PERSEPSI GURU SD TERPENCIL MENGENAI PENGGUNAAN MEDIA e-LEARNING DI KECAMATAN TANJUNG LAGO KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Yenni Anggrayni
Universitas Sriwijaya Palembang Sumatra Selatan
ABSTRAK

     Tulisan ini difokuskan pada penelitian bidang teknologi pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan  di SD terpencil se Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini diarahkan untuk; 1) memperoleh gambaran tentang kesiapan Sekolah Dasar di kecamatan Tanjung Lago dalam penggunaan media e-learning 2) Mendeskripsikan persepsi guru SD terhadap pemanfaatan ICT dalam pembelajaran di sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Angket persepsi terhadap ICT bagi Guru terdiri dari 30 item. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan komputer pada 21 SD di kecamatan Tanjung Lago hanya 15 SD yang memiliki komputer  masing-masing 1 unit dan dari  5 SD hanya memiliki 5 buah in fokus dan 2 buah notebook. Skor persepsi terhadap penggunaan media e-learning di SD Negeri Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago yaitu skor rata-rata 77,47, simpangan baku 11,44 dan median (Me) 77 serta modus (Mo) 70. Rentang teoretis 0 – 100 untuk skor persepsi terhadap penggunan media e-learning di SD Negeri Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago dengan nilai tengah teoretis 50, maka guru memiliki persepsi positif sebesar 98,67% dari 151 responden. Berdasarkan simpulan di atas direkomendasikan membangun dan melengkapi laboratorium komputer bagi SD Terpencil di kecamatan Tanjung Lago . Memberikan dukungan terhadap guru-guru agar lebih mengembangkan diri dalam pemanfaatan ICT, misalnya melaksanakan pelatihan kepada guru mengenai pemanfaatan ICT dalam pembelajaran dan membuat bahan ajar berbasis ICT

Kata Kunci : Information Comunication Technology (ICT), media e-Learning, Persepsi,

 ELEMENTARY SCHOOL TEACHER PERCEPTION OF THE USE OF e-LEARNING MEDIA’S IN SUB DISTRICT TANJUNG LAGO  BANYUASIN SOUTH SUMATRA
Yenni Anggrayni

ABSTRACT

This paper is focused on the research field of learning technologies and education in a remote school district Banyuasin Regency Tanjung Lago. This study aimed to: 1) gain an overview of the readiness of elementary schools in the district of Tanjung Lago in the use of e-learning media 2) Describe the perceptions of elementary school teachers toward the use of ICT in learning at school. The research method used is survey method. Questionnaire perceptions of ICT for Teachers consists of 30 items. The results show computer ownership at 21 Elementary schools in the district of Lago Cape only 15 schools that have computers each other 1 unit and by 5 elementary school and only have 5 pieces in focus and 2 notebooks. Theoretical range 0-100 to score the perception of the use of the media e-learning in primary schools in the district of Tanjung Lago Secluded with theoretical midpoint of 50, then the teachers have positive perceptions of amounting to 98.67% of 151 respondents. Based on the conclusions above are recommended to build and equip a computer lab for elementary Secluded in the sub-district of Tanjung Lago. Provide support for teachers to be more self-improvement in the utilization of ICT, such as carrying out training to teachers on the use of ICT in learning and create ICT-based teaching materials
Keywords: Information Communications Technology (ICT), media e-Learning, Perception,


Ingindapattambahanuangdengan modal hanya 25 ribu rupiah, bisamenghasilkanRp.800 Juta,- Dari BisnisIklan ?
Silahkanklik :
https://muslimpromo.com/?ref=8099

