbaiki infrastruktur tempat berdirinya
sekolah satu atap, misalnya perbaikan jalan menuju ke sekolah satu atap
sehingga guru ataupun murid lebih termotivasi untuk bekerja dan belajar.
6.
Bagi masyarakat sekitar
SD-SMP Satu Atap, memahami pentingnya pendidikan dasar bagi anak-anaknya. Untuk
itu diperlukan kerjasama dan partisipasi mereka untuk keberlanjutan dan
peningkatan mutu SD-SMP Satu Atap. Pendidikan masyarakat diharapkan tidak hanya
sampai SMP saja, tetapi dapat melanjutkan ke SLTA, karena ada wacana wajib
belajar kita tidak hanya 9 tahun tetapi menjadi 12 tahun.
DAFTAR RUJUKAN
Bafadal,
I. 2006. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: dari Sentralisasi Menuju
Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Bafadal,
I. 2007. Pendidikan Dasar: Kontribusi, Artikulasi, Regulasi, Aktualisasi,
Reorientasi, dan Akselerasi. Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Bogdan,
R.C., & Biklen, S.K., 1982. Qualitatif Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon, Inc.
Danim, S. 2009. Manajemen dan
Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Panduan Pelaksanaan Pengembangan SD-SMP Satu
Atap, Program Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP). Jakarta:
Ditjen Mandikdasmen.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Panduan Pemilihan Pola/Satuan Pendidikan
Dalam Rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Jakarta: Ditjen
Mandikdasmen.
Dilema Wajib Belajar 9 Tahun. 2007. (http://www.pdrc.or.id/index.php?option=com-content&task=view)
Dimyati,M.
2002. Penelitian Kualitatif: Paradigma, Epistemologi, Pendekatan, Metode dan
Terapan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Djama’in, S. 2005. Peran Serta
Masyarakat Dalam Pendidikan Melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
Jakarta: UHAMKA Press.
Dunn,W.N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Pintidri, J.R., & Schunk, L.R. 2001.
Educational Phsycology. London: Sage Publication.
Sa’ud, S. & Makmun, A.S. 2006. Perencanaan
Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Stewart,
A.M. & Lester, A. 2000. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia (Diterjemahkan oleh Agus M. Hardjana). Yogyakarta: Kanisius.
Syaefudin,S.U
dan Syamsudin, M.A. 2005. Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan
Komprehensif. Bandung: Remaja Rodakarja
Tim Dosen Universitas Pendidikan Bandung. 2009. Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Turang, J., 2001. Pengembangan Kebijakan Pendidikan Dan
Sosio-Ekonomi Tingkat Kabupaten/Kota. Universitas Negeri Manado.
Turang, J., 2002. Pengembangan Kebijakan Pendidikan Tingkat
Kabupaten Kota. Tomohon: Yayasan Mapalus Matuari Mimesa (YM3).
Usman, H. 2004. Manajemen Pendidikan.
Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Wahab. 1999. Analisis
Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasinya. Malang: Danar Wijaya-Brawijaya
University Press
Wajib Belajar Sembilan Tahun Terancam Gagal. (http:// www. sinarharapan. co.id /
berita/0202/04/nas06.html).
Yunus, M. 2006. Kebijakan Kemitraan
Pendidikan Kejuruan. Malang: Pustaka Kayutangan
CURRICULUM VITAE
Identitas Diri Penulis
1.
|
Nama
|
: Dr. Wiwik Wijayanti, M. Pd
|
2.
|
NIP/NIS/NPP/NIK
|
: 19710123 1999 03 2 001
|
3.
|
Satminkal
|
: FIP-UNIVERSITAS NEGERI
|
4.
|
Tempat/Tanggal Lahir
|
: Magelang, 23 Januari 1971
|
5.
|
Agama/Jenis kelamin
|
: Islam / Wanita
|
6.
|
Pangkat/Golongan/
terhitung mulai tanggal
|
: Penata MudaTk I/III/b
|
7.
|
Jabatan : Akademik
Struktural
|
: Asisten Ahli
: -
|
8.
|
Alamat Kantor
|
: Karangmalang, Yogyakarta. 55281 Telp. 0274
550842; 0274 586168 psw. 342 fax. 0274 540611
|
9.
|
Alamat Rumah
Alamat e-mail
Nomor HP
|
: Banjarharjo Bimomartani Ngemplak
Sleman DIY
:
wiwikashari@gmail.com
:
085235255203
|
No comments:
Post a Comment