Kalau bercerita tentang makanan, saya
punya 3 orang teman yang fanatik dengan masakan Padang. Satu orang dari
Jambi, satu lagi di Pekanbaru dan yang
terakhir di negeri asalnya, Padang. Kalau
tiga hari saja tidak mengkomsumsi masakan Padang, mereka ini bisa meninggal, karena bagi mereka hanya masakan Padang
yang dapat mengenyangkan. Kalau ada
pelatihan di Pulau Jawa bersama dengan salah seorang saja dari mereka , maka
saya terpaksa setiap jam makan menemani mereka untuk pergi makan keluar mencari
rumah makan Padang. Padahal panitia kegiatan sudah menyediakan makan untuk
peserta
Kisah yang saya ceritakan ini adalah
teman yang berasal dari Jambi. Kami pernah sama-sama mengikuti pelatihan di
Singapura dalam jangka yang cukup lama. Di Singapura menu makan ada juga nasi,
tapi tidak masakan Padang. Kebetulan lokasi hotel kami di Orchad tidak jauh
dari Lucky Plaza. Di Lucky Plaza ada
rumah makan dengan masakan Padang, namun setelah mencobanya, kata teman itu,
tidak ada rasa Padangnya, jadi sama juga dengan tidak. Maka setiap hari dia
selalu mengeluhkan masalah makanan ini. Yang paling dikeluhkan sambal ladonya
yang tidak ada. Melihat kondisi yang begini, ada kawan yang berinisiatif untuk
mengajaknya mencari sambal lado pada hari minggu. Untuk ini harus keluar dari
Singapura. Pilihan jatuh ke Malaysia, Johor. Kesanalah mereka pergi pada hari
Minggu. Kebetulan saya tidak ikut dengan mereka.
Sore mereka sudah sampai lagi di Hotel.
Dengan wajah penuh kepuasan teman yang satu ini bercerita bagaimana dia
melampiskan dendamnya makan masakan padang sepuas-puasnya di Johor. Dan
pulangnya ia membawa bekal sambal lado goreng untuk persiapan makan satu
Minggu.
Namun rupanya kepuasan teman ini
berbuntut panjang. Mereka yang berangkat ke Johor ini, ketika masuk lagi ke Singapura pasport mereka di cap dengan
jangka waktu 2 minggu berada di
Singapura. Padahal program kegiatan masih ada sekitar satu bulan lagi. Terpaksa
besoknya mereka melalporkan hal ini ke Kedutaan Indonesia di Singapura.
No comments:
Post a Comment