PERSEPSI GURU SD TERPENCIL MENGENAI PENGGUNAAN  MEDIA                              e-LEARNING DI KECAMATAN TANJUNG LAGO KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
            Pemanfaatan ICT dalam pendidikan merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan hadirnya ICT dunia pendidikan bisa membawa dampak positif apabila teknologi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi bisa menjadi masalah baru apabila sekolah tidak siap. Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang dampak positif dan negatif dari pemanfataan Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) sebagai media komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
            Pembelajaran ICT di jenjang sekolah dasar masih rendah. Lambatnya perkembangan ini salah satunya karena kondisi infrastuktur yang belum mendukung. Berdasarkan data Pusat Teknologi dan Komunikasi (Pustekkom) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), jumlah sekolah dasar (SD) yang mempunyai laboratorium komputer baru mencapai 10 persen. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan keberadaan laboratorium komputer di jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sudah mencapai 70 persen, jenjang sekolah menengah atas (SMA) yang mencapai 55 persen, dan jenjang sekolah menengah pertama (SMP) yang mencapai 40 persen (Kompas, 2009)
            Lambatnya perkembangan ICT di jenjang SD ini karena masih banyak SD yang terletak di daerah terpencil yang belum mempunyai infrastruktur penunjang pengadaan laboratorium komputer, antara lain aliran listrik maupun jaringan telepon. Untuk mendukung pelaksanaan ICT di daerah terpencil, Pustekkom tengah mengembangkan mobile learning dan distance learning atau pembelajaran jarak jauh sehingga ICT bisa dilaksanakan kapan dan dimana saja. Selain itu, Kemdiknas mempunyai target pendidikan di Indonesia telah berbasis pembelajaran ICT pada tahun 2014. Hal ini diperkuat dalam  kebijakan Permen Diknas No 16 Tahun 2007 dimana salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru SD/MI yaitu dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikan dalam pembelajaran. Bentuk upaya pemerintah dapat dilihat dari dana yang tiap tahun digulirkan untuk terlaksananya target itu mencapai Rp 1 triliun setiap tahunnya. Dana tersebut dimanfaatkan untuk pembuatan jaringan, pelatihan, sarana, dan pengembangan buku sekolah elektronik. (Kompas, 2009).
            Sehubungan dengan masalah pembelajaran ICT yang menjadi tempat penelitian yaitu SD Negeri terpencil yang berada di kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lapangan diketahui terdapat beberapa SD yang telah memiliki fasilitas menunjang seperti telah dialiri listrik, terdapat jaringan telepon, terdapat komputer yang didapatkan dari dana Badan Operasional Sekolah (BOS) tetapi ada juga SD yang belum memiliki fasilitas tersebut.
            Untuk itu agar target Kemdiknas yaitu pendidikan dengan pembelajaran ICT pada 2014 dapat tercapai, maka perlu diketahui apa yang dibutuhkan guru SD terpencil agar dapat bisa melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-Learning. Untuk dapat mengetahui kebutuhan dan kendala yang dihadapi guru SD Terpencil tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul ”Persepsi Guru SD Terpencil Mengenai Penggunaan Media e-Learning Di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.

2. Rumusan Masalah
            Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan suatu masalah yaitu :
1.      Bagaimana kesiapan SD terpencil di kecamatan Tanjung Lago dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-learning?
2.      Bagaimana persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan?

3.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk memperoleh gambaran kesiapan SD terpencil di Kecamatan Tanjung Lago dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-learning?
2.      Untuk mengetahui persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.
4. Manfaat Penelitian
            Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah:
a.       Bagi Sekolah.
Dapat memberikan masukan mengenai fasilitas yang harus disediakan oleh sekolah agar dapat melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-learning.
b.      Bagi Guru.
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan acuan dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-learning
c.       Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini diharapkan peneliti dapat lebih memahami kebutuhan dan kendala yang dihadapai guru SD terpencil dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media e-learning
d.  Bagi Pemerintah
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan pendidikan di daerah terpencil
5. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, ada 2 (dua) hal yang akan dikaji yaitu: (1) kesiapan SD terpencil  di Kecamatan Tanjung Lago dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan media e-learning, (2) persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning ,dan Kedua hal ini diperoleh melalui data survei yang akan dilakukan di sekolah-sekolah SD di kecamatan Tanjung Lago sebagai representasi sekolah-sekolah SD terpencil di kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.Pengkajian tentang kesiapan SD terpencil dalam hal pembelajaran ICT, meliputi ketersediaan sarana penunjang pembelajaran  ICT seperti : Ketersediaan komputer, jaringan telepon, dan guru yang memiliki kemampuan ICT. Sedangkan Pengkajian tentang persepsi guru meliputi pandangan atau tanggapan guru  mengenai penggunaan media e-learning.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Persepsi
            Persepsi merupakan tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu serapan. Dalam tanggapannya, seseorang tidak harus melihat hal atau bendanya secara konkret. Tanggapan secara abstrak pun, yang ditandai dengan : (a) bendanya tidak ada; (b) hanya berupa bayangan;. (c) tidak tergantung waktu dan tempat; dan (d) bersifat imaginer juga merupakan ciri persepsi (Dakir dalam Anis at al, 2008). Dengan demikian persepsi seseorang bisa dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung.
Persepsi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya (Fleming & Levie, 1981). Proses tersebut berawal dari komponen kognisi (Mann, 1969) sehingga persepsi dianggap sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Melalui komponen kognisi akan dihasilkan ide, kemudian konsep, dan pemahaman mengenai apa yang dilihat. Dengan demikian persepsi seseorang pada obyek psikologik yakni berupa kejadian, ide atau situasi tertentu akan menghasilkan tanggapan yang berupa gambaran atau semacam bekas yang tinggal dalam ingatan (Sardiman dalam Anis at al, 2008) . Gambaran yang diperoleh itu selalu terkenang dan membekas sehingga mempengaruhi perilakunya. Dalam dunia pendidikan tanggapan yang akan diperoieh subyek didik diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan.
Kajian persepsi di depan sejalan dengan pendapat dari Bell (Sumardjoko dalam Anis at al, 2008), yang menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil interaksi antara individu dengan obyek. Menurutnya, tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah kontak fisik individu dengan obyek fisiknya. Obyek tampil dengan kemanfaatan masing-masing, sedang individu datang dengan sifat-sifat individu, pengalaman, bakat, minat, dan berbagai ciri kepribadiannya. Hasil interaksi individu dengan obyek adalah persepsi individu tentang obyek itu sendiri. Jika persepsi masih berada dalam batas optimal individu berarti terjadi keadaan seimbang sehingga dipertahankan karena menyenangkan. Sebaliknya jika obyek yang dipersepsi sebagai di luar batas optimal menimbulkan tekanan atau stress. Tekanan yang sangat membebani itu mengakibatkan individu melakukan coping behavior atau penyesuaian diri dengan kondisi dirinya. Terhadap penyesuaian diri individu menimbulkan dua kemungkinan yakni gagal atau sukses.
Dari penjelasan Bell di depan menunjukkan bahwa persepsi tidak bersifat statis, melainkan bisa berubah-ubah. Dalam istilah lain persepsi itu sifatnya relatif atau tidak absolut (Soekamto dalam Anis at al, 2008) tergantung pada pengalaman tepat sebelumnya. Hal ini disebabkan karena hasil dari tingkah Iaku berupa coping akan menyebabkan perubahan pada individu maupun pada persepsinya. Sarwono (1992) menjelaskan proses perubahan persepsi yang bisa disebabkan oleh proses faal (fisiologik) dari sistem syaraf pada indera-indera manusia maupun disebabkan oleh proses psikologik.
2. Perkembangan Teknologi Pendidikan
Perkembangan dari berbagai metode pembelajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal seperti sekarang ini. Berdasarkan hasil analisis Sudjana (2001:57) menyatakan bahwa makna metode pembelajaran adalah mengembangkan teknik-teknik penyampaian informasi dan mengontrol tingkah laku siswa. Hal ini tampak jelas pada sistem monitoring Lancaster. Sistem pengajaran object teacheng yang dikembangkan oleh Pestalozzi dan Froebel tidak semata-mata berarti dalam praktek pengajaran tetapi juga mengandung nilai teoritis dalam pengajaran. Berdasarkan hasil orientasi terhadap pelbagai pelopor pendidikan semenjak jaman sofisme sampai dengan perkembangan abad ke 18, tampak adanya konsep, teori dan metode pengajaran yang dapat dipandang sebagai pelopor teknologi pendidikan modern dewasa ini (Suparman, 2001:9).
Sekalipun perkembangan konsep teknologi pendidikan dapat ditelusuri jejaknya melalui latar belakang yang mendahuluinya, yaitu sejak jaman Yunani purba, maka gerakan yang mendasari muncul dan terwujudnya bidang dan konsep teknologi pengajaran seperti sekarang ini, maka Sudjana (2001:57-73) telah menyusun secara sistematis perkembangan teknologi pengajaran sebagai berikut:
1) Alat Bantu Visual
Dalam konsep pengajaran visual adalah setiap gambar, model, benda, atau alat-alat lain yang memberikan pengalaman visual yang nyata kepada siswa. Alat bantu visual itu bertujuan untuk: (a) memperkenalkan, membentuk, memperkaya, serta memperjelas pengertian atau konsep yang abstrak kepada siswa, (b) mengembangkan sika-sikap yang dikehendaki, (c) mendorong kegiatan siswa lebih lanjut. Konsep pengajaran visual didasarkan atas asumsi bahwa pengertian-pengertian yang abstrak dapat disajikan lebih konkrit. Pengongkretan pengajaran visual sampai sekarang masih tetap berguna. Di samping itu, gerakan pengajaran visual memperkenalkan dua macam konsep pemikiran lainnya yang masih dipakai, yaitu: pertama,pentingnya pengelompokan jenis-jenis alat bantu visual yang dipakai dalam kegiatan instruksional, kedua, perlunya pengintegrasian bahan-bahan visual ke dalam kurikulum sehingga penggunaannya tidak terpisahkan (integrated teaching materials).
2) Alat Bantu Audiovisual
Konsep pengajaran visual kemudian berkembang menjadi audiovisual aids pada tahun 1940. Istilah ini bermakna sejumlah peralatan yang dipakai oleh para guru dalam menyampaikan konsep, gagasan, dan pengalaman yang dianggap oleh indra pandang dan pendengaran. Penekanan utama dalam pengajaran audiovisual adalah pada nilai belajar yang diperoleh melalui pengalaman konkret, tidak hanya didasarkan atas kata-kata belaka. Pengajaran audiovisual bukan metode mengajar. Materi audiovisual hanya dapat berarti bila dipergunakan sebagai bagian dari proses pengajaran. Peralatan audiovisual tidak harus digolongkan sebagai pengalaman belajar yang diperoleh dari penginderaan pandang dan dengar, akan tetapi sebagai alat teknologis yang dapat memperkaya serta memberikan pengalaman kongkret kepada para siswa. Pengajaran audiovisual menambahkan komponen “audio” kepada materi pengajaran visual, yang secara konseptual sebenarnya tidak banyak memberikan perbedaan berarti. Gerakan audiovisual tetap mempertahankan kontinum kongkret abstrak dan pengelompokan materi instruksional dalam klasifikasi gradual yang diperlihatkan dalam bentuk “kerucut pengalaman” (cone of experiences) dari Edgar Dale. Konsep tetang perlunya pengintegrasian materi audiovisual ke dalam kurikulum tetap dipertahankan.  
3) Komunikasi Audiovisual
Pendekatan yang lebih menguntungkan dalam arti memperoleh pengertian yang lebih efektif di bidang audiovisual terdapat dalam konsep komunikasi. Orientasi terhadap proses komunikasi yang diaplikasikan dalam kegiatan instruksional telah mengubah kerangka teoritis teknologi instruksional. Dengan demikian maka tekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan pelajaran dalam bentuk materi audiovisual untuk pengajaran, melainkan dipusatkan pada keseluruhan proses komunikasi informasi/pesan (message) dari sumber (source) yaitu guru, kepada penerima (reciver) yaitu siswa. Dari berbagai model komunikasi yang ada, maka model komunikasi SMCR Berlo merupakan yang paling sederhana dan sangat berguna dalam melahirkan konsep-konsep teknologi instruksional. Model S M C R Berlo (1960:73-79) meperlihatkan dua konsep, yaitu: pertama, berhubungan dengan keseluruhan proses penyampaian pesan dari sumber, yaitu guru, kepada penerima pesan yaitu siswa kedua, memperlihatkan unsur-unsur yang terlibat di dalam proses dan adanya hubungan yang dinamis di antara unsur-unsur yang terlibat di dalam proses. Selain itu unsur-unsur yang terdapat di dalam model ini dapat menjelaskan konsep-konsep penting lainnya. Penerima pesan yaitu siswa dan sumber pesan yaitu guru atau bahan pelajaran, merupakan bagian yang integral dari teknologi instruksional serta dipandang sebagai komponen komunikasi yang sangat penting. Isi pesan, yaitu pelajaran, struktur, dan cara perlakuan atau metode dan media yang dipergunakan merupakan bagian proses komunikasi dan termasuk juga dalam teknologi pengajaran. Sedangkan kelima macam indra merupakan saluran komunikasi sebagai bagian dari proses komunikasi. Hal ini merupakan perluasan konsep lama dari gerakan
telinga” saja. Model proses komunikasi pengajaran ini memperlihatkan salah satu komponen di dalam sistem, yaitu desain komunikasi audiovisual yang diklasifikasikan menurut jenisnya. Pesan atau informasi merupakan komponen yang harus dimasukkan ke dalam desain komuniksai audiovisual. Dan orang, sebagai materi, dianggap sebagai komponen di dalam sistem. Di samping itu ditambahkan pula konsep baru, yaitu cara-cara menggunakan media dan menciptakan lingkungan (settings) di mana media dipergunakan untuk mempengaruhi, memodifikasi, memanipulasi kondisi penyajian materi instruksional dan respon penerima informasi, yaitu siswa.
4) Kontribusi Ilmu Pengetahuan Perilaku
Sumbangan ilmu pengetahuan perilaku kepada teknologi pengajaran semula hanya membatasi dirinya pada teori-teori belajar lama. Namun dengan diperkenalkannya konsep penguatan dan aplikasinya ke dalam programmed instruction dan teaching machine oleh B.F. Skinner, seperti dikutif oleh Prasetyo (1997:3-6) pengaruhnya terhadap teknologi pengajaran semakin bertambah nyata. Perkembangan konsep-konsep dalam bidang ilmu pengetahuan perilaku tersebut sama kompleksnya dengan perkembangan dalam bidang teknologi pengajaran. Menurut B.F. Skinner mengajar itu pada hakikatnya adalah rangkaian dari penguatan yang terdiri dari tiga macam variabel yaitu: (a) suatu peristiwa di mana perilaku terjadi (b) perilaku itu sendiri, dan (c) akibat perilaku. Kerangka teoritis dari komunikasi audiovisual memandang teknologi pengajaran memberikan tempat penting kepada stimulasi atau pesan-pesan yang disajikan kepada siswa. beberapa prinsip penting yang dipergunakan oleh Skinner dalam teaching machine adalah: (a) respon siswa diperkuat secara teratur dan secepatnya (b) mengusahakan agar siswa dapat mengontrol irama kemajuan belajarnya sendiri (c) tetap memelihara agar siswa mematuhi urut-urutan yang lengkap, dan (d) adanya keharusan partisipasi melalui penyediaan respons. Teaching machine dan programmed instruction merupakan aplikasi langsung dari pandangan bahwa peralatan dan bahan pelajaran harus dapat berbuat lebih banyak daripada sekedar penyaji informasi, alat-alat dan bahan pelajaran itu harus dikaitkan kepada perilaku siswa.
5) Pendekatan Sistem dalam Pengajaran
perkembangan konsep teknologi pengajaran dan komunikasi audiovisual menuju ke pendekatan sistem disebabkan oleh adanya pemikiran yang memandang teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan sistem di dalam proses belajar mengajar yang dipusatkan pada desain, implementasi, dan evaluasi terhadap proses mengajaran dan belajar. Hal ini membawa implikasi kepada batasan teknologi pengajaran yang menjadi lebih luas daripada sekedar alat-alat instruksional. Teknologi pengajaran diartikan sebagai cara mendesain yang sistematis, melaksanakan dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar-mengajar, mengkaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah dikhususkan serta didasarkan atas prinsip-prinsip belajar dan komunikasi yang terjadi pada manusia (bukan didasarkan atas prinsip-prinsip belajar yang bersumber dari hasil percobaan pada mahluk lain/binatang) dan memanfaatan pelbagai sumber manusia dan non manusia dengan maksud agar pembelajaran lebih efektif. Teknologi pengajaran merupakan proses, bukan hanya dinyatakan oleh media atau peralatan. Dasar pandangan ini telah memperkuat konsep-konsep teori komunikasi dan pembelajaran berprogram yang menegaskan bahwa teknologi pendidikan telah menerapkan pendekatan sistem ke dalam bidang pengajaran, menekankan atau mengutamakan proses ketimbang hasil. Hal ini merupakan peralihan cara berpikir sistemik pada awalnya kepada cara berpikir sistemik pada saat sekarang yang menghendaki adanya usaha evaluasi proses belajar-mengajar sebagai suatu kesatuan komponen-komponen yang saling berhubungan dan bergantungan satu sama lain.
6) Dari Komuniksai Audiovisual dan Pendekatan Sistem ke Teknologi Pengajaran,
makna teknologi bukan hanya terdiri dari mesin dan manusia melainkan merupakan susunan padu yang unik dari manusia dan mesin, gagasan, prosedur, dan pengelolaan. Konsep teknologi pendidikan telah membuka lebar daerah pengembangan teoritis, penelitian, dan implementasinya di lapangan pendidikan. Makna teknologi pengajaran dalam pengertian mutakhir meliputi pengelolaan gagasan, prosedur, biaya, mesin dan manusia di dalam proses pengajaran yang melibatkan peralatan fisik yang menyalurkan informasi. Sistem pengajaran sebagai wahana
3. Komputer/Internet Sebagai Media e-Learning
             Menurut Cruse (dalam Andi, 2005:9) e-learning adalah: (1) Pengiriman tutorial multimedia, interaktif dengan internet; (2)Proses penggabungan isi dengan dukungan dan komunitas; (3)Pengiriman pelatihan dimana saja dan kapan saja. Sedangkan menurut Rosenberg, Marc (dalam Maryati, 2004: 5) adalah penggunaan teknologi internet untuk mengirim sekumpulan solusi yang meningkatkan pengetahuan dan unjuk kerja. Sehingga dapat dikatakan e-learning merupakan media pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan informasi (internet) dalam menunjang keberhasilan proses belajar dan pembelajaran yang dapat digunakan dalam bentuk tutorial multimedia, interaktif via internet, dan bahan ajar bersifat mandiri. 
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses belajar mengajar di sekolah, komputer/internet diharapkan mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara guru, siswa, dan bahan belajar sebagaimana yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kondisi yang perlu didukung oleh komputer/intemet tersebut terutama berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan, yang kalau dijabarkan secara sederhana, bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajak siswa mengerjakan tugas-tugas dan membantu siswa dalam memeperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas tersebut (Boettcher 1999).
Strategi pembelajaran yang meliputi pengajaran, diskusi, membaca, penugasan, presentasi dan evaluasi, secara umum keterlaksanaannya tergantung dari satu atau lebih dari tiga mode dasar dialog/komunikasi sebagai berikut (Boettcher 1999) :
a.       dialog/komunikasi antara guru dengan siswa
b.      dialog/komunikasi antara siswa dengan sumber belajar
c.       dialog/komunikasi di antara siswa
Apabila ketiga aspek tersebut bisa diselenggarakan dengan komposisi yang serasi, maka diharapkan akan terjadi proses pembelajaran yang optimal. Para pakar pendidikan menyatakan bahwa keberhasilan pencapaian tujuan dari pembelajaran sangat ditentukan oleh keseimbangan antara ketiga aspek tersebut (Pelikan, 1992). Kemudian dinyatakan pula bahwa perancangan suatu pembelajaran dengan mengutamakan keseimbangan antara ketiga dialog/komuniaksi tersebut sangat penting pada lingkungan pembelajaran berbasis Web (Bottcher, 1995).
Dari sejumlah studi yang telah dilakukan, menunjukan bahwa internet memang bisa dipergunakan sebagai media pembelajaran, seperti studi telah dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST) pada tahun 1996, yang dilakukan terhadap sekitar 500 murid kelas lima dan enam sekolah dasar. Ke 500 murid tersebut dimasukkan dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang dalam kegiatan belajarnya dilengkapi dengan akses ke Intemet dan kelompok kontrol. Setelah dua bulan menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapat nilai yang lebih tinggi berdasarkan hasil tes akhir.
Kemudian sebuah studi eksperimen mengenai penggunaan Internet untuk mendukung kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris yang dilakukan oleh Anne L. Rantie dan kawan-kawan di SMU 1 BPK Penabur Jakarta pada tahun 1999, menunjukkan bahwa murid yang teriibat dalam eksperimen tersebut memperlihatkan peningkatan kemampuan mereka secara signifikan dalam menulis dan membuat karangan dalam bahasa Inggris.
Dengan demikian terlihat bahwa sebagaimana media lain yang selama ini telah dipergunakan sebagai media pendidikan secara luas, komputer/mtemet juga mempunyai peluang yang tak kalah besarnya dan bahkan mungkin karena karakteristiknya yang khas maka disuatu saat nanti bisa menjadi media pembelajaran yang paling terkemuka dan paling dipergunakan secara luas.
Dalam bidang pendidikan, penggunaan teknologi berbasis komputer merupakan cara untuk menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikroprosesor, di mana informasi atau materi yang disampaikan disimpan dalam bentuk digital. Aplikasi teknologi komputer dalam pembelajaran umumnya dikenal dengan istilah "Computer Asisted Instruction (CAI)". atau dalam istilah yang sudah diterjemahkan disebut sebagai "Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK)".
Sementara itu program multimedia sebagai media pembelajaran yang juga merupakan program pembelajaran berbantuan komputer (CAI) bisa dikelompokkan dalam format penyampaian pesannya (Hardjito, 2004) sebagai berikut:
1. Tutorial
2 Drill and practice
3 Simulasi
4. Percobaan atau eksperimen
5. Permainan  
C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
            Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Survei dilaksanakan untuk mendeskripsikan kesiapan sekolah-sekolah SD di Kecamatan Tanjung Lago dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-Learning
2. Subyek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh SD dan Guru SD di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Terdapat 21 SD Negeri yang berada di Kecamatan Tanjung Lago dengan jumlah guru 151 orang. Setiap sekolah diberikan instrumen yang sudah disiapkan oleh peneliti. Instrumen ini angket untuk diisi oleh Kepala Sekolah SD dan Guru SD di masing-masing sekolah yang berada di Kecamatan Tanjung Lago

3. Prosedur Pengumpulan Data

a. Kesiapan sekolah
            Data tentang kesiapan sekolah dalam pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-Learning dengan beberapa indicator seperti : Kepemilikan computer, Pemanfaatan computer, Penguasaan Komputer, dan Bantuan yang diharapkan.
b. Persepsi Guru
Data tentang persepsi guru dikumpulkan melalui instrumen/angket. Angket tersebut dibuat oleh peneliti yang dikembangkan berdasarkan kisi-kisi. Persepsi ini terdiri aspek kognisi yang menghasilkan ide, konsep dan pemahaman terhadap suatu obyek, aspek afeksi yang berhubungan dengan evaluasi emosional berupa perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu obyek serta aspek konasi berupa kecenderungan bertingkah laku atau tindakan terhadap suatu obyek.
Angket persepsi guru secara berurutan terdiri dari 30 item. Masing-masing item memiliki 5 alternatif pilihan yaitu SS (sangat setuju), S(setuju), TP (tidak ada pernyataan), TS (tidak setuju), STS ( sangat tidak setuju). Setiap item diberikan skor 4, 3, 2, 1, 0 masing-masing untuk jawaban SS, S, TP, TS, STS secara berurutan untuk pernyataan positif. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberikan skor kebalikan dengan pernyataan positif. Dengan demikian, skor responden akan terentang dari 0 – 140. Skor ini mengukur kesetujuan atau ketidaksetujuan responden terhadap pernyataan yang diberikan.
3. Pengolahan Data
Sebelum data dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan sortir data.. Keabsahan data ditandai oleh adanya responden yang memilih lebih dari 1 alternatif pilihan untuk setiap item atau tidak mengisi sama sekali. Keabsahan 1 atau lebih item berkoensekuensi terhadap skor total . Data yang tidak memenuhi syarat tidak diikutkan dalam analisisi data
Data yang terkumpul diolah menggunakan bantuan komputer dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2003.
4. Analisis Data
Langkah awal tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk: (1) penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan histogram, (2) ukuran pemusatan data yang meliputi mean (rata-rata), modus dan median, dan (3) ukuran penyebaran data yang meliputi, simpangan baku, dan varians.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kesiapan SD terpencil di Kecamatan Tanjung Lago dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan media e-learning
            Kesiapan sekolah dalam melaksanakan pembelajaran ICT dengan menggunakan e-Learning ditandai dengan adanya kepemilikan komputer, pemanfaatan ICT sebagai media e-learning (LCD, In Fokus, Notebook, animasi, CD pembelajaran, alat elektronik lainnya), dan guru/staf yang memiliki kemampuan dalam menggunakan media e-learning (pernah mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan ICT), sekolah memiliki jaringan telepon, internet, LAN dan memiliki sumber daya listrik yang permanen, serta bantuan yang diharapkan oleh sekolah.
            Berdasarkan data yang diperoleh dari instrumen yang disebarkan, dari 21 SD yang ada di Kecamatan Tanjung Lago hanya terdapat 15 sekolah yang memiliki komputer masing-masing 1 unit dari hasil pengadaan/bantuan periode tahun 2006-2010 oleh Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Lalu dari 21 SD yang ada di Kecamatan Tanjung Lago hanya terdapat 5 buah in focus dan 2 buah laptop hasil dari Kelompok Kerja Guru (KKG) Gugus 17 yang diikuti oleh 5 SD yang ada di kecamatan Tanjung Lago dan Semua SD yang ada di Kecamatan Tanjung Lago belum memiliki laboratorium komputer.
            Selanjutnya mengenai pemanfaatan ICT sebagai media e-learning. Semua sekolah yang memiliki komputer baru bisa memanfaatkan computer sebatas menyiapkan administrasi sekolah dan hampir semuanya belum menggunakannya sebagai media pembelajaran dikarenakan masih terbatasnya jumlah computer yang dimiliki masing-masing sekolah. Sehingga guru belum bisa mencari bahan materi pelajaran (searching) dan belum bisa memanfaatkan ICT sebagai sarana komunikasi antara siswa dan guru.
            Pembahasan selanjutnya mengenai kemampuan guru/staf dalam menggunakan ICT sebagai media pembelajaran. Berdasarkan survei yang dilakukan kepada 151 orang guru hanya 45 orang guru yang telah mampu mengoperasikan computer tingkat dasar, hanya 10 orang guru yang mampu memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran, hanya 5 orang guru yang telah mampu membuat media pembelajaran serta belum ada satu guru pun yang memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.
            Dengan demikian bila melihat kepemilikan computer, lalu pemanfaatan ICT sebagai media e-learning serta kemampuan guru/staf dalam menggunakan ICT maka dapat disimpulkan bahwa SD terpencil yang ada di kecamatan Tanjung Lago belum memiliki kesiapan untuk melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan ICT melalui media e-learning. Untuk itu telah didapatkan data juga mengenai bantuan yang diharapkan masing-masing sekolah agar dapat bisa melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan ICT melalui media e-learning. Bantuan yang diharapkan oleh sekolah antara lain pembangunan laboratorium komputer di setiap sekolah, pengadaan alat ICT  (komputer, LCD, Infokus), Koneksitasitas internet, penambahan bandwith, pelatihan pengenalan computer, pelatihan computer tingkat lanjut, pelatihan pembuatan media pembelajaran, pelatihan pengembangan web-content, pelatihan pengelolaan dan pengembangan PSB, pelatihan IT untuk kepala sekolah.
2. Deskripsi Data Persepsi Guru mengenai Penggunaan Media e-Learning
            Berdasarkan data penelitian untuk skor persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan dengan rentang teoretis 0 – 100 diperoleh skor empiris 50 – 100. Disitribusi ini memberikan skor rata-rata ()x sebesar 77,47, simpangan baku (SD) 11,44 dan median (Me) 77 serta modus (Mo) 70.
Dengan rentang skor teoretis 0 – 100, yaitu skor minimum sebesar 0 dan skor maksimum sebesar 100, maka nilai tengah teoretis sebesar 50. Dengan demikian, skor rata-rata data persepsi guru terhadap penggunaan media e-learning sebesar 77,74 lebih besar dari skor rata-rata teoretis sebesar 50. Hal ini memberikan gambaran bahwa data lebih terpusat pada angka yang lebih besar. Dengan demikian diharapkan bahwa guru SD terpencil di Kecamatan Tanjung Lago  memiliki persepsi positif terhadap penggunaan media e-learning.
Nilai rata-rata, median (me), modus (mo), dan simpangan baku (S) dari data penelitian persepsi terhadap TIK yang dideskripsikan di atas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Rangkuman nilai rata-rata, median, modus dan simpangan baku
No.
Data
Rata-rata
Me
Mo
S
1
Persepsi Guru
77,47
77
70
11,44

3. Persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.
            Persepsi guru SD terpencil mengenai penggunaan media e-learning di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Penelitian ini diperoleh dari angket yang terdiri dari 30 item. Setiap item ini memiliki 5 alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak ada pernyataan (TP), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Angket ini terdiri dari 20 item dengan pernyataan positif dan 10 item dengan pernyataan negatif.. Setiap jawaban mendapat skor 4 (SS), 3 (S), 2 (TP), 1 (TS) dan 0 (STS) untuk pernyataan positif dan sebaliknya untuk pernyataan negatif. Dengan demikian, rentang skor teoretis untuk persepsi terhadap media e-learing guru adalah 0 – 100. Skor yang diperoleh memberikan ukuran kesetujuan atau ketidaksetujuan guru terhadap ICT. Dengan demikian demikian kategori persepsi guru terhadap penggunaan media e-learning dapat ditampilkan pada tabel 1 berikut ini;

Tabel .2 Kategori Persepsi terhadap penggunaan media e-learning ICT bagi Guru SD Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago
No.
Skor
Kategori
Frekuensi
Prosentase (%)
1
< 50
Persepsi negative
2
1,32
2
50
Netral
0
0
3
> 50
Persepsi positif
149
98,67

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa ada 149 dari 151 responden (98,67%) memiliki persepsi yang positif terhadap penggunaan media e-learning, paling tidak guru telah memilki ide dan konsep, memahami perlunya pembelajaran dengan menggunakan media e-learning. Meskipun beberapa sekolah belum memiliki komputer. Hal ini memberikan indikasi bahwa penerapan dan pemanfaatan ICT di SD Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago memiliki peluang besar. Walaupun baru 29,8% guru yang mampu menggunakan dan memanfaatkan komputer
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
            Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
a.       Kesiapan SD Terpencil dalam penggunaan media e-leraning dapat dilihat dari hasil penelitian  kepemilikan komputer pada 21 SD di kecamatan tanjung lago hanya 15 SD yang memiliki komputer  masing-masing 1 unit dan 5 SD yang memiliki in focus masing-masing 1 unit serta hanya 2 SD yang memiliki masing-masing 1 unit notebook. Mengenai kesiapan guru diperoleh data dari  151 orang guru SD Terpencil se Kecamatan Tanjung Lago hanya 45 orang guru yang telah mampu mengoperasikan computer tingkat dasar, hanya 10 orang guru yang mampu memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran, hanya 5 orang guru yang telah mampu membuat media pembelajaran serta belum ada satu guru pun yang memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.
b. Skor persepsi terhadap penggunaan media e-learning di SD Negeri Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago dengan rentang teorertis 0 – 100 diperoleh skor empiris 50 – 100. Disitribusi ini memberikan skor rata-rata 77,47, simpangan baku 11,44 dan median (Me) 77 serta modus (Mo) 70.
c. Rentang teoretis 0 – 100 untuk skor persepsi terhadap penggunan media e-learning di SD Negeri Terpencil di Kecamatan Tanjung Lago dengan nilai tengah teoretis 50, maka guru memiliki persepsi positif sebesar 98,67% dari 151 responden.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarakan agar
a.    Membangun dan melengkapi laboratorium komputer bagi SD Terpencil di kecamatan Tanjung Lago .
b.   Memberikan dukungan terhadap guru-guru agar lebih mengembangkan diri dalam pemanfaatan ICT dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, misalnya melaksanakan pelatihan kepada guru mengenai pemanfaatan ICT dalam pembelajaran dan membuat bahan ajar berbasis ICT
 

DAFTAR PUSTAKA

Anas, M., dkk, 2008, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran di Provinsi Sulawesi Tenggara, Makalah Simposium Nasional Pendidikan, Kendari : FK8PT Unhalu

Andi. 2005. Membangun E-Learning dengan Moodle. Jakarta: Andi Publishing

Anggrayni, Yenni. 2010. Pengaruh Penerapan Model e-Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Plus Negeri 17 Palembang. Makalah Simposium Nasional Pendidikan tahun 2010

Fleming, M. dan H. Levie, 1981, Instructional Message design; Principles for the behavior sciences, Englewood Cliffs, New York : Educational Technology. Publ

Hardjito, 2004, Aplikasi Computer Assisted dan Learning pada Bidang Pendidikan, Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 6

Kompas, 2009. Artikel Edukasi : Kebijakan Pemerintah dalam Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Sekolah.

Mann, L., 1969, Social Psychology, Sidney: John Wiley & Sons

Prasetyo, Irawan. 1997. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar, Jakarta: Dirjen Dkti Depdikbud, 1997.

Sardiman, 1992, Interaksi dan Motivsi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali

Sudjana, N., Achmada Rivai, 2001, Teknologi Pengajaran, Bandung, Penerbit Sinar Baru Algensindo

Sumardjoko, B., 1995, Persepsi, Sikap pada Pengajaran Sejarah dan Pemahaman Nilai-nilai Kepahlawanan, Tesis : IKIP Jakarta.

Suparman Atwi, 2001. Kawasan Teknologi Pendidikan, Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.

No comments:

Post a Comment